Makalah PBL Anemia Hemolitik Autoimun

October 23, 2017 | Author: rudysetiady | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

wert...

Description

Gejala Klinis pada Pasien Anemia Hemolitik dan Penatalaksanaannya Rudy Setiady 10.2012.323, Kelompok B-8 Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Alamat : Fakultas Kedokteran - Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara Nomor 6, Kebon Jeruk Jakarta Barat 11510 email : [email protected]

Abstrak : Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin,hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal individu sehat, pada umur, jenis kelamin, ras yang sama dan dalam kondisi lingkungan yang serupa. Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang tepat gejala anemia dapat dideteksi secara dini. Serta penanganan yang tepat pada orang dengan anemia hemolitik dapat teratasi. Kata kunci : anemia hemolitik, sel darah merah, sumsum tulang. Skenario : Seorang pasien Ny. B, 25 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3 minggu ini dan wajahnya terlihat agak pucat. Pasien tidak merasakan demam, mual muntah, frekuensi serta warna BAK dalam batas normal, dan frekuensi, warna, konsisten BAB masih dalam batas normal. PF: BB 81kg, TB: 170cm, keadaan umum: tampak sakit ringan, kesadaran CM, TD: 120/80mmHg, N: 90x/menit RR:18x/menit, T:36,50C, mata: konjungtiva anemis +/+, leher:JVP:5-2cmH2O, thorak:pulmo/cor dalam batas normal, abdomen: Hepar: tidak teraba membesar, Lien:SI-II, ektremitas: dalam batas normal. Lab: Hb 9,5g/dl, Ht 30%, Leukosit 8900/ul, trombosit 230.000/ul, MCV 82fl, MCH 30pg, MCHC 34g/dl, hitung Retikulosit 6%. 1

Pendahuluan Anemia merupakan masalah medic yang paling sering dijumpai diklinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang. Oleh karena frekuensinya yang demikian sering, anemia, terutama anemia ringan seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh para dokter dipraktek klinik. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. Harus diingat bahwa terdapat keadaan-keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan masa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti kehamilan.1 Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditegakan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Hal ini penting karena seringkali penyakit dasar tersebut tersembunyi, sehingga apabila hal ini dapat diungkap akan menuntun para klinisi ke arah penyakit berbahaya yang tersembunyi. Penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kausa anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik.1 Anamnesis Anamnesis merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhdap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut aloanamnesis. Untuk pasien bayi dan anak yang belum dapat memberi keterangan, aloanamnesis paling sering digunakan.

2

Pada pasien terutama pasien anak, sebagian terbesar data untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis. Hambatan langsung yang dijumpai dalam pembuatan anamnesis pasien anak ialah pada umumnya aloanamnesis, dan bukan autoanamnesis. Dalam hal ini, pemeriksa harus waspada akan terjadinya bias oleh karena data tentang keadaan pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi orang tua atau pengantar. Langkah-langkah dalam pembuatan anamnesis: 

Identitas pasien: nama; umur; jenis kelamin; nama orangtua; alamat; umur, pendidikan dan pekerjaan orangtua; agama dan suku bangsa.



Riwayat penyakit: keluhan utama



Riwayat perjalanan penyakit



Riwayat penyakit yang pernah diderita



Riwayat kehamilan ibu



Riwayat kelahiran



Riwayat makanan



Riwayat imunisasi



Riwayat pertumbuhan dan perkembangan



Riwayat keluarga

Kemudian dicari keterangan tentang keluhan dan gejala lain yang terkait. Setelah itu, pasien ditanyakan mengenai keluhan pada pasien tersebut: 

Mengeluh cepat lelah ,



Sering pusing,



Mata berkunang- kunang,



Merasakan demam,



Lidah luka,



Nafsu makan turun (anoreksia), 3



Konsentrasi hilang,



Nafas pendek (pada anemia parah)



Perut membesar karena pembesaran lien dan hati

Pemeriksaan Fisik Diawali dengan pemeriksaan keadaan umum pasien apakah baik, tampak sakit ringan atau sakit berat. Keadaan umum pasien dinilai sejak pasien masuk ruang periksa. Kemudian periksa tandatanda vital (TTV) pasien seperti tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan. Pada pasien anemia biasanya didapatkan keadaan umum seperti pucat, akral dingin, berdebar, sesak, konjungtiva dan mukosa mulut tampak pucat. Setelah itu periksa secara lebih terarah keluhan utama pasien. Pada pemeriksaan fisik agar tidak ada yang terlewat, dimulai dari kepala hingga ekstermitas bawah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pasien anemis, sclera ikterik, dan limpa teraba schufner II. Berikut secara garis besar pemeriksaan fisik yang sistemis : 

Kepala dan leher : konjungtiva anemis, sclera ikterik



Thorak

:-



Abdomen

: limpa teraba schufner II



Ekstremitas

:-

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan anemia dapat ditemukan letih, lesu, cepat lelah, tinnitus, mata berkunang, akral dingin, sesak napas, dan dyspepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku.1 Pemeriksaan Penunjang A.Laboratorium 1. Darah tepi :  Hb rendah biasanya sekitar 9 – 10 g/dL 

Umur sel darah merah yang memendek



Gambaran morfologi eritrosit : fragmentosit, mikrosferosit (warna tampak lebih gelap dengan diameter lebih kecil dibandingkan sel darah merah normal) 4



Retikulosit meningkat 5 – 20 %

2. Pemeriksaan MCH, MCV, MCHC  Mean Corpuscular Volume (MCV)  Data yang diperlukan : nilai hematokrit (%) dan jumlah eritrosit (juta/uL)  Rumus

VER

Ht (%)

X 10 (fL)

E (juta/uL)

 Nilai rujukan : 82-92 fL  Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)  Data yang diperlukan : kadar Hb (g/dl) dan jumlah eritrosit (juta/uL)  Rumus

HER

Hb (g/dl)

X 10 (pg)

E (juta/uL)

 Nilai rujukan : 27-37 pg  Mean Corpuscular Hemogloblin Concentration (MCHC)  Data yang diperlukan : kadar Hb (g/dl) dan nilai hematokrit (%)  Rumus KHER

Hb (g/dl)

X 100 (%) 5

Ht (%)

 Nilai rujukan : 32-37 % Dalam kasus ini nilai MCV, MCH dan MCHC dalam nilai normal semua. Hasil pemeriksaan laboratorium pada anemia hemolitik dapat dibagi Dalam 3 kelompok: 1. Gambaran peningkatan penghancuran sel darah merah õ Bilirubin serum meningkat õ Urobilinogen urin meningkat õ Sterkobilinogen feses meningkat õ Haptoglobin serum menurun

2. Gambaran peningkatan produksi sel darah merah õ Retikulositosis õ Hiperplasia eritroid sumsum tulang 3. Sel darah merah rusak { Morfologi: fragmentosit, mikrosferosit { Umur sel darah merah yang memendek Untuk menyingkirkan kemungkinan lain dan untuk memastikan diagnosis yang tepat dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Tentu saja untuk memastikan bahwa pasien benar-benar anemia pemeriksaan sederhana untuk mengetauinya yaitu cek darah rutin atau cek darah lengkap. Dimana dari pemeriksaan darah itu didapatkan parameter anemia yaitu keadaan hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit. Tetapi pemeriksaan darah hanya sejauh mengenai anemia, belum kepada penyebab yang mendasari terjadinya anemia. Maka dari itu dapat dilakukan pemeriksaan yang lebih spesifik. Pemeriksaan ini terdiri dari : pemeriksaan penyaring (screening test), pemeriksaan darah seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan khusus. 6



Pemeriksaan penyaring : pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologi anemia



tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut. Pemeriksaan darah seri anemia : meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer



yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitive pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tualng mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologic yang



dapat mensupresi system eritroid. Pemeriksaan khusus hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada anemia defisiensi besi yang diperiksa seperti serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum. Anemia megaloblastik yang diperiksa seperti folat serum, vit B12 serum, tes supresi deoksiuridin dann tes Schiling. Anemia hemolitik yang diperiksa seperti bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin. Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti permeriksaan faal hati,

faal ginjal atau faal tiroid. Karena kasus pasien lebih mengarah pada anemia hemolitik autoimun maka pemeriksaan yang dapat meyakinkan ke arah tersebut adalah tes Coomb (Direct antiglobulin test). Tes Coombs bertujuan untuk mendeteksi adanya antibody tidak lengkap atau komplemen yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Bila sel yang telah diliputi zat anti tidak lengkap (mengalami sensitisasi) ditambahkan serum Coombs (serum antiglobulin) maka akan terjadi aglutinasi. Hasil tes Coombs direk positif dijumpai pada Hemolitik Disease of the Newborn (HDN), anemia hemolitik autoimun, anemia hemolitik imun karena obat dan reaksi hemolitik pada transfuse darah. Sedangkan uji antiglobulin indirect digunakan sebagai bagian dari penapisan antibody rutin pada serum resipien sebelum transfusi dan untuk mendeteksi antibody golongan darah pada wanita hamil.1,3,5 Diagnosis kerja Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien yang datang dengan keluhan mudah lelah tersebut menderita anemia hemolitik autoimun. Anemia hemolitik autoimun (AHA) merupakan suatu kelainan dimana terdapat autoantibody terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit dan 7

usia eritrosit memendek. Berdasarkan sifat reaksi antibody, anemia hemolitik autoimun dibagi dalam 2 golongan, yaitu : 1. AHA tipe panas (Warm AIHA) : reaksi antigen-antibodi terjadi maksimal pada suhu tubuh (37oC), antibody tersebut biasanya adalah immunoglobulin G (IgG). 2. AHA tipe dingin (Cold AIHA) : reaksi antigen-antibodi terjadi maksimal pada suhu rendah (4oC), antibody tersebut biasanya adalah immunoglobulin M (IgM). Jika digabungkan dengan etiologinya, didapatkan klasifikasi sebagai berikut : 1. Tipe panas (warm autoantibody type) autoantibody aktif maksimal pada suhu tubuh (37oC). a. Idiopatik b. Sekunder i. Penyakit limfoproliferatif, seperti leukemia limfositik kronik dan limfoma maligna. ii. Penyakit kolagen, seperti SLE, dan lain-lain iii. Penyakit-penyakit lain iv. Obat (tipe hapten; penisilin; tipe kompleks imun; tipe autoantibody; metildopa) 2. Tipe dingin (cold autoantibody type) autoantibodi aktif pada suhu
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF