Makalah Kurva Kesintasan Dan Laju Reproduksi

February 28, 2019 | Author: lutfi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Makalah Kurva Kesintasan...

Description

KURVA KESINTASAN DAN LAJU REPRODUKSI MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ekologi yang dibina oleh Prof. Dr. Ir Suhadi, M.Si dan Dr. Vivi Novianti, S.Si, M.Si

Oleh : Kelompok 7 Offering g 2016 Kharin Furaida Dwi Hafsari

(160342606293) (160342606293)

Krismonik Dwi Maulida

(160342606

Permata Windra Deasmara

(160342606241) (160342606241)

Riris Novia Azemi

(160342606286) (160342606286)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI MARET 2018

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya berupa kesehatan dan juga waktu sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Kurva Kesintasan dan Laju Reproduksi” dengan lancar dan tepat waktu. wakt u. Terima kasih kami ucapkan kepada Prof. Dr. Ir Suhadi, M.Si dan Dr. Vivi Novianti, S.Si, M.Si selaku dosen pembina mata kuliah ekologi kami. Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan dan juga sumber belajar mengajar di dalam perkuli ahan. Penulis

mengakui

makalah

ini

masih

banyak

kekurangan

karena

 pengalaman yang penulis miliki sangat kurang. Oleh karena itu i tu penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Malang, 19 Maret 2018

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL…………………………….…….……….……….. i KATA PENGANTAR……………………………….………………........ ii DAFTAR ISI…………………..................................................................   iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………………………………... 1 B. Rumusan Masalah……………………………………….......... 3 C. Tujuan Penulisan……………………………………………..... 3 D. Manfaat………………………………………...…………...…. 3 BAB II KAJIAN TEORI Kurva Kesintasan……………………………………………….. Laju Reproduksi……………………………………………….. BAB III PENUTUP A. Simpulan……………………………………………................. 16 B. Saran………………………………………………………….... 16 DAFTAR RUJUKAN……………………………………………............. 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia memiliki jumlah penduduk Indonesia adalah 300jiwa/km2. Tiap mahluk hidup berkembang biak untuk melestarikan jenisnya. Rentang waktu dari individu samapi terjadinya individu baru lagi disebut waktu ganda. Setiap mahluk hidup mempunyai naluri untuk mempertahankan jenisnya, tapi sebagai individu, kemampuan berkembang biak itu dibatasi oleh usia, kesehatan, dan faktor lain. Faktor pembatas yang menyebabkan perkembangbiakan tidak berjalan terus adalah daya dukung lingkungan seperti tempat dan sumber makanan. Laju  pertambahan jumlah populasi digambarkan dengan suatu grafik, maka grafiknya meupakan garis lengkung seperti hurif S yang disebut dengan kurva sigmoid (Dwidjoseputro, 1990) Komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk yang dibuat  berdasarkan pengelompokan penduduk dengan karakteristik yang sama antara lain menurut umur dan jenis kelamin. Komposisi penduduk menurut umur dikenal dengan struktur penduduk. Suatu wilayah dikatakan berstruktur muda bila kelompok umur di bawah 15 tahun lebih dari 35% dan kelompok umur di atas 65 tahun kurang dari 3%. Demikian sebaliknya dengan wilayah yang berstruktur tua (Darsono, 1995). Kepadatan

populasi ialah besarnya populasi dalam hubungannya dengan

suatu unit atau satuan ruangan. Perlu diingat bahwa perhitungan jumlah terlalu mementingkan arti organisme kecil, sedangkan biomassa terlalu membesarkan arti organisme besar, sedangkan komponen arus energi memberikan indeks yang lebih  baik untuk membandingkan populasi mana saja dalam ekosistem. Perubahan kepadatan populasi dipengaruhi oleh empat parameter primer dari populasi yaitu natalitas, mortalitas, imigrasi dan emigrasi. Ketika kita menanyakan mengapa  populasi meningkat atau menurun pada spesies tertentu, jawabannya adalah karena salah satu dari parameter ini berubah. Apabila natalitas dan imigrasi meningkat dalam populasi sedangkan emigrasi dan mortalitas menurun, maka

kepadatan populasi akan bertambah. Pertambahan jumlah organisme kedalam  populasi ini disebut laju kepadatan yaitu jumlah organisme atau individu yang  bertambah ke dalam populasi per satuan waktu. Jika N merupakan simbol untuk  jumlah organisme dan t merupakan simbol waktu (Elfisiur, 2010). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana hakikat demografi dalam ekologi? 2. Bagaimana hakikat kurva kesintasan dalam populasi? 3. Bagaimana hakikat laju reproduksi dalam populasi ?

C. Tujuan Untuk mengetahui dan memahami: 1. Hakikat demografi dalam ekologi 2. Hakikat dari kurva kesintasan dalam populasi 3. Hakikat laju reproduksi dalam populasi

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Demografika

Kajian demografi dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu uniregional dan multiregional. Demografi uniregional hanya menganalisis penduduk di satu wilayah tertentu. Sedangkan demografi multiregional lebih bersifat simultan, artinya antar daerah yang satu dengan lainnya-yang dihubungkan oleh arus migrasidianggap sebagai satu sistem yang saling berinteraksi. Untuk keperluan  perencanaan dan analisis yang berkaitan dengan demografi atau kependudukan salah

satunya

dapat

dipenuhi

melalui

proyeksi

penduduk

yang

dalam

 perhitungannya dapat dilakukan dengan dua pendekatan tersebut (Prihastuti, 2009). Tabel kehidupan, yaitu rangkuman spesifik usia pola kesistasan suatu  populasi. Para ahli ekologi populasi mengadaptasi pendekatan ini untuk mempelajari populasi-populasi bukan manusia. Cara terbaik untuk untuk menyusun tabel kehidupan adalah mengikuti nasib sebuah kohor (cohort), sekelompok individu yang berusia sama, mulai dari lahir hingga semua mati. Tabel kehidupan menggambarkan lama hidup,mortalitas, dan harapan hidup pada interval umur tertentu. 2.2 Kurva kesintasan

Analisis kesintasan atau dikenal sebagai analisis ketahanan hidup ( survival analysis) merupakan analisis statistika khusus yang membantu menganalisis suatu kasus yang tidak dapat diselesaikan dengan analisis statistika standar. Analisis ini digunakan ketika kasus berkaitan dengan waktu atau lama waktu hingga terjadi  peristiwa

tertentu

dan

kemungkinan

adanya

data

tersensor

merupakan

karakteristik khas yang membedakannya dengan analisis lain. Kurva kesintasan adalah grafik yang menunjukkan jumlah atau proporsi individu yang masih hidup pada setiap usia untuk spesies atau kelompok (misalnya laki-laki/jantan atau perempuan/betina) yang diberikan. Kurva

kesintasan dapat dibangun untuk  kohort yang diberikan (sekelompok individu dari sekitar umur yang sama) berdasarkan tabel kehidupan (Krebs, 2001). Menurut Pearl (1928) menyatakan bahwa terdapat tiga jenis umum dari kurva ketahanan hidup, diantaranya adalah 

Kurva tipe I ditandai dengan meningkatnya kelangsungan hidup secara signifikan ketika awal kehidupan dan diikuti dengan penurunan dalam ketahanan kemudian dengan

hidup hari.

kurva

denan

Spesies ini

menghasilkan

di

akan

keturunan

baik

dengan

 presentase untuk bertahan hidup

lebih

tinggi

dari

 pada spesies yang lainnya termasuk  manusia dan mamalia besar lainnya. 

Kurva tipe II adalah perantara antara tipe I dan tipe III, dimana angka kematian

rata-rata konstan

dialami

tanpa

memandang

usia.

Beberapa burung dan beberapa kadal mengikuti pola ini yaitu angka untuk  bertahan hidup relatif seimbang antara tingkat kematian dan bertahan hidupnya. 

Kurva tipe III, kematian terbesar dialami sejak awal kehidupan, dengan tingkat bertahan hidup yang relatif rendah

bagi mereka yang

masih

hidup. Jenis kurva ini memiliki karakteristik dari spesies yang menghasilkan sejumlah besar keturunan. Speasies dalam kurva ini sebagian

besar

adalah

invertebrata

laut.

Sebagai

contoh, tiram menghasilkan jutaan telur, tetapi kebanyakan larva mati karena predasi atau penyebab lainnya, larva yang bertahan hidup cukup lama untuk menghasilkan cangkang keras hidup relatif lama.

Kurva kesintasan pada umumnya menunjukkan jumlah atau proporsi organisme hidup diplot pada sumbu y dengan skala logaritma dimulai dengan 1.000

individu,

sementara

jangka

untuk

umur

mereka,

sering

sebagai

 proporsi umur maksimum diplot sumbu x.

(a) Hipotesis kurva kesintasan (nx). (b) Kurva kesintasan yang menunjukkan tipe yang berbeda-beda. Tipe 1 kurva menunjukkan  peningkatan nilai kematian, tipe 2 menunjukkan bahwa kurva konstan, sedangkan tipe 3 menunjukkna angka kematian tertinggi pada tahap awal kehidupan (Krebs, 2001)

Apabila diamati kembali tabel kehidupan, maka kurva kesintasan akan  berkesinambungan dengan tabel kehidupan. Tabel kehidupan sendiri merupakan salah satu dari keempat paramater yang menjelaskan tenang perubahan populasi. Tabel ini bertujuan untuk Menganalisa kemungkinan bertahan hidup suatu individu dalam suatu poulasi, Menentukan umur yang paling rentan mati, Menduga pertumbuhan populasi. Tabel kehidupan burung gereja pada Pulau Mandarte, British Columbia Age in

Observed no.

Proportion

 No.dying

Rate of

years (x)

Of birds alive

surviving at of

within age

mortality (qx)

(nx)

age interval x

interval x to

(lx)

x+1 (dx)

0

115

1,0

90

0,78

1

25

0,217

6

0,24

2

19

0,165

7

0,37

3

12

0,104

10

0,83

4

2

0,017

1

0,50

5

1

0,09

1

1,0

6

0

0,0

-

-

Dari tabel tersebut, kolom nx menunjukkan nilai bertahan suatu individu  pada umur x. Kolom ini sering digunakan untuk ditunjukkan dari cohort mulamula 1000 individu. Namun, beberapa ahli juga dapat mengatakan kolom lx yang digunakan untuk menunjukkan proporsi bertahan. Data nx atau lx diplot sebagai kurva kesintasan, dengan nilai nx yang menggunakan skala logaritma (Krebs, 2001).

Tabel yang menunjukkan kurva kesintasan untuk populasi manusia di United State pada tahun 1998. Kelompok awal yang diamati adalah 1000 individu baik  pria maupun wanita. Angka harapan hidup dari lahir untuk pria adalah 73 tahun, sedangkan untuk wanita adalah 80 tahun (Data dari U.S National Center for Health Statistics (dalam Krebs), 1999) 2.3 Laju Reproduksi

Fekunditas secara umum berarti kemampuan untuk bereproduksi. Dalam  biologi, fekunditas adalah laju reproduksi aktual suatu organisme atau populasi yang diukur berdasarkan jumlah gamet, biji, ataupun propagula aseksual. Dalam  bidang demografi, fekunditas adalah kapasitas reproduksi potensial suatu individu ataupun populasi. Fekunditas berada di bawah kontrol genetik maupun lingkungan dan merupakan ukuran utama kebugaran biologi suatu spesies. Biasa juga disebut umur spesifik laju kelahiran individu atau natalitas yang diukur dengan menhitung  jumlah total biji yang dihasilkan selama tiap interval umur dan dibagi dengan  jumlah individu yang hidup. Tabel kehidupan dan tabel kesuburan untuk menentukan konstribusi bagi  populasi di masa depan yang berkaitan dengan organisme betina disebut nilai reproduksi. Nilai reproduksi sangat penting untuk penyebaran populasi yang tidak stabil. Tabel kehidupan yang dikombinasikan dengan fekunditas dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat reproduksi bersih (R0), laju peningkatan geometrik

(l), waktu generasi (T), dan tingkat peningkatan per kapita (r). Selain tingkat kelangsungan hidup, ahli ekologi populasi lebih terkonsentrasi tentang pengaruh  besar lainnya pada kepadatan penduduk lokal dengan angka kelahiran. Pada mamalia dan organisme hidup lainnya, istilah angka kelahiran berarti jumlah anak yang dilahirkan per wanita dalam periode waktu tertentu. Ahli biologi populasi  juga menggunakan istilah kelahiran lebih umum untuk merujuk pada proses lain yang menghasilkan individu baru dalam populasi. Pada populasi burung, ikan, dan reptil, kelahiran biasanya dihitung sebagai jumlah telur yang diletakkan. Pada tanaman, jumlah kelahiran mungkin jumlah benih yang dihasilkan atau jumlah tunas yang dihasilkan selama reproduksi aseksual. Pada bakteri, kelahiran, atau reproduksi, tingkat diambil sebagai tingkat pembelahan sel.

Gambar 1. Perkiraan laju untuk tanaman tahunan: laju reproduksi (Molles, 2013) 2.3.1 Memperkirakan Harga untuk Tanaman Tahunan

Tabel 10.1 menggabungkan ketahanan hidup dengan produksi benih oleh tanaman tahunan P. drummondii. Kolom pertama x, mencantumkan interval usia dalam beberapa hari. Kolom kedua n x, berisi daftar jumlah individu dalam  populasi yang bertahan hidup untuk setiap interval usia. Kolom ketiga lx, daftar kesintasan yaitu proporsi dari populasi yang bertahan hidup untuk setiap usia x.

Kolom keempat mx, mencantumkan jumlah rata-rata benih yang dihasilkan oleh setiap individu dalam setiap interval usia, kolom kelima lx mx, adalah hasil dari kolom 3 dan 4. Kami sudah menggunakan data di kolom 3 (l x), untuk membuat kurva survivorship untuk spesies  P. drummondii.  Menggabungkan data survivorship tersebut dengan produksi benih untuk  P. drummondii,  mx, untuk menghitung tingkat reproduksi bersih R0. Perhitungan tingkat reproduksi mengasumsikan bahwa lx dan mx untuk setiap kelas usia dalam suatu populasi adalah konstan dan hasil populasi memiliki distribusi usia yang stabil. Pada  populasi dengan distribusi usia yang stabil, proporsi individu di masing-masing kelas usia adalah konstan. Secara umum, tingkat reproduksi bersih adalah jumlah rata-rata keturunan yang dihasilkan oleh individu dalam suatu populasi selama masa hidupnya. Dalam kasus tanaman tahunan  P. drummondii, tingkat reproduksi  bersih adalah jumlah rata-rata benih yang ditinggalkan oleh individu. dapat menghitung net tingkat reproduksi dari tabel 10.1 dengan menambahkan nilai di kolom terakhir. Hasilnya adalah: R0 = Σ lx mx = 2,4177 Untuk menghitung jumlah total benih yang diproduksi oleh populasi ini selama setahun penelitian, dengan cara dikalikan 2.4177 dengan 996, yang merupakan jumlah awal tanaman dalam populasi ini. Hasilnya, 2.408, adalah  jumlah benih yang populasi  P. drummondii  akan tahun berikutnya. Karena  P. drummondii memiliki reproduksi berdenyut, kita dapat memperkirakan tingkat di mana populasinya tumbuh dengan kuantitas yang dikenal sebagai tingkat geometrik peningkatan (l). Tingkat peningkatan geometrik adalah rasio ukuran  populasi pada dua titik waktu: λ = Nt+1 : Nt Dalam persamaan ini, Nt+1  adalah ukuran populasi pada beberapa waktu mendatang dan Nt adalah ukuran populasi pada beberapa waktu sebelumnya. Interval waktu t dapat sebagai tahun, hari, atau jam, tergantung interval waktu mana yang digunakan untuk menghitung kenaikan tingkat geometric untuk suatu  populasi organisme dan tingkat pertumbuhan populasinya. Menghitung (l) untuk  populasi P. drummondii, Interval waktu yang harus digunakan untuk perhitungan

adalah tahunan, Karena  P. drummondii  adalah tanaman tahunan, interval waktu yang paling berarti adalah 1 tahun. Jumlah awal, Nt,  P. drummondii  dalam  populasi adalah 996. Jumlah individu (biji) dalam populasi pada akhir tahun  penelitian adalah 2.408. Ini adalah nomor pada generasi berikutnya, yaitu N t+1. Oleh karena itu, peningkatan geometrik populasi selama periode penelitian ini adalah: λ = 2,408 : 996 = 2,4177 nilai 2,4177 adalah nilai yang sama yang didapatkan untuk R0. Tapi, sebelum menarik kesimpulan, perlu diketahui bahwa R0, yang merupakan jumlah keturunan per betina per generasi, tidak selalu sama dengan l. Dalam hal ini, saya menyamai R0 karena  P. drummondii adalah tanaman tahunan dengan reproduksi  berdenyut atau terus menerus. Jika suatu spesies memiliki generasi yang saling tumpang tindih dan reproduksi berkelanjutan, R0 biasanya tidak sama dengan nilai (l). Berapa lama menurut tanaman P. drummondii dapat terus bereproduksi  pada tingkat l, atau R 0 = 2,4177? Tidak lama, tergantung apakah organisme dengan generasi yang tumpang tindih. 2.3.2 Memperkirakan Tingkat Pada Generasi Tumpang Tindih

Populasi dari kura-kura lumpur  K. subrubrum, yang kematiannya diperiksa ternyata kontras dengan populasi  P. drummondii. Beberapa detail dari pola reproduksi kura-kura ini untuk menghitung tingkat reproduksi bersih populasinya. Sekitar setengah (0,507) terdapat sarang kura-kura setiap tahunnya dari betina yang melakukan reproduksi sekali dalam setahun. Namun, beberapa bereproduksi dua kali dan beberapa bahkan bersarang tiga kali selama setahun. Jumlah rata-rata sarang per tahun untuk penyu yang bersarang adalah 1,2 yang berarti 0,2 atau seperlima dari penyu-penyu menghasilkan sarang dua kali setiap tahun. Ukuran rata-rata, yaitu jumlah telur yang dihasilkan oleh betina bersarang adalah 3,17. Jadi, jumlah rata-rata telur yang dihasilkan oleh betina yang bersarang setiap tahun adalah 3,17 butir per sarang x 1,2 sarang per tahun = 3,8 telur per tahun.  Namun, ingat bahwa hanya separuh yang akan menetas menjadi betina dalam  populasi bersarang setiap tahun. Oleh karena itu, jumlah telur betina per tahun adalah 0,507 x 3,8 = 1.927 telur betina per tahun. Ini adalah rata-rata jumlah telur

 per betina. Rata-rata setengah dari telur ini akan berkembang menjadi jantan dan setengahnya menjadi betina. Namun, ahli biologi populasi umumnya melacak yang berkelamin betina dan lebih terkonsentrasi dengan produksi anak jenis  betina, dalam hal ini tidak perlu mempertimbangkan jenis kelamin individu dalam  populasi Phlox karena semua individu memiliki organ reproduksi jantan dan  betina. Karena rasio jenis kelamin pada populasi penyu ini adalah 1 jantan : 1  betina, kita mengalikan 1.927 dengan 0,50 untuk menghitung jumlah telur betina  per betina dewasa dalam populasi, yang sama dengan 0,96 telur betina. Ini adalah nilai yang tercantum di kolom 3 dari tabel 10.2

Gambar 2 laju reproduksi pada generasi tumpang tindih (Molles, 2013) Tabel 10.2 termasuk informasi tabel kehidupan yang digunakan untuk membangun angka pada Tingkat kelangsungan hidup yang konstan ditambah informasi fekunditas yang dihitung. Seperti pada populasi Phlox, jumlah lx mx, Σ lx mx memberikan perkiraan R 0, laju reproduksi bersih betina dala m populasi ini.

Dalam kasus ini, R 0 = 0,601. Kita dapat menafsirkan angka ini sebagai jumlah rata-rata anak jenis kelamin betina yang diproduksi oleh setiap betina dalam  populasi ini selama masa hidupnya. Jika angka ini benar, induk di populasi ini tidak menghasilkan cukup anak betina untuk menggantikan diri mereka sendiri. Tampaknya populasi ini akan menurun. Hasil tersebut masuk akal karena selama waktu penelitian ini dilakukan, wilayah Carolina Selatan di mana kehidupan  populasi penyu mengalami kekeringan yang parah. Selama kekeringan Teluk Ellenton sangat kering dari maksimum 10 ha perairan terbuka menjadi sekitar 0,05

ha.

Kecenderungan

populasi

kura-kura

lumpur

ini

tampaknya

menggambarkan penurunan kualitas lingkungan. Berapa nilai R 0 yang akan menghasilkan populasi penyu yang stabil? Dalam populasi yang stabil, R 0 akan menjadi 1,0, yang berarti bahwa setiap anak betina hanya akan menggantikan dirinya sendiri selama masa hidupnya. Pada populasi yang sedang tumbuh, seperti  populasi Phlox, R 0 akan lebih besar dari 1,0. Ekologi populasi juga tertarik pada  beberapa karakteristik populasi lainnya. Salah satunya adalah waktu generasi, T yang merupakan usia rata-rata reproduksi. Dapat menggunakan informasi dalam tabel 10.2 untuk menghitung waktu generasi rata-rata untuk penyu lumpur umum di Ellenton Bay: T =Σx lx . mx : R0 Dalam persamaan ini x adalah umur dalam beberapa tahun. Untuk menghitung T, hitung kolom terakhir dan bagi hasilnya dengan R 0. Hasilnya menunjukkan bahwa kura-kura lumpur umum di Ellenton Bay memiliki waktu generasi rata-rata 10,6 tahun. Mengetahui R0 dan T memungkinkan kita untuk memperkirakan r, tingkat peningkatan per kapita untuk suatu populasi: r = ln R0 : T (ln R 0 adalah logaritma natural dari R 0). Kita bisa menafsirkan r sebagai angka kelahiran dikurangi tingkat kematian: r = b - d. Dengan menggunakan metode ini, perkiraan tingkat peningkatan per kapita untuk populasi penyu lumpur umum di Ellenton Bay adalah: r = ln 0.601 : 10.6 = -0,05

 Nilai negatif pada r dalam kasus ini menunjukkan bahwa angka kelahiran lebih rendah daripada angka kematian dan populasi menurun. Nilai r lebih besar dari 0 akan mengindikasikan populasi yang tumbuh, dan nilai yang sama dengan 0 akan mengindikasikan populasi yang stabil. Meskipun ada cara untuk membuat  perkiraan r yang lebih akurat, metode ini cukup akurat untuk perkiraan generasi yang tumpang tindih. Dalam bagian ini telah dijelaskan bagaimana tabel kehidupan dikombinasikan dengan fekunditas sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat reproduksi bersih, R 0; tingkat geometrik peningkatan, l; waktu generasi, T; dan tingkat peningkatan per kapita, yang merupakan komponen fundamental dinamika populasi. 2.3.4 Perubahan Distribusi Spesies Dalam Menanggapi Pemanasan Iklim

Sebelumnya di bab ini, kami meninjau bagaimana distribusi latitud dari spesies Maple, Acer spp. dan Hemlock, Tsuga canadensis, bergerak ke arah utara. Amerika Utara sebagai respons terhadap perubahan iklim, mengikuti akhir  periode glasial terakhir. Diskusi tersebut juga merujuk secara singkat studi  berkelanjutan tentang bagaimana distribusi spesies merespons iklim yang cepat terbakar saat ini, dalam konteks subjek perubahan global yang luas. Disini kita tinjau beberapa studi yang telah mendokumentasikan pergeseran elevasi atau latitudinal rentang ratusan spesies selama abad terakhir pemanasan lingkungan (Chen et. al 2011). Mari kita mulai dengan Organisme yang dipelajari dengan baik yang telah memasuki diskusi kita, yaitu siput tanah,  Arianta arbustorum. Dalam bab ini, kami meninjau sebuah studi oleh Bruno dan Anette Baur (Baur dan Baur 1993) yang mendokumentasikan lokal kepunahan spesies ini di sekitar Basel, Swiss, di mana pulau panas perkotaan telah menghangatkan habitat yang pernah mendukung populasi siput. Studi Baurs juga menyediakan mekanisme potensial untuk menjelaskan kepunahan lokal tersebut akibat dari berkurangnya reproduksi. dalam percobaan yang dirancang untuk menguji infulence suhu pada reproduksi, Baurs mengamati tingkat penetasan telur  A. arbustorum yang disuling pada suhu serendah 22° C dan tidak ada penetasan telur pada suhu 25° C dan di atasnya. Bagaimana mungkin A. arbustorum menanggapi pemanasan iklim berskala besar?

The Baurs menjelajahi kemungkinan bahwa  A. arbustorum  dapat mengalihkan distribusinya ke ketinggian yang lebih tinggi di Swiss, ketika lanskap menghangat (Baur dan Baur 2013). Karena suhu udara rata-rata lebih rendah pada elevasi yang lebih tinggi, harapan mereka adalah bahwa spesies akan memindahkan distribusinya ke ketinggian yang lebih tinggi. Baurs melakukan penelitian mereka di Taman Nasional Swiss, yang didirikan di Pegunungan Alpen Timur pada tahun 1914 untuk melindungi ekosistem alami dari gangguan oleh manusia dan hewan domestik. Taman Nasional Swiss adalah tempat belajar yang ideal. Bekerja dalam kawasan lindung adalah penting, karena  banyak faktor lingkungan selain perubahan iklim dapat berpotensi mempengaruhi distribusi spesies, misalnya, gangguan habitat oleh aktivitas manusia. Elemen kunci penting lainnya untuk sebuah penelitian, seperti yang dirancang Baurs, adalah adanya informasi historis mengenai distribusi spesies. Karena persediaan spesies dibuat segera setelah pembentukan Taman Nasional Swiss, Baur memiliki dasar untuk menentukan apakah distribusi A. arbustorum telah berubah dari waktu ke waktu. Inventarisasi pertama dari kisaran elevasi  A. arbustorum  di taman itu dilakukan pada 1916-17, hampir satu abad sebelum studi Baurs. Namun, informasi penting lainnya untuk studi semacam itu adalah catatan cuaca jangka  panjang yang dapat diandalkan. Untungnya, data cuaca telah dikumpulkan pada suatu stasiun cuaca di tepi Taman Nasional Swiss, hanya 16 km dari lokasi  penelitian, sejak 1917. Catatan cuaca di stasiun menunjukkan bahwa selama  periode sejak studi awal A. arbustorum, suhu tahunan rata-rata di Taman Nasional Swiss telah meningkat 16°C, sementara curah hujan tidak berubah secara signifikan. The Baurs 'resurvey mengungkapkan peningkatan yang signifikan dalam  batas elevasi atas A. arbustorum sepanjang lereng di taman. Selama periode sejak survei populasi awal, batas elevasi rata-rata atas  A. arbustorum  di sepanjang delapan lereng gunung meningkat dari rata-rata 2.200 m pada tahun 1916-17 menjadi 2.361 m pada tahun 2011-12, meningkat pada ketinggian 164 m (gambar 10.23). Kesimpulannya, penelitian Baurs membuktikan peningkatan yang signifikan pada batas elevasi atas  A. arbustorum, spesies yang sensitif terhadap suhu hangat, selama satu abad pemanasan iklim.

 Namun menarik dan didokumentasikan dengan baik pola perubahan dalam distribusi  A. arbustorum  mungkin, hasil studi terbatas pada satu spesies. Bagaimana mungkin spesies lain di kawasan itu menanggapi pemanasan iklim? Pekerjaan kelompok penelitian lain menunjukkan peningkatan gerakan meluas oleh spesies di wilayah tersebut. Studi ini meneliti perubahan batas elevasi atas lebih dari 600 spesies tanaman, serangga, dan burung di Taman Nasional Hutan Bavaria di Jerman tenggara, yang terletak sekitar 400 km timur laut dari Taman  Nasional Swiss, tempat Baurs mempelajari A. arbustorurm (Bässler et al. 2013). Seperti halnya penelitian Baurs, peneliti memiliki akses ke data cuaca jangka  panjang di area studi mereka. Taman Nasional Hutan Bavaria juga dilindungi dari kebanyakan gangguan manusia dan batas ketinggian atas spesies di taman telah didokumentasikan pada tahun 1902-04, lebih dari satu abad sebelum Bässler dan rekan-rekannya melakukan studi mereka. Berbeda dengan banyak penelitian lain dimana di Eropa tengah dan utara Eropa (mis. Se Parolo dan Rossi 2008), tanaman tidak mengubah jarak elevasinya di Taman Nasional Hutan Bavaria.  Namun, 433 spesies serangga dalam penelitian ini meningkatkan batas ketinggiannya rata-rata 260 m, sementara 57 spesies burung tercatat rata-rata 165 m lebih tinggi dari sebelumnya. Hasil ini menunjukkan bahwa sejumlah besar spesies vertebrata dan invertebrata memperluas distribusi mereka dengan  pemanasan iklim.

Sekarang mari kita ubah respons elevasi elevasi terhadap perubahan rentang spesies latitudinal selama periode pemanasan baru-baru ini. Seperti perubahan elevasi, mendokumentasikan perubahan latitudinal bergantung pada ketersediaan survei dasar distribusi terdahulu. Salah satu dari sedikit tempat dengan catatan  jangka panjang distribusi latitudinal yang luas di wilayah geograpik yang luas adalah Inggris. Para peneliti telah mengambil keuntungan dari inventarisasi spesies nasional yang luas yang tersedia di sana untuk mempelajari apakah batas  jangkauan spesies telah berpindah ke utara di Kepulauan Inggris (Hickling et al. 2006). Dalam studi ini, Rachael Hickling dari Universitas York dan rekannya memperkirakan pergeseran latitudinal dalam distribusi 16 kelompok organisme mulai dari burung, mamalia, dan kupu-kupu ke laba-laba, capung dan kumbang tanah selama sekitar 25 tahun. Dari 329 spesies yang termasuk dalam analisis mereka, 275 atau sekitar 84%, telah menggeser rentang mereka ke bangsal utara, 52 telah pindah ke bangsal selatan, sementara distribusi 2 spesies tetap tidak  berubah. Pergeseran rata-rata distribusi spesies dalam penelitian ini berkisar antara 22 sampai 55 km. Gambar 10.24 menunjukkan gerakan latitudinal rata-rata dari empat kelompok taksonomi yang dipelajari dengan baik yaitu, kupu-kupu,  burung, mamalia, dan kumbang tanah, selama 25 tahun yang dicakup oleh  penelitian ini (lihat gambar 10.24). Hasil penelitian yang diulas di sini dan penelitian orang lain telah menunjukkan perubahan dalam distribusi populasi di suhu global selama abad yang lalu. Distribusi biota bumi berubah saat kita menonton.

DAFTAR RUJUKAN

Dwidjoseputro, D. 1990.  Ekologi Manusia Dengan Lingkungannya. Penerbit Erlangga, Jakarta. Darsono, Valentinus. 1995.  Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbitan Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Elfisiur. 2010.  Ekologi Populasi.  (Online). (http://ubi.com/2010/03/ekologi populasi.html), Diakses pada tanggal 19 Maret 2018. Krebs, C. J. 2001. Ecology 5th Edition. San Fransisco. Benjamin Cummings Inc. Molles Jr, Manuel C. 2013. Ecology:Concepts and Aplication 7 th edition. McGraw-Hill Education : New York. Pearl, R. 1928. The Rate of Living. New York. Knopf. Prihastuti, D. 2009.  Model Pertumbuhan Penduduk Lanjut Usia (Lansia) di  Indonesia dengan Pendekatan Multiregional. Jakarta.Perpustakaan UI.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF