Makalah Pajak Dan Zakat

December 14, 2017 | Author: Kiedneff Basoeki Sang Inspirator | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Makalah Pajak dan Zakat...

Description

MAKALAH PAJAK DAN ZAKAT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Islam

Disusun Oleh:

Fendi Prasetyo

(201110160311396)

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2014 H

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik, inayah serta hidayah-Nya yang tiada ternilai kepada hamba-hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW serta para Sahabat yang telah membimbing umatnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Adalah suatu hal yang tidak dipungkiri betapa besar nikmat yang dicurahkan Allah SWT kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul: “Pajak dan Zakat”. Materi yang terangkum tersusun dari topik- topik utama yang merupakan berbagai pemahaman dasar teori dan praktek dari beberapa sumber yang telah sesuai perkembangan perekonomian Islam dunia maupun suatu Negara seperti sekarang ini. Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu, sebagai pemenuhan tugas yang diberikan Bapak/Ibu Dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Islam. Disamping itu penulis juga mencoba untuk menyumbangkan pikiran sebagai pembelajaran dan pengkajian kepada yang membutuhkan untuk lebih memahami sistematika konsep pajak dan zakat serta pengaruhnya terhadap kemaslahatan umat−khususnya dalam suatu Negara. Makalah ini tentunya masih terdapat kekurangan, sehingga kritik serta saran yang konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Karena

penulis

menyadari,

bahwasannya

keterbatasan

ilmu

merupakan

kekurangan yang manusiawi sehingga kita wajib menyiasatinya. Wassalamu’alaikum wr. Wb Malang, 05 Desember 2014

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ …….. i DAFTAR ISI . ....................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3 C. Manfaat dan Tujuan .................................................................................. 3 BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 4 A. Teori dan Konsep Pajak ............................................................................ 4 B. Teori dan Konsep Zakat ............................................................................ 9 C. Persamaan dan Perbedaan Pajak dan Zakat ............................................ 21 D. Pengaruh Pajak Dan Zakat Terhadap Perekonomian .............................. 25 BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 27

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Kewajiban merealisasikan falah, merupakan tugas seluruh economic agents, termasuk pemerintah dan masyarakat. Pada dasarnya pemerintah dan masyarakat merupakan dua institusi yang memiliki fungsi dasar sama, yaitu untuk merealisasikan segala kewajiban kolektif atau kewajiban publik.1 Dalam beberapa aspek, bentuk peran keduanya dapat saling menggantikan dan saling melengkapi satu sama lain sesuai situasi dan kondisi. Peran masyarakat akan menjadi sangat penting manakala pemerintah tidak dapat menjalankan tugas fard al-kifayah ini dengan baik, misalnya dalam pengelolaan dana ziswaf (zakat, infak, sedekah, dan waqf). Sejak awal peradaban manusia, masyarakat baik secara individual maupun kelompok, memiliki peranan penting dalam perekonomian. Kesejahteraan ekonomi yang berhasil dicapai oleh masyarakat adalah merupakan merupakan hasil kerja kolektif dari semua komponen dalam masyarakat tersebut. Peran masyarakat merefleksikan kepedulian mereka terhadap sesama, bukan hanya untuk kepentingan mereka sendiri. Salah satu motivasi altruisme masyarakat adalah tentang kesadaran bahwa hidup akan selalu membutuhkan orang lain. Dalam kehidupan bernegara sekaligus sebagai masyarakat muslim, untuk mencapai falah pasti memiliki banyak kendala, misalkan saja kurangnya sumberdaya financial untuk pembangunan, dan ketidak merataan distribusi pendapatan. Kurangnya finansial akan menghambat proses pembangunan. Sedangakan distribusi pendapatan yang tidak merata antar individu atau wilayah merupakan salah satu penyebab kelangkaan relatif yang menciptaan kesenjangan sosial.

1 Dalam pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan hidup. Kehidupan yang mulia ini merupakan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan hakiki, baik dunia maupun akhirat. Setiap Muslim bertujuan untuk meraih falah dalam hidupnya. Sedangkan pengertian sektor publik dalam pembahasan ini adalah sektor pemerintah dan sektor masyarakat.

1

Untuk menyiasati hal tersebut dalam keuangan publik klasik maupun kontemporer suatu negara muslim kita mengenal yang namanya kebijakan fiskal. Komponen kebijakan tersebut diantaranya adalah pajak dan zakat. Meskipun secara fungsi memiliki peranan yang sama dalam mempengaruhi arus menuju falah yang berkonsep pada keadilan, tetapi hal tersebut berbeda secara dasar dan manfaat privasinya. Di negara negara Islam khususnya Indonesia, pengembangan ekonomi islami telah diadopsi ke dalam kerangka besar kebijakan ekonomi. Hal ini tidaklah mengherankan jika dilihat dari jumlah penduduk Indonesia 87% adalah beragama Islam. Ditengah menguatnya peranan pajak dalam penerimaan negara, secara bersamaan muncul sebuah kesadaran umat akan peranan zakat. Dua hal ini menuntut adanya pengelolaan yang tepat. Manajemen yang buruk atas dua hal ini akan menimbulkan efek yang kontra produktif dalam pembangunan nasional. Salah satunya yaitu beban ganda atas kewajiban untuk membayar pajak dan zakat (Damanhur, 2006: 24). Dalam peraturan Negara kita, kewajiban membayar pajak merupakan kewajiban material bagi warga negaranya yang digunakan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran Negara. Kemudian dalam agama Islam kita mengenal zakat yang wajib dikeluarkan atas perintah Allah SWT untuk kepentingan orang lain menurut kadar yang telah ditentukan. Hubungan antara pajak dan zakat masih menjadi polemik yang berkepanjangan di kalangan umat Islam hingga saat ini. Banyak versi yang mencoba memetakan hubungan tersebut secara tepat. Setidak-tidaknya ada empat pendapat dalam hal ini, yaitu: (1) Zakat dan pajak adalah dua kewajiban sekaligus terhadap agama dan negara, yang dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi; (2) Zakat adalah kewajiban terhadap agama dan pajak adalah kewajiban terhadap negara. Pendapat Gazy Inayah ini pada prinsipnya memisahkan antara kekuasaan Tuhan dan Raja/Presiden; (3) Pajak itu adalah zakat, sebagaimana dikemukakan oleh Masdar F. Mas’udi, artinya kalau seseorang telah membayar pajak, maka berarti ia telah membayar zakat; (4)

2

Pajak

tidak

wajib,

tetapi

bahkan

hukumnya

dikemukakan oleh Dr. Hasan Turabi (Sudan).

haram,

sebagaimana

2

Di dalam makalah ini kita akan membahas lebih lanjut mengenai “Pajak dan Zakat”, meskipun pada materi sebelumnya telah dibahas mengenai kebijakan fiskal yang komponennya terdapat pajak dan zakat. Hal ini dikarenakan pentingnya sebuah kajian yang lebih mendalam akan dua hal itu. Mengingat fakta bahwa masyarakat sekarang dalam memenuhi kewajibannya hanya pada satu komponen pajak saja sebagai warga negara tanpa mempertimbankan kewajiban kita sebagai umat muslim dalam membayar zakat untuk kemaslahatan umat.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksut pajak dan zakat ? 2. Apa perbedaan serta persamaan pajak dan zakat ? 3. Bagaimana konsep serta peranan pajak dan zakat terhadap perekonomian yang berorientasi pada kemaslahatan masyarakat dalam suatu negara ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT 1. Tujuan Untuk mengetahui arti pajak dan zakat, perbedaan san persamaan, serta peranannya terhadap perekonomian suatu negara demi kemaslahatan masyarakat. 2. Manfaat Menambah wawasan kepada semua pihak yang membutuhkan dalam hal perpajakan maupun zakat, yang dalam hal ini keduanya merupakan sumber dana yang sama-sama dihimpun dari masyarakat untuk kemaslahatan yaitu kesejahteraan masyarakat.

2

Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, 2010, hlm.186. 3

BAB II PEMBAHASAN A. TEORI DAN KONSEP PAJAK 1. Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.3 Menurut P.J.A. Adriani, Pajak merupakan iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang menurut peraturan perundang-undangan tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dari pengertian pajak diatas, dapat ditarik kesimpulan mengenai karakteristik pajak (Agoes dan Trisnawati, 2008: 4), yaitu: a.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b.

Dalam

pembayaran

pajak

tidak

dapat

ditunjukkan

adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah. c.

Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun daerah.

d.

Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah (fungsi budgeter), yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, maka dipergunakan untuk membiayai investasi publik.

e.

Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgeter, yaitu fungsi mengatur (reguler).

Pengertian pajak berdasarkan UUP No. 28, thn. 2007 tentang Sistem dan Tata Cara Perpajakan. 3

4

2. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak yang selama ini dikenal dan diterapkan dalam pemungutan pajak sebagaimana tercermin dalam Undang-undang Pajak (Wirawan dan Richard, 2007: 22) yaitu Official Assessment System, Semi Self Assessment System, Self Assessment System, Withholding System. Adapun penjelasannya sebagai berikut: a.

Official Assessment System Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terhutang) oleh seseorang. Dengan sistem ini masyarakat (wajib pajak) bersifat pasif menunggu dikeluarkannya suatu ketetapan pajak oleh fiskus. Besarnya hutang pajak seseorang baru diketahui setelah adanya surat ketetapan pajak.

b.

Semi Self Assessment System Semi Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang terhutang. Dalam sistem ini setiap awal tahun pajak wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terhutang untuk tahun berjalan yang merupakan angsuran bagi wajib pajak yang harus disetor sendiri. Baru kemudian pada akhir tahun pajak, fiskus menentukan besarnya utang pajak yang sesungguhnya berdasarkan data yang dilaporkan oleh wajib pajak.

c.

Self Assessment System Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak. Dalam sistem ini wajib pajak yang aktif sedangkan fiskus tidak turut campur dalam menentukan besarnya pajak yang terhutang seseorang, kecuali wajib pajak

5

melanggar ketentuan yang berlaku.4 d.

Withholding System Withholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang. Pihak ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkan kepada fiskus. Pada sistem ini fiskus dan wajib pajak tidak aktif. Fiskus hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan pemotongan atau pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dari keempat sistem pemungutan pajak diatas, yang diterapkan di

Indonesia secara penuh adalah self assessment system sesuai dengan Undang-Undang Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). 3. Pajak Penghasilan Salah satu jenis pajak yang dikenakan oleh wajib pajak adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan tehadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, jika kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak5. Berikut ini penggolongan wajib pajak6. a.

Wajib Pajak Orang Pribadi, subjek pajaknya adalah individu sebagai orang pribadi. Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dikategorikan menjadi dua, yaitu: 1) WPOP yang mempunyai penghasilan dengan melakukan kegiatan usaha dan atau pekerjaan

bebas

yang

menyelenggarakan

pembukuan atau bekerja pada satu atau lebih pemberi kerja. Wajib pajak ini wajib menyampaikan SPT 1770 pada tiap tahun pajak. Self assessment system merupakan yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat khususnya wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar atau menyetor, dan melapor ke Kantor Palayanan Pajak sendiri sesuai dengan UUP, thn. 2007. 5 Erly Suandy, Perpajakan thn. 2006. 4

6

Keterangan lebih bisa dilihat pada buku diktat perpajakan FEB, UMM, thn 2014, hlm. 27.

6

2) WPOP yang mempunyai penghasilan dengan tidak melakukan kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas dan bekerja pada satu atau lebih pemberi kerja. Wajib pajak ini wajib menyampaikan SPT 1770 S pada tiap tahun pajak. Namun jika wajib pajak dengan jumlah penghasilan

bruto

setahun

tidak

lebih

dari

Rp

48.000.000

menggunakan SPT 1770 SS.

b.

Wajib Pajak Badan, subjek pajaknya adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, ataupun badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau menerima penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

4. Jenis Penghasilan Dari bahasan sebelumnya, dijelaskan bahwa seorang subjek pajak statusnya akan berubah menjadi wajib pajak bila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. Dimana kewajiban objektif muncul bila subjek pajak memperoleh tambahan kemampuan ekonomis berupa penghasilan yang dikenakan sebagai objek pajak dalam pajak penghasilan. Penghasilan dikategorikan menjadi tiga macam, yakni: a.

Taxable Income, yakni penghasilan yang dapat dijadikan objek untuk dikenakan pajak.

b.

Non Taxable Income, yakni penghasilan yang tidak dapat dijadikan objek untuk dikenakan pajak. Dalam hal penghasilan yang diperoleh mustahid atas dana zakat yang dipungut dan disalurkan oleh lembaga amil zakat termasuk dalam non taxable income.

c.

Penghasilan yang dipotong pajak final, yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, yaitu: 1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.

7

2) Penghasilan berupa hadiah undian. 3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. 4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan, dan 5) Penghasilan tertentu lainnya. 5. Biaya-biaya sebagai Pengurang Penghasilan Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya/beban pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagai objek pajak meliputi7: 1)

Biaya atau pengeluaran yang secara langsung atau tidak langsung untuk keperluan kegiatan usaha.

2)

Biaya penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi.8

3)

Pengeluaran untuk iuran dana pensiun

4)

Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.

5)

Kerugisan selisih kurs mata uang asing

6)

Biaya atau pengeluaran penelitian dan pengembangan

7)

Biaya atau pengeluaran untuk beasiswa

8)

Biaya kerugian piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih

9)

Biaya atau pengeluaran sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana alam

10) Biaya atau pengeluaran sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan

Diktat perpajakan FEB, UMM thn 2014, hlm. 36 (telah disesuaikan dengan UUP thn 2007). Amortisasi dalam bahasan ini adalah barang yang meiliki sifat dapat mengalami penyusutan nilai. 7 8

8

11) Biaya atau pengeluaran pembangunan infrastruktur 12) Zakat yang dibayarkan atau diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau telah disahkan oleh pemerintah. 13) Biaya atau pengeluaran untuk sumbangan fasilitas pendidikan 14) Pengeluaran sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga 15) Biaya atau pengeluaran untuk menyediakan makanan dan minuman untuk karyawan ditempat kerja 16) Biaya atau pengeluaran dalam bentuk natura untuk daerah terpencil 17) Kerugian 18) PTKP untuk orang pribadi dalam negeri yang besarnya diatur dalam UUP 1999.

B. TEORI DAN KONSEP ZAKAT Zakat merupakan rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat, begitu pentingnya zakat sebab itu Allah SWT dalam Al Qur’an menyebut kata zakat sebanyak 30 kali dan 27 diantaranya beriringan dengan kata shalat. Zakat mempunyai kedudukan yang sangat penting baik dalam konteks manusia dengan Allah, dengan dirinya, dengan masyarakat, dan dengan hartanya. Dalam hubungan manusia dengan Allah, zakat adalah salah satu sarana beribadah kepada Allah, yang berfungsi untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Rasulullah menjelaskan bahwa, ”Sesungguhnya Allah menolong hamba-Nya manakala hamba itu suka menolong saudaranya.” Kepatuhan membayar zakat dinyatakan sebagai tanda kualitas orang yang benar-benar beriman seperti dicantumkan dalam Al Qur’an Surat At Taubah ayat 18. Dalam hubungannya dengan diri sendiri (muzzaki), zakat merupakan salah satu cara memberantas pandangan hidup materialitis, suatu paham yang menjadikan harta bukan lagi sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup, tetapi menempatkannya sebagai tujuan hidup. Dengan demikian zakat menjaga manusia dari kerusakan jiwa, dan membersihkannya dari sifat-sifat tercela. Zakat yang dikeluarkan oleh seorang muslim karena patuh kepada Allah dan mencari ridha Allah, akan dapat membersihkan dan mensucikannya dari dosa

9

dan sifat kikir. Di sisi lain, zakat melatih diri untuk selalu bersyukur atas permberian Allah. Zakat juga merupakan sarana ibadah amaliyah yang mempunyai dimensi serta fungsi sosial ekonomi atas pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan kuat dengan yang lemah. Selain itu, zakat adalah media untuk menumbuhkan kesadaran di dalam diri manusia bahwa harta benda yang mereka miliki bukanlah hak penuh mereka. Tetapi merupakan amanah Allah yang dititipkan kepada manusia untuk mengelolanya, untuk mengambil manfaatnya dan dipergunakan sesuai dengan ketentuan Allah pemilik yang sebenarnya. Sebab itu perlu pemahaman lebih dalam pada diri seorang muslim mengenai zakat. 1. Pengertian Zakat Kata zakat merupakan kata dasar dari zaka yang berarti berkah, tumbuh dan baik. Menurut lisan al Arab kata zaka mengandung arti suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Zakat menurut al Qardawi (1999) dalam istilah fiqh adalah ”Sejumlah harta tertentu yang harus diserahkan kepada orang-orang yang berhak menurut syariat Allah SWT.” Arti tumbuh dan suci disini tidak hanya dipakai untuk kekayaan saja, tetapi juga untuk jiwa orang yang berzakat, sesuai firman Allah dalam Surat At-Taubah Ayat 103 yang artinya, ”Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau bersihkan dan sucikan mereka dengannya.” Terdapat delapan golongan orang-orang yang berhak menerima zakat, yaitu: orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), hamba sahaya (riqab), orang yang berhutang (gharimin), orang yang berperang dijalan Allah (sabilillah), dan orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil). Zakat menurut etimologi berarti, berkat, bersih, berkembang dan baik. Dinamakan zakat karena dapat mengembangkan dan menjauhkan harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya. Zakat menurut terminologi

10

berarti, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada para mustahik yang disebutkan dalam Al Qur’an. Atau bisa juga berarti sejumlah tertentu dari harta tertentu yang diberikan untuk orang tertentu. Lafal zakat dapat juga berarti sejumlah harta yang diambil dari harta orang yang berzakat. Zakat dalam Al Qur’an dan Hadis kadangkadang disebut dengan sedekah ( shadaqah).

2. Faedah dan Syarat Zakat Faedah zakat dibagi menjadi tiga bagian (Wikipedia, 2009) yaitu Faedah Diniyah, Faedah Khuluqiyah, dan Faedah Ijtimaiyyah. Adapun penjelasannya sebagai berikut: a.

Faedah Diniyah (segi agama) 1) Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. 2) Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan. 3) Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (Q.S. AlBaqarah: 276). 4) Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah Muhammad SAW.

b.

Faedah Khuluqiyah (segi akhlaq) 1) Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat. 2) Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya. 3) Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti

11

ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya. 4) Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak. c.

Faedah Ijtimaiyyah (segi sosial kemasyarakatan) 1) Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat

hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia. 2) Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum muslimin dan

mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fisabilillah. 3) Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa iri

bagi fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat

mereka

yang

menghamburhamburkan

berkelas

harta

untuk

ekonomi sesuatu

yang

tinggi tidak

bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jika harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin. 4) Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang

jelas berkahnya akan melimpah. 5) Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau

uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat. Islam selalu menetapkan standar umum pada setiap kewajiban yang dibebankan kepada umatnya, termasuk penetapan harta yang menjadi sumber atau obyek zakat. Persyaratan harta yang menjadi sumber atau obyek zakat (Hafidhuddin, 2002) adalah: (a) Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan yang halal. (b) Harta

tersebut

dikembangkan,

berkembang seperti

12

atau

melalui

berpotensi

kegiatan

usaha

untuk atau

perdagangan atau di investasikan, baik oleh diri sendiri atau orang lain. (c) Milik penuh, yaitu harta tersebut berada di bawah kontrol dan dalam kekuasaan pemiliknya. Atau menurut sebagian ulama bahwa harta itu berada di tangan pemiliknya dan di dalamnya tidak tersangkut hak orang lain serta ia dapat memilikinya. (d) Harta tersebut harus mencapai nisab, yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat. (e) Sumber-sumber

zakat

tertentu

seperti

perdagangan,

peternakan, emas dan perak harus sudah berada atau dimiliki atau diusahakan dalam tenggang waktu satu tahun (al-haul). (f) Kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok, atau dengan kata lain zakat dikeluarkan setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-hari. 3. Macam-macam Zakat a.

Emas, perak dan uang Dalil atas diwajibkannya zakat terhadap emas dan perak adalah sebagai berikut, “Dan orang-orang yang membendaharakan emas dan perak dan mereka tidak membelanjakannya di jalan Allah, maka kabarkanlah kepada mereka bahwa mereka akan menderita azab yang pedih.” (Q.S. At Taubah: 34) Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak ada seorangpun yang mempunyai emas dan perak yang

dia tidak berikan zakatnya, melainkan pada hari kiamat dijadikan hartanya itu beberapa keping api neraka. Setelah dipanaskan, digosoklah lambungnya, dahinya, belakangnya dengan kepingan itu; setiap-setiap dingin, dipanaskan kembali pada suatu hari yang lamanya 50 ribu tahun, sehingga Allah menyelesaikan urusan hamba-Nya.”

13

Ayat dan hadis tersebut menegaskan bahwa mengeluarkan zakat dari emas dan perak yang telah mencapai syarat wajib zakat, wajib hukumnya. Syarat wajib zakat adalah telah mencapai nisab dan haulnya. Berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud, nisab zakat emas adalah 20 misqal atau 20 dinar, sedangkan nisab perak adalah 200 dirham. Menurut Yusuf al Qardhawi, yang sekarang banyak dianut oleh masyarakat, 20 misqal adalah sama dengan 85 gram emas. Dua ratus dirham perak sama dengan 595 gram perak. Sedangkan zakat uang sama atau setara dengan nisab emas yaitu 85 gram emas dan kadarnya 2,5%. b.

Zakat hasil pertanian Para ulama sepakat tentang kewajiban zakat hasil pertanian, sesuai dengan perintah Allah pada Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 267 dan surat Al An’am ayat 141:9 “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu…” (Q.S. Al Baqarah: 267) “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya, (dengan dikeluarkan zakatnya)...” (Q.S. Al An’am: 141). Syarat-syarat zakat pertanian adalah sebagai berikut: (a)

Berupa tanaman atau buah-buahan yang dapat berkembang,

Dari ayat dan hadits tersebut, masih banyak pendapat dari para ulama mengenai objek zakat tanaman yang wajib dizakati, diantaranya adalah: Al Hasan al Bashri, al-Tsauri dan asSya’bi, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambali, Mahmud Syaltut. 9

14

sebab zakat adalah bagian dari barang tersebut atau bagian dari jenisnya tanpa melihat kepemilikan tanahnya. (b)

Nisabnya 5 ausaq berdasarkan hadist Nabi: ”Harta yang kurang dari 5 ausaq tidak wajib zakat.” Sedangkan kadar zakat, menurut ketentuannya tanaman yang bergantung kepada tadah hujan, maka kadar zakatnya sebanyak 10%, sedangkan tanaman yang mempergunakan alat-alat yang memerlukan biaya termasuk pemeliharaannya, kadar zakatnya 5%.

c.

Zakat Peternakan Dalam berbagai hadist dikemukakan bahwa hewan ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya setelah memenuhi persyaratan tertentu ada tiga jenis hewan ternak yaitu unta, sapi dan domba. Sedangkan di luar ketiga jenis tersebut, para ulama berbeda pendapat. Abu Hanifah berpendapat bahwa pada binatang kuda dikenakan kewajiban zakat, sedangkan Imam Maliki dan Imam Syafi’i tidak mewajibkannya, kecuali bila kuda itu diperjualbelikan. Karena itu, apabila diperhatikan dali-dalil dalam Al Qur’an dan Hadis serta pendapat para ulama dapatlah disimpulkan bahwa, hewan ternak selain tiga jenis tersebut di atas yang kini dalam perekonomian modern berkembang pesat, seperti peternakan unggas, tidaklah termasuk pada kategori zakat hewan ternak. Melainkan pada zakat perdagangan, karena memang sejak awal jenis peternakan ini sudah diniatkan sebagai komoditas perdagangan. Nisab dan kadar zakat hewan ternak berbeda-beda untuk setiap jenis dan jumlah ternak. Untuk unta, nisabnya mulai dari 5 ekor unta dengan kadar zakatnya untuk jumlah 5 sampai 9 ekor unta adalah 1 ekor kambing yang berumur 2 tahun, sedangkan jika jumlahnya melebihi 121 ekor maka kadar zakatnya 3 ekor anak unta betina berumur 2 tahun atau lebih. Sedangkan sapi atau kerbau, nisabnya mulai 30 sampai 39 ekor yang kadar zakatnya 1 ekor sapi atau kerbau berumur 1 tahun. Untuk kambing, nisabnya mulai 40 ekor, dan kadar zakatnya untuk jumlah 40 sampai 120 ekor adalah 1 ekor

15

anak kambing berumur 1 tahun. Zakat peternakan ini hanya diperlakukan bagi hewan-hewan yang sengaja diternakkan, tidak dengan maksud diperjualbelikan. Sedangkan untuk hewan-hewan yang dibudidayakan dengan maksud untuk diperjualbelikan hewannya ataupun hasilnya seperti ayam (pedaging dan petelur), bebek, sapi (perah dan potong), unta, kuda, biri-biri, madu dan lain sebagainya dikenakan zakat perdagangan. d.

Zakat Perdagangan

Hampir seluruh ulama sepakat bahwa perdagangan itu setelah memenuhi syarat tertentu harus dikeluarkan zakatnya. Yang dimaksud harta perdagangan adalah semua harta yang bisa dipindah untuk

diperjualbelikan

dan

bisa

mendatangkan

keuntungan.

Kewajiban zakat harta perdagangan ini berdasarkan nash Al Qur’an, Hadis dan Ijma. Nash Al Qur’an ini bersifat umum, yang berarti zakat atas semua harta yang dikumpulkan dengan cara bekerja yang halal, termasuk jual beli. Sedangkan dasar Hadis diantaranya adalah riwayat dari Abu Dawud dari Samurah bin Jundus, dia berkata: “Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mengeluarkan sadaqah dan zakat dari apa yang kita jual.” Syarat umum dari zakat harta perdagangan adalah adanya nisab, sudah satu tahun, dan bebas dari hutang, termasuk kebutuhan pokok.

Sedangkan

syarat

praktisnya

adalah

adanya

niat

memperdagangkan harta dagangan, dan niat untuk memperoleh penghasilan. Menurut Mahzhab Syafi’i, syarat barang perdagangan pertama adalah dia memiliki barang itu dengan jalan membeli, niat ketika membeli untuk diperdagangkan (apabila dimiliki dengan jalan pusaka, wasiat atau hibah tidak menjadi tijarah). Standar zakat harta perdagangan biasanya berupa harta atau uang yang ada saat ini, juga mata uang, barang berharga, hutang, barang yang bisa diperjualbelikan (persediaan) dan harta yang dapat dihitung dengan nilai harga tetap (fix asset). Nilai zakat harta 16

perdagangan para fuqaha berbeda pendapat mengenai nilai yang dihitung ketika mengeluarkan zakat, yaitu: 1)

Harta dagangan hendaknya dihitung dengan harga barang di pasar ketika sampai waktu wajib zakat.

2)

Harga barang tersebut dihitung dengan harga yang hakiki terhadap nilai barang dagangan, pendapat ini berdasar riwayat dari Ibnu Abbas. Sedangkan pendapat ketiga adalah orang harus membayar zakat dengan harga yang dia beli dengan nilai harta dagangan (al Qardawi). Nisab zakat harta perdagangan adalah senilai dengan 20 misqal emas, dengan kadar zakat 2,5%.

b.

Zakat Barang Temuan dan Hasil Tambang Meskipun para ulama telah sepakat tentang wajibnya zakat pada barang tambang dan barang temuan, tetapi mereka berbeda pendapat tentang makna barang tambang (ma’din ), barang temuan (rikaz), atau harta simpanan (kanz), jenis-jenis barang tambang yang wajib dikeluarkan zakatnya dan kadar zakat untuk setiap barang tambang dan temuan (Wahbah az Zuhaili). Kewajiban zakat atas rikaz, ma’din dan kekayaan laut ini dasar hukumnya adalah keumuman nash dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 103 dan 267. Rikaz menurut jumhur ulama adalah harta peninggalan yang terpendam dalam bumi atau disebut harta karun. Rikaz tidak disyaratkan mencapai haul, tetapi wajib dikeluarkan zakatnya pada saat didapatkan. Kadar zakat rikaz yaitu seperlima (20%). Ma’din adalah segala sesuatu yang diciptakan Allah dalam perut bumi, baik padat maupun cair seperti emas, perak, tembaga, minyak, gas, besi sulfur dan lainnya. Besar zakat yang harus dikeluarkannya sama dengan rikaz yaitu seperlima. Namun mengenai nisabnya ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Pendapat yang lebih kuat dan didukung oleh Yusuf Qardhawi

17

adalah bahwa rikaz tetap harus memenuhi persyaratan nisab, baik yang dimiliki oleh individu maupun negara. Demikian juga hasil yang dikeluarkan dari laut seperti mutiara, marjan, dan barang berharga lainnya, nisabnya dianalogikan dengan zakat pertanian. Kategori yang kedua adalah zakat berdasarkan modal dan hasil yang didapat dari modal tersebut. Untuk zakat ini mengikuti persyaratan haul, yaitu berlaku satu tahun. 4. Zakat Penghasilan (Zakat Profesi) Zakat profesi (Kasbuk-’Amal wal-Mihan al-Hurrah ) yaitu zakat upah buruh, gaji pegawai, dan uang jasa wiraswasta. Yang dimaksud kasbul-’amal (al Qardawi) adalah pekerjaan seseorang yang tunduk pada perseroan atau perseorangan dengan mendapatkan upah. Sedangkan yang dimaksud dengan al-mihanul-hurrah adalah pekerjaan bebas, tidak terikat pada orang lain, seperti pekerjaan seorang dokter, swasta, pemborong, pengacara, seniman, penjahit, tukang kayu dan lain sebagainya. Menurut al Qardawi, masalah gaji, upah kerja, penghasilan wiraswasta termasuk kategori mal mustafad, yaitu harta pendapatan baru yang bukan harta yang sudah dipungut zakatnya. Mal mustafad mencakup segala macam pendapatan, akan tetapi yang bukan pendapatan yang diperoleh dari penghasilan harta yang sudah dikenakan zakat, gaji, honor dan uang jasa itu bukan hasil dari harta benda yang berkembang (harta yang dikenakan zakat), bukan hasil dari modal atau harta kekayaan yang produktif, akan tetapi diperoleh dengan sebab lain. Demikian juga penghasilan seorang dokter, pengacara, seniman dan lain sebagainya mencakup dalam pengertian mal mustafad yang wajib dikenakan zakat dan tidak disyaratkan sampai satu tahun, akan tetapi dizakati pada waktu menerima pendapatan tersebut. Ukuran nisabnya adalah 85 gram emas murni dan kadar zakatnya adalah 2,5% dengan waktu zakat setiap mendapat penghasilan. Kadar zakat menurut BAZIS adalah 2,5% setiap mendapatkan penghasilan. Jadi jika pegawai negeri atau pegawai tetap zakatnya dipungut sebulan sekali pada waktu gaji keluar. Alasan-alasan kadar zakat 2,5% (al Qardawi) adalah:

18

a.

Tercakup dalam pengertian keumuman kewajiban zakat mata uang.

b.

Gaji, upah, honor, dan uang jasa diperbolehkan melalui pengorbanan tenaga dan pikiran, sedangkan menurut Hukum Islam kadar keberatan itu memperingan kadar kewajiban.

c.

Mengikuti amalan Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah dan Umar bin Abdul-Aziz dalam memotong gaji para angkatan bersenjata dan para pegawai.

d.

Menurut al Qardawi, sumber pajak ada tiga macam, yaitu modal, tenaga, dan campuran modal dan tenaga. Pungutan pajak dari modal lebih besar daripada yang lain. Pungutan pajak dari campuran modal dan tenaga lebih besar daripada pungutan pajak dari tenaga. Jadi pungutan pajak dari tenaga adalah yang paling ringan. Mengenai dasar pengenaan zakat (penghasilan kena zakat), beberapa kalangan berbeda pendapat mengenai hal ini, yaitu: 1)

Secara langsung, yaitu zakat dihitung 2,5% dari penghasilan bruto secara langsung tanpa dikurangkan dengan biaya kebutuhan hidup yang menjadi tanggungan muzakki . Hal ini dikarenakan sulitnya mengukur patokan kebutuhan pokok yang layak bagi setiap orang. Dalam surat Al Baqarah ayat 267, “ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…”

2)

Secara tidak langsung, yaitu zakat dihitung 2,5% dari penghasilan bruto setelah dikurangkan dengan biaya kebutuhan hidup yang menjadi tanggungan muzakki. Hal ini berpegang pada surat Al Baqarah ayat 219, yang artinya “Dan mereka bertanya

kepadamu,

apa

yang

mereka

nafkahkan.

Katakanlah: yang lebih dari keperluan...” Namun menurut Yusuf Qardawi, zakat penghasilan sebaiknya ditunaikan dari jumlah bruto penghasilan yang diterima oleh muzakki. Hal senada juga diungkapkan oleh ketua BAZNAS Didin Hafidhuddin (2007).

19

5. Golongan yang berhak menerima zakat Dari delapan asnaf tersebut bisa kita perluas maknanya, sehingga dalam penyalurannya kita tidak hanya terpaku pada tekstual ayat semata. 1) Fakir merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak mempunyai sumber

penghasilan

sehingga

hidupnya

sehari-hari

sangat

kekurangan.. 2) Miskin merupakan kondisi dimana seseorang mempunyai sumber penghasilan akan tetapi penghasilan yang diperoleh masih sangat kecil sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 3) Amil, yaitu individu, lembaga atau institusi pengelola zakat. Mereka berhak menerima zakat karena untuk operasional dan biaya hidup mereka. 4) Muallaf yaitu individu yang baru saja masuk ke dalam Islam. 5) Riqab atau budak adalah kondisi dimana manusia diperlakukan tidak layak yang dianggap sebagai benda. 6) Gharimin adalah individu yang terlilit hutang, dimana hutang tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan bukan untuk keperluan maksiat seperti judi. 7) Sabilillah

merupakan

kondisi

individu

yang

berjuang

untuk

menegakkan agama Allah. 8) Ibnu Sabil yaitu individu yang sedang dalam perjalanan dimana perjalanan yang dilakukan adalah untuk kebajikan dan bukan untuk maksiat. 6. Lembaga Zakat yang Diakui oleh Ditjen Pajak Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 yang berlaku sejak tanggal 11 November 2011 menetapkan 20 lembaga zakat10: 1) Badan Amil Zakat Nasional 2) LAZ Dompet Dhuafa Republika

10

Diambil dari: http://www.fimadani.com/inilah-19-lembaga-zakat-yang-diakui-

oleh-ditjen-pajak/ ia

a a

b

20

2014 8:14:41

3) LAZ Yayasan Amanah Takaful 4) LAZ Pos Keadilan Peduli Umat 5) LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat 6) LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah 7) LAZ Baitul Maal Hidayatullah 8) LAZ Persatuan Islam 9) LAZ Yayasan Baitul Mal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia 10) LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat 11) LAZ Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia 12) LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia 13) LAZ Yayasan Baitul Maal wat Tamwil 14) LAZ Baituzzakah Pertamina 15) LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT) 16) LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia 17) LAZIS Muhammadiyah 18) LAZIS Nahdlatul Ulama (LAZIS NU) 19) LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI) C. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PAJAK DAN ZAKAT 1. Persamaan pajak dan zakat Menurut al Qardawi, dari definisinya terdapat titik persamaan antara `pajak dan zakat, yaitu: 1.

Unsur paksaan dan kewajiban yang merupakan cara untuk menghasilkan pajak, juga terdapat dalam zakat. Bila seorang muslim terlambat membayar zakat, karena keimanan dan keislamannya belum kuat.

2.

Bila pajak harus disetor kepada lembaga masyarakat (negara), pusat maupun daerah, maka zakat pun demikian. Karena pada dasarnya zakat itu harus diserahkan kepada pemerintah sebagai badan yang disebut amil zakat.

3.

Pada ketentuan pajak terdapat tidak adanya imbalan tertentu. Para wajib pajak menyerahkan pajaknya selaku anggota masyarakat. Ia hanya memperoleh berbagai fasilitas untuk dapat melangsungkan

21

kegiatan usahanya. Demikian sama halnya dalam zakat tidak pula memperoleh suatu imbalan. Ia membayar zakat selaku anggota masyarakat. Ia hanya memperoleh lindungan, penjagaan dan solidaritas dari masyarakat. Ia wajib memberikan hartanya untuk menolong masyarakat dan membantu mereka dalam menanggulangi kemiskinan, kelemahan dan penderitaan hidup, juga menunaikan kewajibannya untuk menanggulangi kepentingan umat Islam tanpa mendapat prestasi kembali atas pembayaran zakatnya. 4.

Apabila pajak pada zaman modern ini mempunyai tujuan ke masyarakat, ekonomi dan politik disamping tujuan keuangan, maka zakat mempunyai tujuan yang lebih jauh dan jangkauan yang lebih luas daripada aspek-aspek tersebut. Ibrahim (1992: 148) menguraikan titik temu dan letak persamaan

serta perbedaan antara zakat dan pajak dimana kedua-duanya sama-sama wajib. Bedanya zakat kewajibannya berdasarkan nash agama sedangkan pajak berdasarkan ijtihad ulil amri, sejalan dengan tututan kebutuhan dan kemaslahatan. Sisi persamaannya adalah keduanya sama-sama mempunyai nilai sosial sebagai realisasi prinsip tolong menolong, kerjasama, gotong royong yang jika dilandasi dengan niat yang tulus akan mendapat pahala yang besar dari sisi Allah. 2. Perbedaan pajak dan zakat Termuat dalam tesis Herry Yarmanto (2003) pendapat tentang perbedaa antara zakat dan pajak menurut beberapa ahli, yaitu: 1)

Dari segi nama dan etiketnya Perbedaan antara zakat dan pajak sepintas lalu nampak dari etiketnya, baik arti maupun kiasannya. Zakat menurut bahasa berarti suci, tumbuh dan berkah. Berbeda dengan gambaran dari kata pajak. Sebab kata dharibah (pajak) diambil dari kata dharaba, yang artinya utang, pajak tanah atau upeti dan sebagainya. Yaitu sesuatu yang harus dibayar, sesuatu yang menjadi beban.

2)

Mengenai Hakikatnya Zakat itu ibadah yang diwajibkan kepada orang Islam, 22

sebagai tanda syukur kepada Tuhan. Adapun pajak adalah kewajiban dari negara semata-mata yang tak ada hubungannya dengan makna ibadah. Karena zakat adalah ibadah dan merupakan rukun Islam sehingga pembayarannya tidak sah jika tidak diikuti dengan niat. Karena itu pula zakat tidak diwajibkan atas non-muslim. Sedangkan pajak

dapat

dikenakan

atas

muslim

dan

non-muslim

dan

keabsahannya tidak tergantung pada niat penyetor (Ibrahim Teuku H. Muslim, 1992: 173). 3)

Mengenai Batas dan Ketentuannya Zakat adalah hak yang ditentukan oleh Allah, sebagai pembuat syariat. Dialah yang menentukan batas nisab bagi setiap macam benda dan membebaskan kewajiban itu terhadap harta yang kurang nisabnya. Allah juga memberikan ketentuan atas kewajiban zakat iru dari seperlima, separuh, sampai seperempat puluh. Tak seorang pun boleh mengubah atau mengganti apa yang telah ditentukan oleh syariat, ataupun menambah atau mengurangi. Berbeda dengan pajak yang tergantung pada kebijakan dan kekuasaan penguasa baik mengenai objek, persentase, harga dan ketentuan lainnya. Bahkan ditetapkan dan dihapuskannya pajak itu tergantung pada penguasa, sesuai dengan kebutuhan (al Qardawi).

4)

Mengenai Kelestarian dan Kelangsungannya Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terusmenerus. Ia akan diwajibkan seterusnya selagi Islam dan umat Muslim ada di muka bumi ini. Adapun pajak tidak memiliki sifat yang tetap dan terus-menerus, baik mengenai macam, persentase, dan kadarnya. Pajak amat tergantung pada situasi, kondisi perkembangan

zaman

dan

perubahan

kebutuhan

sehingga

pemerintah dapat mengubahnya selagi diperlukan. 5)

Mengenai Pengeluarannya Zakat mempunyai sasaran khusus yang telah ditetapkan dalam Al Quran. Sasarannya adalah kemanusiaan dan ke-Islaman.

23

Sedangkan pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum negara sesuai dengan ketetapan penguasa. 6)

Tujuan Spiritual Zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak. Tujuan yang luhur itu tersirat pada kata zakat yang terkandung didalamnya. Tabel 2.4 Perbedaan Zakat dan Pajak

Perbedaan Definisi

Zakat

Pajak

Kewajiban atas sejumlah harta Pungutan wajib kepada negara. tertentu tertentu

untuk dan

kelompok

dalam

waktu

tertentu. Dasar

Al Qur’an, Hadis dan Ijma.

Hukum Objek

Hukum negara (undangundang).

Harta produktif.

a. Penghasilan. b. Juga dikenakan atas konsumsi (PPN). c. Harta tidak produktif (PBB dan PKB).

Subjek

Hanya dikenakan kepada orang Dikenakan kepada seluruh warga Muslim.

Negara tanpa melihat agama yang dianutnya.

Hishab dan

Ditentukan

oleh

Allah

dan Ditentukan oleh Negara dan

Tarif

bersifat mutlak, besarnya tariff dapat berubah sesuai dengan atau persentase zakat tidak akan kondisi neraca anggaran negara. berubah.

24

Sanksi

Sanksi

dari

baru Dapat dikenakan sanksi secara

Allah,

dikenakan di akhirat, kecuali langsung

berdasarkan

undang

yang undang.

negara-negara

pemerintahannya menggunakan dasar Hukum Islam. Motivasi

Keimanan

dan

ketaqwaan Ketaatan dan ketakutan kepada

Pembayaran kepada Allah.

negara dan sanksinya.

Pemanfaatan Disalurkan untuk 8 golongan

Digunakan untuk pembangunan sarana dan

Penerimaan yaitu fakir, miskin, amil zakat, prasarana muallaf,

budak,

publik,

sehingga

garim, hasilnya bias dinikmati oleh

sabilillah dan ibnu sabil.

orang kaya atau orang miskin.

Perhitungan Dipercayakan kepada muzakki.

Dapat jasa

menggunakan akuntan

atau

bantuan konsultan

pajak. Ijab Qabul

Disyaratkan untuk melakukan Tidak perlu ijab qabul. ijab qabul.

Sifat

Meskipun

zakat

adalah Dapat dipaksakan berdasarkan

kewajiban tiap Muslim, namun ketentuan perundang-undangan pemungutan zakat tidak dapat pajak yang berlaku. dipaksakan. Sumber: Indonesian Tax Review Vol IV/Ed 47/2007

D.

PENGARUH

KORELASI

PAJAK

DAN

ZAKAT

TERHADAP

PEREKONOMIAN Pengaruh pajak dan zakat terhadap perekonomian akan terlihat signifikan ketika perlakuan zakat yang tercantum dalam UUP diubah menjadi zakat sebagai pengurang pajak langsung atau kredit pajak. Ketika hal ini diterapkan maka akan mempengaruhi perekonomian sebagai berikut: 1) Terciptanya Multipplier-Effect Terhadap Perekonomian Yaitu meningkatnya permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa dalam pasar. 25

2) Meningkatnya Jumlah Wajib Pajak dan Muzakki Kebijakan zakat sebagai pengurang penghasilan neto dirasa masih memberatkan wajib pajak yang beragama Islam karena menimbulkan adanya kewajiban ganda. Keadaan ini akan memacu timbulnya tiga kelompok masyarakat. Pertama, masyarakat yang memilih untuk membayar zakat dan pajak. Kedua, kelompok yang memilih membayar zakat saja. Ketiga, kelompok yang memilih membayar pajak saja. Kedua kelompok terakhir inilah yang potensial untuk dicapai dengan adanya penerapan zakat sebagai kredit pajak. Dengan adanya kebijakan ini, tidak ada lagi kewajiban ganda yang memberatkan umat Islam yang juga merupakan wajib pajak. Dengan demikian, wajib pajak yang sebelumnya tidak membayar zakat akan tergerak untuk membayar zakat. Dan sebaliknya, muzakki yang sebelumnya hanya membayar zakat tetapi tidak membayar pajak akan tergerak untuk membayar. Hal ini terjadi karena kedua kelompok tersebut tidak lagi merasakan adanya dua kewajiban yang memberatkan karena zakat yang mereka bayarkan dapat dikreditkan dengan total PPh terutang. Kondisi ini membuat jumlah wajib pajak dan muzakki bertambah dan pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan dari pajak maupun zakat secara bersamaan. 3) Zakat Dapat Dijadikan Sebagai Alat Kontrol Pembayaran Pajak Pada dasarnya individu akan lebih jujur mengungkapkan penghasilannya untuk kepentingan zakat. Pertama, bagi mereka zakat itu bukan merupakan suatu beban melainkan ibadah. Kedua, pelaksanaan zakat akan dipertanggungjawabkan langsung kepada Allah. Karena manusia dapat menipu sesama manusia, tetapi tidak dengan Allah. Apapun yang manusia lakukan Allah pasti akan mengetahuinya. Hal inilah

yang

membuat

muzakki

cenderung

mengungkapkan berapa penghasilannya.

26

lebih

jujur

untuk

BAB III KESIMPULAN Dari pembahasan diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pajak merupakan

peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk

membiayai pengeluaran rutin dan surplus nya digunakan untuk publik saving yang merupakan sumber utama dalam membiayai public investement. Peran pajak sangat besar dalam pertumbuhan suatu Negara, termasuk Indonesia yang merupakan Negara berkembang yang menggunakan pajak sebagai salah satu pendapatan utama membiayai segala macam kebutuhan. Zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat,semata-mata mencari ridha Allah SWT .Peranan zakat tidak kalah pentingnya dalam pertumbuhan perekonomian khususnya di Indonesia. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa Indonesia merupakan Negara yang memiliki penduduk muslim terbesar didunia. Dengan adanya unsur zakat yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk menunaikanya bukan tidak mungkin tiada ada lagi kemiskinan di Indonesia. Jadi bisa kita bayangkan apabila semua masyarakat Indonesia melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak dan zakat kepada Negara dan agama yaitu islam. Dalam kehidupan bernegara sekaligus sebagai masyarakat islam pajak dan zakat, keduanya tidak dapat dipisahkan melain suatu kesatuan untuk pembangunan dan kkemaslahatan yang berorientasi pada keadilan bagi semua umat manusia. Apabila pajak dan zakat dibayar oleh semua warga Negara Indonesia dengan ketentuan yang ada maka tidak akan ada lagi masalah kemiskinan,pengangguran, dan masalah lainnya.

27

DAFTAR PUSTAKA Gusfahmi. 2010. Pajak Menurut Syariah (Jakarta, Rajawali Pers), cetakan kedua. Sukrisno, Agoes dan Estralita Trisnawati. 2008. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat. Ibrahim, Teuku H. Muslim. 1992. Hubungan Antara Zakat dan Pajak Sebagai Sumber Dana Kemasyarakatan. Jakarta: PT Bina Rena Pariwara. Damanhur. 2006. Mewujudkan Sistem Perpajakan Perspektif Islam. Nanggroe Aceh Darussalam: Prosiding Persidangan Antarabangsa Pembangunan Aceh. −, 2014. Diktat Perpajakan. Malang: FEB UMM Suharto, Ugi. 2004. Keuangan Publik Islam: Reinterprestasi Zakat dan Pajak. Yogyakarta: Pusat Studi Zakat (PST), Islamic Busines School, Sekolah Tinggi Ilmu Syariah. Suandy, Erly. 2011. HukumPajak. Jakarta :Salemba Empat. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, P3EI. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta: PT rajagrafindo Persada. Wikipedia Bahasa Indonesia. Zakat. (http://wikipedia.com). Diakses tanggal 05 Desember 2014 Fimadani. 2011. Inilah 19 Lembaga Zakat yang Diakui oleh Ditjen Pajak. (http://www.fimadani.com/inilah-19-lembaga-zakat-yang-diakui-olehditjen-pajak/ . diakses pada: 8 Desember 2 14, 8:14:41

28

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF