Makalah Mikro Staphylococcus Aureus
August 10, 2017 | Author: Rizka Sukmasari | Category: N/A
Short Description
biologi...
Description
Staphylococcus aureus
Mikrobiologi-Virologi kelas A Kelompok 7 Anggota : Nico reynaldo Rahmalia febriyani Rahmi three wahyuni Rike farahiyah Rizka sukmasari Roviqoh uswatun. H
2014210159 2014210175 2014210176 2014210183 2014210185 2014210193
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2015
Karakter atau ciri-ciri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak (Gambar 1). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S.aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 1995 ; Novick et al., 2000).
Gambar 1 Bentuk mikroskopis S. aureus (Wikipedia, 2006)
Patogenesis Staphylococcus aureus menyebabkan berbagai jenis infeksi pada manusia,antara lain infeksi pada kulit,seperti bisul dan furunkulosis; infeksi yang lebih serius, seperti pneumonia, mastitis, flebitis, dan meningitis; dan infeksi pada saluran urine. Selain itu,Staphylococcus aureus juga menyebabkan infeksi kronis, seperti osteomielitis dan endokarditis. Staphylococcus aureus merupakan salah satu penyebab utama infeksi. Staphylococcus aureus menyebabkan berbagai infeksi bernanah dan keracunan pada manusia. Impetigo atau bisul pada bayi baru lahir merupakan penyakit kulit akibat infeksi Staphylococcus yang paling sering terjadi . Impetigo sering terjadi pada anak-anak, biasanya disekitar hidung. Penyebaran penyakit ini cukup tinggi, terutama di daerah endemik. Infeksi Staphylococcus aureus menginvasi dan menyerang setiap bagian tubuh kita. Bakteri ini dapat ditemukan pada hidung, mulut, kulit, mata, jari, usus, dan hati. Bakteri ini akan bertahan dalam waktu yang lama di berbagai tempat. Staphylococcus aureus dapat tinggal sementara di daerah kulit yang basah dan dimiliki oleh 20-50% manusia. Anak-anak, penderita diabetes, tenaga kesehatan, dan pasien penyakit kulit biasanya beresiko tinggi mengalami infeksi Staphylococcus aureus. Ini disebabkan infeksi Staphylococcus aureus biasanya terjadi pada luka terbuka atau luka potong. Gejala yang ditimbulkan bervariasi, bergantung pada lokasi infeksi. Infeksi ini dapat menyebar ke jaringan tetangga terdekat, menyebar melalui pembuluh darah, ataupun menyebar ke organ-organ, seperti jantung dan ginjal. Penyebaran ke tempat-tempat tersebut
dapat menimbulkan indikasi yang mengancam jiwa. Pasien pengidap penyakit kronis seperti diabetes, hepatitis, kanker, atau gangguan ginjal, atau para pemakai narkoba sangat rentan terinfeksi bakteri ini.
Mekanisme Infeksi Infeksi Staphylococcus aureus dapat terjadi dengan mekanisme: (a) pelekatan pada protein sel inang; (b) invasi; (c) perlawanan terhadap sistem pertahanan inang; dan (d) pelepasan beberapa jenis toksin. Pelepasan beberapa jenis toksin Eksotoksin Proses infeksi Staphylococcus aureus akan menghasilkan berbagai jenis toksin yang bertanggung jawab atas gejala-gejala yang ditimbulkan selama infeksi berlangsung. Jenisjenis toksin yang dapat merusak membran sel inang telah dibahas pada invasi. Beberapa toksin tersebut dapat melisiskan eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Pelepasan α-toksin ke dalam sistem peredaran darah dapat menyebabkan renjat (shock). Superantigen Staphylococcus aureus menghasilkan dua tipe toksin yang memiliki aktivitas superantigen, yaitu enterotoksin yang memiliki enam tipe antigenik (SE-A, SE-B, SE-C, SED, SE-E, dan SE-G) dan sindrom renjat toksik (TSST-1). Gejala penyakit a Imetigo Impetigo adalah penyakit infeksi kulit yang menimbulkan bintil-bintil berisi nanah. b Folikulitis Folukilitis adalah infeksi superfisial pada folikel-folikel rambut dan mengeluarkan pustula berwarna putih. Tempat pustula-pustula itu tumbuh akan terasa gatal selama 1 sampai 2 hari sebelumnya. c Furunkel Furunkel adalah infeksi Staphylococcus aureus yang menginvasi bagian dalam dari folikel rambut. Furunkel merupakan peradangan yang disertai pembengkakan dan menyakitkan.Walaupun dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, infeksi ini lebih sering dijumpai di daerah wajah, leher, ketiak, dan anus. Furunkel dikenal dengan nama borok atau bisul. d
Karbunkel Karbunkel adalah radang di bawah kulit, yaitu kumpulan peradangan yang terikat satu dengan yang lain di bawah kulit. Karbunkel sering ditemukan di bagian belakang leher dan lebih banyak dijumpai pada pria dibandingkan pada wanita. e Hidradenitis Hidradenitis adalah infeksi pada kelenjar tertentu di wilayah ketiak dan alat genital. f Mastitis
Mastitis adalah infeksi pada payudara. Infeksi ini terjadi pada payudara ibu yang sedang menyusui melalui luka atau melalui puting payudara yang terluka. Infeksi ini menyebabkan luka yang menyakitkan. g Selulitis Selulitis adalah infeksi di bagian terdalam lapisan kulit. Walaupun jarang terjadi, infeksi ini cukup serius. Selulitis biasanya disebabkan oleh streptococcus dan hanya beberapa yang disebabkan oleh staphylococcus. Infeksi biasanya dimulai dari bengkak yang lunak, kemerahan di sekitar luka, kemudian secara bertahap menyebar ke jaringan terdekat. Garis merah yang memanjang dari daerah infeksi sampai kelenjar getah bening, yang juga dapat terinfeksi, membengkak 2-3 kali ukuran normal. Kondisi yang serius disebut limfadenitis. h Piomiositis Piomiositis adalah infeksi pada otot. Infeksi ini umumnya terjadi di daerah tropis. i Endokarditis Endokarditis adalah infeksi pada katup jantung. Infeksi ini dapat terjadi jika Staphylococcus aureus menyerang endokardium yang merupakan bagian paling dalam dari jantung. Kondisi ini menyebabkan kerusakan permanen pada jantung. Hal ini terutama terjadi pada pecandu narkoba yang menggunakan narkoba melalui injeksi intravena. j Osteomielitis Osteomielitis merupakan infeksi pada tulang dan pada otot-otot disekitar tulang. k Artritis Septik Artritis septik adalah infeksi Staphylococcus aureus yang menyebar ke pembuluh darah, tangan, kaki, dan punggung tempat abses kemudian berkembang. Bagian-bagian yang terinfeksi akan membengkak dan berisi nanah. Bila ini dibiarkan, bagian itu akan menjadi kaku. l Pneumonia Infeksi Staphylococcus aureus pada paru-paru dapat menyebabkan pneumonia. Pneumonia dapat timbul setelah seseorang menderita flu. m Sindrom kulit terbakar Sindrom kulit terbakar merupakan infeksi pada kulit yang mengelupas seperti terbakar. Sindrom ini sering menyerang bayi, anak-anak, dan penderita gangguan sistem kekebalan. Infeksi biasanya berupa keropeng yang terisolasi, yang menyerupai impetigo, dan terjadi didaerah yang tertutup popok atau disekitar pusar (pada bayi baru lahir). Pada anakanak berusia 1-6 tahun, sindrom diawali dengan sebuah keropeng dihidung atau telinga, diikuti dengan timbulnya daerah berwarna merah tua disekitar keropeng tersebut, dan membentuk lepuhan-lepuhan yang mudah pecah. n
Blefaritis Blefaritis adalah bentuk infeksi yang menyerang bagian tepi kelopak mata. Infeksi ini dapat juga menyebabkan mata merah dan bernanah. o
Paronikia Paronikia adalah jenis infeksi yang terjadi pada tepi-tepi kuku yang dapat menyebabkan peradangan dan kulit melepuh atau dipenuhi nanah.
p
Sindrom renjat toksik Sindrom infeksi ini menyebabkan demam tinggi, tekanan darah rendah, kulit terkelupas, dan kerusakan organ-organ tertentu. Sindrom ini dapat mengakibatkan kematian. Wanita yang menggunakan tampon berisiko terkena infeksi ini. q
Keracunan makanan Kondisi ini biasanya terjadi karena makanan yang dikonsumsi tercemar Staphylococcus aureus. Toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus dapat menyebabkan keracunan yang ditandai dengan gejala mual, muntah, kejang perut, dan diare.
Faktor-Faktor Virulensi pada Staphylococcus aureus Beberapa bakteri mengeluarkan bahan atau senyawa yang mendukung virulensinya, yang memiliki struktur khusus. Namun, pada beberapa mikroorganisme, komponen yang membuat virulensi tidak jelas dan tidak diketahui. Staphylococcus aureus membuat tiga macam metabolit, yaitu yang bersifat nontoksin, eksotoksin, dan enterotoksin. Metabolit nontoksin antara lain adalah antigen permukaan, koagulase, hialuronidase, fibrinolisin, gelatinosa, protease, lipase, tributirinase, fosfatase, dan katalase. Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin, diantaranya : 1.
Katalase Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses fagositosis. Tes adanya aktivitas katalase menjadi pembeda genus Staphylococcus dari Streptococcus. 2.
Koagulase Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena adanya faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim tersebut. Esterase yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan, sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis. 3.
Hemolisin Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis di sekitar koloni bakteri. Hemolisin pada S. aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta hemolisisn, dan delta hemolisisn. Alfa hemolisin adalah toksin yang bertanggung jawab terhadap pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni S. aureus pada medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia. Beta hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan Stafilokokus yang diisolasi dari hewan, yang menyebabkan lisis pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin adalah toksin yang dapat
melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba
4.
Leukosidin Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi perannya dalam patogenesis pada manusia tidak jelas, karena Stafilokokus patogen tidak dapat mematikan sel-sel darah putih manusia dan dapat difagositosis . 5.
Toksin eksfoliatif Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan matriks mukopolisakaridaepidermis, sehingga menyebabkan pemisahan intraepithelial pada ikatan sel di stratum granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyebab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang ditandai dengan melepuhnya kulit. 6.
Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST) Sebagian besar galur S. aureus yang diisolasi dari penderita sindrom syok toksik menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toksin ini menyebabkan demam, syok, ruam kulit, dan gangguan multi sistem organ dalam tubuh. 7.
Enterotoksin Enterotoksin adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana basa di dalam usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan, terutama pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein.
Pencegahan 40% hingga 50% manusia membawa Staphylococcus dalam tubuhnya sehingga potensi untuk menjadi pathogen dalam tubuh manusia sangat besar. Apalagi jika anda menyiapkan makanan dengan tangan. Anda juga harus berhati-hati. Enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus tidak bias mati dalam suhu dibawah 70°C. Jadi pastikan makanan anda matang sempurna. Penyakit akibat toksin bakteri Staphylococcus aureus dapat dicegah dengan menjaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan, tidak menggunakan baran-barang yang berpotensi terkena infeksi kulit secara bersama-sama, seperti handuk, sikat gigi dan pakaian.
Pengobatan Pengobatan terhadap infeksi S.aureus dapat dilakukan melalui pemberian antibiotik, yang disertai dengan tindakan bedah, baik berupa pengeringan abses maupun nekrotomi. Pemberian antiseptik lokal juga sangat dibutuhkan untuk menangani furunkulosis (bisul) yang berulang. Pada infeksi yang cukup berat, diperlukan pemberian antibiotik secara oral atau intravena, seperti penisilin, metisillin, sefalosporin, eritromisin, linkomisin, vankomisin, dan rifampisin. Akan tetapi saat ini penggunaan antibiotik telah menyebabkan terjadinya
resistensi bakteri S. aureus terhadap zat antibiotik seperti methicillin (Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus ‘MRSA’) sehingga dapat diberi antibiotic lainnya, seperti vankomisin, teicoplanin, dan linezolid. Namun, meningkatnya penggunaan antibiotik vankomisin telah membuat mekanisme resistensi dan berkurangnya sensitifitas pada S.aureus terhadap vankomisin. Hal ini diduga karena adanya perubahan dan pengaturan ulang dinding sel (VRSA) sehingga perlu diberikan antibiotik berspektrum lebih luas seperti kloramfenikol, amoksilin, dan tetrasiklin. Selain itu penelitian mengenai antibiotik alami yang terkandung didalam tanaman contohnya pada tanaman Binahong atau Andera cordifolia (Ten.) Steenis sedang dikembangkan. Flavonoid dalam Binahong dapat berfungsi sebagai antibakteri melalui pembentukan senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri S. aureus. Daftar Pustaka Jawetz, E., J.L. Melnick., E.A. Adelberg., G.F. Brooks., J.S. Butel., dan L.N. Ornston. 1995.Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20 (Alih bahasa : Nugroho & R.F.Maulany). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal. 211,213,215. Radji, Maksum. 2002. Buku Ajar Mikrobiologi, Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran: ESC. Russell, A.D. and I. Chopra, 1990. Understanding Antimicrobial Action and Resistance. England: Ellis Horword Limited. p.58,157-159 Ryan, K.J., J.J. Champoux, S. Falkow, J.J. Plonde, W.L. Drew, F.C. Neidhardt, and C.G. Roy. 1994.Medical Microbiology An Introduction to Infectious Diseases.3rd ed. Connecticut: Appleton&Lange. p.254. Warsa, U.C.1994.Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara. hal. 103-110.
View more...
Comments