Makalah One Health
March 21, 2019 | Author: Ricfi Widiyo | Category: N/A
Short Description
Isi Makalah One Health...
Description
BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang
Zoonosis adalah jenis penyakit yang penularannya berasal dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Contoh zoonosis yang penularannya berasal dari hewan ke manusia adalah Ebola, Marburg, Mers-Cov, dan Avian Influenza (AI) atau yang biasa dikenal dengan nama flu burung. Penyakit Zoonosis dapat menyebabkan kematian pada manusia. Berkembangnya zoonosis dalam beberapa tahun terakhir menjadi tanda bertambahnya ancaman penyakit yang mematikan bagi manusia yang ditularkan oleh hewan. Melihat penyakit tersebut cepat menjadi wabah, ini pun menjadi tantangan untuk dunia kesehatan. Salah satu komitmen yang bisa dilakukan adalah One Health yaitu Satu Kesehatan. Konsep One Health (satu kesehatan, satu ilmu kedokteran, dan satu dunia) memiliki tujuan untuk mengurangi risiko dampak tinggi pen yakit pada ekosistem hewan-manusia. Ini adalah sebuah pendekatan untuk menghadapi tantangan yang kompleks pada antara hewan, manusia, dan kesehatan lingkungan termasuk penyakit darurat pandemi, krisis pangan global, dan perubahan iklim. 1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari OH ? 2. Apakah peran veteriner dalam OH ? 3. Apakah yang dimaksud dengan Zoonosis ? 4. Siapakah pemeran lain dalam OH ? 1. 3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari OH dan Zoonosis 2. Untuk mengerti peran veteriner dalam OH 3. Untuk mengetahui pemeran lain OH
1
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian OH
One health adalah suatu gerakan untuk menjalin kemitraan antara dokter dan dokter hewan yang harus disepakati oleh berbagai pihak, baik organisasi medik kesehatan, kesehatan hewan maupun kesehatan masyarakat. One Health” merupakan aktivitas global “
yang
penting
berdasarkan
konsep
bahwa
kesehatan
manusia,
hewan,
dan
lingkungan/ekosistem bersifat saling bergantung satu sama lain atau interdependen, dan tenaga profesional yang bekerja dalam area tersebut akan dapat memberikan pelayanan terbaik dengan saling berkolaborasi untuk mencapai pemahaman yang lebih baik mengenai semua faktor yang terlibat dalam penyebaran penyakit, kesehatan ekosistem, serta kemunculan patogen baru dan agen zoonotik, juga kontaminan dan toksin lingkungan yag dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas substansial, serta berdampak pada pertumbuhan sosioekonomik, termasuk pada Negara berkembang. Salah satu sasaran konsep ‘one health’ adalah mengintegrasikan sistem pendidikan di lingkup dan antara perguruan tinggi kedokteran, kedokteran hewan dan kesehatan masyarakat. Upaya ini juga dimaksudkan untuk menghimbau peningkatan komunikasi lintas disiplin dalam berbagai kesempatan, baik itu seminar, konferensi, jurnal, kuliah, maupun pengembangan jaringan (networking) di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut, konsep ‘one health’ mempromosikan pentingnya penelitian bersama terhadap penularan lintas spesies dan surveilans serta sistem pengendalian terintegrasi antara manusia, hewan domestik dan hewan liar. Rintisan ini akan mendorong dan memicu penelitian perbandingan (comparative reserach) dan akan menjadi payung dari semua penelitian-penelitian mengenai penyakit-penyakit yang berpengaruh terhadap manusia dan hewan, termasuk diabetes, kanker, gangguan autoimmune dan obesitas.
2.2 Peran Veteriner Dalam OH
2
Dokter hewan merupakan profesi yang disiapkan dalam menjawab kompleksitas zoonosis yang saat ini sedang dihadapi oleh dunia. Dokter hewan secara khusus dipersiapkan untuk dapat bekerjasama dalam paradigma one health dengan mengambil bagian penting dari implementasi konsep tersebut. Profesi ini telah dibekali dengan berbagai keahlian atau pengetahuan tentang comparative medicine, penyakit dan kesehatan multi spesies dengan jangkauan taksonomi yang sangat luas, kesehatan populasi yang melibatkan faktor lingkungan. Pada dasarnya dalam melakukan tugasnya dokter hewan sedah mengkombinasikan berbagai aspek dalam mewujudkan kesehatan hewan dan manusia. Selain itu dokter hewan juga dituntut aktif dalam kesehatan masyarakat, bekerja sama dengan dokter, profesional kesehatan lain, surveian penyakit, dan respon wabah secara efektif. Dengan demikian seorang klinikus apabila memiliki pasien dengan infeksi zoonotik harus menyadari bahwa sesungguhnya dokter hewan mengetahui lebih banyak dari mereka. Sedangkan dari sisi pasien belum melihat bahwa dokter hewan bisa bertindak sebagai informasi bagi kesehatan mereka.
2.2.1 Batasan profesi
Meskipun garis pembatas antara kedokteran dan kedokteran hewan sekarang ini lebih nyata dibandingkan abad-abad yang lampau, sesungguhnya pemisahan antara kedua disiplin ini mulai terbentuk di abad ke-20. Sejumlah alasan penyebab adalah secara geografis beberapa perguruan tinggi kedokteran dan kedokteran hewan tidak ditempatkan pada satu lingkup dan pengaturan akademik yang sama. Faktor lain adalah pengaruh sosial. Namun ekologi dan mikrobiologi tidak diajarkan di kedokteran seperti halnya di kedokteran hewan, sehingga mahasiswa kedokteran tidak begitu menyadari pentingnya penyakit zoonotik bagi kedokteran. Tambahan pula, fokus perguruan tinggi kedokteran hewan juga bergeser lebih ke hewan ternak dan hewan kesayangan untuk memenuhi kebutuhan sosial masyarakat.
3
Tabel dibawah ini menggambarkan hambatan yang terjadi selama ini antara profesi dokter dan dokter hewan dan hal apa yang dianggap bisa menjembatani kedua profesi ini. 2.2.2 Manusia, hewan dan lingkungan
Konsepsi ‘one health’ sudah ada sejak berabad-abad, akan tetapi kolaborasi semakin diperlukan di abad ke-21 ini. Kedokteran hewan memiliki akarnya pada kesehatan manusia. Penyembelihan ternak sebagai salah satu jalan untuk mengendalikan PMK atau rinderpest, penyakit yang sangat ganas pada sapi, dimulai pada abad ke-18 sebagai jalan untuk melindungi suplai pangan. Perguruan tinggi kedokteran hewan pertama di Lyon, Perancis didirikan untuk memastikan kesehatan hewan sebagai penyedia pangan bagi masyarakat. Louis Pasteur mempelajari cholera unggas pada tahun 1880, dan setelah menyuntik ayamayam tersebut dengan bentuk agen penyakit yang dilemahkan, ia menemukan bahwa ayamayam tersebut mampu mengembangkan kekebalan tubuh terhadap cholera. Konsepnya kemudian diperluas untuk anthrax dan rabies. Banyak ahli yang mengikuti hipotesa ini, kemudian membangun kerangka untuk memahami lebih jauh tentang yellow fever dan equine encephalitis. 2.3 Pengertian Zoonosis
Zoonosis adalah penyakit atau infeksi yang ditularkan secara alamiah di antara hewan vertebrata dan manusia. Peternakan di Indonesia rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk zoonosis. Dengan demikian, zoonosis merupakan ancaman baru bagi kesehatan manusia. Zoonosis dapat ditularkan dari hewan ke manusia melalui beberapa cara, yaitu kontak langsung dengan hewan pengidap zoonosis dan kontak tidak langsung melalui vektor atau mengonsumsi pangan yang berasal dari ternak sakit, atau melalui aerosol di udara ketika seseorang berada pada lingkungan yang tercemar.
4
Zoonosis dalam rantai pangan berawal dari peternakan hingga kosumen, perlu diperhatian untuk mendapatkan suatu bahan pangan asal ternak yang aman. Karena keamanan pangan asal ternak tidak hanya ditentukan pada saat panen saja, melainkan mulai dari awal peternakan hingga saat mengonsumsinya. Berdasarkan hewan penularnya, zoonosis dibedakan menjadi zoonosis yang berasal dari satwa liar, zoonosis dari hewan yang tidak dipelihara tetapi ada di sekitar rumah, seperti tikus yang dapat menularkan leptospirosis, dan zoonosis dari hewan yang dipelihara manusia.
Kemunculan suatu ‘emerging zoonoses’ tidak mungkin untuk diprediksi, dan setiap penyakit baru muncul dari sumber yang tidak disangka sebelumnya. 1. Faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
timbulnya
‘emerging
zoonoses’
diantaranya meliputi lalu lintas hewan, gangguan ekologi, mikroorganisme yang tidak dapat ditumbuhkan, penyakit kronis, peningkatan surveilans, dan terorism.). 2. Fakto-faktor yang dianggap berkontribusi terhadap kemunculan ‘emerging zoonoses’ termasuk per tumbuhan populasi manusia, globalisasi perdagangan, intensifikasi pemeliharaan satwa liar, dan mikroba yang berkaitan dengan satwa liar memasuki produsen ternak yang intensif. 3. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan kejadian ‘emerging zoonoses’ diantaranya peningkatan yang cepat daripergerakan manusia dan produk sebagai hasil dari globalisasi, perubahan lingkungan, perluasan populasi manusia ke wilayah yang sebelumnya tidak dihuni, perusakan habitat hewan, dan perubahan peternakan dan teknologi produksi.
Berdasarkan agen penyebabnya, zoonosis dibedakan menjadi: 1. Zoonosis yang disebabkan oleh bakteri. Contoh: Tuberkulosis (TBC), Bruselosis, Salmonelosis, Antraks, Q. Fever, Leptospirosis. 2. Zoonosis yang disebabkan oleh virus. 5
Contoh: Flu Burung, flu babi, rabies. 3. Zoonosis yang disebabkan oleh parasit. Contoh: Toksoplosmosis, Taeniasis, Skabiosis, Filariasis, Myasis. 4. Zoonosis yag disebabkan oleh jamur. Contoh: Kurap ( Ringworm). 5. Zoonosis disebabkan oleh penyebab lainnya, misalnya BSE, yang disebabkan oleh prion yaitu suatu molekul protein tanpa asam inti, baik DNA maupun RNA. Upaya untuk mencegah penularan penyakit zoonosis pada manusia meliputi: 1.
Mengendalikan zoonosis pada hewan dengan eradikasi atau eliminasi hewan yang positif secara serologis dan melalui vaksinasi.
2. Memantau kesehatan ternak dan tata laksana peternakan di tingkat peternak. 3. Mensosialisasikan gejala klinis awal penyakit zoonosis di peternakan atau rumah potong hewan dan sesegera mungkin melaporkan dan mengambil tindakan terhadap ternak maupun pekerja yang tertular penyakit. 4. Memperketat pengawasan lalu lintas ternak dengan menerapkan sistem karantina yang ketat, terutama dari negara tertular. 5. Melarang impor sapi dan produknya, pakan ternak, hormon, tepung tulang, dan gelatin yang berasal dari sapi dari negara yang belum bebas penyakit menular. 6. Menjaga kebersihan kandang dengan menyemprotkan desinfektan. Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, masker hidung, kacamata pelindung, sepatu boot yangdapat didesinfeksi, dan penutup kepal bila mengurus hewan yang sakit. 7. Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan sebelum mengolah pangan setelah memegang daging mentah, menangani karkas atau mengurus ternak. 8. Memasak dengan benar daging sapi, daging unggas, dan makanan laut serta menghindari mengonsumsi makanan mentah atau daging yang kurang masak. 9. Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi hewan piaraan atau serangga. 10. Menggunakan sarung tangan bila berkebun, menghindari feses kucing saat menyingkirkan bak pasir yang tidak terpakai.
6
11. Memantau nyamuk dan lalat di daerah endemis dan mengawasi lalu lintas ternak. 12. Jika tergigit anjing atau kucing, segera mencuci luka bekas gigitan dengan sabun di bawah kucuran air mengalir selama 10−15 menit agar dinding virus yang terbuat dari lemak rusak oleh sabun. 13. Segera ke dokter atau ke rumah sakit untuk mendapat vaksinasi.
Pengobatan terhadap penyakit yang disebabkan oleh zoonesis melalui tindakan medis, seperti pemberian antiboitik.
2.4 Pemeran Lain Dalam OH
Peran dan Fungsi Pemerintah dalam pengendalian zoonosis ada;lah sebagai berikut :
Peningkatkan pengetahuan ekologi dan epidemologi untuk mendeteksi penyakit dan memonitor program pengawasan zoonosis.
Meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit-penyakit zoonosis
Megoptimalkan risk management dan risk communication hasil risk analysis importasi ternak dan produksi asal hewan
Mengitensifkan koordinasi penawasan antara Dinas dengan seluruh stake holde terkait.
Peran dan fungsi tersebut dikerjakan dengan komponen masyarakat agar optimalisasi dari tujuan pengendalian zoonosis tercapai.
7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pencegahan dan pengendakian zoonosis terkait dengan keseimbanagn antara manusia, hewan, lingkungan dan agen penyakit. Pencegahan dilakukan oleh semua unsur untuk mempertahankan keseimbangan tersebut. Dalam pencapaian tujuan dan pengendalian zoonosis perlu peranan dan komitmen dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Konsep one health ini juga menjadi salah satu upaya pengendalian zoonosis dimasa yang akan datang.
8
DAFTAR PUSTAKA
1. Wicaksono, Ardilasunu. 2010. Pencegahan Dan Pengendalian Zonosis. Bogor: Institute Pertanian Bogor. 2. Khairiyah. 2011. Zoonosis Dan Upaya Pencegahannya. Sumatera Utara: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara; 117. 3. Artama, Wayan T., dkk. 2015. Kolaborasi Multi-Sektoral Riset Dan Survelians Zoonosis Untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan, Ketahanan Dan Keamanan Pangan, Serta Kemandirian Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: Indohun.
9
View more...
Comments