makalah pancasila sebagai ideologi
April 5, 2018 | Author: Nia Itayorhie | Category: N/A
Short Description
Download makalah pancasila sebagai ideologi...
Description
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sikap positif warga Negara terhadap nilai-nilai Pancasila terlihat dalam sejarah perjuangan bangsa dan Negara Republik Indonesia. Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 telah terbukti bahwa Pancasila yang merupakan ideologi, pandangan hidup bangsa, dan dasar Negara Kesatuan RI benar-benar sesuai dengan kepribadian bangsa dan jiwa bangsa Indonesia serta merupakan sarana untuk mengatasi dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh bangsa dan Negara Indonesia. Pertama, Pancasila hanya akan berkembang kalau segenap komponen masyarakat bersedia bersikap proaktif, terus-menerus melakukan reinterpretasi (penafsiran ulang) terhadap Pancasila dalam suasana dialog kritis –konstruktif. Bila masyarakat bersikap pasif, Pancasila akan makin kehilangan relevansinya. Atau, bias pula Pancasila berubah menjadi ideology tertutup, karena penafsirannya didominasi oleh penguasa atau kelompok masyarakat tertentu. Kedua, karena terbuka untuk ditafsirkan oleh siapa saja, bias terjadi Pancasila semata-mata ditafsirkan sesuai dengan kepentingan si penafsir. Sikap positif itu terutama adalah kesediaan segenap komponen masyarakat untuk aktif mengungkapkan pemahamannya mengenai Pancasila. Sikap positif lain adalah kesediaan segenap komponen bangsa menjadikan nilai-nilai Pancasila makin tampak nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehari-hari.
1
Sikap positif yang paling dibutuhkan untuk menjadikan Pancasila sebagai ideology terbuka yang berwibawa adalah terus – menerus secara konsisten berjuang memperkecil kesenjangan antara ideal-ideal Pancasila dengan kenyataan kehidupan berbangsa sehari-hari.
B. Dasar Hukum Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia. Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila. Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh
2
karena itu artikel ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir. Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan „Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Ironisnya, ketentuan yang maha penting ini – yaitu mengenai ‟sumber dari segala sumber hukum negara‟ – tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar yang secara formil merupakan dasar negara. Dengan demikian, patut dipertanyakan: apa dasarnya dari Pasal 2 UU 10/2004 itu? Kita dapat melihat bahwa sila-sila dari pancasila telah tercantum dalam pembukaan dan pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) Jika dilihat secara keseluruhan; namun, tidak ada ketentuan secara eksplisit bahwa Pancasila harus menjadi ‟sumber dari segala sumber hukum negara‟. Berikut ini saya akan berikan contoh-contoh bab, pasal dan ayat UUD 1945 yang mengandung sila-sila dari Pancasila, namun ini memang sebagai contoh saja dan tidak menggambarkan secara lengkap bagaimana Pancasila sudah dijamin dalam UUD 1945.
C. Identifikasi/Perumusan Masalah 1. Sebutkan tiga contoh peristiwa yang pernah terjadi yang mengancam keberadaan Pancasila? 2. Bagaimana kedudukan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa?
3
3. Sebutkan tiga contoh sikap positif yang sesuai dengan sila persatuan Indonesia?
D. Tujuan/Manfaat Penulisan Tujuan penulisan makalah ini yaitu: 1. Untuk
menyelesaikan
tugas
dari
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan. 2. Untuk menambah nilai mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Manfaat penulisan makalah, yaitu: 1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang sikap positif terhadap Pancasila. 2. Untuk memperdalam ilmu pengetahuan dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sikap Positif Terhadap Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara 1. Pentingnya sikap positif terhadap pancasila Bangsa Indonesia telah meyakini Pancasila sebagai Ideologi Negara Pancasila memiliki sejarah menunjukkan bahwa Pancasila berhasil melalui berbagai cobaan yang mengancam keberadaan pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia Berikut berbagai peristiwa yang pernah mengancam keberadaan Indonesia. a. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada tahun 1948 yang ingin didirikan Negara komunis di Indonesia. b. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia. c. Gerakan 30 September pada tahun 1965 yang dikenal dengan sebutan G30 S/PKI. Gerakan ini ingin mengganti dasar Negara pancasila dengan ideologi komunis. 2. Sikap positif terhadap pancasila Upaya mempertahankan pancasila sebagai ideoligi dan dasar Negara.dengan cara berikut. a. Menetapkan pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara. Penetapan ini merupakan suatu keputusan politik yang tertuang dalam UUD yang berlaku di Indonesia. b. Mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
5
Nilai-nilai tersebut yaitu nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan social. Jika nilai-nilai tersebut diamalkan maka pancasila akan tetap bertahan sebagai ideologi bangsa dan akan mampu mewujudkan masyarakat Indonesia yang religious, humanis, rukun, demokratis dan sejahtera. c. Ketegasan pemerintah Pemerintah menindak secara tegas segala bentuk rongrong dan upaya penggantian pancasila dengan ideologi lain. Hal ini penting sebab berdasarkan pengalaman sejarah, pancasila telah beberapa kali mengalami ancaman.
B. Sikap Positif Terhadap Pancasila Dalam Kehidupan Bermasyarakat Dalam kehidupan bermasyarakat kita harus menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila 1. Pelaksanaan sila Ketuhanan YME Dalam sila ini hal yang harus diperhatikan adalah katuhanan dan sikap beragama. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah kenyataan adanya perbedaan agama ditengah masyarakat sehingga ada keyakinan dan kepercayaan masyarakat yang beranekaragam Pelaksanaan dalam sila ini dapat dilakukan dalam bentuk sebagai berikut: a. Percaya dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan agama yang dianut. b. Menghormati, menghargai dan bertoleransi terhadap pemeluk dan kegiatan peribadatan agama lain.
6
c. Melaksanakan
ajaran
moral
agama
dalam
semua
kegiatan
kemasyarakatan (bekerja, berdagang, bergaul, dll) d. Melaksanakan ajaran dan moral agama tidak hanya dalam bentuk peribadatan atau hubungan dengan Tuhan. e. Membina kerukunan dan kedamaian hidup dengan pemeluk agama lain yang berbeda. 2. Pelaksanaan sila kedua yang adil dan beradab. Sila
ini
menyelenggarakan
terhadap
warga
Negara
yang
harus
mempertimbangkan segi-segi keadilan dan peradaban. Pengamalan sila ini dapat dilakukan sebagai berikut: a. Melaksanakan hak; b. Tidak melakukan tindakan pelanggaran terhadap orang lain; c. Tidak menganggap memiliki kedudukan; d. Menghormati, menghargai dan menyayangi. 3. Pelaksanaan sila “Persatuan Indonesia” Sila ketiga memuat nilai pokok persatuan pengamalan sila ketiga beberapa perbuatan a. Mengakui dan menghargai keberadaan suku yang ada di Indonesia b. Memnbina kerjasama dan hubungan yang baik individu maupun masyarakat c. Mengutamakan kepentingan bersama d. Bersikap toleran terhadap pelaksanaan tradisi atau adat istiadat. 4. Pelaksanaan sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”
7
Dalam pelaksanaan sila keempat ini hal yang perlu diperhatikan adalah musyawarah dan demokrasi. Untuk itu, perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan untuk mengamalkan sila ini, antara lain: a. Memperhatikan aspirasi masyarakat atau anggota kelompok dalam setriap membuat keputusan yang menyangkut kepentingan barsama. b. Memberi kesempatan kepada masyarakat atau anggota kelompok untuk menyampaikan pendapat berkenaan dengan keputusa yang akan di ambil bersama. c. Mengutamakan cara musyawarah dalam menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang menyangkut kepentingan bersama. d. Menghoramti dan melaksanakan hasil musyawarah yang telah di ambil dan di sepakati bersama. 5. Pelaksanaan sila”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” Sila kelima memuat nilai pokok tentang keadilan.Untuk mewujudkan keadilan dalam kehidupan bermsyarakat,kita dapat melakukan: a. Berlaku adil terhadap sesama tanpa membedakan suku,agama,jenis kelamin,golongan,dan asal-usul lain; b. Ikut aktif menciptakan tata pergaulan dan kehidupan yang adil. c. Ikut
mendukung
berbagai
upaya
penyelesaian
masalah-masalah
kemasyarakatan dan kelompok secara adil.
C.
Proses perumusan pancasila Anggota BPUPKI resmi dilantik pada tanggal 28 Mei 1945. Sehari berikutnya yaitu tanggal 29 Mei 1945, BPUPKI mulai bersidang. Sidang
8
berlangsung sampai tanggal 1 Juni 1945. Salah satu agendanya adalah merumuskan dasar negara Indonesia merdeka. Dalam sidang tersebut, beberapa anggota mengajukan usulan tentang dasar negara. Ada tiga tokoh yang mengajukan gagasan tentang dasar negara Indonesia. Mereka adalah Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Muh. Yamin Pada tanggal 29 Mei 1945, Mohammad Yamin mengemukakan gagasannya. Menurutnya, negara Indonesia harus berpijak pada lima dasar Merdeka yang diidam-idamkan. Kelima asas tersebut adalah. 1. Peri Kebangsaan. 2. Peri Kemanusiaan. 3. Peri Ketuhanan. 4. Peri Kerakyatan. 5. Kesejahteraan Rakyat. Setelah berpidato, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usulan secara tertulis mengenai rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia. Dalam rancangan UUD itu tercantum pula rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kebangsaan Persatuan Indonesia 3. Rasa Kemanusian yang Adil dan Beradab 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
9
Prof.Dr.soepomo Pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Soepomo tampil berpidato di hadapan sidang BPUPKI. Dalam pidatonya itu beliau menyampaikan gagasannya mengenai lima dasar negara Indonesia merdeka yang terdiri dari: 1. Persatuan 2. Kekeluargaan 3. Keseimbangan lahir batin 4. Musyawarah 5. Keadilan rakyat Ir.Soekarno Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya di hadapan sidang BPUPKI. Dalam pidato tersebut diajukan oleh Ir. Soekarno secara lisan usulan lima asas sebagai dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Rumusan dasar negara yang diusulkan Ir. Soekarno tersebut adalah sebagai berikut: 1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan 3. Mufakat atau Demokrasi 4. Kesejahteraan social 5. Ketuhanan yang berkebudayaan Lima asas di atas oleh Ir. Soekarno diusulkan agar diberi nama “Pancasila”. Dikatakan oleh beliau istilah itu atas saran dari salah seorang ahli bahasa. Usul mengenai nama “Pancasila” bagai dasar negara tersebut secara bulat diterima oleh
10
sidang. Selanjutnya beliau mengusulkan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Tri Sila yang rumusannya:
1. Sosio Nasionalisme, yaitu Nasionalisme dan Internasionalisme 2. Sosio Demokrasi, yaitu Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat 3. Ketuhanan Yang Maha Esa
Ir. Soekarno mengusulkan bahwa Tri Sila tersebut masih dapat diperas lagi menjadi Eka Sila atau satu sila yang intinya adalah “gotong-royong”. Setelah Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya, dr. Radjiman Wedyodiningrat, selaku ketua BPUPKI menganjurkan supaya para anggota mengajukan usulnya secara tertulis. Usul tertulis harus sudah masuk paling lambat tanggal 20 Juni 1945. Dibentuklah Panitia Kecil untuk menampung dan memeriksa usulan lain mengenai rumusan dasar negara. Anggota panitia terdiri atas delapan orang (Panitia Delapan), yakni sebagai berikut:
1. Ir. Soekarno (Ketua), dengan anggota-anggotanya terdiri atas: 2. Mr. A.A. Maramis (anggota) 3. Ki Bagoes Hadikoesoemo (anggota) 4. K.H. Wahid Hasjim (anggota) 5. M. Soetardjo Kartohadikeosoemo (anggota) 6. Rd. Otto Iskandardinata (anggota) 7. Mr. Muhammad Yamin (anggota) 8. Drs. Mohammad Hatta (anggota)
11
Kemudian, pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara BPUPKI, Panitia Delapan, dan Tyuo Sangi In (Badan Penasihat Pemerintah Pusat Bala Tentara Jepang). Rapat dipimpin Ir. Soekarno di rumah kediaman beliau Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Rapat menyetujui Indonesia merdeka selekasnya, sebagai negara hukum yang memiliki hukum dasar dan memuat dasar/filsafat negara dalam Mukadimahnya. Untuk menuntaskan hukum dasar maka dibentuklah Panitia Sembilan dengan susunan anggota sebagai berikut.
1. Ir. Soekarno (Ketua) 2. Drs. Mohammad Hata (Anggota) 3. Mr. A.A. Maramis (Anggota) 4. K.H. Wahid Hasjim (Anggota) 5. Abdoel Kahar Meozakir (Anggota) 6. H. Agoes Salim (Anggota) 7. Abikeosno Tjokrosoejoso (Anggota) 8. Mr. Achmad Soebardjo (Anggota) 9. Mr. Muhammad Yamin Anggota)
Pada tanggal 22 Juni 1945 malam Panitia Sembilan langsung mengadakan rapat di rumah kediaman Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Rapat berlangsung alot, karena terjadi perbedaan konsepsi antara golongan nasionalis dan Islam tentang rumusan dasar negara. Akhirnya disepakati rumusan dasar negara yang tercantum dalam Mukadimah (Pembukaan) Hukum Dasar, sebagai berikut.
1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya
12
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Naskah Mukadimah yang ditandatangani oleh 9 orang anggota Panitia Sembilan itu kemudian terkenal dengan nama “Jakarta Carter” atau “Piagam Jakarta”. Mukadimah tersebut selanjutnya dibawa ke sidang BPUPKI tanggal 10-17 Juli 1945. Pada tanggal 14 Juli 1945 Mukadimah disepakati oleh BPUPKI. Pada tanggal 17 Juli 1945 sidang berhasil menyelesaikan rumusan Hukum Dasar dan Pernyataan Indonesia Merdeka.
Dalam perkembangan selanjutnya, Jepang mengalami kekalahan dalam perang melawan sekutu. Pemerintah Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Zyunby Inkai. Untuk keperluan pembentukan panitia tersebut, pada tanggal 8 Agustus 1945, Ir Soekarno, Drs. Mohammad Hata dan dr. Radjiman Wedyodiningrat berangkat ke Saigon untuk memenuhi panggilan Jenderal Besar Terauchi. Menurut Ir. Soekarno, Terauchi memberikan keputusan sebagai berikut:
1. Ir. Soekarno dianggkat sebagai Ketua PPKI, Drs Mohammad Hatta sebagai wakil ketua dan dr. Radjiman Wedyodiningrat sebagai anggota. 2. Panitia persiapan boleh mulai bekerja pada tanggal 9 Agustus 1945 3.
Cepat atau tidaknya pekerjaan panitia diserahkan sepenuhnya kepada panitia.
13
Setelah pertemuan di Saigon terjadi dua peristiwa yang sangat bersejarah dalam proses kenerdekaan Republik Indonesia. Pertama, tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat. Kedua, pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya.
Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI bersidang untuk mengesahkan naskah Hukum Dasar Indonesia yang sekarang kita kenal dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang disingkat UUD 1945. UUD 1945 terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh (yang berisi 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan) dan Penjelasan. Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alenia. Pada alenia keempat tercantum rumusan Pancasila yang berbunyi sebagai berikut:
1. Ketuhanan yang maha esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila telah menjadi salah satu kosakata dalam bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila.
14
BAB III PEMBAHASAN
Sikap positif warga Negara terhadap pancasila didasari oleh fungsi pancasila. Dalam bentuknya yang sekarang, pancasila berfungsi sebagai dasar Negara yang statis karena merupakan landasan berdirinya Negara kesatuan Republik Indonesia; tuntutan yang dinamis karena pancasila bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan perubahan zaman (inilah mengapa pancasila dimaknai sebagai ideology terbuka); serta alat pemersatu bangsa. Sikap positif terhadap pancasila pada dasarnya adalah sejauh mana kita memaknai nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, untuk selanjutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita sering mendengar bahwa pancasila perlu diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pengamalan pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut. 1. Pengamalan secara objektif Pengamalan secara objektif adalah melaksanakan dan menaati peraturan perundang-undangan sesuai norma hukum Negara yang berlandaskan pancasila. Pengamalan secara objektif memerlukan dukungan kekuasaan Negara. Pengamalan secara objektif bersifat memaksa dan disertai sanksi hukum. Artinya, siapa saja yang melanggar norma hukum mendapatkan sanksi. Pengamalan objektif ini merupakan konsekuensi dari perwujudan nilai dasar pancasila sebagai norma hukum Negara.
15
2. Pengamalan secara subjektif Pengamalan secara subjektif adalah menjalankan nilai-nilai pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pengamalan secara subjektif ini, pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan bertingkah laku setiap warga Negara dan penyelenggara Negara. Etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 adalah norma-norma etik yang dapat kita amalkan. Pelanggaran terhadap norma etik tidak mendapatkan sanksi hukum, melainkan sanksi dari diri sendiri. Pengamalan secara subjektif merupakan konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar pancasila sebagai norma etik berbangsa dan bernegara.
16
BAB IV KESIMPULAN Dari makalah yang telah dibuat tadi dapat di simpulkan bahwa pancasila mempunyaiarti sangat penting bagi kehidupan masyarakat bangsa indonesia, pancasila mempunyai nilai-nilai positif bagi kehidupan kita.Disamping itu banyak langkah - langkah yang harus kita ambil untuk menjalankan atau menerapkan pancasila dalam kehidupan kita.
17
DAFTAR PUSTAKA
Buku Paket Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII. Mijitin Kebot Sadja. 2012. Dikutip dari http://kulimijit.blogspot.com/2009/07/sikappositif-terhadap-pancasila.html (Pukul 14.38 tgl 11-10-2012) Undang Undang Dasar 1945 Wajar. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Penerbit : CV. Graha Pustaka
18
View more...
Comments