Makalah Patofisiologi-Rabun Senja
January 29, 2017 | Author: Herna Thung | Category: N/A
Short Description
Download Makalah Patofisiologi-Rabun Senja...
Description
Makalah Patofisiologi
Rabun Senja (Night Blindness)
Oleh : Kelompok 6 Indri Kartiko Sari
1006677460
Herna
1006761212
Pratiwi
1006761282
Restu Aulia Akbar
1006761300
Riefyan Adhi
1006677763
Studi Gizi 2010
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2011
Dampak Rabun senja memberikan dampak yang merugikan bagi manusia karena menyebabkan manusia sulit melihat pada keadaan lingkungan yang kurang cahaya. Apabila tetap dibiarkan, rabun senja akan menjadi sebuah kelainan mata yang pada akhirnya menyebabkan kebutaan.
Definisi Rabun senja, yang sering disebut juga sebagai rabun ayam atau Nyctalopia, merupakan kelainan pada mata yang terjadi akibat kekurangan vitamin A.Kurangnya kadarenergy protein, kekurangan zinc, efek obat pencahar, mutasi genetic, dan konsumsi alcohol berlebihan juga memperparah keadaan penderita rabun senja. Rabun senja disebabkan oleh rusaknya sel retina yang semestinya bekerja pada lingkungan minim cahaya. Pada penderita rabun senja, sel pada retina dapat menjadi rusak karena kekurangan vitamin A, namun dapat pula diakibatkan oleh mata minus, katarak, retinis pigmentosa, obat-obatan, atau bawaan sejak lahir. Maka, dapat dikatakan bahwa rabun senja merupakan suatu gejala klinis tahap awal akibat kekurangan vitamin A. Pada sel batang di retina mata terdapat rhodopsin atau visual purple (pigmen ungu) yang mengandung vitamin A yang terikat pada protein. Pada mata normal, apabila menerima cahaya, rodopsin akan terkonversi menjadi visual yellow dan kemudian menjadi visual white. Konversi ini membutuhkan vitamin A. Regenerasi visual purple hanya akan terjadi apabila tersedia vitamin A yang cukup. Tanpa regenerasi, maka pengelihatan mata pada cahaya remang akan terganggu. Oleh karena itu, apabila kekurangan vitamin A, maka mata akan sulit melihat ketika berada di lingkungan kurang cahaya. Pada sistim pengelihatan, ada tiga macam pengelihatan, yakni pengelihatan photopic, pengelihatan mesopic, dan pengelihatan scotopic.Pengelihatan photopic adalah pengelihatan pada kondisi lingkungan yang banyak cahaya sehingga sel kerucut bekerja maksimal.Tiga jenis sel kerucut, yakni hijau, biru, dan merah, bekerja menghasilkan persepsi warna di tempat terang.Pengelihatan mesopic adalah ketika sel batang dan sel kerucut bekerja secara bersamaan untuk menghasilkan persepsi warna. Pada keadaan ini, lingkungan tetap memiliki kadar cahaya namun kurang, seperti pada saat matahari akan terbenam. Sedangkan pengelihatan scotopic adalah pada saat lingkungan benar-benar kurang cahaya, seperti pada saat malam hari ketika hanya disinari oleh bulan.Pada keadaan ini, hanya sel batang yang bekerja dan tidak ada lagi warna yang dapat dilihat.
Penderita rabun senja memiliki kesulitan untuk melihat pada saat hari sudah senja (keadaan penglihatan mesopic) dan di lingkungan yang kurang cahaya (keadaan penglihatan scotopic). Rabun senja bisa jadi merupakan sebuah gejala yang menandakan bahwa seseorang terjangkit suatu kelainan mata, misalnya retinis pigmentosa.
Fakta tentang Rabun Senja Rabun senja adalah penyakit gizi yang sudah sejak lama diketahui akan tetapi tetap menjadi masalah yang besar bagi bidang kesehatan masyarakat, terutama gizi. Penyakit ini biasa terjadi pada masyarakat miskin yang mengalami kekurangan gizi. Kelainan pada mata ini dapat dikatakan sebagai fenomena “Gunung Es”, di mana kasus yang nampak di permukaan hanya sedikit, sedangkan kasus kurang vitamin A (KVA)
di masyarakat sangat banyak. Rabun senja merupakan penyakit yang dapat disembuhkan dengan mudah, yaitu dengan memberikan vitamin A bagi penderita.Akan tetapi penyakit ini dapat menjadi berbahaya bahkan menyebabkan kebutaan jika dibiarkan berlarut-larut.Jika defisiensi vitamin A dibiarkan berkepanjangan dapat menyebabkan keratomalasia dan xeroftalmia. Ada 63.000 kasus baru penyakit mata akibat kurang vitamin A yang menjangkit anakanak usia pra-sekolah di Indonesia tiap tahunnya. Bahkan jika di total dengan Bangladesh, India dan Filipina.Terjadi hampir 400.000 sampai 500.000 kasus xeroftalmia pada kornea.Dan hampir sekitar 5 juta anak mengalami xeroftalmia di luar kornea mata. Beberapa fakta yang menonjol dari rabun senja : Diperkirakan 250 juta anak-anak prasekolah mengalami kekurangan vitamin A. Kemungkinan pada daerah kekurangan Vitamin A, sbagian besar penderitanya adalah ibu hamil. Diperkirakan 250.000 – 500.000 orang anak setiap tahun yang kekurangan vitamin A menjadi buta, dan dalam 12 bulan mereka dapat meninggal setelah kelihatan penglihatannya. (sumber :WHO)
Gejala Ada beberapa gejala yang muncul pada penderita Nyctalopia atau rabun senja, yaitu sulit melihat pada tempat dengan cahaya minimal, kesulitan melihat saat mengemudi di sore hari, selain itu, perasaan bahwa mata memerlukan waktu yang lebih lama untuk penyesuaian terhadap perubahan dari terang ke gelap juga dapat merupakan gejala rabun senja.
Klasifikasi Kekurangan vitamin A menujukkan gejala-gejala klinis yang bertahap.Berikut klasifikasi kekurangan vitamin A menurut WHO/USAID UNICEF/HKI/IVACG, 1996.
1. XN
Rabun senja (hemeralopia, nyctalopia) termasuk dalam klasifikasi XN.Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi pada lingkungan dengan keadaan kurang cahaya sehingga kemampuan penglihatan menurun pada kondisi ini.
2. XIA Xerosis konjungtiva merupakan tahap lanjut defisiensi vitamin A setelah rabun senja.Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau tampak kering, berkeriput, dan berpigmentasi serta permukaan tampak kasar dan kusam.
3. XIB Kelanjutan dari XIA (xerosis konjungtiva) yang ditambah dengan munculnya bercak bitot, yaitu bercak putih yang tampak seperti busa sabun atau keju yang biasanya terdapat di daerah celah mata sisi luar.Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel.Mata yg normal biasanya mengeluarkan mukus yaitu cairan lemak kental yg dikeluarkan sel epitel mukosa untuk mencegah infeksi. Bila kekurangan vitamin A, sel epitel akan mengeluarkan keratin (protein yg tidak larut dalam air) dan bukan mukus. Bila sel epitel mengeluarkan keratin, sel membran akan kering dan mengeras yg disebut keratinisasi. Keadaan bisa berlanjut menyebabkan penyakit xeroftalmia bila tidak diobati mata akan buta.
4. X2 Kekeringan pada konjungtiva yang berlanjut hingga
kornea,
kornea.Kornea
disebut tampak
dengan
xerosis
kering
dengan
permukaan yang tampak kasar.
5. X3A Keratomalasia atau ulserasi kornea dengan lebar kurang dari 1/3 permukaan kornea dimana kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah).Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan dapat membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan.
6. X3B Sama seperti X3A (Keratomalasia atau ulserasi kornea), namun lebar infeksinya lebih dari 1/3 permukaan kornea.
7. XS Xeroftalmia scar merupakan sikatriks (jaringan parut) kornea. Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Apabila luka pada kornea telah sembuh, maka akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta dan apabila ingin disembuhkan maka kornea harus dicangkok atau diganti yang baru. 8. XF
Xeroftalmia fundus merupakan keadaan dimana terjadi kelainan pada fundus fundus (permukaan dalam mata yang terdiri dari retina, makula, fovea, blind spot/optic disc XF dan posterior pole).Fundus tampak seperti cendol.Ditandai pula dengan adanya noda-
noda putih yang menyebar di seluruh fundus.Selain itu, terdapat luka pada retina (seperti bintik putih), dengan terjadi penyempitan luas pandang.
Perlu diketahui bahwa penderita pada tahap XN, XIA, XIB, dan X2 biasanya masih dapat disembuhkan dengan pengobatan yang baik. Kondisi X2 merupakan tahap yang sudah cukup gawat dan harus segera diobati apabila penderita masih menginginkan matanya kembali normal karena apabila dibiarkan, maka kelainan akan dengan cepat berlanjut ke tahap X3.Tahap X3A dan X3B juga masih dapat diobati namun meninggalkan cacat dan bahkan dapat menyebabkan kebutaan total apabila kelainan pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh bagian kornea. Sedangkan pada tahap XS, penderita sudah tidak dapat disembuhkan.Namun untuk XF, penderita dapat disembuhkan apabila dilakukan pengobatan yang teratur dengan terapi vitamin A selama 2-4 bulan.
Diagnosis Mendeteksi rabun senja dapat dilakukan dengan banyak cara. Cara yang dilakukan untuk mendiagnosis rabun senja dikelompokkan menjadi dua, yaitu anamnesis dan pemeriksaan secara biofisik. Anamnesis
merupakan
diagnosis
awal
terhadap
suatu
penyakit.Sedangkan
pemeriksaan biofisik terdiri dari Tes adaptasi gelap secara sederhana, tes adaptasi gelap dengan adaptometri gelap, dan pemeriksaan mata dengan Electroretinography. Anamnesis Anamnesis adalah pemeriksaan yang biasanya dilakukan pertama kali pada penderita dengan menanyakan riwayat penderita tentang keluhan penyakitnya saat ini dan penyakitnya pada masa lampau. Pertanyaan yang diberikan mengenai: Identitas diri dan identitas orangtua (apabila penderitanya adalah anak-anak)
Keluhan pada penglihatannya (penglihatan pada suasana bayak cahaya atau kurang cahaya) Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya, (apakah pernah menderita diabetes, campak, penyakit infeksi, gangguan pada hati, dll) Riwayat pola makan (apakah mengkonsumsi makanan bervitamin A atau tidak)
Pemeriksaan secara Biofisik
a.
Tes Adaptasi Gelap sederhana
Tes adaptasi gelap sederhana dilakukan dengan merancang sebuah ruangan dengan suasana gelap (kurang cahaya). Dapat dilakukan beberapa cara untuk mendiagnosa seseorag menderita rabun senja atau tidak. Salah satu cara yang sederhana adalah dengan memerintahakan orang yang akan diperiksa tersebut untuk melakukan sesuatu, misalnya mengambil barang berbentuk segitiga. Orang yang penglihatan skotopikya normal masih dapat membedakan bentuk karena masih dapat melihat dalam keadaan kurang cahaya setelah beradaptasi beberapa waktu. Sedangkan orang yang menderita rabun senja sudah tidak dapat lagi membedakan bentuk, karena penglihatannya akan hitam dan gelap sama sekali.
b.
Tes Adaptasi Gelap dengan menggunakan alat Adaptometri Gelap Adaptometri gelap adalah suatu alat yang dikembangkan untuk mengetahui kadar
vitamin A tanpa mengambil sampel darah menggunakan suntikan. Mengingat bahayanya suntuikan apabila tidak digunakan dalam keadaan steril. Pemeriksaan kekurangan vitamin A dengan adaptometri gelap menggunakan alat iluminator yang dibuat di Laboratorium Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Iluminator terdiri dari dua lampu LED (light emitting diode) yang digunakan untuk pemeriksaan.Lampu pertama memancarkan cahaya kuning-hijau dengan panjang gelombang 572 nanometer.Lampu itu memiliki spesifi kasi 22 tingkatan rentang intensitas cahaya mulai dari -1,208 sampai dengan 1,286 log candela per meter persegi (log cd/m2).Sedangkan lampu
kedua
memancarkan
cahaya
kuning-merah
dengan
panjang
gelombang
626
nanometer.Sebelum pemeriksaan, pasien menjalani binocular partial bleach, cahaya terang ditimpakan pada mata dengan menggunakan blitz kamera. Selanjutnya, pasien akan diminta untuk beradaptasi dengan kondisi gelap selama 10 menit di suatu ruangan yang telah dibuat gelap. Jendela-jendela yang ada di ruangan itu ditutup dengan menggunakan kain hitam.Derajat gelap yang dijadikan patokan berdasarkan kondisi seseorang yang berada di dalam ruang gelap tersebut tidak dapat melihat huruf berukuran tinggi 10 sentimeter dan tebal 1,5 sentimeter dengan tinta hitam pada kertas putih. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan meletakkan lampu kuning-hijau dengan wadah berbentuk corong di hadapan mata kiri.Bentuk corong tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menutup mata kiri.Sedangkan lampu kuning merah diarahkan dari sisi temporal atau samping mata kanan untuk memberikan iluminasi (datangnya cahaya ke suatu objek) yang mempermudah pengamatan respons pupil mata kanan. Pengamatan mata sebelah kanan itu dilakukan dengan bantuan lup 2,5 kali pembesaran. Saat pemeriksaan, perhatian sub jek diarahkan pada suatu objek berluminasi yang diletakkan pada jarak enam meter.Pada mata kiri diberikan stimulus cahaya kuninghijau selama satu detik mulai dari intensitas terkecil. Intensitas stimulus dinaikkan bertahap mulai dari intensitas cahaya paling rendah dengan selang interval 10 detik hingga pupil (mata sebelahnya) memberikan respons mengecil yang dapat dilihat dengan jelas oleh pemeriksa.Pada dua pengujian berturut-turut, hasil yang didapat dicatat pada formulir data subjek.Skor pemeriksaan adaptasi gelap kurang dari -1,11 log cd/ m2, dianggap sebagai bukti adanya defisiensi vitamin A.
b.Pemeriksaan dengan Electroretinography (ERG) Electroretinography adalah alat yang digunakan untuk mengukur respons elektrik dari fotoreseptor cahaya di mata, yaitu sel batang dan sel kerucut di retina. Mata pasien akan dibuka dengan sebuah retraktor setelah mata dibuat mati rasa dengan ditetesi cairan. Elektroda akan ditempatkan pada setiap mata dan elektroda tersebut akan mengukur aktivitas listrik ke retina sebagai respons terhadap cahaya. Petugas pemeriksa akan mengukur hasilnya saat berada di keadaan terang dan dalam keadaan gelap.
Diagnosis Banding (Differensial Diagnosis) Rabun senja memiliki kesamaan gejala dengan suatu penyakit, yaitu Retinitis Pigmentosa. Namun, penyakit ini memiliki perbedaan yang cukup mendalam dengan penyakit rabun senja. Berikut adalah penjelasan tentang retinitis pigmentosa. Retinitis Pigmentosa adalah suatu kemunduran yang progresif pada retina yang mempengaruhi penglihatan pada malam hari dan penglihatan tepi dan pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan. Retinitis pigmentosa dengan tanda karekteristik degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf optik, menyebar tanpa gejala peradangan. Merupakan kelainan yang berjalan progresif dan bermula sejak masa kanak- kanak.
Penyebab : Retinitis pigmentosa merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi. Beberapa bentuk penyakit ini diturunkan secara dominan, hanya memerlukan 1 gen dari salah satu orang tua; resesif atau bentuk yang lainnya diturunkan melalui kromosom X, hanya memerlukan 1 gen dari ibu. Penyakit ini terutama menyerang sel batang retina yang berfungsi mengontrol penglihatan pada malam hari. Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada malam hari menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi yang progresif dan bisa menyebabkan kebutaan. Pada stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi penglihatan sentral.
Gejala Klinis :
Gejala awal sering muncul pada masa kanak-kanak tetapi masalah penglihatan yangparah biasanya tidak berkembang sampai dewasa awal.
Retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam.
Penurunan penglihatan pada malam hari atau cahaya rendah
Mengenai kedua mata dan progresif
Lapangan penglihatan sempit
Penyebab Penyebab utama rabun senja adalah Kekurangan Vitamin A (KVA).Mengapa KVA dapat menyebabkan rabun senja? Pada kondisi normal, pigmen sensitif cahaya memicu
impuls saraf ke otak. Rhodopsin, fotopigmen yang juga disebut pigmen ungu, disintesa oleh sel batang dan bertanggung jawab pada pencitraan pada suasana urang cahaya (penglihatan skotopik). Dengan kata lain, sintesa rhodopsin tergantung pada keberadaan vitamin A. Adaptasi dalam gelap (daerah yang kurang cahaya) yang penuh membutuhkan waktu 20-30 menit. Sel kerucut, yang mengadaptasi gelap, dalam 5-7 menit, bertanggung jawab pada warna dan kecerahan serta pencitraan baca, tetapi tidak pernah menjadi cukup sensitif pada tingkat level yang rendah dari iluminasi untuk menyediakan penglihatan skotopik. Penglihatan skotopik dalam keadaan normal dapat membuat seseorang melihat saat fajar, senja, atau pada saat cahaya remang-remang. Namun, terdapat beberapa factor yang menyebabkan kekurangan vitamin A, antara lain : 2. Kekurangan energi protein (KEP). 3. Kekurangan zinc (Zn). 4. Keabnormalan hereditas (mutasi genetic). 5. Konsumsi alkohol berlebihan, yang mengganggu fungsi hepar/hati. 6. Efek Obat Pencahar
1. Kekurangan Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) adalah sebuah kondisi ketika nutrisi seperti protein, lemak dan karbohidrat tidak tercukupi dari asupan makanan, baik secara kuantitatif dan kualitatif Vitamin A, baik preformed (retinol) atau diubah dari karoten, disimpan dalam hati. Retinol diangkut dari hati ke situs lain dalam tubuh dengan retinol binding protein (RBP), sebuah protein pembawa spesifik. kekurangan protein dapat mempengaruhi status vitamin A dengan mengurangi sintesis RBP. Sebagian
besarasosiasi
antara
KEP
dan
kurang
vitamin
dapatdijelaskanolehkebiasaanmakandanpolapenyakityangpada samamempengaruhibaikenergiproteindan
status
vitaminA.
A
saatyang Selain
itu,
adabuktieksperimentaldanklinisbahwastatusproteinyang rendahdapatmerusaksintesaRBPdanpelepasannyadarihati.Oleh RBPterhadapdosis
karenaitu
respon
besarvitaminAberkurang.StatusproteinrendahdapatmenggangguresponsterhadapvitaminApem ulihanterapidanketerlambatanxeroftalmiakornea. 2. Kekurangan zinc (Zn). Mengapa kekurangan zinc dapat menyebabkan rabun senja? Zinc diserap dari usus kecil dan akan terkandung dalam suatu enzim (retinol dehydrogenase) yang mengubah retinol menjadi retinal. Jika rabun senja diakibatkan oleh kekurangan zinc dan penderita menderita sirosis karena alkohol, maka pemberian tambahan zinc pada penderita dilarang karena zinc tidak terserap sehingga akan keluar bersama dengan urin. Kekurangan zinc dan VAD dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol. 3. Keabnormalan hereditas (mutasi genetic). Rabun senja juga dapat disebabkan karena keabnormalan hereditas, yaitu yang diakibatkan mutasi genetik. Namun, hanya ditemukan sedikit kasus rabun senja karena mutasi genetik. 4. Mengkonsumsi alkohol berlebihan Konsumsi alkohol berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada fungsi liver bahkan menyebabkan pula pengerasan pada hati, sedangkan liver memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cadangan vitamin A. Apabila hati sudah tidak dapat berfungsi dengan baik, maka vitamin A tidak dapat disimpan di dalam hati. Tidak adanya cadangan vitamin A di hati ditambaha dengan kurangnya asupan vitamin A dari makanan akan menimbulkan gangguan pada penglihatan kurang cahaya (Rabun Senja). 5. Efek obat pencahar Obat pencaharadalah nutrisi mineral yang mengikat vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E dan K dan asam linoleat, asam lemak esensial.Pengikatan ini mencegah penyerapan gizi ketika mereka melalui usus dan hilang dalam tinja.Penggunaan kronis obat pencahar dapat menyebabkan kekurangan vitamin ini, terutama rabun senja karena kekurangan vitamin A, gangguan tulang dari vitamin D yang tidak memadai dan perdarahan dari kekurangan vitamin K. pencahar lainnya juga efek perubahan mukosa usus, atau lapisan, menyebabkan miskin atau memadai penyerapan vitamin lainnya tidak hanya vitamin
yang
larut
dalam
lemak
tetapi
juga
dan
mineral.
Patofisiologi Rabun Senja
Patofisiologi kebutaan senja sangat kompleks, dan tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya. Mutasi gen warisan menghasilkan versi abnormal atau bahkan tidak ada protein esensial untuk fungsi fotoreseptor. Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak, diuraikan oleh enzim pankreas dan diserap di bagian proksimal usus kecil. Kondisi yang mempengaruhi fungsi pankreas, seperti cystic fibrosis dan pankreatitis kronis, atau kondisi lain yang mengarah pada pengurangan kemampuan menyerap vitamin A, seperti operasi lambung atau Crohn disease, dapat menyebabkan defisiensi vitamin A sehingga nutrisi untuk rhodopsin (suatu zat peka cahaya; tersusun atas protein dan vitamin A) pada sel batang tidak tercukupi. Rhodopsin akan terurai jika ada cahaya dan berperan dalam penglihatan di tempat gelap. Vitamin A (retinol) diperlukan oleh fotoreseptor untuk memproduksi protein esensial yang terlibat dalam siklus fototransduksi.Ketika kekurangan protein ini, disfungsi fotoreseptor dapat menyebabkan gejala rabun senja/kebutaan malam/nyctalopia. Rabun senja disebabkan oleh gangguan dari sel-sel di retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya redup. Hal ini memiliki banyak penyebab, termasuk: Miopi (rabun jauh) Obat-obatan glaukoma yang bekerja dengan konstriksi (mengecilkan) pupil Katarak, membuat area berkabut pada lensa mata Bentuk dari degenerasi retina seperti Retinitis pigmentosa Kekurangan vitamin A, yang dapat mengakibatkan kelainan pada retina dan membuat mata menjadi kering Cacat bawaan lahir
DAFTAR PUSTAKA Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Shils, Maurice E, et al. 1994. Modern Nutrition in Health and Disease. USA: Lea & Febiger Sommer, Alfred. 1982. Nutritional Blindness. New York : Oxford University Press Micronutrient deficiencies; Vitamin A deficiency, dalam situs http://www.who.int/nutrition/topics/vad/en/
http://who.int/vmnis/vitamina/data/database/countries/idn_vita.pdf http://www.scribd.com/doc/40478923/vitamin-A http://blog.unila.ac.id/gnugroho/files/2010/12/Mekanisme-sensoris-dan-motoris.pdf http://www.achromatopsia.info/debilitating-glare/ http://qforq.multiply.com/journal/item/11 http://www.gizi.net/pedoman-gizi/download/xeroftalmia.pdf . 13 Maret 2011 ; 21.15 WIB http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:cn7o6aJen8UJ:www.truestarhealth.c om/Notes/1240000.html+nyctalopia+symptoms+hemeralopia&cd=6&hl=id&ct=clnk& gl=id&source=www.google.co.id http://www.healthvitaminsguide.com/deficiencies/night-blindness.htm http://cms.revoptom.com/handbook/sect5q.htm http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/964/basics/pathophysiology.html http://halodokterku.blogspot.com/2011/03/informasi-penyakit-retinitis-pigmentosa.html http://portals.wi.wur.nl/foodnut/latham/Lathamchap15.htm http://unu.edu/unupress/food/8F113e/8F113E02.htm Ashley R. Valentine and Sherry A. Tanumihardjo.Adjustments to the Modified Relative Dose Response (MRDR) Test for Assessment of Vitamin A Status Minimize the Blood Volume Used in Piglets dalam situshttp://jn.nutrition.org/content/134/5/1186.full http://119.235.17.66/berita-detail.php?id=42153 http://persagikapuas.blogspot.com/2009/03/penentuan-status-vita.html http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003388.htm
http://books.google.co.id/books?id=03bN5JUERKcC&pg=PA13&lpg=PA13&dq=fundus+xe rophthalmia&source=bl&ots=c8QAEdPkh&sig=kxosatxAkSr507CHpNmXynPyCUE&hl=id&ei=KiSQTdyyFYzqvQO11L mcDQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCEQ6AEwAA#v=onepa ge&q&f=false . 28 Maret 2011 ; 13.44 WIB Chandra, R. K., Vyas D. “Vitamin A, Immunocompetence, and Infection,” http://unu.edu/unupress/food/8F113e/8F113E02.htm 26 Maret 2011 Anonim, “Part III: Disorder of Malnutrition, Chapter 15: Vitamin A Deficiency,” http://portals.wi.wur.nl/foodnut/latham/Lathamchap15.htm 26 Maret 2011 Anonim, “Science and Technology Part 2,” Truswell, S. 2003. ABC of Nutrition : Fourth Edition. London : BMJ Publishing Group Robinson, R. 2003. Genetics Volume 1. Canada : Macmillian Reference Anonim, “Nutrition Education in Primary Schools, Vol. 2: The Activities Unit A1,” Navarra, T. 2004. The Encyclopedia of Vitamins, Minerals and Supplements, Second Edition. New York : Facts on File. Luca, L. M. D. McDowell, E. M., “Effects of vitamin-A status on hamster tracheal epithellum in viva in vitro,” http://unu.edu/unupress/food/8F113e/8F113E02.htm 26 Maret 2011 gambar: http://www.uniteforsight.org/
View more...
Comments