Makalah Konflik Dan Negosiasi
December 8, 2018 | Author: Arbi Ghazali | Category: N/A
Short Description
tentang konflik dan negosiasi...
Description
Makalah Konflik dan Negosiasi Negosiasi II
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada hakikatnya setiap individu dianugerahkan karakteristik-karakteristik yang berbeda antara satu sama lain, perbedaan-perbedaan karakteristik tersebut tidak jarang membuat gesekan-gesekan dalam setiap aspek kehidupannya, inilah yang kemudian muncul istilah manusia tidak luput dari masalah, atau biasa disebut juga dengan konflik. Menurut Robins SP (2001) Konflik adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Konflik ini dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan ciri-ciri individual yang turut disertakan dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik yang senantiasa muncul tersebut harus mendapatkan penanganan dengan cepat dan tepat agar konflik yang ada tidak berlarut-larut dan menyebar ke substansi konflik yang lain. Dan tanpa kita sadari setiap hari kita sesungguhnya selalu melakukan negosiasi. Negosiasi merupakan sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan kita. Selain itu negosiasi adalah cara yang efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan seperti yang disebutkan diatas. Bila dihubungkan dengan peran sseorang pemimpin (manajer) dalam sebuah organisasi, hal ini sudah barang tentu menjadi hal yang wajib dimiliki oleh para pimpinan yaitu mereka harus memiliki kemampuan untuk mengatasi konflik yang senantiasa ada tersebut. Sangat sulit bila seorang pemimpin tidak memiliki kemampuan tersebut walaupun mereka memiliki kemampuan-kemampuan yang lain. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam menyikapi setiap permasalahan yang muncul bila tidak diputuskan dengan cepat dan tepat akan seringkali menjadi polemik dan konflik di dalam organisasi. Penyelesaian konflik bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara negosiasi. Negosiasi
1
Makalah Konflik dan Negosiasi II biasanya dilakukan untuk mendapat jalan tengah dalam sebuah kasus agar keadaan bisa menemui titik terang dan jalan penyelesaian. Kita harus melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari pihak lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai keinginan atas sesuatu yang kita miliki. Ada bermacam-macam pendekatan, proses, isu-isu dan ringkasan implikasi bagi para manajer yang selanjutnya akan dibahas dalam makalah ini.
1.2
Ruang Lingkup
Makalah ini berisi tentang penjelasan cara penanganan dan penyelesaian konflik melalui proses negosiasi. Adapun ruang lingkup makalah ini terdiri atas beberapa bab yang akan dirinci sebagai berikut : 1. BAB I PENDAHULUAN Berisi mengenai latar belakang dan ruang lingkup.
2. BAB II PEMBAHASAN Berisi mengenai sub bab yang dibahas dalam makalah ini mengenai negosiasi yang meliputi: a. Definisi negosiasi b. Strategi tawar menawar (negosiasi) 1) Tawar menawar distributif 2) Tawar menawar integratif c. Proses negosiasi 1) Persiapan dan perencanaan 2) Penentuan aturan dasar 3) Klarifikasi dan justifikasi 4) Tawar menawar dan pemecahan masalah 5) Penutupan dan implementasi d. Isu-isu dalam negosiasi e. Ringkasan dan implikasi bagi para manajer 3. BAB III PENUTUP Berisi mengenai kasus pendek dan analisis dengan teori.
2
Makalah Konflik dan Negosiasi II
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Definisi Negosiasi atau Perundingan
Negosiasi merupakan proses yang sering sekali dilakukan dalam hidup dan sering pula tidak disadari oleh pelakunya ketika tengah melakukan negosiasi dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan. Selain itu negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan. Menurut Stephen P. Robbins (2001) negosiasi atau perundingan adalah proses dimana dua pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati nilai tukar barang dan jasa tersebut. Negosiasi atau perundingan mewarnai interaksi hampir semua orang dalam kelompok dan organisasi. Contohnya adalah tawar menawar antara karyawan dengan pihak manajemen mengenai gaji. Menurut Phil Baguley (2003), dijelaskan tentang definisi negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa negosiasi atau perundingan adalah proses mencapai keputusan bersama melalui diskusi dan tawar menawar, agar mencapai kesepakatan bersama dan berkenaan tindakan apa yang akan dilakukan di masa mendatang. Seseorang berunding untuk menyelesaikan perselisihan, mengubah perjanjian atau syarat-syarat, atau menilai komoditi atau jasa, atau permasalahan yang lain. Agar perundingan berhasil, masingmasing pihak harus sungguh-sungguh menginginkan persetujuan yang dapat ditindaklanjuti, dan sebagai perjanjian jangka panjang.
2.2
Strategi Tawar-menawar (Negosiasi)
Pada strategi tawar-menawar, terdapat dua pendekatan terhadap negosiasi. Pendekatan tersebut yaitu tawar-menawar distributif dan tawar-menawar integratif. Untuk mengetahui perbandingan antara kedua pendekatan tersebut, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
3
Makalah Konflik dan Negosiasi II Tabel 2.1 Tawar Menawar Distributif Versus Integratif Karakteristik Tawar-menawar
Tawar-menawar Distributif
Mendapatkan
Tujuan Motivasi
potongan
kue
kue
sehingga
kedua belah pihak puas
Menang-kalah
Menang-menang
lebih banyak daripada ini.”)
Kepentingan
Memperbesar
sebanyak mungkin
Posisi (“Saya tidak dapat memberi
Fokus
Tawar-menawar Integratif
Berlawanan
Kepentingan (“Dapatkah Anda jelaskan mengapa isu ini begitu penting bagi Anda.”) Selaras Tinggi (berbagi informasi akan
Tingkat berbagi informasi
Rendah (berbagi informasi hanya
memungkinkan
masing-masing
akan memungkinkan pihak lain pihak untuk menemukan cara mengambil keuntungan dari kita)
yang
akan
memuaskan
kepentingan kedua belah pihak Lama hubungan
Jangka pendek
Jangka panjang
Sumber : Luthan, Fred (2005)
2.2.1
Tawar Menawar Distributif
Seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.1, strategi tawar menawar ini berusaha untuk membagi sejumlah tetap sumber daya, dimana terdapat situasi kalah-menang. Greenberg, J dan Baron, RA mengasumsikan jenis strategi ini merupakan bagian tetap dan berfokus pada bagaimana mendapatkan bagian terbesar, atau bagian keuntungan. Seperti menurut Luthan, Fred bahwa hakikat strategi jenis ini adalah menegosiasikan siapa yang mendapat bagian apa dari sebuah kue yang besarnya sama dan tetap (fixed pie). Maksud kue tersebut adalah bahwa pihak-pihak yang saling menawar meyakini hanya ada sejumlah barang atau jasa untuk dibagi. Karena itu, kue tetap adalah permainan zero-sum dalam arti bahwa setiap dolar di salah satu pihak adalah satu dolar yang keluar dari saku lawan tawar mereka. Ketika para pihak meyakini kuenya tetap, mereka cenderung melakukan tawar menawar distributif ini. Contoh, dalam perundingan buruh-manajemen mengenai upah. Umumnya, wakil buruh datang ke meja perundingan dengan tekad memperoleh sebanyak mungkin
4
Makalah Konflik dan Negosiasi II uang
dari
tangan
manajemen.
Ketika
bernegosiasi
masing-masing
pihak
memperlakukan lawan yang harus ditaklukan.
Rentang aspirasi Pihak A
Rentang aspirasi Pihak B Rentang penyelesaian
Poin Target Pihak A
Poin Resisten Pihak B
Poin Resisten Pihak A
Poin Target Pihak B
Gambar 2.1 Wilayah Negosiasi Distributif Sumber : Luthan, Fred (2005, p. 192) Gambar diatas menunjukkan bahwa masing-masing pihak yang bernegosiasi memiliki titik penolakan (resistence point ), yang menandai hasil terendah yang dapat diterima baik di bawah titik negosiasi dihentikan dan penyelesaian yang kurang menguntungkan itu ditolak. Bidang antara kedua titik ini merupakan rentang aspirasi A dan aspirasi B, ada rentang penyelesaian dimana aspirasi masing-masing pihak dapat dipertemukan.
2.2.2
Tawar Menawar Integratif
Merupakan negosiasi atau tawar menawar yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan suatu pemecahan yang saling menguntungkan. Menurut Kreitner dan Knicki (2004) tawar menawar (negosiasi) integratif di dalam perilaku intraorganisasi ini dapat memberi keuntungan. Karena dapat membina hubungan jangka panjang dan mempermudah kerja sama di masa mendatang. Greenberg, J., & Baron, RA mengatakan bahwa tawar menawar integratif ini mengharuskan negosiator yang efektif untuk menggunakan keahlian seperti : 1. Menetapkan tujuan superordinat 2. Memisahkan orang dari masalah 3. Berfokus pada minat, bukan pada posisi 4. Menemukan pilihan untuk keuntungan bersama, dan 5. Menggunakan kriteria yang objektif. 5
Makalah Konflik dan Negosiasi II
2.3
Proses Negosiasi
Proses negosiasi memiliki lima tahapan. Menurut RobbinS SP (2001), Tahapan-tahapan tersebut adalah persiapan dan perencanaan, penentuan aturan dasar, klarifikasi dan justifikasi, tawar-menawar dan pemecahan masalah, dan penutupan serta implementasi. Seperti terlihat pada gambar model dibawah ini :
Persiapan dan perencanaan
Penentuan aturan dasar
Klarifikasi dan justifikasi
Tawar menawar dan pemecahan masalah
Penutupan dan implementasi
Gambar 2.2 Proses Negosiasi Sumber : Robbins, S.P. (2001, p.156)
2.3.1
Persiapan dan Perencanaan
Tahapan pertama ini dilakukan untuk mengetahui hakikat dari konflik tersebut, alur dari konflik tersebut sehingga harus melakukan negosiasi, tujuan dari negosiasi dilakukan, orang-orang yang terlibat dalam konflik, dan persepsi orang-orang yang terlibat dengan konflik tersebut. Menurut Robin, S.P (2001) dalam persiapan negosiasi ini harus ada yang dipersiapkan, salah satunya adalah konsep BATNA ( Best Alternative To a Negotiated Agreement ), yakni alternatif terbaik pada suatu persetujuan yang dirundingkan, nilai terendah yang dapat diterima pada seorang individu untuk suatu persetujuan yang dirundingkan. Dengan mengetahui apa yang menjadi BATNA kita dalam sebuah 6
Makalah Konflik dan Negosiasi II negosiasi, artinya kita mengetahui apa yang akan dilakukan saat menjalankan negosiasi dan mengetahui langkah apa yang akan diambil ketika negosiasi menemui jalan buntu. 2.3.2
Penentuan Aturan Dasar
Setelah diselesaikan tahapan perencanaan dan persiapan, maka tahap selanjutnya yaitu menentukan aturan-aturan dan prosedur dengan pihak lawan mengenai siapa saja yang melakukan negosiasi, waktu dan tempat melakukan negosiasi, batasan-batasan mengenai persoalan yang akan dibahas, dan prosedur khusus apa jika negosiasi menemui jalan buntu. Dan pada fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.
2.3.3
Klarifikasi dan Justifikasi
Pada tahap selanjutnya, yang harus dilakukan adalah semua pihak untuk memaparkan, menerangkan, mengklarifikasi, mempertahankan dan menjustifikasi tuntutan awal, pada fase ini juga mungkin perlu untuk memberikan segala dokumentasi kepada pihak lain yang akan mebantu mendukung posisi kita.
2.3.4
Tawar-menawar dan Penyelesaian Masalah
Pada tahap ini hakikatnya dari proses negosiasi yang terletak pada tindakan memberi dan menerima dengan baik apa yang sesungguhnya guna mencari suatu kesepakatan.
2.3.5
Penutupan dan Implementasi
Pada tahap ini merupakan tahap terakhir dalam proses negosiasi, yaitu memformalkan kesepakatan yang telah dicapai dan menyusun prosedur-prosedur yang diperlukan untuk mengimplementasikannya dan mengawasi pelaksanaannya. Tetapi pada kebanyakan kasus, penutupan proses negosiasi tidak lebih formal dari sekedar berjabat tangan.
2.4
Isu-Isu dalam Negosiasi
Menurut Luthan Fred (2005) terdapat empat isu kontemporer dalam negosiasi, antara lain peran suasana hati dan sifat-sifat kepribadian, perbedaan gender dalam negosiasi, efek
7
Makalah Konflik dan Negosiasi II perbedaan kultur terhadap gaya bernegosiasi, dan pemakaian pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan perbedaan. Berikut ini penjelasan dari setiap isu-isu tersebut : 1. Peran Suasan Hati dan Sifat Kepribadian dalam Negosiasi
Suasana hati sangat penting dalam negosiasi. Berunding atau bernegosiasi dengan suasana hati yang positif akan memperoleh hasil yang lebih baik dari pada bernegosiasi dengan suasana hati yang buruk. Sifat kepribadian seseorang juga berpengaruh terhadap suatu negosiasi. Misalnya, orang yang ekstrovert sering kali gagal dibandingkan orang yang introvert.
2. Perbedaan Gender dalam Negosiasi
Antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan dalam bernegosiasi, tetapi dapat mempengaruhi hasil negosiasi secara terbatas. Menurut Robbins S.P (2001), bukti menunjukan bahwa sikap perempuan terhadap negosiasi dan terhadap diri mereka sendiri sebagai perunding tampaknya sangat berbeda dengan sikap laki-laki. Manajer perempuan memperlihatkan rasa kurang percaya diri dalam mengantisipasi negosiasi dan lebih tidak puas dengan kinerja mereka setelah proses perundingan selesai, bahkan ketika kinerja mereka dan hasil yang mereka capai sama dengan yang dicapai perunding laki-laki.
3. Perbedaan Kultur dalam Negosiasi
Gaya dalam bernegosiasi berbeda-beda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Kultur dalam bernegosiasi berpengaruh dalam jumlah dan jenis persiapan untuk negosiasi,
menekankan
pada
tugas
dibanding
hubungan
interpersonal,
mempengaruhi taktik yang digunakan, dan tempat dimana negosiasi akan dilaksanakan.
4. Negosiasi Pihak Ketiga
Pihak ketiga ini memiliki empat peran pokok. Menurut Luthan Fred (2005) peran tersebut antara lain mediator, arbitrator, konsiliator, dan konsultan. Berikut adalah penjelasan untuk pihak ketiga yang membantu dalam proses negosiasi antara pihak pertama dan kedua dalam menyelesaikan konflik. a.
Mediator Mediator merupakan pihak ketiga yang bersikap netral. Mediator
berfungsi untuk memfasilitasi solusi dari negosiasi dengan menggunakan 8
Makalah Konflik dan Negosiasi II penalaran dan persuasi, menyodorkan alternatif, dan semacamnya. Persepsi tentang mediator sangat penting, agar negosiasi berjalan efektif, mediator harus dipersepsi sebagai pihak ketiga yang netral dan nonkoersif.
b.
Arbitrator Arbitrator adalah pihak ketiga yang berwenang untuk menentukan hasil
berupa kesepakatan. Arbitrator bersifat sukarela karena diminta atau wajib karena dipaksakan berdasarkan undang-undang atau kontrak yang berlaku. Kelebihan arbitrasi dengan mediasi adalah selalu menghasilkan penyelesaian tetapi kadang menimbulkan konflik kembali ketika ada salah satu pihak yang tidak terima terhadap keputusan tersebut.
c.
Konsiliator Konsiliator merupakan pihak ketiga yang ditunjuk untuk membangun
relasi komunikasi informal antara perunding dengan lawannya. Konsiliator bertindak juga sebagai pencari fakta, penafsiran pesan, dan berusaha untuk membujuk pihak-pihak yang bersengketa untuk membangun kesepakatan.
d.
Konsultan Konsultan adalah pihak ketiga yang memang terlatih dan tidak berpihak.
Konsultan memfasilitasi pemecahan suatu masalah melalui komunikasi dan analisis
dengan
bantuan
kemampuan
pengetahuan
mereka
mengenai
manajemen konflik. Konsultan lebih berperan dalam memperbaiki hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik sehingga mereka dapat mencapai penyelesaian sendiri. Seorang konsultan membantu para pihak untuk saling belajar memahami satu sama lain dan saling bekerja sama.
2.5
Ringkasan dan Implikasi Bagi Para Manajer
Menurut Robbins S.P (2001) dalam menghadapi konflik yang berlebihan dan untuk menguranginya, manajer dapat melakukan berbagai cara, yaitu : 1. Gunakan persaingan apabila tidakan cepat dan tegas bersifat vital (dalam keadaan darurat); jika persoalannya penting, di mana tindakan tidak popular perlu dilaksanakan (dalam pemangkasan biaya, penegakan aturan yang todak popular, pendisiplinan). 9
Makalah Konflik dan Negosiasi II 2. Gunakan kolaborasi untuk menemukan penyelesaian integratif bila kedua perangkat kepentingan itu terlalu penting sehingga tidak dapat dikompromikan. Memperoleh komitmen dengan memasukkan kepentingan ke dalam konsensus dan menyelesaikan perasaan yang telah mengganggu hubungan. 3. Gunakan penghindaran ketika persoalan tertentu tidak terlalu penting, atau terdapat persoalan yang lebih penting yang mendesak. 4. Gunakan akomodasi bila didapati adanya kekeliruan dan untuk menunjukkan rasionalitas serta persoalan lebih penting bagi orang lain daripada bagi diri sendiri dan ingin memuaskan orang lain serta memelihara kerjasama. 5. Gunakan kompromi bila sasarannya penting tetapi tidak layak mendapatkan upaya pendekatan-pendekatan yang lebih tegas yang disertai kemungkinan gangguan; bila lawan dengan kekuasaan yang sama berkomitmen terhadap sasaran yang timbal balik eksklusif; bila ingin mencapai penyelesaian sementara atas persoalan yang rumit; bila ingin menghasilkan pemecahan yang bijaksana di bawah tekanan waktu; dan bila ingin cadangan bila kolaborasi atau persaingan tidak berhasil. Perundingan terbukti sebagai kegiatan yang berjalan terus-menerus dalam kelompok dan organisasi. Tawar-menawar distributif dapat memecahkan pertikaian tetapi sering mempengaruhi secara negatif kepuasan satu atau lebih perunding karena difokuskan pada jangka-pendek dan bersifat konfrontasional. Sebaliknya tawar menawar integratif cendering memberikan hasil yang memuaskan semua pihak dan membina hubungan yang bertahan lama.
10
Makalah Konflik dan Negosiasi II
BAB III PEMBAHASAN KASUS
3.1
Kasus
Ambalat Akan Dibahas di GBC Malindo
“
”
Gambar 3.1 Patroli TNI Angkatan Laut RI di sekitar Ambalat Sumber : KOMPAS/Korano Nicolash PADANG, SENIN - Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso mengemukakan, sengketa
perbatasan di wilayah perairan Ambalat akan dibahas pada Komite Tingkat Tinggi General Border Committee (GBC) Malaysia-Indonesia (Malindo). "Hingga kini memang masih ada sengketa garis batas antara Indonesia-Malaysia di perairan Ambalat, tetapi kita akan kedepankan dulu pendekatan diplomasi," katanya, usai membuka Latsitrada XXIX di Padang, Sumatera Barat, Senin (27/10). Terkait itu, menurut Panglima TNI, persoalan di Ambalat akan dibahas pada Komite Tingkat Tinggi GBC Malindo, yakni forum bilateral antara panglima angkatan bersenjata RIMalaysia. Pada kesempatan terpisah, KSAL Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno mengemukakan, hingga kini pembahasan batas laut antara Indonesia dengan Malaysia, terutama di Ambalat, belum selesai. "Malaysia dengan kita memang beda paham soal batas wilayah itu," katanya seusai 11
Makalah Konflik dan Negosiasi II pelantikan perwira lulusan Pendidikan Pembentukan Perwira di Komando Pengembangan dan Pendidikan TNI AL (Kobangdikal), Surabaya. Menurut KSAL, kalau Indonesia menganggap bahwa kapal Malaysia melakukan pelanggaran batas wilayah, Malaysia juga menganggap kapal Indonesia demikian. Karena itu memang harus ditentukan batas wilayah. KSAL mengemukakan bahwa dua pekan lalu, masalah itu telah ditindaklanjuti dengan rapat di Kementerian Polhukam yang diikuti Menko Polhukam, Menlu, Panglima TNI dan para kepala staf angkatan serta Kapolri. "Dalam rapat itu kita bahas bahwa Malaysia memang masih banyak melakukan pelanggaran di Ambalat. Sementara ini kapal-kapal mereka hanya kita usir keluar melalui komunikasi atau kita giring," ujarnya. Sumber : I Made Asdhiana (KOMPAS.COM) | Senin, 27 Oktober 2008 | 16:54 WIB
3.2
Analisis Kasus
Kasus diatas merupakan cerita lama antara dua negara tetangga dan serumpun yang masih memperebutkan wilayah teritorial, hubungan kedua negara tetangga tersebut mengalami ketegangan yang mencemaskan. Setelah kasus Sipadan dan Ligitan, blok Ambalat sampai sekarang masih menjadi persengketaan, saling mengklaim antar kedua negara tersebut tidak dapat dihindari, karena masing-masing pihak merasa pihaknya yang paling benar. Permasalahan antara RI-Malaysia ini pun akan semakin tegang dan menyeret konflik yang lebih luas. Seperti yang dikutip dari kasus diatas “Terkait itu, menurut Panglima TNI, persoalan di Ambalat akan dibahas pada Komite Tingkat Tinggi GBC Malindo, yakni forum bilateral antara panglima angkatan bersenjata RI-Malaysia”. Proses negosiasi atas inisiatif kedua belah pihak masih tidak menggunakan pihak ketiga yakni antara dua pihak yang bersengketa saja yaitu forum bilateral angkatan panglima bersenjata RI-Malaysia yang menurut pemberitaan kerap kali bersitegang, saat keduanya melakukan patroli di blok Ambalat yang diakuinya sebagai bagian dari kedaulatan masing-masing negara. Dalam kasus diatas akan terjadi proses negosiasi yang diprakarsai oleh dua negara yang bersengketa melalui forum GBC Malindo. Seperti dikatakan Robin S.P (2001) ada 5 tahapan dalam proses negosiasi, dan bila diaplikasikan ke dalam kasus akan menjadi seperti ini : 1.
Persiapan dan perencanaan
12
Makalah Konflik dan Negosiasi II Tahapan pertama ini dilakukan untuk mengetahui hakikat dari konflik tersebut, alur dari konflik tersebut sehingga harus melakukan negosiasi, tujuan dari negosiasi dilakukan, orang-orang yang terlibat dalam konflik, dan persepsi orang-orang yang terlibat dengan konflik tersebut. Dalam rangka menyelesaikan persengketaan klaim yang tumpang tindih ini, harus dilihat kembali rangkaian proses negosiasi antara kedua negara berkaitan dengan penyelesaian perbatasan di Pulau Kalimantan yang sesungguhnya telah dimulai sejak tahun 1974 (menurut Departeman Luar Negeri).
Gambar 3.2 Peta Sengketa Blok Ambalat antara RI – Malaysia Sumber : tarunalaut.blogspot.com (2011)
Diketahui secara luas bahwa Perbatasan Indonesia-Malaysia di mana Ambalat berada, memang belum menemui titik terang penyelesaiannya. Ketidaktuntasan ini sesungguhnya sudah berbuah kekalahan di pihak Indonesia ketika Sipadan dan Ligitan dipersengketakan dan akhirnya dimenangkan olehMalaysia. Jika memang belum pernah dicapai kesepakatan yang secara eksplisit berkaitan dengan Ambalat 13
Makalah Konflik dan Negosiasi II maka perlu dirujuk kembali Konvensi Batas Negara tahun 1891 yang ditandatangani oleh Belanda dan Inggris sebagai penguasa di daerah tersebut di masa kolinialisasi. Konvensi ini tentu saja menjadi salah satu acuan utama dalam penentuan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan. Perlu diteliti apakah Konvensi tersebut secara eksplisit memuat/mengatur kepemilikan Ambalat. Hal ini sama halnya dengan penggunaan Traktat 1904 dalam penegasan perbatasan RI dengan Timor Leste.
2. Penentuan Aturan Dasar Setelah diselesaikan tahapan perencanaan dan persiapan, maka tahap selanjutnya yaitu menentukan aturan-aturan dan prosedur dengan pihak lawan mengenai siapa saja yang melakukan negosiasi, waktu dan tempat melakukan negosiasi, batasan-batasan mengenai persoalan yang akan dibahas, dan prosedur khusus apa jika negosiasi menemui jalan buntu. Dan pada fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal atau tuntutan awal mereka. Disni baik dari pihak RI dan Malaysia harus menentukan aturan main dari negosiasi seperti yang disebutkan poin-poin diatas serta merta proposal awal atas tuntutan dari masing-masing kedua belah pihak bisa saling dipertukarkan di tahap ini, karena antar keduanya pun disinyalir terdapat perbedaan paham, seperti yang dikutip dari kasus “Pada kesempatan terpisah, KSAL Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno mengemukakan, hingga kini pembahasan batas laut antara Indonesia dengan Malaysia, terutama di Ambalat, belum selesai. "Malaysia dengan kita memang beda paham soal batas wilayah itu,". Pemahaman yang baik dari segi ilmiah, teknis dan hukum yang baik oleh kedua pihak diharapkan akan mengurangi langkah-langkah provokatif yang tidak perlu. Pemahan seperti ini tentu saja tidak cukup bagi pemerintah saja, melainkan juga masyarakat luas untuk bisa memahami dan mendukung terwujudkannya penyelesaian yang adil dan terhormat.
3. Klarifikasi dan Justifikasi Pada tahap selanjutnya, yang harus dilakukan adalah semua pihak untuk memaparkan, menerangkan, mengklarifikasi, mempertahankan dan menjustifikasi tuntutan awal, pada fase ini juga mungkin perlu untuk memberikan segala dokumentasi kepada pihak lain yang akan mebantu mendukung posisi kita. 14
Makalah Konflik dan Negosiasi II Prof Hasyim Djalal mengemukakan bahwa “dari sisi hukum, Malaysia adalah negara pantai biasa. Oleh karena itu dia hanya bisa memakai dua tipe, yaitu normal baseline dan straight baseline untuk semua wilayah laut. Kalau Indonesia bisa memakai garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline). Itu bisa kita tetapkan mana pulau-pulau terluar kita. Karang Unarang adalah sebenarnya baseline yang ingin kita pakai sebagai pengganti baseline kita di Sipadan Ligitan. Kalau dilihat ke PP 38/2002, Sipadan dan Ligitan masih masuk dalam garis pangkal. Itu sebelum putusan. Namun sebagai negara yang baik dan menerima putusan, sekarang PP itu sedang dirubah dan kita sedang mengukur-ukur kembali dan Karang Unarang menjadi pilihan base line kita. Karang Unarang sendiri berada dalam 12 mil laut dari (pulau) Sebatik yang bagian Indonesia. Jadi kita berhak. Kita berhak sampai 100 mil laut. Kalau ada karang kita masih bisa klaim bahwa itu titik terluar kita. Karang Unarang sendiri bukan pulau, itu adalah elevasi pasang surut. Jadi kalau air laut pasang dia tidak terlihat, begitu pula sebaliknya. Namanya law tide elevation harus ada permanent structure, maka itu kita buat mercusuar sekarang ini. Sipadan Ligitan sendiri adalah pulau kecil yang jauh dari daratan utama Malaysia. Lagipula mereka kan bukan negara kepulauan, jadi mereka tidak bisa menuntut itu. Dari yurisprudensi hukum internasional, penetapan
batas
landas
kontinen
pulau-pulau
kecil
itu
tidak
ada.
Jadi posisi tawar untuk Indonesia jelas lebih besar, bargaining position Indonesia sendiri untuk kasus Ambalat ini sangat besar. Seperti yang diaktakan oleh, ia ingin tahu dasar hukum apa yang dipakai oleh Malaysia dalam mengklaim blok Ambalat tersebut. Karena kalau anda lihat dan otak-atik UNCLOS, mereka tidak punya dasar hukum. Sipadan Ligitan sendiri bisa menjadi as an island, tapi kalau dalam perundingan batas landas kontinen itu tidak bisa dipaksakan. Dari segi hukum internasional posisi kita kuat.”
4. Tawar-menawar dan Penyelesaian Masalah Pada tahap ini hakikatnya dari proses negosiasi yang terletak pada tindakan memberi dan menerima dengan baik apa yang sesungguhnya guna mencari suatu kesepakatan. Proses tawar menawar dilakukan akan terjadi kealotan dalam proses ini, dikareenakan ini permasalahan yang menyangkut kedaulatan suatu bangsa, tinggal bagaimana salah satu pihak bisa mengkuatkan bahwa argumen yang dia
15
Makalah Konflik dan Negosiasi II bawa itu ada benar adanya tentunya diserrtai dengan bukti-bukti otentik yang dilindungi oleh hukum.
5. Penutupan dan Implementasi Pada tahap ini merupakan tahap terakhir dalam proses negosiasi, yaitu memformalkan kesepakatan yang telah dicapai dan menyusun prosedur-prosedur yang diperlukan untuk mengimplementasikannya dan mengawasi pelaksanaann ya. Tetapi pada kebanyakan kasus, penutupan proses negosiasi tidak lebih formal dari sekedar berjabat tangan.Ini bila kesepakatan bisa tercapai sendiri oleh kedua belah pihak yang bersengketa saja, maka akan lebih baik seperti itu, tapi jika kesepakatan pada pertemuan yang diselenggarkan di GBC Malindo belum adanya kata sepakat maka alternatif bisa menggunakan negosiasi pihak ke 3.
Peranan Pihak Ketiga
Seperi yang disebutkan Robin S.P bahwa pihak ketiga ini memiliki empat peran pokok. Peran tersebut antara lain mediator, arbitrator, konsiliator, dan konsultan. Pihak ketiga tersebut adalah yang membantu dalam proses negosiasi antara pihak pertama dan kedua dalam menyelesaikan konflik. Seperti yang diketahui kekuatan dari sebuah negosiasi terletak pada fokusnya, yaitu yang bertumpu pada pencapaian kesepakatan yang saling menguntungkan. Negosiasi membuka jalan baru yang membawa harapan baru pula bagi semua pihak yang terlibat dengan cara yang unik, yaitu dengan motivasi. Jadi kekuatan inti negosiator ulung adalah kemampuannya untuk memotivasi pihak lain atau yang diajak berunding untuk menerima tujuan negosiasi. Atau dengan kata lain, kekuatan negosiasi terletak pada kemampuan si negosiator untuk memunculkan kekuatan persuasi atau faktor intelektual nonaggressiveness yang melekat. Kenyataannya, tidak mudah untuk menciptakan suasana win-win yang menuju pada kesepakatan bersama, terlebih pada kasus persengketaan wilayah batas negara, yang merupakan hal krusial bagi tiap-tiap negara yang bersengketa. Berbagai faktor dapat mempengaruhi suasana negosiasi dan dapat menurunkan rasa percaya antar-pihak yang berunding. Apabila hal ini tidak diatasi, maka negosiasi yang sebenarnya merupakan sarana strategis dapat berbalik menjadi sarana destruktif yang akibatnya dapat berkepanjangan.
16
Makalah Konflik dan Negosiasi II Apabila perjalanan sengketa ini tidak menemui titik terang, maka tidak mungkin kejadian Papua Barat saat menggunakan pihak ketiga. Dimana setelah perang dunia ke-II PBB menyeruhkan agar segala persoalan harus diselesaikan secara damai. Penyelesaian damai dilakukan melalui badan Arbitrase dan organ PBB yaitu Mahkamah Internasional. 1. Secara Arbitrase berarti penyelesaian sengketa politik melalui pihak ketiga. Hal ini sesuai kesepakatan wilayah yang bertikai. Dalam sejarah kasus Papua Barat, cara arbitrase ini dilakukan secara sepihak oleh Belanda dan Indonesia yang menunjuk Amerika Serikat yang pada saat itu sedang memiliki nafsu kepentingan ekonomi (Freeport) untuk menjadi arbitrator (pihak ketiga). Perjanjian itu adalah New York Agreement. Perjanjian ini sepihak karena tidak melibatkan orang Papua Barat dan perjanjian itu tidak dilaksanakan sesuai kesepakatan. Untuk menyelesaian persoalan Papua Barat, pihak Indonesia dan Papua Barat harus sepakat untuk menyerahkan penyelesaian status politik Papua Barat kepada pihak ketiga yang ditentukan bersama. Pelajaran dari kasus ini agar tidak terulang pada kasus Ambalat adalah dalam pemilihan dan penjukan arbitrator harus pihak-pihak yang tidak mempunyai kepentingan baik ekonomi, politik atau hal lainnya, seperti tidak memilih negara Inggris dan Belanda yang mempunyai kepentingan ekonomi atas blok Ambalat, karena perusahaan Shell yang mendapat izin pengeksplorasian dari negara Malaysia akan ditengarai cenderung lebih berpihak kepada salah satu pihak saja. 2. Melalui Mahkama h Internasional (International Court of Justice/ICJ)4. Karena ICJ adalah organ PBB, maka dalam penyelesaian kasusnya, harus melalui lembaga-lembaga Internasional PBB seperti Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan PBB dan organisasi non pemerintahan atau lembaga hukum internasional lainnya yang kapasitasnya diakui oleh PBB. Dalam kasus Papua Barat, proses penyelesaian sengketa politik wilayah Papua Barat pada masa lalu hingga pada PEPERA 1969 itu tidak dilakukan sesuai prinsip-prinsip dan aturan-aturan hukum internasional. Maka, Negara-negara anggotan PBB bisa mendesak Majelis Umum PBB di setiap pertemuannya agar meminta ICJ memberikan pendapat hukumnya atas status hukum Papua Barat. 17
Makalah Konflik dan Negosiasi II Dan Indonesia Belajar dari kasus Sipadan dan Ligitan, kasus tersebut langsung dibawa ke Mahkamah Internasional, karena kurang sabarnya melakukan usaha-usaha penyelesaian secara politis, melalui jalan diplomasi kasus itu berakhir dengan hasil Pulai Sipadan dan Ligitan yang jatuh ke tangan Malaysia.
Dan penyelesaian kasus ini sampai pada saat ini masih menggunakan menggunakan strategi tawar menawar distributif, strategi tawar menawar ini berusaha untuk membagi sejumlah tetap sumber daya Seperti menurut Luthan, Fred bahwa hakikat strategi jenis ini adalah menegosiasikan siapa yang mendapat bagian apa dari sebuah kue yang besarnya sama dan tetap (fixed pie). Maksud kue tersebut adalah bahwa pihak-pihak yang saling menawar meyakini hanya ada sejumlah barang atau jasa untuk dibagi. Karena itu, kue tetap adalah permainan zero-sum dalam arti bahwa dalam kasus ini kue yang dimaksud adalah blok Ambalat, yang apabila telah dimiliki oleh satu pihak maka pihak yang lain berarti kehilangan sepenuhnya atas hak kedaulatan blok kepulauan tersebut.
18
Makalah Konflik dan Negosiasi II
DAFTAR PUSTAKA
Baguley, Phil.2003.Teach Yourself Negotiating . Lincolnwood, Ill.:McGraw-Hill Greenberg, J., & Baron, RA.2003. Behavior in Organizations. Englewood Clift, Ng: Prentice Hall, Inc Kreitner & Knicki.2004.Organizational Behavior 6-th ed .Mc Graw-Hill Companies, Inc. Luthan, Fred. 2005. Organizational Behavior . Avenue of the Americas. New York: McGrawHill Companies, Inc Robbins, S.P. 2001.Organizational Behavior (Alih Bahasa Tim Indeks Gramedia). Jilid 1 . New Jersey. Prentice Hall International. Robbins, S.P. 2001.Organizational Behavior (Alih Bahasa Tim Indeks Gramedia). Jilid 2 . New Jersey. Prentice Hall International.
19
View more...
Comments