Makalah New

October 3, 2017 | Author: drg_ozan | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

saa...

Description

POLEMIK KEHAMILAN YANG TIDAK DIINGINKAN

DOSEN PEMBIMBING : dr. H. Ahmad Husairi, M.Ag

Disusun Oleh : KELOMPOK 6 1) Desy Aulia

(1611111220007)

2) Maydina Izzatul Yazidah

(1611111120014)

3) Muhammad Haikal

(1611111310024)

4) Muhammad Rezky Gunawan (1611111310030) 5) Muhammad Yasir Redhani

(1611111210021)

6) Rachmi Pratiwi

(1611111120021)

7) Rini Rahmiyati

(1611111120024)

8) Salsabila Muhtar

(1611111320040)

9) Sarah Azhaar Ulfadila

(1611111120025)

10) Sonia Dewi Maharani

(1611111120028)

11) Tita Amanda Yudiya

(1611111220032)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2016 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang KTD atau Kehamilan yang Tidak Diinginkan merupakan keadaan dimana pasangan tidak menginginkan adanya kehamilan yang diakibatkan oleh perilaku seksual. Kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada remaja memiliki kecenderungan meningkat. Data pilar PKBI, pada tahun 2002 ada 50 kasus KTD, tahun 2003 ada 92 kasus KTD, tahun 2004 ada 101 kasus KTD dan tahun 2010 satu bulan terdapat 8 - 10 kasus KTD (Najianti, 2011). KTD tidak selalu terjadi pada remaja atau pasangan yang belum menikah ada sebagian yang pasangan yang sudah secara resmi secara menikah juga mengalaminya. Tidak semua kehamilan disambut baik kehadirannya. Badan Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa dari 200 juta kehamilan pertahun, 38 persen diantaranya merupakan kehamilan tidak diinginkan. Dua pertiga perempuan dengan kehamilan yang tidak diinginkan menghentikan kehamilan dengan sengaja, 40 persen diantaranya dilakukan tidak aman yang menyumbang 50 persen kematian ibu. Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja memiliki berbagai konsekuensi negatif. Konsekuensi tersebut tidak saja dialami oleh remaja perempuan yang bersangkutan, tetapi juga dialami oleh pasangannya, bayi yang dikandung atau anak yang dilahirkannya, orang tua dan keluarga remaja serta masyarakat secara keseluruhan (Sri Handayani, 2016).

1.

1.2 Tujuan Mengetahui Definisi dari Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)

2.

Mengetahui faktor penyebab Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)

3.

Mengetahui Akibat dari Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)

4.

Mengetahui pencegahan Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)

5.

Mengetahui solusi terhadap Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) Menurut kamus istilah program keluarga berencana, kehamilan tidak diinginkan adalah kehamilan yang dialami oleh seorang perempuan yang sebenarnya belum menginginkan atau sudah tidak menginginkan hamil (BKKBN, 2007). Sedangkan menurut PKBI, kehamilan tidak diinginkan merupakan suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya proses kelahiran akibat dari kehamilan. Kehamilan juga merupakan akibat dari suatu perilaku seksual yang bisa disengaja maupun tidak disengaja. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa tidak sedikit orang yang tidak bertanggung jawab atas kondisi ini. Kehamilan yang tidak diinginkan ini dapat dialami, baik oleh pasangan yang sudah menikah maupun belum menikah (PKBI, 1998). Istilah kehamilan yang tidak diinginkan merupakan kehamilan yang tidak menginginkan anak sama sekali atau kehamilan yang diinginkan tetapi tidak pada saat itu / mistimed pregnancy (kehamilan terjadi lebih cepat dari yang telah direncanakan), sedangkan kehamilan yang diinginkan adalah kehamilan yang terjadi pada waktu yang tepat. Sementara itu, konsep kehamilan yang diinginkan merupakan kehamilan yang terjadinya direncanakan saat ibu menggunakan metode kontrasepsi atau tidak ingin hamil namun tidak menggunakan kontrasepsi apapun. Kehamilan yang berakhir dengan aborsi dapat diasumsikan sebagai kehamilan yang tidak diinginkan. Semua definisi ini menunjukkan bahwa kehamilan merupakan keputusan yang disadari (Santelli, 2003: 4). Definisi kehamilan tidak diinginkan menurut Jain (1999) adalah gabungan dari kehamilan yang tidak diinginkan sama sekali (unwanted pregnancy) dan kehamilan yang diinginkan tetapi tidak pada saat itu (mistimed pregnancy). Kehamilan tidak diinginkan berhubungan dengan meningkatnya risiko morbiditas wanita dan dengan perilaku kesehatan selama kehamilan yang berhubungan dengan efek yang buruk. Sebagai contoh, wanita yang mengalami

kehamilan tidak diinginkan mungkin menunda ke pelayanan prenatal yang akhirnya akan mepengaruhi kesehatan bayinya[1]. 2.2 Faktor penyebab Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) Kehamilan tidak diinginkan pada remaja disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya: 1. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. 2. Faktor dari dalam diri remaja sendiri yang kurang memahami swadarmanya sebagai pelajar. 3.Faktor luar, yaitu pergaulan bebas tanpa kendali orangtua menyebabkan remaja merasa bebas untuk melakukan apa saja yang diinginkan. 4. Perkembangan teknologi media komunikasi yang semakin canggih yang memperbesar kemungkinan remaja mengakses apa saja yang termasuk hal - hal negatif . Pada penelitian yang dilakukan disebutkan bahwa terdapat faktor penting yang berhubungan dengan terjadinya kehamilan pranikah di kalangan remaja yaitu tingkat pengetahuan yang rendah/kurang tentang kesehatan reproduksi, lingkungan keluarga yang tertutup, dan sumber informasi tentang seksualitas yang tidak bertanggung jawab. Kemudian ada juga melakukan penelitian terhadap tentang faktor –faktor yang mempengaruhi terjadinya kehamilan pranikah pada remaja putri dan diketahu faktor-faktor tersebut antara lain tekanan dari pacar,adanya rasa penasaran nikmatnya melakukan hubungan seks sebanyak, adanya tekanan dari teman, adanya kebutuhan badaniah,kurangnya pengetahuan remaja tentang kehamilan dan melampiaskan diri[2]. 2.3 Akibat dari Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) 1. Sulit mengharapkan adanya perasaan kasih sayang yang tulus dan kuat dari ibu yang mengalami Kehamilan yang Tidak Diinginkan terhadap bayi yang dilahirkannya nanti. Sehingga masa depan anak mungkin saja terlantar. 2. Karena calon ibu merasa tidak ingin dan tidak siap untuk hamil maka ia bisa saja tidak mengurus dengan baik kehamilannya. Yang seharusnya ia

mengkonsumsi minuman, makanan, vitamin yang bermanfaat bagi pertumbuhan janin dan bayi nantinya bisa saja hal tersebut tidak dilakukannya. Begitu pula ia bisa menghindari kewajiban untuk melakukan pemeriksaan teratur pada bidan atau dokter. Dengan sikapsikap tersebut di atas sulit dijamin adanya kualitas kesehatan bayi yang baik. 3. Putus sekolah 4. Mengakhiri kehamilannya atau sering disebut sebagai aborsi Aborsi (abortion: Inggris, abortus:

latin)

berarti keguguran

kandungan. Dalam kamus bahasa Indonesia, aborsi adalah pengguguran kandungan. Dalam bahasa Arab, aborsi disebut isqāt al-haml atau ijhad, yaitu pengguguran kandungan janin dan rahim.

Latal ijhād memiliki

sinonim isqāt (menjatuhkan), ilqā (membuang), tarah (melempar), dan imlās (menyingkirkan). Majma al-lughah Arabiyah membedakan makna ijhād dengan keluarnya janin sebelum bulan keempat, sementara isqāt adalah menggugurkan janin antara bulan keempat dan ketujuh. Namun para ulama sering kali mempertukarkan dan bergantian menggunakan istilah isqāt dengan sinonim-sinonimnya. Secara definitif aborsi adalah berhentinya mati dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu dihitung dari hari terakhir) atau berat janin kurang dari 500gr,

panjang kurang dari 25 cm.

Definisi medis

mengartikan bahwa aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum viability, sebelum janin mampu hidup sendiri di luar kandungan, yang diperkirakan usia kehamilannya di bawah usia 20 minggu(WHO). Definisi ini jelas mengandung makna bahwa perbuatan aborsi dilakukan terhadap janin yang tidak dapat hidup di luar kandungan. Dalam terminologi fiqih,

aborsi pun dipahami dalam berbagai

pengertian. Ibrahim an-Nakhai menjelaskan aborsi sebagai pengguguran janin dari rahim ibu hamil baik sudah berbentuk sempurna atau belum. Dalam perspektif jinayah Abdul Qadir Audah sebagaimana dikutip Maria Ulfa anshar menyatakan bahwa aborsi adalah pengguguran kandungan dan perampasan hak hidup janin atau perbuatan yang memisahkan janin dari

rahim ibunya. Secara substantif Nasarudin Ulmar coba mengkongklusikan bahwa aborsi adalah upaya pengakhiran masa berlangsungnya kehamilan melalui pengguguran kandungan (janin), sebelum janin itu tumbuh dan berkembang menjadi bayi. Dengan bahasa yang berbeda Rahmi yuningsih mendefinisikan aborsi sebagai tindakan lerminasi kehamilan yang tidak diinginkan melalui metode obat-obatan atau bedah.

Dapat dipahami

bahwa aborsi adalah upaya mengakhiri kehamilan dengan mengeluarkan janin sebelum waktunya,

baik secara alamiah spontan atau dengan

menggunakan alat-alat sederhana maupun teknologi.[3] (Wijayanti, 2015: 47) Hukum Aborsi dalam Islam Tindakan aborsi merupakan suatu tindakan yang bertentangan dalam agama islam dan merupakan suatu tindakan pembunuhan yaitu menghilangkan hak hidup dari suatu individu. a. Al Hajj (22) : 5 Artinya: 5. Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsurangsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah

b. Al Isra (17) : 33 Artinya: 33. dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. c. An Nisaa (4) : 30, 92, 93 Artinya: 30. dan Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Artinya: 92. dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)[334], dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat[335] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh

itu),

kecuali

jika

mereka

(keluarga

terbunuh)

bersedekah[336]. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya[337], Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. 93. dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan

Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. [334] Seperti: menembak burung terkena seorang mukmin. [335] Diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan. [336] Bersedekah di sini Maksudnya: membebaskan si pembunuh dari pembayaran diat. [337] Maksudnya: tidak mempunyai hamba; tidak memperoleh hamba sahaya yang beriman atau tidak mampu membelinya untuk dimerdekakan. menurut sebagian ahli tafsir, puasa dua bulan berturut-turut itu adalah sebagai ganti dari pembayaran diat dan memerdekakan hamba sahaya. d. Al Ma’idah (5) : 32 Artinya: 32. oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya[412]. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu[413] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. [411] Yakni: membunuh orang bukan karena qishaash. [412] Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia

seluruhnya.

Allah

memandang

bahwa

membunuh

seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena orang seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya. [413] Ialah: sesudah kedatangan Rasul membawa keterangan yang nyata.

Sebelum UU Kesehatan disahkan,

Mei 2005 Majelis Ulama

Indonesia(MUI) telah mengeluarkan fatwa No. 4 tahun 2005 tentang aborsi. Berdasarkan beberapa dalil Qs. Al-An'am [6]: 161, Al-Furqan [25]: 63-71, Qs. Al-Hajj [22]: 5, Qs. Al-Mukminun [23]: 12-14, dan beberapa dalil dari hadis, MUI membolehkan aborsi atas dua indikasi darurat dan hujat.

Keadaan darurat karena perempuan yang hamil

menderita sakit fisik yang berat seperti TBC dan keadaan kehamilan yang mengancam nyawa ibu.

Keadaan hajat berkaitan dengan janin yang

dideteksi menderita cacat yang sulit disembuhkan dan kehamilan akibat perkosaan setelah ditetapkan oleh tim yang berwenang dari keluarga korban, dokter, dan ulama.[3] 2.4 Pencegahan dari Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) Upaya pencegahan terhadap KTD adalah paling ideal, jauh lebih baik secara normatif maupun dari sisi hukum apapun dan agama manapun dibanding dengan aborsi. Namun jika alat kontrasepsi yang digunakan ternyata gagal tidak berhasil menghalangi bertemunya sperma dan ovum hingga terjadi KTD, maka harus dicarikan jalan keluar yang proporsional, rasional dan tidak bertentangan dengan agama. Islam memiliki prinsip, bahwa pencegahan lebih diutamakan, begitupun dalam kasus pemerkosaan.Pemecahan secara Islami terhadap kasus perkosaan adalah mengakhiri segala bentuk pengeksposan tubuh di depan publik; melarang filmfilm pornografi, buku dan nyanyian; membatasi pergaulan bebas antara pria dan wanita; dan tidak menggunakan wanita sebagai daya tarik iklan untuk menjual segala macam produk atau barang. Di atas segalanya, orang yang bersalah melakukan perkosaan harus dihukum di depan publik. Tetapi, bila langkahlangkah pencegahan telah diambil tetapi perkosaan tetap terjadi, maka Islam menganjurkan agar korban segera mendapatkan pertolongan medis untuk mencegah segala kemungkinan terjadinya kehamilan. Pendapat ini diperkuat dengan pandangan Qurthubi yang mengatakan bahwa air mani bukanlah sesuatu yang pasti (yaqinan), dan tidak ada konsekuensinya jika wanita segera

'mengeluarkannya sebelum ia menetap dalam rahim[4] Dan juga, secara medis, segera setelah tindakan seksual terjadi, seperti dalam kasus perkosaan, tidak mungkin mengetahui apakah kehamilan telah terjadi. Karena itu, diperbolehkan pada saat itu mendapat pengobatan untuk mencegah kehamilan. Tetapi, jika tidak ada tindakan yang diambil untuk melaporkan perkosaan dan juga tidak diambil tindakan medis untuk mencegah kemungkinan hamil, maka tampaknya tidak dibenarkan untuk menganjurkan aborsi setelah beberapa hari atau bulan berlalunya perkosaan. Karena nantinya, secara medis akan sulit menentukan apakah perkosaan memang benar-benar terjadi. Dan hal ini bisa mengarah pada penyalahgunaan tujuan. Menurut Ebrahim, dalam rangka pencegahan terhadap KTD akibat perkosaan dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan antara lain: Pertama, menciptakan lingkungan Islami yang di dalamnya masyarakat membersihkan segala bentuk godaan untuk menjamin tidak terjadinya perkosaan tentu saja sikap yang patut dipuji. Tetapi ini tidak begitu saja menjamin bahwa perkosaan tidak terjadi. Selalu saja ada pengecualian. Benar bahwa hukuman keras yang dijatuhkan Islam kepada mereka yang bersalah melakukan seks bebas dan perzinaan dapat menjadi langkah pencegahan terhadap tindak perkosaan. Tetapi hukum Islam tersebut hanya dapat diterapkan dalam negara Islam. Dengan demikian, menganjurkan pelaksanaan hukum tersebut sebagai pencegahan terhadap tindakan perkosaan tidak akan menyelesaikan persoalan. Karena hukum tersebut tidak pernah diterapkan di negara-negara bukan Islam. Tetapi, bahkan di negara Islam, kecuali Arab Saudi, Iran dan Pakistan, hukum Islam ini tidak ditegakkan. Kedua, jika setiap wanita segera meminta pertolongan medis setelah diperkosa, maka tindakan ini tentu saja akan menyelesaikan persoalan aborsi, yaitu mengakhiri kehamilan akibat perkosaan. Tetapi, di negara atau wilayah Islam tidaklah mudah bagi korban perkosaan untuk melaporkan perkosaan karena mereka takut akan diasingkan. Mengasingkan wanita yang mengalami perkosaan tentu saja perbuatan yang tidak Islami, tetapi masyarakat cenderung menganggap rendah mereka dan bahkan peluang mereka untuk menikah akan terancam. Karena

itu, yang umum terjadi adalah bahwa setelah kehamilan tampak barulah dipikirkan tindakan apa yang harus dilakukan[5]. Menggunakan alat kontrasepsi bagi yang sudah menikah penggunaan alat kontrasepsi sebenarnya dalam agama islam diperbolehkan untuk tujuan menghindarkan ibu dari resiko yang membahayakan dirinya, sedangkan yang tidak diperbolehkan adalah jika digunakan untuk menghindari kesulitan ekonomi. Alat kotrasepsi yang boleh digunakan yang memenuhi syarat : -

bersifat menyekat atau mencegah pembuahan sel telur oleh sperma

-

tidak berbahaya

-

tidak menghilangkan bagian organ tubuh. [6]

2.5 Solusi terhadap Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) Apabila Kehamilan Tidak Diinginkan terlanjur terjadi pada remaja, maka ada beberapa hal yang bisa kita lakukan agar kehamilan yang terjadi tersebut tidak berbahaya dan dapat diselesaikan dengan baik. Beberapa hal yang dapat kita lakukan antara lain : 1. Bersikap bersahabat dengan remaja. 2. perempuan dengan KTD perlu diberi konseling (USU.ac.id) 3.

Apabila ada masalah yang serius agar diberikan jalan keluar yang terbaik dan apabila belum bisa terselesaikan supaya dikonsultasikan ke SpOG, SpKK, psikolog, psikiater [7].

4. Memberikan alternatif penyelesaian, yaitu : a) Diselesaikan dengan kekeluargaan b) Segera menikah c) Konseling kehamilan dan persalinan d) Pemeriksaan kehamilan sesuai standart

e) Bila ada resiko tinggi kehamilan rujuk ke SpOG f) Bila ingin menggugurkan, berikan konseling resiko pengguguran g) pemanfaatan media massa dan kemajuan teknologi untuk memberikan informasi yang benar dan komprehensif terkait kesehatan reproduksi remaja sehingga tidak terjadi semakin banyak lagi[8]. Bila tidak terselesaikan dengan menikah, keluarga supaya menerima dengan sebaik – baiknya. Bila ingin menggugurkan, berikan konseling resiko pengguguran, dan persiapan mengikuti KB. Selain itu perlu membentuk jejaringan dengan yayasan yang direkomendasikan depsos untuk mengadopsi bayi dari hasil KTD (Depkes, 2003). Sebaiknya perlu dipikirkan bahwa remaja yang masih bersekolah tidak dikeluarkan dari sekolah atau diberikan cuti hamil [9].

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan KTD atau Kehamilan yang Tidak Diinginkan merupakan keadaan dimana pasangan tidak menginginkan adanya kehamilan yang diakibatkan oleh perilaku seksual. KTD tidak selalu terjadi pada remaja atau pasangan yang belum menikah ada sebagian yang pasangan yang sudah secara resmi secara menikah juga mengalaminya. Faktor penyebabnya salah satunya adalah Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan pergaulan bebas tanpa kendali orangtua menyebabkan remaja merasa bebas untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Akibatnya, Karena calon ibu merasa tidak ingin dan tidak siap untuk hamil maka ia bisa saja tidak mengurus dengan baik kehamilannya. Solusinya adalah dengan konseling pada wanita dengan KTD itu dan apabila ada masalah dapat dikonsultasikan dengan dokter kandungan . jika wanita tersebut ingin menggugurkan kandungan maka dapat didiskusikan bersama keluarga dan konseling resiko pengguguran. 3.2 Saran Semoga dengan adanya makalah yang telah kami tulis ini dapat memberikan pengetahuan dan sajian informasi kepada pembaca. Bukan hanya sekedar wacana, tetapi juga dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi seluruh pembaca, khususnya bagi remaja maupun pasangan suami istri diharapkan memiliki kesadaran yang timbul dari diri masing-masing dan selalu memahami dengan baik tentang kehamilan yang tidak diinginkan

DAFTAR PUSTAKA 1. Eva Muzdalifah, 2008. Hubungan antara kegagalan kontrasepsi dengan kejadian kehamilan tidak diinginkan (KTD) pada wanita pernah kawin usia (15-49 tahun di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2. Elisa H. Amalia. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kehamilan Tidak Diinginkan Pada Remaja. Universitas Negeri Semarang. 3. Wijayati, M., 2015: Aborsi akibat Kehamilan yang Tidak Diinginkan 4.

(KTD). Jurnal Studi Keislaman, Volume 15, Nomor 1: 43-62 Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn Ahmad al-Ansari al-Qurtubi, 1967, Al-

5. 6. 7. 8. 9.

Jami’ fi Ahkan al-Qur’an, Kairo: Maktabah al-Wabah, hal. 8 Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Op. Cit., hal. 148-149 DR. Dr.H. Imam Rasjidi Sp.OG.., Panduan kehamilan muslimah Lita Sadega. 2014. Kehamilan yang Tidak Diinginkan Tecky Afifah. 2013. Kehamilan yang Tidak Diinginkan T. Sinaga. 2009. Kehamilan yang Tidak Diinginkan

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF