Makalah Kosmologi
March 31, 2018 | Author: dhyanar | Category: N/A
Short Description
kosmologi...
Description
MAKALAH FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN KOSMOLOGI
Disusun Oleh: Agung Setyadi Saputro
21100112140092
Clarista Angela
21100113130117
Dimas Wahyu
21100112140095
Dyatmico Pambudi
21100113130069
Kiflan Muzwar
21100112110017
Mei Dey Tiara
21100113120003
Mohammad Bagus Pranata
21100113130065
Octarosa Astri
21100112140024
Prihatono Dwi Mayoga
21100113140097
Rahmad Syafrizal Ginting
21100113120025
Wisnu Wijaya Jati
21100113140093
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
OKTOBER 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara terminologi, penciptaan alam dapat dipahami sebagai sebuah peristiwa ketika alam semesta atau jagat raya dan segala isinya ini muncul.Berbicara tentang alam semesta, tentu saja timbul sebuah pertanyaan bagaimanakah alam semesta ini berawal, kemana ia menuju bagaimana hukum yang menjaga tatanan dan keseimbangannya bekerja. Alam semesta itu ada seperti yang ketahui sekarang ini bukanlah tanpa suatu proses, akan tetapi alam semesta ini ada karena tercipta dan melalui proses yang begitu panjang. Kemajuan cara berpikir manusia membuat para ilmuwan merumuskan teori mengenai terbentuknya alam semesta. Bagaimana konsepsi para ilmuwan tentang penciptaan alam semesta, serta konsepsi itu berubah-ubah sepanjang sejarah,
bergantungpada
tingkat
kecanggihan
alat-alat
dan
sarana
observasinya, dan bergantung pada tingkat kemajuan fisika itu sendiri. Selama ratusan tahun para ilmuwan dan pemikir telah melakukan banyak penelitian tentang bagaimana terciptanya alam semesta ini dan hanya memunculkan sedikit sekali teori. Gagasan yang umum di abad ke-19 adalah gagasan para kaum materialis, yang menyatakan alam semesta ini merupakan kumpulan materi dengan ukuran tak hingga yang telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya seperti sedia kala yaitu tetap tidak berubah sama sekali. Selain menetapkan dasar berpijak bagi faham materialis bahwa alam semesta ini adalah tidak berawal dan tidak berakhir, pandangan ini juga menolak keberadaan sang pencipta (Allah). Dalam penggunaan modern oleh para ilmuwan, kosmologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang berupaya memahami struktur ruang-waktu dan komposisi alam semesta skala besar dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan alam.Ini berarti kosmologi memanfaatkan pengamatan rinci untuk memperoleh data dan memanfaatkan teori-teori fisika untuk menafsirkan data tersebut, serta mempergunakan penalaran matematika atau
penalaran logika lainnya yang terkandung dalam teori-teori tersebut untuk memperoleh pengetahuan lengkap mengenai alam semesta fisik.Oleh karena itu, penulis ingin membahas mengenai kosmologi dalam pandangan filsafat dan ilmu pengetahuan. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu: 1. Apa yang dimaksud dengan Kosmologi? 2. Bagaimana sejarah perkembangan Kosmologi? 3. Bagaimana Kosmologi dipandang dalam bidang filsafat? 4. Bagaimana Kosmologi dipandang dalam bidang ilmu pengetahuan? 1.3 Tujuan Masalah Adapun tujuan masalah dari makalah ini yaitu: 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kosmologi 2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan kosmologi 3. Untuk mengetahui kosmologi dalam bidang filsafat 4. Untuk mengetahui kosmologi dalam bidang ilmu pengetahuan 1.4 Manfaat Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai sumber informasi dan pembelajaran mengenai Kosmologi baik dalam bidang filsafat maupun ilmu pengetahuan.
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Kosmologi Kosmologi atau yang juga dikenal dengan philosophy of nature (filsafat alam semesta), secara etimologis berasal dari akar kata bahasa Yunani, yakni kosmos yang berarti “susunan atau keteraturan”; dan logos yang berarti “telaah atau studi” (Siswanto, 2005: 1). Sedangkan secara terminologis, Runes mendefinisikannya sebagai a branch of philosophy which treats of the origin and the structure of the universe (Runes, 1971: 60). Yaitu cabang filsafat yang membicarakan asal-usul dan struktur alam semesta. Louis Kattsoff mempergunakan istilah kosmologi dalam dalam dua pengertian, yaitu: pertama, penyelidikan filsafat mengenai istilah-istilah pokok yang terdapat dalam fisika, ruang, waktu, dan lain sebagainya. Kedua, praaggapan-praanggapan yang terdapat dalam fisika sebagai ilmu tentang jagat raya. Dan untuk membedakannya dengan ontologi, bidang ini disebut juga dengan ’filsafat fisika’ atau ’filsafat ilmu-ilmu alam’ (Kattsoff, 2004: 231-232). A. F. Taylor dalam elements of metaphysic (1924: 3-30), memerikan problem-problem kosmologi dalam beberapa aspek, yakni: ruang (space), waktu (time), gerak (motion),
jarak bintang (magnitude), gaya (force),
materi (matter), perubahan (change), interaksi (interaction),
bilangan
(number), kualitas (quality), dan kausalitas (causality). Dari deskripsi di atas, dapat disimpulkan istilah kosmologi secara umum memiliki pengertian sebagai berikut, yakni: pertama, ilmu tentang alam semesta sebagai sistem yang rasional dan teratur. Kedua, merupakan cabang ilmu pengetahuan, khususnya bidang astronomi yang berupaya membuat hipotesis mengenai asal, struktur, ciri khas, dan perkembangan alam fisik berdasarkan pengamatan dan metodologi ilmiah.Ketiga, ilmu yang memandang bahwa alam semesta sebagai keseluruhan yang integral; dan bagian dari alam semesta itu berdasarkan pengamatan astronomi,
merupakan suatu bagian dari keseluruhan tersebut.Keempat, secara tradisional kosmologi diposisikan sebagai cabang metafisika yang menelaah mengenai asal dan susunan alam semesta, penciptaan dan kekekalannya, vitalisme dan mekanisme, kodrat hukum, ruang, waktu, serta kausalitas. Analisis kosmologi mencoba mencari apa yang berlaku bagi dunia ini, dan ontologi berusaha mencari relasi-relasi dan diferensiasi-diferensiasi yang mungkin berlaku dalam dunia (Bagus, 2002: 499). Disiplin keilmuan kosmologi telah mengalami perkembangan pesat, seiring dengan perjalanan sejarah sebagaimana cabang keilmuan lain. Berawal dari tradisi pemikiran Yunani kuno, dipelopori oleh filsuf-filsuf alam, sampai kekinian kita, telah lahir pelbagai corak pemikiran kosmologi yang beragam sesuai dengan titik-pijak, orientasi, Ditelaah dari
dan perspektifnya.
watak dan karakternya, pemikiran kosmologi dapat
diklasifikasi dalam enam mainstream (arus besar) pemikiran yakni; spekulatif, ilmiah, kritik, matematis, baru (pasca-Einstein), dan sintesis. a. Kosmologi spekulatif Pemikiran kosmologi jenis ini dibangun atas dasar kerangka epistemologi yang menitikberatkan pada kemampuan kontemplasi yang bersifat spekulatif.Meskipun begitu, pada tahap pemikiran ini sudah dilakukan pengamatan langsung atau observasi dalam pengertian yang paling sederhana.Misalnya pandangan Demokritos yang menegaskan bahwa arkhe alam semesta ialah atom dan ruang kosong; ini jelas merupakan hasil olah nalar spekulatif murni. Sejarah menuturkan bahwa waktu itu belum ditemukan alat apa pun yang memungkinkan seseorang dapat mengetahui keberadaan atom dan ruang kosong. b. Kosmologi ilmiah. Kosmologi model ini bekerja dengan alat dan kerangka atau desain metode yang kerja dan produknya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. c. Kosmologi kritik. Model kosmologi yang lahir sebagai jawaban atas keberatan-keberatan terhadap kosmologi
spekulatif. Tokoh yang dikategorikan sebagai
pemikir kosmologi kritik ialah Emmanuel Kant, karena ia memiliki ciri
yang unik dan berbeda dengan model pemikiran kosmologi lain. Ia berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan kosmologi spekulatif dengan metode kritisisme. d. Kosmologi matematis. Merupakan pemikiran berdasarkan
asumsi
kosmologi
epistemologis
yang
fondasinya
ilmu-ilmu
dirancang
kealaman
seperti
astronomi, fisika, dan matematika. e. Kosmologi baru (pasca Einstein). Mayoritas ilmuwan mengatakan bahwa sesudah Albert Einstein mewariskan
prinsip-prinsip
kosmologi
matematis,
terjadi
debat
metodologis yang luar bisa. Dari debat tersebut justru kosmologi dianggap sebagai ilmu baru yang memberikan sumbangan cukup signifikan kepada perkembangan ilmu dewasa ini. f. Kosmologi sintesis. Model kosmologi yang mencoba membuat sintesis-sintesis baru atas dasar hasil penemuan ilmu-ilmu kealaman dengan mempertimbangkan keterangan-keterangan filsafat (Siswanto, 2005: 12-13). Perjalanan sejarah pemikiran kosmologi mengalami dinamisasi menuju kesempurnaan pengetahuan manusia tentang jagat raya. Proses dinamis ini, sesuai dengan epistemologi problem solving
Karl Popper
dengan metode falsifikasi, bahwa sifat kemungkinan salah dari ilmu mendorong manusia selalu belajar untuk maju (Taryadi, 1989: 32). Secara garis besar, berdasarkan pengertiannya kosmologi terbagi atas tiga hal yaitu:
a. Kosmologi Ilmiah Maksudnya adalah manusia berupaya membangun sebuah konsepsi kosmologi yang bersifat universal, yang ditopang oleh hasil penemuanpenemuan ilmu pengetahuan empiris. b. Kosmologi Filosofi Pemikiran ini dibangun melalui proses penciptaan argumentasi rasional agar proposi-proposi tentang eksistensi keadaan memiliki alasan kuat.
c. Kosmologi Keimanan Keyakinan manusia tentang suatu yang “mengada” di dunia berasal dari sumber yang tidak diragukan lagi.Misal : Kitab Suci. 2.2. Sejarah Pemikiran Kosmologi Empat ribu tahun sebelum masehi, bangsa Babilon terkenal memiliki keahlian dalam ilmu astronomi
yang membantu mereka memprediksi
gerakan-gerakan yang tampak mengenai bulan, bintang-bintang, dan planetplanet, serta matahari. Bahkan mereka bisa memprediksi terjadinya gerhana.Namun, sejarah mencatat bangsa Yunani kunolah yang pertama kali bisa membuat model kosmologi untuk menafsirkan gerakan-gerakan tersebut.Pada abad ke-4 SM, mereka memperkenalkan ide bahwa bintangbintang itu berada pada suatu permukaan bola yang berotasi di seputar Bumi setiap 24 jam.Sementara itu planet-planet, matahari, dan bulan bergerak di dalam ’eter’ di antara Bumi dan bintang-bintang. Aristoteles pada tahun 340 SM, dalam bukunya Mengenai Langit, mampu mengemukakan dengan baik dua argumen yang meyakinkan orang bahwa Bumi berbentuk sebuah bola bulat, bukannya piring datar. Pertama, ia menyadari bahwa gerhana Bulan disebabkan oleh Bumi yang berada antara bulan dan matahari. Kedua, dari perjalanan yang dilakukan orang Yunani, mereka tahu bahwa Bintang Utara tampak lebih rendah di langit bila pengamat berada lebih selatan (karena terletak di atas kutub Utara, Bintang Utara itu berada tepat di atas ubun-ubun seorang pengamat di Kutub Utara, dan di atas horiszon bila ia berada di Katulistiwa). Bahkan orang Yunani memiliki argumen ketiga, bahwa Bumi pastilah bulat. Kalau tidak, mengapa orang melihat terlebih dahulu layar kapal menyembul di cakrawala, baru kemudian lambungnya?(Hawking, 1994: 2). Model ini berkembang lebih jauh di abad-abad berikutnya, yang berpuncak pada sistem Ptolemeus di abad ke-2 M. Gerakan yang sempurna haruslah membentuk lingkaran-lingkaran.Oleh karena itu, bintang-bintang dan planet-planet, yang merupakan benda ruang angkasa, mestilah bergerak melingkar. Namun, untuk menegaskan gerakan yang rumit dari planet-
planet, diperkenalkanlah ide tentang
epicycle, yakni lingkaran pada
lingkaran. Nicholas Copernicus, seorang imam Polandia pada abad ke-16 M, mengembangkan sebuah model pemikiran yang beranggapan bahwa Bumi dan planet-planetlah yang bergerak melingkar mengitari Matahari, tetapi data pengamatan pada saat itu memihak pada sistem Ptolemeus. Penolakan terhadap pandangan Copernicus itu bukan tanpa alasan.Tycho Bhrahe seorang astronom terkemuka pada abad ke-16 M, menyadari bahwa Bumi mengitari Matahari, maka posisi bintang-bintang haruslah berbeda kalau diukur dari posisi yang berbeda-beda dari orbit bumi.Tetapi tanda-tanda pergesaran posisi itu, yang disebut paralaks, tidak terlihat pada kala itu. Jadi, hanya ada dua probabilitas: Bumi dalam keadaan diam, atau bintang-bintang berada pada jarak yang amat jauh sehingga paralaks tidak terindera. Kala teleskop ditemukan pada abad ke-17 M, dengan bantuan alat ini ide Ptolemeus runtuh. Lewat perantara alat penglihatan jarak-jauh tersebut Galileo menemukan bulan-bulan yang bergerak mengitari Jupiter Pada saat yang sama Kepler, yang merupakan asisten Tycho Brahe, menemukan ide kunci untuk membangun model heliosentris: bahwa planetplanet bergerak mengitari Matahari pada lintasan elips, bukan lingkaran sempurna. Kelak Newton menjelaskan bahwa gerakan eliptik bisa dipahami berdasarkan hukum grafvitasinya, yakni gaya berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Namun, kemiskinan data observasi tentang paralaks tersebut mewajibkan bahwa bintang-bintang berada pada jarak yang teramat jauh dari Matahari.Jagat raya menjadi seperti lautan yang sangat luas berisi bintang-bintang.Dengan bantuan teleskop, Galileo menemukan 7.000 bintang baru yang tak terlihat secara kasat mata. Di abad ke-19 M, seorang ahli astronomi dan matematika Bassel akhirnya mampu mengukur Jarak ke bintang-bintang paralaks.Bintang terdekat (selain Matahari) terukur pada jarak sekitar 25 juta mil (sebagai bandingan, matahari berjarak 93 juta mil dari Bumi).Mayoritas dari bintang yang mampu kita lihat termasuk dalam galaksi Bima Sakti—pita terang
yang tersusun atas bintang-bintang yang merentang di langit pada malam hari.Kemudian pada 1920, seorang ahli astronomi Amerika, Hubble, menunjukkan bahwa selain Bima Sakti masih banyak galaksi-galaksi yang berukuran serupa.Hubble juga membuat penemuan yang mengagumkan bahwa galaksi-galaksi tersebut bergerak menjauhi kita dengan kecepatan yang sebanding dengan jaraknya terhadap kita.Hal ini bisa dimaklumi sebagai akibat alami dari teori relativitas umum yang ditemukan kemudian pada tahun 1915 oleh Einstein; bahwa alam semesta memuai. Benda-benda memiliki kecenderungan berkumpul dan menyatu sebagai akibat gaya (tarik-menarik) gravitasi sehingga mustahil alam semesta statis. Tetapi, Einstein memaklumi bahwa dia bisa menambahkan konstanta ke dalam rumusan matematikanya untuk menyeimbangi gaya tarik gravitasi. Jika ini benar, maka galaksi-galaksi akan tetap dalam keadaan terpisah. Setelah diketahui bahwa alam semesta itu memuai, Einstein menyatakan bahwa upayanya untuk menambahkan konstanta kosmologi merupakan kesalahan besar. Seorang ahli matematika Rusia pada tahun 1917, yakni Friedmann menyadari bahwa persamaan matematika Einstein dapat menjelaskan pemuaian alam semesta.Rumusan ini berimbas bahwa jagat raya pernah lahir suatu saat, sekitar 10 ribu juta tahun yang lalu dan galaksi-galaksi masih bergerak menjauh dari kita sejak kala itu.Problemanya ialah, sesungguhnya alam semesta itu sendiri, diciptakan hanya pada sesaat saja. Ahli Astronomi Inggris fred Hoyle, menjuluki peristiwa penciptaan itu dengan ’Big Bang’ (Dentuman Besar). Terdapat model pemikiran alam semesta tandingan diajukan oleh Bondi, Gold, dan Hoyle. Teori tersebut disebut ’Teori Keadaan Ajeq Steady’, berusaha menjelaskan pemuaian jagat raya. Teori ini memerlukan penciptaan materi secara terus-menerus untuk mengasikan galaksi-galaksi baru ketika alam semesta memuai.Hal ini bisa memberikan jaminan bahwa alam bisa memuai, tetapi tetap tidak berubah terhadap waktu.Selama bertahun-tahun, persoalan apakah alam semesta kekal dan tidak berubah,
atau hanya ada dalam kurun waktu yang terbatas hayalah dipandang sebagai isu akademis belaka.Tetapi, pukulan terhadap model keadaan lunak terjadi pada tahun 1965 ketikan Penzias dan Wilson menemukan radiasi kosmik bergelombang mikro. Sejak tahun 1970, mayoritas ahli astronomi menerima ’Big Bang’ dan memulai pertanyaan-pertayaan khusus yang juga radikal.Teori relativitas umum memberi tahu bahwa materi melengkungkan kurva ruang-waktu. Manusia baru mulai menemukan jawaban sebagian pertanyaan tersebut.Radiasi kosmik memainkan peran penting dalam memberikan gambaran tentang jagat raya sekitar seratus ribu tahun setelah ’Big Bang’.Pengamatan terhadap radiasi kosmik ini dilakukan lebih jauh oleh NASA.Pada tahun 1992, stelit NASA yang khusus dirancang untuk mendeteksi radiasi kosmik.Ternyata ada fluktuasi temperatur sebersar 1/100 ribu dalam radiasi ini.Ini memberi petunjuk tentang benih-benih ’sesuatu’ yang darinya galaksi tercipta. Sejak awal 1980-an terjadi lonjakan perhatian terhadap peristiwa fisika di awal kelahiran alam semesta. Tekhnologi baru dan percobaan satelit, seperti teleskop ruang angkasa Hubble, telah mengantarkan manusia pada gambaran dan sketsa alam semesta yang lebih komperhensif.Dan model baru pun berkembang dengan bertumpu pada ideide terakhir di bidang relativitas dan fisika partikel (Mizan & CIMM, 2000: 47-49).
2.3. Kosmologi Filsafat Istilah “kosmologi” (cosmology) dipakai pertama kali oleh Christian von Wolff dalam bukunya “Discursus Praeliminaris de Philosophia in Genere” tahun 1728, dengan menempatkannya dalam skema pengetahuan filsafat sebagai cabang dari “metafisika” dan dibedakan dengan cabangcabang metafisika yang lain seperti “ontologi”, “teologi metafisik”, maupun “psikologi metafisik” (Munitz, dalam Edward, ed., 1976: 237). Dengan
demikian, sejak “klasifikasi Christian”, “kosmologi” dimengerti sebagai sebuah cabang filsafat yang membicarakan asal mula dan susunan alam semesta; dan dibedakan dengan “ontologi” atau “metafisika umum” yang merupakan suatu telaah tentang watak-watak umum dari realitas natural dan supernatural; juga dibedakan dengan “filsafat alam” (The philosophy of nature) yang menyelidiki hukum-hukum dasar, proses dan klasifikasi objekobjek dalam alam (Runes, 1975: 68-69). Dalam tradisi pemikiran Barat (Yunani, Eropa), perkembangan pemikiran kosmologi filsafat berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran filsafat Barat. Tonggak perubahan dari perenungan tentang “kosmos” berpindah pada perenungan tentang “manusia”, dimulai oleh kaum Sofis pada Abad ke 5 Sebelum Masehi (Hatta, 1964: 2). Beberapa fakta tentang kosmologi filsafat yaitu: 1. Topik utama kosmologi filsafat menurut Hegel adalah tentang “kontingensi” (kemestian yang merujuk pada “hukum”), “kepastian”, “keabadian”, batas-batas dan hukum formal dunia, kebebasan manusia, dan asal mula kejahatan. Namun rata-rata filsuf hanya mempersoalkan hakikat dan hubungan antara ruang dan waktu, dan persoalan tentang hakikat kebebasan dan asal mula kejahatan sebagai materi telaah di luar bidang kosmologi (Runes, ed, 1975: 69). Secara umum bangunan pemikiran kosmo-logi filsafat berpijak pada prinsip-prinsip ilmu ataupun dalil-dalil metafisis, sehingga pada satu sisi berkaitan dengan fakta-fakta empiris, pada sisi lain berhubungan dengan kebenaran metafisis tertentu. Dengan demikian dari pijakan ini mudah dilihat bahwa kosmologi filsafat memiliki nilai bila dia mampu memberi kerangka pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa alami/kodrati, batas-batas dan “hukum” ruang-waktu “dunia”, dan bagaimana “keterbatasan manusiawi” tersebut mampu “diatasi”. 2. Secara historis perkembangan kosmologi filsafat (barat) dimulai dari filsuf-filsuf alam pra Sokratik, yang kemudian persoalan-persoalannya oleh Plato dalam “Timaeus” dan oleh Aristoteles dalam “Physics” disistematisir dan diperluas. Secara umum kosmologi filsafati di
Yunani , dengan berbagai varian pemikiran, sepakat bahwa ruang jagad raya ini terbatas dan di bawah pengaruh hukum-hukum yang tidak dapat dirubah, yang memiliki ketentuan dan irama tertentu. Perkembangan berikut, pada Abad Tengah, mulai diperkenalkan konsep-konsep “penciptaan” dan “kiamat”, “keajaiban” dan “pemeliharaan” oleh Tuhan dalam kosmologi. Seirama dengan perkembangan ilmu empiris, kosmologi filsafat jaman modern sebagaimana dikemukakan oleh Descartes, Leibniz, maupun Newton mengalihkan kecenderungan yang muncul pada Abad tengah kepada corak pemikiran yang lebih dekat dengan pemikiran Yunani. Bahkan sejak Immanuel Kant, telaah kosmologi filsafati selalu dalam kaitan dengan isue-isue metafisika. Secara sistematis, kosmologi filsafat dibedakan dalam empat kelompok varian besar dengan dasar pengelompokan: 1. Berpijak dari keyakinan ontis bahwa hakikat dunia itu “jamak” ataukah “tunggal” (monisme, pluralisme). 2. Kedudukan manusia dalam kosmis (subjektivistis, objektivistis). 3. Esensi dan substansi manusia dengan esensi dan substansi dunia yang lain (penonjolan “perbedaan” antara esensi dan substansi manusia dengan esensi dan substansi dunia yang lain pada: Husserl, Scheler, Hartman, dan Heidegger; pengutamaan pada “kesamaan” antara esensi dan substansi “pengkosmos-pengkosmos” pada: panpsikisme dan Whitehead). 4. pendekatan sintesis (Bergson, Theilard de Chardin, dan kosmologi Pancasila) (Bakker, 1995: 42-52) Secara sistematis, perspektif-perspektif kosmologi metafisis tentang “waktu”, sebagaimana banyaknya varian pendekatan dalam kosmologi, secara garis besar dapat dipilah dalam empat kelompok, yakni: 1. Subjektivisme yang menyatakan bahwa waktu merupakan sesuatu yang tidak nyata, hanya bersifat subjektif-individual. Pemikiran yang demikian dianut oleh Parmenides, Zeno, Budhisme, Advaita Vedanta, Descartes, Leibniz, Locke, Hume, Berkeley, Fichte, Scheling, Hegel, Kant, Morris Schlick, Reichenbach, dan Carnap).
2. Realisme Ekstrem yang menyatakan bahwa waktu merupakan realitas absolut yang universal, tidak mempunyai kesatuan yang intrinksik dan hanya menunjukkan urutan-urutan murni. Kosmologi yang demikian dapat ditemukan pada kosmologi Indonesia/ Jawa, Jaina, Nyanya, Vaiseshika, Gassendi, Newton, Clarke, Whitehead, dan Alexander. 3. Realisme lunak, yang menyatakan bahwa waktu merupakan aspek perubahan yang nyata, sekalipun dihasilkan oleh subjek yang berabstraksi. Corak kosmologi yang demikian nampak pada pemikiran Aristoteles, Agustinus, Thomas Aquinas, Einstein, dan kosmologi Pancasila. 4. Subjektivisme lunak yang menerima waktu sebagai suatu yang heterogen sebagaimana dikemukakan oleh Bergson, atau sebagai dimensi historis dari pribadi, sebagaimana diyakini oleh eksistensialisme (Bakker, 1995: 111-116). Dari “peta kosmologi” di atas, terlihat bahwa tradisi kosmologi timur paling dominan diwarnai oleh subjektivisme dan realisme ekstrem. 2.4. Kosmologi Ilmu Pengetahuan Selain dipakai dalam khasanah pemikiran filsafat, istilah “kosmologi” juga dipakai dalam lingkup ilmu empiris, yakni dikenali sebagai ilmu yang menggabungkan hasil-hasil pengamatan astronomis dengan teori-teori fisika dalam rangka menyusun hal-hal astronomis atau fisis dari alam semesta dalam suatu kesatuan dengan skala yang besar (Munitz, dalam: Edward, ed, 1976: 238). Kosmologi ilmiah (scientific cosmology) lebih berpijak pada suatu studi empiris tentang gejala-gejala astronomis.Upaya-upaya yang selalu dilakukan adalah membuat model-model “alam semesta” atas dasar penemuan-penemuan observatorial oleh para astronom.Dengan demikian sangat berbeda dengan “kosmologi filsafat” yang murni konsepsional dan merupakan analisis kategorial yang dilakukan secara “spekulatif” oleh para filsuf. Adapun kajian filosofis terhadap “kosmologi ilmiah” merupakan subbagian dari kajian “filsafat ilmu”, dengan fokus telaah pada aspek-aspek
metodologis dan epistemologis bangunan “kosmologi ilmiah” sebagai “ilmu”. Kosmologi bukan astronomi yang membagi-bagi seluruh alam semesta menjadi galaksi, bintang, planet, bulan, lalu menelaahnya satu demi satu. Kosmologi memadukan semua cabang dan ranting pohon ilmu pengetahuan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai alam semesta. Kosmologi menelaah ruang dan waktu, menyelidiki asal-usul semua materi pengisi alam, mempelajari peristiwa kosmis penting, termasuk asal mula kehidupan dan kemungkinan perkembangan kecerdasan. Masalah yang dihadapi para kosmolog modern adalah mempersatukan sifat-sifat alam semesta teramati untuk memperoleh model-model alam semesta yang akan mendefinisikan struktur dan evolusinya. Model alam semesta menjadi sarana yang dibangun manusia untuk memperoleh gambaran mengenai alam semesta yang demikian luas.Model ini dibentuk dengan bertumpu pada data empiris dan teori-teori fisika.Model alam semesta pun senantiasa diujikan. Hasil-hasil amatan baru atau teori-teori baru akan mengubah model alam semesta dari waktu ke waktu. Teori tentang terbentuknya alam semesta terlah terjadi perhatian para astronom sejak lama. Hal ini diungkapkan melalui apa yang diketahui tentang ruang angkasa, bintang, galaksi, nebula, komet, planet dan sebagainnya. Sampai saat ini ada dua teori yang mencoba menerangkan bagaimana alam semesta terbentuk. 1. Teori “Big-Bang” Teori Big Bang (terjemahan bebas: Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar) dalam kosmologi adalah salah satu teori ilmu pengetahuan yang menjelaskan perkembangan dan bentuk awal dari alam semesta. Menurut teori ini, alam semesta semual berwujud sebagai gumpalan sangat padat dan besar dari sekelompok atom.Gumpalan ini meledak yang menghasilkan panas sampai 100 miliar Celcius, dan dari ledakan inilah terbentuknya berbagai maca kosmos, benda alam.Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini terbentuk dari ledakan
mahadahsyat yang terjadi sekitar 13.700 juta tahun lalu.Ledakan ini melontarkan materi dalam jumlah sangat besar ke segala penjuru alam semesta.Materi-materi ini kemudian yang kemudian mengisi alam semesta ini dalam bentuk bintang, planet, debu kosmis, asteroid/meteor, energi, dan partikel lainnya dialam semesta ini. Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang.Ia mengatakan bahwa setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta.Bukti yang ’seharusnya ada’ ini pada akhirnya diketemukan.Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja.Radiasi ini, yang disebut ‘radiasi latar kosmis’, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa.Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang.Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan mereka. Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit COBE (Cosmic Background Explorer).COBE ke ruang angkasa untuk melakukan penelitian tentang radiasi latar kosmis.Hanya perlu 8 menit bagi COBE untuk membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson.COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam semesta.Dinyatakan sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan teori Big Bang. Bukti penting lain bagi Big Bang adalah jumlah hidrogen dan helium di ruang angkasa. Dalam berbagai penelitian, diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta bersesuaian dengan perhitungan teoritis konsentrasi hidrogen-helium sisa peninggalan peristiwa Big Bang. Jika alam semesta tak memiliki permulaan dan jika
ia telah ada sejak dulu kala, maka unsur hidrogen ini seharusnya telah habis sama sekali dan berubah menjadi helium. Segala bukti meyakinkan ini menyebabkan teori Big Bang diterima oleh masyarakat ilmiah.Model Big Bang adalah titik terakhir yang
dicapai
ilmu
pengetahuan
tentang
asal
muasal
alam
semesta.Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat. 2. Teori Steady State Teori steady state atau teori pemantapan kelangsungan yang menyatakan bahwa unsur atom baru masih akan membentuk secara terus menerus di alam semesta. Unsur ini sebagai debu mengalami gerakan melingkar berputar-putar sampai terbentuknya galaksi baru. Jadi alam semesta terus menerus akan mengalami pembentukannya sepanjang masa, sehingga teori ini mempercayai bahwa alam semesta sekarang ini sama halnya dengan jutaan tahun yang lewat, dan akan sama keadaanya jutaan tahun yang akan datang. Oleh karena itu pengikut teori ini tidak mempercayai akan berakhirnya alam semesta. Para astronom akan tetap mempelajari lebih lanjut dan akan menghasilkan
teori
baru
tentang
terbentuknya
alam
semesta
(kosmogenesis) (Ronan dalam Anon 1973). Pada akhirnya teori ini mempercayai bahwa segala sesuatu di alam semesta mengalami tatanan atau hukum alam yang pasti sehingga akan terjadi kelangsungan dinamika keadaan alam sesuai dengan kehendak Tuhan yang menciptakannya. Manusia berkewajiban dengan rasio dan intuisi (kata hati) untuk mengikuti dengan kearifan dan keikhlasan akan adanya segenap kenyataan yang dihadapi dengan pendekatan nisbi atau relative. Pada pertengahan abad ke-20 seorang materialis, astronom terkemuka asal Inggris Fred Hoyle mengemukakan suatu teori yang disebut dengan teori “Steady State” yang mirip dengan teori alam semesta tetap abad ke-19.Teori ini menyatakan bahwa alam semesta
berukuran tak hingga dan kekal sepanjang masa, tujuannya adalah untuk mempertahankan faham materialis. Menurur H. Bondi, T. Gold, and F. Hoyle mengatakan bahwa alam semesta tidak ada awalnya dan tidak ada akhirnya. Alam semesta selalu terlihat tetap seperti sekarang.Materi secara terus menerus datang berbentuk atom-atom hidrogen dalam angkasa (space) yang membentuk galaksi baru dan mengganti galaksi lama yang bergerak menjahui kita dalam ekspansinya.
Materialisme adalah sistem pemikiran yang
meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi.Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham Materialisme dialektika Karl Marx.
BAB III KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari isi makalah ini yaitu: a. kosmologi secara umum memiliki pengertian ilmu tentang alam semesta sebagai sistem yang rasional dan teratur. b. Sejarah pemikiran kosmologi dimulai pada empat ribu tahun sebelum masehi, bangsa Babilon terkenal memiliki keahlian dalam ilmu astronomi yang membantu mereka memprediksi gerakan-gerakan yang tampak mengenai bulan, bintang-bintang, dan planet-planet, serta matahari yang terus berkembang hingga kini c. kosmologi dimengerti sebagai sebuah cabang filsafat yang membicarakan asal mula dan susunan alam semesta; dan dibedakan dengan “ontologi” atau “metafisika umum” yang merupakan suatu telaah tentang watakwatak umum dari realitas natural dan supernatural; juga dibedakan dengan “filsafat alam” (The philosophy of nature) yang menyelidiki hukumhukum dasar, proses dan klasifikasi objek-objek dalam alam d. Kosmologi ilmu pengetahuan dikenal sebagai ilmu yang menggabungkan hasil-hasil pengamatan astronomis dengan teori-teori fisika dalam rangka menyusun hal-hal astronomis atau fisis dari alam semesta dalam suatu kesatuan dengan skala yang besar
DAFTAR PUSTAKA Matutu, H. Mustamin Dg. Kosmologi Ala Stephen Hawking c.s. Mengandung Fiksi, Kontradiksi,
dan
Inkonsistensi
(diambil
dari
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/10/27/0032.html) Muslih, Muhammad.2004.Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Belukar
Purnama, Heri. 2008.Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta: Rineka Cipta Suhartono, Suparlan.2005.Filsafat Ilmu Pengetahuan.Yogyakarta:Ar-Ruzz
Tjasyono HK, Bayong. 2009. Ilmu Kebumian dan Antariksa, Bandung: Rosda Biorgapi Stephen hawking, http://scienceworld.wolfram.com/biography/Hawking.html dalam eljabar.blogspot.com
View more...
Comments