Makalah - Krakteristik Lahan Basah

December 5, 2017 | Author: endala | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

SUNAGA...

Description

PENGENDALIAN LAHAN BASAH

KARAKTERISTIK LAHAN BASAH Kelompok 2 ARDIAN YOLANDA DHIKA FAZRIAN HENDRA RONNY TIGOR STG. TRIVIA ARISKA

1307112722 1307122912 1307122892 1307114602 1307113092

KELAS A 2016

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan paper “Karakteristik Lahan Basah” dalam rangka memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Pengendalian Lahan Basah. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, mengenai isi maupun pemakaian bahasanya, sehingga kami memohon kritikan yang bersifat membangun untuk penulisan lebih lanjut. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca serta menambah pengetahuan bagi kita semua, dan kiranya Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia – Nya kepada kita semua. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Pekanbaru, Februari 2016

Penyusun

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1 1.1. Latar Belakang...........................................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................1 1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................2 2.1.

Karakteristik Lahan Basah.....................................................................................2

2.2.

Jenis Lahan Basah................................................................................................4

2.2.1 Rawa........................................................................................................................ 4 2.2.2 Paya......................................................................................................................... 5 2.2.3 Gambut.................................................................................................................... 6 2.2.4 Riparian................................................................................................................... 7 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................9 3.1. Kesimpulan................................................................................................................9 3.2. Saran......................................................................................................................... 9

2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah merupakan wilayah yang strategis bagi Indonesia. Lahan basah yang dimaksud di sini adalah ekosistem rawa, termasuk rawa bergambut yang dipengaruhi oleh air tawar maupun payau. Berbagai definisi yang dikemukakan itu mengacu pada berbagai bentuk lahan basah yang beraneka, seperti rawa (swamp), Paya, Gambut, dan Riparian. Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem. Di atas lahan basah tumbuh berbagai macam tipe vegetasi (masyarakat tetumbuhan), seperti hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan bakau, paya rumput dan lain-lain. Margasatwa penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai dari yang khas lahan basah seperti buaya, kura-kura, biawak, ular, aneka jenis kodok, dan berbagai macam ikan; hingga ke ratusan jenis burung dan mamalia, termasuk pula harimau dan gajah. Pada sisi yang lain, banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan yang subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi lahan-lahan pertanian. Baik sebagai lahan persawahan, lokasi pertambakan. 1.2. Rumusan Masalah 1. Karakteristik Lahan basah yang perlu diketahui 2. Penjelasan mengenai Jenis-jenis Lahan Basah

1.3. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui Karakteristik Lahan Basah 2. Mengetahui Jenis-jenis Lahan Basah 3. Tugas Pengendalian Lahan Basah

1

BAB II PEMBAHASAN 2.1.

Karakteristik Lahan Basah

Lahan basah atau wetland (Ingg.) adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), paya, dan gambut. Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke dalam air tawar, payau atau asin. Tiap lahan basah tersusun atas sejumlah komponen fisik, kimia, dan hayati, seperti air, tanah, spesies tumbuhan dan hewan, serta unsur hara. Ciri-ciri yang berkaitan dengan komponen fisik, kimia dan hayati tidak sama antara lahan basah yang satu dengan yang lain (Notohanagoro, 1996). Suatu lahan dapat disebut lahan basah jika memenuhi salahsatu atau lebih dari tiga kondisi. Pertama, secara periodik terdapat tanaman air. Kedua, merupakan areal yang cukup basah dalam jangka waktu yang lama. Ketiga, secara permanen dalam keadaan jenuh. Notohanagoro (1996) menyatakan bahwa sistem lahan basah dapat berfungsi membersihkan air karena memiliki empat komponen asasi yaitu : 1.

2.

3.

4.

Vegetasi berfungsi menciptakan lingkungan tambahan bagi populasi mikroba, dan menjadi penghalang aliran air sehingga memudahkan pengendapan sedimen tersuspensi. Lapisan air berfungsi mengangkut bahan dan gas, menghilangkan hasil sampingan dan menyediakan lingkungan dan air bagi kelangsungan proses biokimia tumbuhan dan mikroorganisme. Tanah berfungsi mendukung kehidupan vegetasi, menyediakan hamparan permukiman reaktif dalam penyerapan ion dan permukaan untuk populasi mikroorganisme. Mikroorganisme berfungsi mengurai jasad patogen dan zat-zat pencemar.

Tiga karakteristik lahan basah: 1. Hidrologi : harus mengandung air, baik tergenang secara periodik atau terus menerus. Lahan selalu tergenang sekitar 18” dan tergenang lebih dari 7 hari selama masa pertumbuhan. 2. Tanah : harus selalu tergenang air, mengalami kondisi anaerob. Terdapat karakteristik khusus mengenai warna, struktur fisik, dan karakteristik kimia. 3. Tanaman (Vegetasi) : ketika hidup selalu membutuhkan air, akarnya bersifat anaerob, dapat beradaptasi dengan substrat yang selalu tergenang A.

Hidrologi

2

1.

2.

3.

B.

Lahan Basah Basin (Danau dan Kolam) 

Lahan basah yang selalu tergenang air



Fisik: aliran air vertikal (contoh: air hujan)



Periode penggenangan: Penggenangan lebih lama dari musim kering

Sungai 

Secara periodik mengalami penggenangan



Fisik: aliran air vertikal/horizontal.



Periode penggenangan: Penggenangan lebih singkat dari musim kering

Pantai/payau (mangrove dan padang lamun) 

Perbatasan antara daratan dan hutan



Fisik : aliran air vertikal dan horizontal



Periode penggenangan : pendek dan teratur.

Tanah

Tanah adalah campuran antara berbagai partikel mineral, udara, air, pelapukan batuan, organisme hidup dan mati. Komponen dasar tanah antara lain: pasir, tanah liat, dan lempung. Tanah terbentuk dari pelapukan batuan hingga menjadi partikel kecil. Hewan, serangga dan akar tanaman membantu proses pelapukan batuan. Bahan organik lain serta organisme yang mati membantu pelapukan. Tipe tanah : 1.

2.

3. 4.

C.

Tanah berpasir : mengandung mineral berukuran diameter 0,5 – 2 mm. Memiliki pengaliran air dan udara yang baik bukan tempat penyimpan air yang baik, sedikit tanaman yang bisa tumbuh. Tanah lempung : mengandung mineral berukuran diameter 0,002 – 0,05 mm. Tanah yang terbentuk dari mineral berkerangka dasar silikat. Memiliki sifat elastis yang kuat, menyusut saat kering dan memuai saat basah. Tanah liat : mengandung mineral berukuran diameter lebih kecil 0,002 mm. Tanah yang dapat menyimpan air dengan baik, tidak memiliki rongga udara. Tanah loam : terdiri dari jenis pasir, lempung dan liat yang pas. Tanah ini pas untuk pertumbuhan tanaman, mampu meyimpan air dengan baik.

Vegetasi

Kategori tumbuhan lahan basah : 1. 2. 3. 4. 5.

Obligate: 99% waktu hidupnya di lahan basah Fakultatif: 67%-99% waktu hidupnya di lahan basah Fakultatif Plants: 34-66% waktu hidupnya di lahan basah Fakultatif Upland: 67%-99% waktu hidupnya di lahan kering Obligate Upland Plants: 99% waktu hidupnya di lahan kering

Jenis tumbuhan lahan basah: 1.

Tumbuhan asli: akan menyediakan makanan dan habitat untuk hewan asli, menjaga ketersediaan gen lokal, dan ketersediaan gen.

3

2.

2.2.

Tumbuhan pendatang/asing: jenis tumbuhan yang bukan asli daerah tersebut dan sengaja didatangkan dengan berbagai cara. Bias menjadi tanaman penjajah karena tidak mendominasi ekosistem.

Jenis Lahan Basah

2.2.1 Rawa Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciriciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis. Definisi yang lain dari rawa adalah semua macam tanah berlumpur yang terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Rawa-rawa , yang memiliki penuh nutrisi, adalah gudang harta ekologis untuk kehidupan berbagai macam makhluk hidup. Rawa-rawa juga disebut “pembersih alamiah”, karena rawarawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau pencemaran lingkungan alam. Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lainlain, sehingga lingkungan rawa harus tetap dijaga kelestariannya. Rawa dibedakan menjadi dua; Hutan Rawa air tawar dan Hutan bakau 

Hutan rawa air tawar, atau banjir hutan, adalah hutan yang dibanjiri dengan air tawar, baik secara permanen maupun musiman. Mereka biasanya terjadi di sepanjang hilir sungai dan sekitar danau air tawar. Hutan rawa air tawar ditemukan di berbagai zona iklim, dari utara melalui beriklim sedang dan subtropis ke tropis. Di Cekungan Amazon Brazil, hutan banjir musiman dikenal sebagai sebuah várzea, penggunaan yang sekarang menjadi lebih luas untuk jenis hutan di Amazon (meskipun umumnya dieja varzea ketika digunakan dalam bahasa Inggris).Igapó, kata lain yang digunakan di Brazil untuk hutan Amazon banjir, juga kadang-kadang digunakan dalam bahasa Inggris. Secara khusus, varzea mengacu pada arung-hutan terendam, dan igapo untuk blackwater-hutan terendam. Hutan Rawa gambut, rawa hutan di mana tanah tergenang air mencegah puing-puing kayu dari sepenuhnya membusuk, yang dari waktu ke waktu menciptakan lapisan tebal gambut asam.



Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasangsurut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan

4

mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah;salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Luas dan Penyebaran Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999). Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan. Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.

2.2.2 Paya Paya atau disebut juga paya-paya adalah sejenis lahan basah yang terbentuk dari lapangan yang sering atau selalu tergenang oleh air. Paya adalah rawa dangkal yang terutama ditumbuhi oleh rerumputan seperti wlingi, mendong, gelagah, atau terna sejenis bakung, teratai dan sebangsanya. Terkadang ada, namun jarang, adalah tumbuhan berkayu yang lambat tumbuh. Lingkungan paya mungkin digenangi oleh air tawar, payau atau asin. Paya bisa jadi merupakan bagian dari ekosistem yang lebih besar, seperti mangrove atau hutan rawa gambut. Atau, merupakan wilayah ekoton (peralihan) antara danau, sungai dan hutan rawa air tawar. Wilayah yang berpaya-paya ini seringkali kaya akan jenis-jenis ikan, sehingga menjadi habitat yang penting bagi pelbagai margasatwa, terutama burung-burung merandai, bebek liar serta angsa liar. Juga berjenis-jenis buaya dan reptil lainnya seperti ular sanca dan anakonda.

5

2.2.3 Gambut Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama sepertibog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap dari bahasa daerah Banjar. Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m³, yang menutupi wilayah sebesar kuranglebih 3 juta km² atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi kirakira 8 milyar terajoule. Geografis Deposit gambut tersebar di banyak tempat di dunia, terutama di Rusia, Belarusia, Ukraina, Irlandia, Finlandia, Estonia, Skotlandia, Polandia, Jerman utara, Belanda, Skandinavia, dan di Amerika Utara, khususnya di Kanada, Michigan, Minnesota, Everglades di Florida, dan di delta Sungai Sacramento-San Joaquin di Kalifornia. Kandungan gambut di belahan bumi selatan lebih sedikit, karena memang lahannya lebih sempit; namun gambut dapat dijumpai di Selandia Baru, Kerguelen, Patagonia selatan/Tierra del Fuego dan Kepulauan Falkland. Sekitar 60% lahan basah di dunia adalah gambut; dan sekitar 7% dari lahan-lahan gambut itu telah dibuka dan dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian dan kehutanan. Manakala kondisinya sesuai, gambut dapat berubah menjadi sejenis batubara setelah melewati periode waktu geologis. Pembentukan gambut Gambut terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh terhambat pembusukannya, biasanya di lahan-lahan berawa, karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempat. Tidak mengherankan jika sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpih dan kepingan sisa tumbuhan, daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar, yang belum sepenuhnya membusuk. Kadang-kadang ditemukan pula, karena ketiadaan oksigen bersifat menghambat dekomposisi, sisa-sisa bangkai binatang dan serangga yang turut terawetkan di dalam lapisan-lapisan gambut. Gambut di Indonesia Luas lahan gambut di Sumatra diperkirakan berkisar antara 7,3–9,7 juta hektare atau kira-kira seperempat luas lahan gambut di seluruh daerah tropika. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.

6





Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai. Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.

2.2.4 Riparian Mintakat riparian atau wilayah riparian adalah zona peralihan antara sungai dengan daratan. Wilayah ini memiliki karakter yang khas, karena perpaduan lingkungan perairan dan daratan. Salah satunya, komunitas tumbuhan pada mintakat ini dicirikan oleh tetumbuhan yang beradaptasi dengan perairan, yakni jenisjenis tumbuhan hidrofilik; yang dikenal sebagai vegetasi riparian. Perkataan riparian berasal dari bahasa Latin ripa, yang berarti “tepian sungai”. Mintakat riparian bersifat penting dalam ekologi, pengelolaan lingkungan dan rekayasa sipil, terutama karena peranannya dalam konservasi tanah, keanekaragaman hayati yang dikandungnya, serta pengaruhnya terhadap ekosistem perairan. Bentuk fisik zona ini bisa bermacam-macam, di antaranya berupa hutan riparian, paya-paya, aneka bentuk lahan basah, atau pun tak bervegetasi. Istilah-istilah teknis seperti sempadan sungai dan kakisu (kanan-kiri sungai) mengacu kepada mintakat ini, meski pengertiannya tak sepenuhnya setangkup. Karakteristik dan fungsi Wilayah riparian bisa berbentuk alami atau terbangun untuk keperluan stabilisasi tanah atau rehabilitasi lahan. Mintakat ini merupakan biofilter alami yang penting, yang melindungi lingkungan akuatik dari sedimentasi yang berlebihan, limpasan air permukaan yang terpolusi, dan erosi tanah. Vegetasi di kanan-kiri sungai memiliki karakter yang khas, yang sering memperlihatkan pengaruh dan interaksi dengan lingkungan perairan yang dinamis. Banyak dari jenis

7

tumbuhan di wilayah riparian ini yang memencar dengan mengandalkan aliran air atau pergerakan ikan. Dari segi ekologi, fenomena ini penting sebagai salah satu mekanisme aliran energi ke dalam ekosistem perairan, melalui jatuhan ranting, daun dan terutama buah tetumbuhan ke air, yang akan menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan akuatik. Dari sudut sosial, kawasan riparian banyak menyumbang bagi nilai-nilai kehidupan masyarakat di sekitarnya. Wilayah tepian sungai yang bervegetasi baik sering dijadikan taman tempat bersantai dan berinteraksi bagi penduduk, terutama di perkotaan.Taman dan hutan kota semacam ini biasa dijadikan tempat rekreasi harian, bersepeda, memancing, berbiduk, dan lain-lain. Pemandangan sungai yang indah, juga di waktu malam di daerah perkotaan, menjadikan banyak restoran dibangun di tepian air.

8

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1. Kesimpulan 1. Tiap lahan basah tersusun atas sejumlah komponen fisik, kimia, dan hayati, seperti air, tanah, spesies tumbuhan dan hewan, serta unsur hara. 2. Tiga karakteristik lahan basah yaitu Hidrologi, Tanah, Tanaman (Vegetasi) 3. Jenis lahan basah yaitu Rawa, Paya, Gambut, dan Riparian.

3.2. Saran 1. Pelajari dan pahami Karakteristik Lahan Basah agar mudah dalam memahami karakteristik lahan basah tersebut 2. Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, oleh karena itu kita harus menjaga agar lahan basah tersebut tidak dirusak. 3. Melaporkan kepada pihak terkait jika melihat perusakan di daerah lahan basah.

9

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF