Makalah Komunikasi Antar Pribadi k.3

December 13, 2018 | Author: Uhta Ady | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

muhtadi...

Description

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Latar Belakan Belakang g

Manusia melakukan komunikasi setiap saat dalam setiap setting kehidupan  baik itu antara individu dengan individu dan individu dengan ke lompok. Manusia sebagai sebagai makhluk makhluk sosial sosial tidak dapat hidup sendiri sendiri untuk mempertahanka mempertahankan n hidup. Manusia perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis, seperti minum, makan, dan memenuhi kebutuhan psikologis, seperti kebahagiaan, sukses, rasa ingin tahu, dan lain-lain. Komunikasi dapat terjadi pada siapa saja, baik antara guru dan muridnya, oran orang g tua tua deng dengan an anak anak,, pedag pedagang ang denga dengan n pemb pembel eli, i, dan dan seba sebaga gain inya ya.. Pada Pada dasarnya komunikasi tidak hanya berupa memberitahukan dan mendengarkan saja. Komunikasi Komunikasi harus mengandung mengandung informasi, informasi, sikap, sikap, ide, opini atau pendapat. Komunikasi merupakan suatu proses mulai dari merancang pesan, mendengarkan  pesan, menginterpretasikan pesan, memahami pesan, sampai pada penyampaian  pesan kembali oleh penerima (komunikan) untuk mencapai kesepakatan atau tujuan bersama. Salah satu jenis komunikasi, yaitu komunikasi antar pribadi yang meru merupa paka kan n

jeni jeniss

komu komuni nika kasi si

yang yang

efek efekti tif. f.

Komu Komuni nika kasi si

anta antarr

prib pribad adii

didefinisikan sebagai proses hubungan yang tercipta, tumbuh dan berkembang antar individu yang satu (sebagai komunikator) dengan individu lain (sebagai komunikan), komunikator dengan gayanya sendiri menyampaikan pesan kepada komunikan, sedangkan komunikan dengan gayanya sendiri menerima pesan dari komunikator. Dalam Dalam komuni komunikas kasii antar antar pribadi pribadi kita kita sebagai sebagai pelaku pelaku komuni komunikas kasii harus harus mengetahui dan memahami syarat, unsur-unsur, dan cara berkomunikasi yang efektif. Selain itu juga perlu memahami fungsi komunikasi antar pribadi, hal-hal yang mempengaruhi komunikasi antar pribadi, komunikasi antar pribadi yang

efekti efektiff hingga hingga implem implement entasi asinya nya dalam dalam kegiata kegiatan n konseli konseling. ng. Semua Semua itu itu akan akan dibahas oleh penyusun dalam makalah ini. 1.2 Rumusan Rumusan Masalah Masalah

1. Apa penge pengerti rtian an komuni komunikas kasii antar antar pribadi pribadi?? 2. Apa fungs fungsii komuni komunikas kasii antar antar priba pribadi? di? 3. Bagaimana Bagaimana komunik komunikasi asi antar pribadi pribadi yang efektif? efektif? 4. Bagaim Bagaimana ana hubungan hubungan antar antar priba pribadi di itu terja terjadi? di? 5. Bagaimana Bagaimana implement implementasi asi komunikas komunikasii antar antar pribadi pribadi yang efekti efektiff dalam konseling? 1.3 Tu Tuju juan an

Tujuan Tujuan Umum Umum

: Maha Mahasis siswa wa menget mengetahui ahui dan memaham memahamii defi definis nisii komu komunik nikasi asi

antar pribadi. Tujuan Tujuan Khusu Khususs

: 1. Mahas Mahasisw iswaa dapat dapat menje menjelas laskan kan penger pengertia tian n komunik komunikasi asi anta antar  r   pribadi 2. Mahasiswa dapat menyebutkan fungsi komunikasi a ntar   pribadi. 3. Mahasiswa dapat menyebutkan komunikasi antar pribadi yang efektif. 4. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan antar pribadi dan menyebutkan jenis-jenis hubungan antar pribadi 5. Mahasiswa dapat mengimplementasikan dan mempraktekkan secara langsung komunikasi antar pribadi dalam konseling

efekti efektiff hingga hingga implem implement entasi asinya nya dalam dalam kegiata kegiatan n konseli konseling. ng. Semua Semua itu itu akan akan dibahas oleh penyusun dalam makalah ini. 1.2 Rumusan Rumusan Masalah Masalah

1. Apa penge pengerti rtian an komuni komunikas kasii antar antar pribadi pribadi?? 2. Apa fungs fungsii komuni komunikas kasii antar antar priba pribadi? di? 3. Bagaimana Bagaimana komunik komunikasi asi antar pribadi pribadi yang efektif? efektif? 4. Bagaim Bagaimana ana hubungan hubungan antar antar priba pribadi di itu terja terjadi? di? 5. Bagaimana Bagaimana implement implementasi asi komunikas komunikasii antar antar pribadi pribadi yang efekti efektiff dalam konseling? 1.3 Tu Tuju juan an

Tujuan Tujuan Umum Umum

: Maha Mahasis siswa wa menget mengetahui ahui dan memaham memahamii defi definis nisii komu komunik nikasi asi

antar pribadi. Tujuan Tujuan Khusu Khususs

: 1. Mahas Mahasisw iswaa dapat dapat menje menjelas laskan kan penger pengertia tian n komunik komunikasi asi anta antar  r   pribadi 2. Mahasiswa dapat menyebutkan fungsi komunikasi a ntar   pribadi. 3. Mahasiswa dapat menyebutkan komunikasi antar pribadi yang efektif. 4. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan antar pribadi dan menyebutkan jenis-jenis hubungan antar pribadi 5. Mahasiswa dapat mengimplementasikan dan mempraktekkan secara langsung komunikasi antar pribadi dalam konseling

1.4 Manfa Manfaat at

Manfaat penyusunan makalah ini bagi mahasiswa, yaitu agar mahasiswa dapat rmengimplementasikan komunikasi antar pribadi yang efektif ke dalam proses konseling. Sehingga proses konseling dapat be rjalan efektif dan terentaskannya masalah yang dihadapi oleh konseli.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Sebelum membahas mengenai definisi komunikasi antar-pribadi, kita perlu membedakan antara komunikasi non-antarpribadi dan komunikasi antarpribadi. Miller dan Steinberg (1975) membedakannya berdasarkan tingkatan analisis yang digunakan untuk melakukan prediksi guna mengetahui apakah komunikasi itu bersifat non-antarpribadi atau antarpribadi. Menurut mereka terdapat tiga tingkatan dalam melakukan prediksi, yaitu kultural, sosiologi, dan psikologis. a. Analisis Tingkat Kultural Kultur merupakan keseluruhan karangka kerja komunikasi:

kata- kata,

tindakan-tindakan, postur, gerak-isyarat, nada suara, ekspresi wajah, penggunaan waktu, ruang, dan

materi, dan

cara

ia

bekerja, bermain, bercinta,

dan

mempertahankan diri. Kesemuanya itu dan selebihnya merupakan sistem-sistem komunikasi yang lengkap dengan makna-makna yang hanya dapat dibaca secara tepat apabila seseorang akrab dengan prilaku dalam konteks sejarah, sosial, dan kultural ( Edward T. Hall, 1976 ). Terdapat dua macam-macam, yaitu homogeneous apabila orang-orang di suatu kultur berprilaku kurang lebih sama dan menilai sesuatu juga sama. Sedangkan yang heterogemous adanya perbedaan-perbedaandi dalam pola  prilaku dan nilai-nilai yang dianutnya. Jadi, apabila komunikator melakukan prediksi terhadap reaksi penerima atau receiver sebagai akibat menerima pesan dengan mengguanakan dasar kultural. Pada analisis tingkat kultural sering terjadi kesalahan dalam menangkap makna yang disamapikan komunikator dan komunikator sering juga menyampaikan  pesan yang kurang dimengerti oleh komunikan misalnya dalam berkomunikasi dengan orang berbeda latar budaya dalam menggunakan kata-kata yang terkadang memiliki makna yang berbeda. Misalnya , kata cokot  bagi orang Jawa dan Sunda

 berbeda maknanya bagi orang Jawa, kata tersebut memiliki arti “ mengigit” dan bagi orang sunda berarti “ mengambil”. Men-cokot  sabun bagi orang Sunda berarti mrngambil sabun sedangkan bagi orang Jawa berarti mengigit sabun. Perbedaan makna tersebut bisa juga berkaitan dengan stereotip sosial yang sifatnya negatif  terhadap pihak lain. Jadi, bukan hanya masalah perbedaan makana sebuah kata tetapi  bisa juga perbedaan sikap, persepsi seseorang terhadap orang lain yang berbada latar   belakang budayanya. Selain itu juga manyangkut masalah tradisi, adat istiadat, kebiasaan, peraturan yang tertulis maupun

tidak tertulis yang bisa saja berbeda

dengan budaya lain.  b. Analisi Pada Tingkat Sosiologis Apabila prediksi komunikator tentang reaksi komunikan terhadap pesan-pesan yang ia sampaikan didasarkan kepada keanggotaan komunikan didalam kelompok  sosial tertentu, maka komunikator melakukan prediksi pada tingkat sosiologis. Keanggotaan

kelompok

merupakan

golongan

orang-orang

yang

memiliki

karakteristik tertentu yang sama. Kelompok menyerupai budaya karena anggota kelompok memperlihatkan pola perilaku dan nilai yang membedakannya dari kelompok lain. Kelompok pada umumnya terdapat jumlah anggota yang lebih sedikit dibandingkan dengan anggota yang ada di seluruh budaya. c. Anlisis Pada Tingkat Psikologis Apabila komunikator melakukan prediksi mengenai reaksi komunikan terhadap prilaku komunikasi didasarkan pada analisis dari pengalaman-pengalaman  belajar individual yang unik maka prediksi itu didasarkan pada analisis tingkat  psikologis. Dua orang yang sering berinteraksi mencari perbedaan – perbedaan yang relevan pada orang yang diajak komunikasi. Jadi komunikator melihat bahwa setiap orang memiliki karakteristik yang khas yang membedakannya satu sama lainnya. satu sama lain terutama pada data psikologis secara khusus menegaskan bahwa mereka mengenal satu sama lain sebagai individu. Penegasan ini berarti bahwa telah

mendapatakan pengertian didalam karakteristis yang unik mengenai kepribadian satiu sama lain. Memahami komunikasi dan hubungan antar pribadi dari sudut padang individu adalah menempatkan pemahaman mengenai komunikasi di dalam proses  psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki pemahaman dan makna tersendiri terhadap hubungan dimana dia terlihat di dalamnya. Karena  pemahaman tersebut bersifat sangat pribadi dan sangat bermakna bagi individu, maka  pemahaman psikologis acapkali dianggap sebagai makna yang sesungguhnya dari suatu hubungan antar pribadi.  Perbedaan

Pokok

Antar

Komunikasi

Non-Antarpribadi

Dan

Komunikasi

 Antarpribadi Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibedakan antara komunikasi antar   pribadi dan komunikasi non-antar pribadi. Apabila prediksi mengenai hasil komunikasi terutama didasarkan pada tingkat analisis kultural dan sosiologis, maka komunikator terlibat dalam komunikasi non-antarpribadi. Pada komunikasi nonantarpribadi di tingkat kultural dan sosiologis, prediksi mengenai hasil – hasil komunikasi dapat disamakan dengan apa yang dinamakan generalisasi rangsangan ( stimulus generalization) yakni individu dalam melakukan prediksi mencari kesamaan di antara para pelaku komunikasi lainnya. Generalisasi rangsangan mirip dengan proses abstraksi. Contohnya adalah ketika kita melakuakan sebuah observasi terhadap sekelompok objek, misalnya mengenai jabatan seorang direktur, kita akan membuat aspek – aspek yang memiliki kesamaan. Dengan begitu, kita akan dapat menyimpulkan bahwa orang yang memiliki jabatan direktur adalah orang yang memiliki ciri, seperti : selalu berdasi, rapi, berkemeja, memiliki banyak anak buah, dan sebagainya. Namun terkadang generalisasi rangsangan ini tidak sesuai dengan kenyataan. Terkadang saat kita bertemu dengan seseorang dengan ciri direktur, ternyata hal tersebut jauh dari kenyataan, karena ternyata orang yang bersangkutan hanyalah seorang sales.

Sebaliknya, pada komunikasi antarpribadi, prediksi pada tingkat psikologis mengenai hasil komunikasi dapat disamakan dengan perbedaan rangsangan (stimulus discrimination), yaitu seseorang dalam melakukan prediksi mencari perbedaan yang relevan pada komunikan. Jadi komunikator melihat bahwa individu

memiliki

karakteristik yang khas yang membedakannya satu sama lainnya. .Komunikasi antar pribadi sesungguhnya baru akan tercipta kalau terdapat kesadaran dari dua pihak untuk mengamati keadaan masing-masing pihak dan memberikan respon atas keadaan tersebut. Sebagaimana sifat komunikasi, maka hubungan yang terjadi ditandai dengan adanya sikap saling memperhatikan, saling memahami, penuh pengertian, dan keakraban. Berdasarkan uraian di atas, maka Komunikasi Antarpribadi dapat di definisikan sebagai proses hubungan yang tercipta, tumbuh dan berkembang antar individu yang satu (sebagai komunikator) dengan individu

lain

(sebagai

komunikan),

komunikator

dengan

gayanya

sendiri

menyampaikan pesan kepada komunikan, sedangkan komunikan dengan gayanya sendiri menerima pesan dari komunikator.

2.2 Fungsi Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi memiliki 2 fungsi yaitu fungsi sosial dan fungsi  pengambilan keputusan : 1. Fungsi Sosial •

Untuk kebutuhan biologis dan psikologis Sejak lahir kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti dan minum, dan memenuhi kebutuhan  psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Melalui komunikasi pula kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan

mental kita. Kita belajar makna cinta, kasih sayang, keintiman, simpati, rasa hormat, rasa bangga, bahkan iri hati dan kebencian. Melalui komunikasi kita dapat mengalami berbagai kualitas perasaan itu dan membandingkannya antara perasaan satu dengan perasaan yang lain. •

Mengembangkan hubungan timbal balik  Komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan baik secara verbal atau nonverbal,

seseorang

penerima

beraksi

dengan

jawaban

verbal

atau

menggunakan kepala, kemudian orang pertama beraksi lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari kedua, dan begitu seterusnya. Jadi hubungan timbal balik ini berfungsi sebagai unsur pemerkarya, pemerkuat komunikasi antar pribadi sehingga harapan-harapan dalam proses komunikasi menjadi sungguh-sunguh terjadi. •

Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu diri sendiri Komunikasi itu penting membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, kelangsungan hidup untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan. Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita dan itu hanya bias kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Pernyataan eksistensi diri orang berkomunikasi untuk  menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau pernyataan eksistensi diri. Ketika berbicara, kita sebenarnya menyatakan bahwa kita ada.



Menangani konflik  Untuk melakukan komunikasi dengan baik, sebaiknya kita mengetahui situasi dan kondisi serta karakteristik lawan bicara. Sebagaimana yang kita tahu, bahwa setiap manusia itu seperti sebuah radar yang melingkupi lingkungan. Manusia bias menjadi sangat sensitive pada bahasa tubuh, ekspresi wajah, postur, gerakan, intonasi suara yang akan membantu individu untuk 

memberi penekanan pada kebenaran, ketulusan dan reliabilitas dari komunikasi itu sendiri sehingga komunikasi itu sendiri dapat mempengaruhi pola pikir  lawan bicara kita. Dengan demikian KAP berfungsi untuk mengurangi atau mencegah timbulnya suatu konflik didalam suatu organisasi atau kelompok  masyarakat. Dengan adanya KAP maka permasalahan kecil. 2. Fungsi pengambilan keputusan •

Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi Dalam proses memberi atau bertukar informasi, komunikasi sangat memiliki pengaruh yang sangat efektif digunakan karena dalam hal ini komunikasi dapat mewakili informasi yang dikehendaki dalam pesan yang dia sampaikan sebagai bahan perakapan pada kegiatan komunikasi.



Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain Komunikasi yang berfungsi seperti ini mengandung muatan persuasif  dalam arti pembicara ingin pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikan akurat dan layak untuk diketahui. Bahkan komunikasi yang sifatnya menghiburpun secara tidak langsung membujuk  kalayak untuk melupakan persoalan hidup mereka.

 Hal-hal yang mempengaruhi komunikasi antar pribadi : 1. Persepsi Interpersonal Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan informasi inderawi. Persepsi interpersonal adalah meberikanmakna terhadap stimui inderawi yang berasal dari seseorang (komunikan), yang berupa pesan verbal dan nonverbal. Kecermatan dalam  persepsi interpersonal akan berpengaruh terhaddap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna terhadap pesan akan mengakibatkan kegagalan komunikasi.

2. Konsep diri Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai dengan 5 hal yaitu : a. Yakin akan kemampuan mengatasi masalah  b. Merasa setara dengan orang lain c. Menerima pujian tanpa rasa malu d. Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat. e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspekaspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan factor yang sangat menentukan dalam komunikasi antar pribadi yaitu : •

 Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiaporang bertingkah laku sedapat mungkin

sesuai

dengan

konsep

dirinya.

Bila

seorang

mahasiswa

menganggap dirinya sebagai orng yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, memplajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik. •

Membuka

diri.

Pengetahuan

tentang

diri kita

akan

meningkatkan

komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat dengan kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan  pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman dan gagasan baru. •

Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi

disebabkan oleh kurangnya percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu. •

Selektifitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri ( terpaan selektif ), bagaimana kita mempersepsi pesan ( persepsi selektif ), dan apa yang kita ingat ( ingatan selektif ). Selain itu konsep diri juga  berpengaruh dalam penyandian pesan ( penyandian selektif ).

3. Atraksi Interpersonal Atraksi Interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif  dan daya tarik seseorang. Komunikasi antar pribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal : •

Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak semata – mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga makhluk emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif  sebaliknya jika membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negative.



Efektivitas komunikasi. Komunikasi antar pribadi dinyatakan efektif bila  pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila kita berkumpul dengan satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila kita berkumpul dengan orang yang kita benci akan membuat kita tegang, resah, dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan menghindari komunikasi.

4. Hubungan Interpersonal Hubungan Interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan

menumbuhkan derajat keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara peserta komunikasi.  Miller ( 1976 ) dalam explorations in

interpersonal communication,

menyatakan bahwa “memahami proses komunikasi interpersonal menuntut  hubungan simbiosis antara komunikasi dan perkembangan rasional, dan  pada gilirannya ( secara serentak ), perkembangan rasional mempengaruhi  sifat komunikasi antar pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.” Lebih jauh, Jalalludin Rakhmat ( 1994 ) memberi catatan bahwa terdapat tiga factor dalam komunikasi antar pribadi yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik, yaitu : a. percaya, b. sikap suportif, dan c. sikap terbuka.

2.3 Komunikasi Antar Pribadi yang Efektif 

Jalaluddin Rachmat (1986:147) menyatakan bahwa komunikasi antar pribadi yang efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila kita berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, maka kita akan menyenangi mereka. Komunikasi pun berlangsung lebuh santai, gembira, dan terbuka. Sedangkan apabila kita berkumpul dengan orang-orang yang kita benci atau tidak sukai, maka akan membuat kita tegang, resah dan tidak  enak. Kita akan cenderung menutup diri dan menghindari komunikasi. a. Komunikasi antar pribadi yang efektif harus adanya: 1. Keterbukaan Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka

kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membuka semua riwayat hidupnya. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang  bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak  mengharapkan hal ini. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan”  perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang kita lontarkan adalah memang milik kita dan kita dapat mempertanggungjawabkannya. 2. Empati Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai “kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya,  berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain,  perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik  yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang  penuh perhatian, dan kedekatan fisik; (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya. 3. Sikap Mendukung

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung.Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan  bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3)  provisional, bukan sangat yakin. 4. Sikap Positif  Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak  menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi 5. Kesetaraan Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam  bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing  pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak  mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.

b. Unsur – unsur Komuniasi yang Efektif 

Jika ingin komunikasi menjadi efektif maka unsure-unsur berikut perlu diperhatikan. 1. Sumber (komunikasi). Komunikator sebagai pengirim esan hendaknya  benar-benar siap dengan pesanya. Pesan dikemas dengan bahasa tulis atau bahasa lisan yang benar-benar bisa dipahami oleh pendengar pesan. 2. Media atau saluran pengiriman pesan. Media yang digunakan dalam mengirim pesan juga harus jelas dan tidak bias. Mengajarkan organ tubuh manusia bagi anak-anak sekoah dasar maka medianya harus jelas dengan menggunakan alat perasa torso manusia. 3. Menerima pesan ( komunikan atau receiver). Pihak penerima pesan juga harus siap menerima pesan. Dengan pengetahuannya atau emahamannya maka komunikan harus focus pada pesan yang diterima. 4. Efek, yaitu apa yang terjadi setelah menerima pesan. Apakah dengan mudah komunikan merespon kembali pesan yang diterima, atau apakah ada perubahan sikap setelah melakukan komunikasi, atau apakah terjadi  perubahan perilaku. Jika terjadi perubahan yang diharapkan oleh komunikator sebagai akibat dari komunikasi iti maka komunikasi akan menjadi sangat efektif. c. Syarat - syarat Komunikasi yang Efektif 

Agar komunikasi menjadi

efektif

maka syarat-syarat berikut perlu

diperhatikan yaitu, (1) meniptakan suasana yang saling menguntungkan, (2) menggunakan bahasa yang mudah dimengerti bila mungkin bahasa yang digunakan adalah bahasa yang setara (3) pesan yang disampaikan menggugah  perhatian atau minat bagi pihak komunikan, (4) pesan yang disampaikan

menggugah kepentingan komunikan yang dapat menguntungkan, (5) pesan yang disampaikan dapat menumbuhkan suatu penghargaan bagi pihak komunikan. Berikut adalah beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam komunikasi yang efektif: 1. Harus diingat bahwa komunikasi adalah suatu proses. Komunikasi adalah suatu proses karena merupakan kegiatan yang terus meneerus dalam sebuah proses. Jadi dalam tersebut ada yang mempengaruhi dan ada pula yang dipengaruhi. 2. Komunikasi adalah sebuah system. Bahwa komunikasi merupakan sebuah system terdiri dari beberapa sub system. Ada komunikator ada komunikan dan ada saliran, ada media komuniasi manakala satu sub system terganggu akan yang lain jga terganggu. 3. Bahwa komunikasi bersifat transaksi dan komunikasi. Yang di maksud dengan interaksi adalah saling bertukar pesan. Seseorang berbicara dan yang mendengar pembiaraan itu memberikan reaksi atau komentar atas  pesan yang disampaikan. Komunikasi itu sering berubah ataun berlanjt menjadi transaksi yaitu melakukan perjanjian. d. Cara-cara Melakukan Komunikasi yang Efektif 

Agar

komunikasi

yang

kita

lakukan

menjadi

efektif

maka

perlu

memperhatikan cara-cara berikut. 1. Menguasai ragam komunikasi. Komunikasi itu banyak ragamnya. Berkomunikasi dengan bahasa lisan atau bisa pula berkomunikasi dengan bahasa tulisan. Ada pula berkomunikasi dengan bahasa isyarat atau bahasa non verbal. Tehnik yang dipakai tergantung pada dimana komunikasi

itu

dilakukan

dengan

siapa

berkomunikasi.

Jika

menggunakan bahasa verbal maka hal-hal yang perlu diperhatikan

adalah (1) kata-kata digunakan dalam berkmunikasidapat dimengerti, (2) kecepatan (speed) dapat diatur dengan tepat artinya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, (3) intonasi suara, dalam pengucapan dan  pengejaan kata harus jelas dengan kata dan intonasi yang benar dan tepat, (4) volime suara, dapat diatur dengan baik tidak terlalu keras dan tidak terlalu kecil, tergantung pada komunikan, (5) singkat dan jelas. Komunikan akan efektif bila pesan yang disampaikan jelas dan singkat. (6) Timing ( waktu yang tepat) artinya, menyediakan waktu untuk  mendengar

atau memperhatikan

apa

yang didengar apa

yang

disampaikan. Bila menggunakan bahasa tubuh atau bahasa isyarat maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah, ekspresi wajah, kontak mata,  postur tubuh dan gerak isyarat. Semua itu akan menggabarkan isi hati  pengiriman pesan atau penerima pesan. Apakah semua itu telah sesuai dengan apa yang dikemukakan secara lisan. 2. Bersikap empati. Sebagaimana disebutkandidepan bahwa empati adalah memposisikan diri dalam situasi yang dialami dan sekaligus memahami apa yang dirasakan oleh komunikan. 3. Pleksibel. Anda tidak harus kaku dan serius dengan gaya yang formal. Komunikasi itu perlu sisipan informal dengan humor agar santai. 4. Lugas dan ringkar. Gunakan kata atau kalimat yang to the point dan ringkas. Dan sedapat mungkin dengan kata atau kalimat pendek tetapi tidak mengurangi makna atau maksud. Pemakaian kata atau kalimat yang bertele-tele menjadi membosankan. 5. Memahami bahasa non verbal yang tepat. Terkadang bahsa tubuh lebih  bermakna ketimbang bahasa verbal karena sulit dimanipulasi.

6. Menjadi pendengar yang baik. Artinya apabila ada seseorang yang sedang berbicara maka kita harus mendengarkan dengan baik agar bisa memberikan respon yang tepat sesuai dengan harapan lawan bicara kita. 7. Konsisten. Konsisten mempunyai makna kesucian. Dalam konteks komunikasi maka komunikator tidak dengan mudah memindahkan topik-topik pembicaraan kepada komunikan sehingga komunikan menjadi bingung. 8. Egaliter. Artinya tidak membuat sekat-sekat atau pembatas antara komunikator dengan komunikan. Jika ini tersa makna hubungan baik  menjadi terhapus. 9. Terbuka. Dalam artian bersedia untuk dikresi jika ada kekeliruan dan meminta maaf jika salah. Sikap seperti ini turut mendukung komunikasi. 2.4 Hubungan Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi lebih menekankan pada hubungan antar pribadi dari dua pihak yang melakukan komunikasi. Kegagalan komunikasi terjadi, apabila isi  pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak dipahami oleh komunikan. Ketidak   pahaman ini membuat hubungan antara komunikator dan komunikan menjadi tidak  kondusif.

Menurut

menciptakan

Rochmaningsih

hubungan

interpersonal

(2004) yang

Komunikasi baik.

yang

Karena

efektif

dalam

akan

hubungan

interpersonal yang baik dilakukan dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antar pribadi, sehingga orang yang melakukan interaksi tersebut akan bisa mengetahui reaksi orang yang diajak berkomunikasi baik yang bersifat verbal maupun non verbal. Metode peningkatan hubungan menurut Arnold P. Goldstein (1975) yaitu ada tiga prisip : makin baik hubungan antar pribadi (1) makin terbuka pasien mengungkapkan perasaannya, (2) makin cenderung ia meneliti perasaannya secara mendalam beserta penolongnya dan (3) makin cenderungg ia mendengarkan dengan

 penuh perhatian dan bertindak atas nasehat yang diberikkan penolongnya. Semakin  baik hubungan antar pribadi, maka semakin terbuka orang untuk mengungkapkan dirnya, makin cemat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di atara komunikator dan komunikan. Kita dapat menggolongkan orang yang kita ajak berhubungan sebagai kenalan, teman, dan sahabat atau teman akrab ( Verderber et al., 2007). Adapun jenis jenis hubungan antar pribadi, yaitu : a. Kenalan Kenalan adalah orang yang kita kenal melalui namanya dan berbicara bila ada kesempatan, tetapi interaksi kita dengan mereka terbatas. Banyak hubungan dengan kenalan tumbuh atau berkembang pada konteks khusus.

 b. Teman Karena perjalanan waktu, beberapa kenalan bisa menjadi teman kita. Teman atau teman-teman adalah mereka dengan siapa kita telah mengadakan hubungan yang lebih pribadi secara sukarela (Patteerson Bettini, dan Nussbaum, 1993). Sebagaimana  persahabatan berkembangan, orang bergerak ke arah interaksi yang kurang terkait kepada peran. Misalanya, A dan B yang teman sekelas di komunikasi dan telah  berbicara hanya mengenai kuliah komunikasi, dapat memutuskan untuk pergi  bersama setelah kuliah ke pertandingan bola basket. Jika mereka merasa cocok  terhadap satu sama lain, mereka dapat melanjutkan untuk bertemu di luar kelas dan akhirnya menjadi teman. Beberapa dari persahabatan kita atau temen tetangga. Persahabatan konteks ini bisa hilang atau putus jika konteksnya berubah. Misalnya,  persahabatab anda dengan orang di kantor bisa putus jika anda atau teman anda dapat  pekerjaan baru di perusahaan lain.

Agar persahabatan itu berkembang dan berkesinambungan, beberapa prilaku kunci harus ada. Samter (2003), menjelaskan lima kompetensi penting perlu untuk  hubungan persahabatan. 1. Inisiasi (initiation) . Di mana seseorang harus berhubungan atau bekenalan dengan orang lain dan interaksi harus berjalan mulus, santai, dan menyenangkan. Sebuah persahabatan tidak akan terjalain dua orang yang  jarang berinteraksi atau interaksinya tidak memuaskan. 2. Sifat

mau

mendengarkan

(responsivenees) .

Masing-masing

harus

mendengarkan kepada orang lain, fokus kepada mitranya, dan merespon  pembicaraan mitranya. Adalah sulit untuk menjalin persahabatan kepada orang yang fokus pada dirinya sendiri atau masalahnya sendiri. 3. Pengungkapan

diri

(self -disclosure).

Kedua

belah

pihak

mampu

mengungkapakan perasaan pribadinya terhadap satu sama lain. Persahabatan tidak akan terjalin, jika masing-masing hanya mendiskusikan hal-hal yang abstrak saja atau membicarakan masalah-masalah yang dangkal sifatnya dan tidak mendalam. 4. Dukungan emosional (emotionalvsupportr) . Orang berharap mendapatkan kenyamanan dan dukungan dari temanya. Kita berharap mendapatakan teman dengan sifat-sifat seperti ini. 5. Pengelolaan konflik (conflict management) . Suatu hal yang tak terelakan  bahwa teman-teman akan tidak setuju mengenai gagasan atau prilaku kita. Persahabatan bergantung pada keberhasialan mengenai hal-hal yang tidak  disetujui ini. Pada kenyataan, dengan mengelola konflik secara kompeten, maka orang dapat mempeerat persahabatnya. c. Sahabat Kental atau Teman Akrab

Sahabat kental atau teman akrab atau close friend or intimate adalah mereka yang jumlahnya sedikit dengan siapa seseorang secara bersama – sama mempunyai komitmen tingkat tinggi, saling ketergantungan, kepercayaan, pengungkapan, kesenangan di dalam persahabatan. Seseorang bisa mempunyai kenalan yang tidak  terbatas jumlahnya dan banyak teman tetapi ia hanya mempunyai sejumlah kecil teman yang benar – benar akrab. Dengan sahabat kental, kita menunjukkan tanggung  jawab kita dengan saling berikrar terhadap satu sama lain. Kita tunjukkan kepercayaan kita dengan mempunyai harapan – harapan positif terhadap lainnya dan  percaya bahwa ia akan berperilaku dengan adil dan jujur. Dengan sahabat kental, kehidupan kita adanya saling ketergantungan atau jalin – menjalin. Kita saling mengandalkan atau bergantung terhadap satu sama lain. Kita saling mengungkapkan informasi pribadi mengenai diri kita dengan sahabat kental. Walaupun hubungan dengan kenalan dapat menyenangkan, kebanyakan orang mengalami kesenangan dan kegembiraan terbesar dari hubungan dengan sahabat kental dan teman karib. Dalam hubungan antarpribadi, memiliki tahapan – tahapan tertentu sampai pada akhirnya seseorang mampu melakukan proses self disclosure. Tahap – tahap tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pembentukan hubungan interpersonal Tahap ini disebut tahap perkenalan diamana kedua individu baru  bertemu dan terjadinya proses penyampaian informasi yaitu berupa “fase kontak yang permulaan” atau adanya usaha dari kedua individu untuk  mengetahui secepatnya identitas, sikap, dan nilai pihak yang lain. Menurut Charles

R. Berger (1973),

informasi

pada tahap

perkenalan dapat

dikelompokan menjadi tujuh kategori, yaitu (1) informasi demografis, (2) sikap dan pendapat; tentang orang atau objek (3) rencana yang akan datang (4) kepribadian (5) perilaku pada masa lalu (6) orang lain (7) hobi dan minat.

2. Peneguhan hubungan interpersonal Hubungan interpersonal bersifat statis. Cara memelihara hubungan  pada tahap ini adalah dengan empat faktor, yaitu keakraban, control, respon yang tepat, dan nada emosi yang tepat. 3.

Konfirmasi Tahap ini adalah tahap dimana seseorang membutuhkan pengakuan langsung, perasaan positif, respon meminta keterangan, respon setuju dan respon suportif.

4.

Diskonfirmasi Diskonfirmasi  berlangsungnya

adalah

keseraian

komunikasi.

Walaupun

suasana

emosional

kemungkinan,

saat

ketika terjadinya

komunikasi, keduanya berinteraksi dalam suasana emosional yang berbeda 5.

Pemutusan hubungan interpersonal Dalam tahap ini, kita dapat mengambil analisis dari R.D Nye (1973) yang menyebutkan lima sumber konflik : (1) kompetisi, salah satu pihak   berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain; misalnya menunjukan kelebihan dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang lain (2) dominasi, salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain sehingga orang itu merasakan hak – haknya dilanggar (3) kegagalan masing  – masing, berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak  tercapai (4) provokasi, salah satu pihak terus – menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan orang lain (5) perbedaan nilai, kedua  pihak tidak sepakat tentang nilai – nilai yang mereka anut.

2.4 Implementasi Komunikasi Antar pribadi yang Efektif dalam Konseling

Konseling merupakan hubungan komunikasi antar pribadi antara konselor dan konseli yang bersifat psikologis. Di dalam proses konseling, keterampilan seorang konselor dalam merespon pernyataaan konseli dan mengkomunikasikannya kembali sangatlah diperlukan. Agar proses komunikasi yang dimaksud dapat efektif dan efisien, maka konselor seyogyanya memiliki kemampuan dan keterampilan  berkomunikasi. Dalam proses wawancara konseling, konselor harus mampu menggali  perasaan dan pikiran konseli. Proses penggalian ini membutuhkan sebuah teknik  khusus agar pertanyaan maupun pernyataan yang dilontarkan konselor kepada konseli dapat menghipnotis konseli untuk semakin terbuka. Untuk itu konselor harus menguasai teknik-teknik konseling secara verbal maupun nonverbal. a. Teknik Konseling Verbal Menurut Wndinkell (1991: 316), teknik konseling verbal adalah tanggapantanggapan verbal ( dengan kata-kata) yang diberikan konselor, yang merupakan  perwujudan konkret dari maksud pikiran, perasaan yang terbentuk dalam batin konselor untuk membantu konseli pada saat tertentu. Ungkapan konselor kepada konseli akan menggunakan sebuah teknik verbal, tergantung pada intensitas  pertemuannya. Tanggapan verbal konselor akan dituangkan dalam bentuk   pertanyaan maupaun pernyataan, kalimat tanya, atau kombinasi dari pernyataan dan kalimat Tanya. Teknik-teknik konseling secara verbal adalah sebagai berikut (Winkell, 1991: 316): 1. Ajakan untuk memulai (invitation to talk) Pada akhir fase pembukaan konselor mempersilakan konseli untuk  memulai menjelaskan masalah yang ingin dibicarakan. Jika konseli datang kepada konselor atas inisiatifnya sendiri, ajakan untuk memulai ini akan mudah ditanggapi oleh konseli. Akan tetapi, jika konseli dating kepada konselor karena dipanggil, konselor perlu menjelasakan terlebih dahulu maksud dan tujuan konseli untuk diundang, setelah itu baru teknik ajakan untuk memulai bias dipahami oleh konseli. Sebagai contoh konselor dapat  berkata,

a. “Apa yang ingin saudara bicarakan dengan saya?”  b. “Coba ceritakan apa yang membuat saudara ingin bertemu dengan saya!” c. “Adakah yang mengganggu pikiran atau perasaan saudara saat ini?” d. “Tampaknya ada hal yang mengganggu saudara saat ini, apa boleh saya tahu?” 2. Penerimaan atau pengertian (acceptance/understanding) Konselor menyatakan penerimaan dan atau pengertiannya terhadap ungkapan konsel, sekaligus mempersilahkan konseli memberikan pernyataan selanjutnya. Dengan ungkapan-ungkapan tersebut konselor tidak bermaksud menyatakan bahwa ia setuju, sependapat atau sepaham. Sebagai contoh, konselor dapat berkata, a. “Saya mengerti….Ya,ya,ya.”  b. “Mm…mmm. Saya memahami maksud saudara.” 3. Perumusan pikiran-gagasan atau refleksi pikiran (reflection of content) Menyangkut komponen pengalaman dan komponen reflektif dalam  pesan yang disampaikan konseli. Disebut pikiran-gagasan karena subjek  menggunakan

bentuk-bentuk

representative

mental,

 peristiwa/kejadian/pengalaman, gagasan dari pihak selain konseli, atau  pendapat/pandangan konseli sendiri terhadap apa apa yang telah terjadi yang tertangkap secara eksplisit, dirumuskan kembali oleh konselor dalam bentuk  kata-kata sendiri atau kata-kata konseli. Sebagai contoh,

perhatikan

 percakapan antara konseli dengan konselor, berikut: Konseli : ” Saya berharap akan mendapatkan kenyamanan setelah tinggal di rumah yang baru.” Konselor: “ Jadi, saudara akan mendapatkan kenyamanan setelah tinggal di rumah yang baru.” 4. Perumusan perasaan atau refleksi perasaan (reflection of feelings) Menyangkut komponen afektif dalam perasaan konseli. Konselor  memantulkan kembali kepada konseli perasaan yang sedang dialaminya atau  pengalaman yang telah diungkapkannya secara verbal maupun nonverbal.

Oleh konselor pernyataan tersebut dipantulkan kembali tanpa menambah atau mengurangi makna dan bobot perasaan konseli. Contoh : Konseli : “Saya sungguh-sungguh kecewa dengan cara seperti itu.” Konselor : “ Saudara sangat kecewa dengan cara demikian.” 5. Penjelasan pikiran-gagasan atau klarifikasi pikiran (clarification of content) Menyangkut komponen reflektif dalam pesan konseli, yang biasanya mencangkup suatu keyakinan, pandangan, atau evaluasi terhadap pengalaman. Reflektif pikiran ini akan bersifat tentatif (meraba atau menduga) sehingga konseli diminta untuk memberikan umpan balik kepada konselor dengan katakata khusus atau dengan bentuk kalimat tanya. Contoh : Konseli : “Saya kira saya mampu untuk melakukan itu, akan tetapi kadangkadang saya menjadi ragu.” Konselor :“Tampaknya saudara masih belum yakin pada kemampuan saudara?” (meminta umpan balik dengan menggunakan kalimat tanya) Konseli : “Ya,… mungkin memang demikian. Saya tidak percaya pada diri sendiri.” 6. Penjelasan perasaan atau klarifikasi perasaan (clarification of feelings) Menyangkut komponen afektif dalam pesan konseli. Konselor ingin mengecek apakah konseli telah

menangkap

dengan tepatat isi dan

 bobot/kedalaman perasaan secara implisit yang telah diungkapkannta. Ungkapan perasaan konseli dapat berupa ungkapan verbal maupun nonverbal (secara tidak langsung). Contoh : Konseli : “ Saya kira persahabatan kami selama ini baik-baik saja.” Konselor : “Jadi, saudar sangat puas dengan pertemanan tersebut?” (konselor  meminta umpan balik dengan kalimat khusus) 7.

Permintaan untuk melanjutkan ( general lead)

Konselor mempersilakan konseli untuk memberikan ulasan/penjelasam mengenai sesuatu

yang telah

dikemukakannya.

Jika konselor ingin

menggunakan kalimat tanya, sebaiknya memakai pertanyaan terbuka. Teknik  ini dapat dipakai dalam beberapa selama proses konseling. Tujuan  penggunaan teknik ini adalah agar konseli menjelaskan secara mendalam, menggali lebih dalam, dan memperluas pandangan, dengan pemberian umpan  balik ya:ng merangsang. Contoh: “Lalu, bagaimana?”, “Bagaimana maksud Anda tersebut?”, “maka”, “dan”, “Coba lanjutkan dengan lebih jelas.” 8. Pengulangan satu-dua kata (accent) Konselor mengulangi satu atau dua kata kunci pernyataan konseli dalam  bentuk kalimat tanya agar konseli memberikan penjelasaan lebih lanjut. Konselor dapat memilih kata-kata yang lebih mengungkapkan pikiran atau gagasan, atau yang lebih mengungkapkan perasaan. Contoh: Konseli : “Saya merasa terlalu resah dengan kegiatan tersebut, menjengkelkan rasanya. Sayalah yang harus memikul tugas yang berat.” Konselor : “Terlalu resah atau menjengkelkan, atau tugas yang berat?”

9. Ringkasan/rangkuman ( summary) Konselor merumuskan secara singkat dan jelas apa yang telah dikatakan oleh konseli. Ada empat kemungkinan, yaitu : a. Pikiran dan gagasan yang telah dikemukakan oleh konseli sampai sekarang,  b. Sejumlah perasaan yang telah diungkapakan oleh konseli sampai sekarang,

c. Isi pembicaraan antara konseli dan konselor samapai, dan d. Isi pembicaraan selama wawancara 10. Pertanyaan mengenai hal tertentu (PHT, questioning/probing) Konselor ingin mendapat tanggapan tentang hal tertentu, maka jawaban konseli terbatas isinya, yaitu sesuai dengan hal yang ditanyakan. Pertanyaan ini bias bersifat tertutup maupun terbuka. Contohnya : “Kapan?”, Siapa saja?”, “Bagaimana itu terjadi?”, “Di mana?”, dan seterusnya. 11. Pemberian umpan balik ( feedback) Pemberian umpan balik dilakukan oleh konselor untuk menyampaikan kepada

konseli

bagaimana

kata-kata,

sikap,

dan

tindakanya

dalam

mempengaruhi orang lain. Dalam hal ini, konselor menyampaikan sendiri  perasaan/pikiranya kepada konseli mengenai sikap konseli selama wawancara  berlangsung atau mengenai kemajuan yang telah dicapai konseli selama  proses wawancara. Contoh : Konselor

:

“Mulailah

membaur

bersama

teman-temanmu,

jika

ada

 permasalahan bicarakan dengan teman-teman, siapa tau mereka  bisa membantu.” Konseli : “Maksud Ibu, saya seharusnya bersikap terbuka dengan seluruh teman ? Konselor : Nah, bagus, tampaknya pemikiranmu ini membuat kita akan selangkah lebih maju 12. Pemberiaan informasi (information giving) Konselor menyampaikan pengetahuan tentang sesuatu kepada konseli, sesuatu yang sebaiknya diketahui, namun belum disadari oleh konseli.

Penyampaian informasi ini tidak boleh mengandung unsur saran, misalnya konselor menerangkan ciri-ciri masa remaja, hasil tes IQ, dan lain-lain. 13. Penyajian alternatif ( forking response) Konselor mengemukakan beberapa alternatif. Konseli diminta untuk  memilih salah satu dari dari beberapa alternatif yang diberikan. Contoh : Konseli : “Saya ingin kuliah di perguruan tinggi guru dan mengambil jurusan Bimbingan Konseling, tapi saya binggung untuk kuliah dimana Bu.” Konselor: “ Saudara ingin perguruan tinggi negeri atau swasta? Apabila  perguruan tinggi negeri saudara bisa ke UNDIKSHA Singaraja, jika ingin perguruan tinggi swasta saudara bisa ke IKIP PGRI di Denpasar.” 14. Penyelidikan (Investigation) Konselor mengajak konseli untuk bersama-sama menyelidiki alternatif –  alternatif yang dapat dipilih. Meninjau bersama – sama konsekuensi pada masing – masing alternatif. Biasanya teknik penyelidikan ini digunakan pada  beberapa alternative pemecahan yang disebut pengambilan keputusan (decision making). Contoh : Konseli : “Saya akan memilih masuk jurusan IPS.” Konselor: “ Apa keuntungan dan kerugian anda jika masuk jurusan IPS?” 15. Pemberian struktur (structuring) Konselor memberikan petunjuk tentang urutan langkah berpikir atau urutan tahap dalam pembicaraan yang diikuti agar sampai pada pemecahan masalah/penyelesaian masalah. Contoh : “ Sebelum kita melangkah lebih dalam pada permasalahan saudara, marilah kita tinjau lebih dalam hal – hal apa saja yang telah saudara

uangkapkan tadi.” , “Nah, ada baiknya kita kembali pada hal-hal yang saudara banyak bicarakan tadi.” 16. Interpretasi (interpretation) Konselor menambahkan sesuatu pada hal – hal yang sudah terungkap dan yang elum disadari konseli. Konselor menggali makna yang terdapat di  balik kata – kata konseli atau dibalik tindakan yang telah diceritakan. Contoh : “ Saudara tadi mengatakan berat jika harus masuk jurusan IPA. Apakah keberatan masuk jurusan IPA itu muncul karena belajar di jurusan IPA anda harus belajar dengan keras, sedangkan jurusan IPS membuat saudara puas karena saudara merasa tidak memerlukan prestasi belajar? Bagaimana menurut pendapat saudara?” 17. Konfrontasi (confrontation) Konselor mengarahkan perhatian konseli atas beberapa hal yang menurut pandangan konselor tidak sesuai satu sama lain. Ketidaksesuaian ini terdapat pada hal – hal yang diungkapkan konseli, baik secara verbal maupun nonverbal. Contoh: Konselor : “Bagaimana perasaan saudara saat ini ?” Konseli : “Baik – baik saja, Bu… (berbicara sangat lambat, ekspresi wajah ingin menangis) Konselor : “Anda tadi mengatakan baik – baik saj tetapi mengapa Anda  bersedih? Kiranya apa yang terjadi?”

18. Diagnosis Konselor

mejelaskan

kepada

konseli

apa

yang

menjadi

inti

masalahnya/mengapa masalah tersebut muncul. Dalam hal ini, konselor  menggelar semua data hasil percakapan dengan konseli, baik yang bersifat  psikologis maupun hasil wawancara dengan konseli. Contoh :

Konselor : “Rasa takut saudara untuk berenang di kolam renang saat ini  bersumber dari pengalaman saudara sewaktu kelas 1 SD. Saat itu saudara pernah tercebur di kolam renang sehingga saudara tenggelam tak sadarkan diri. Tampaknya demikian ?” 19. Dukungan atau bimbingan (reassurance/support) Konselor memberikan semangat dan keyakinan kepada konseli, lebih –  lebih pada saat segalanya menjadi sulit bagi konseli. Konselor membesarkan hati konseli, memberikan harapan – harapan agar konseli tidak kehilangan semangar. Namun, bimbingan yang diberikan jangan terlalu berlebihan. Contoh : “Yakinlah dengan keputusanmu ini.”, “Tidak sesulit seperti yang saudar pikirkan, bukan?”, “Saya yakin saudara mampu melaksanakannya.” 20. Usulan atau saran (suggestion/advice) Dalam proses konseling kadang ditemukan konseli yang sangat mebutuhkan saran apabila sedang dalam keadaan bingung. Konselor yang  berpengalaman tidak akan ragu-ragu dalam menggunakan teknik ini, tetapi konselor harus sangat bijaksana dalam menentukan terhadap siapa dan kapan teknik ini digunakan. Usul/saran biasanya digunakan dalam fase peyelesaian masalah. Contoh: “Waktu yang tepat seandainya saudara ingi membicarakan pemilihan  jurusan kepada ibu saudara adalah pada saat acara santai dengan keluarga. Bagaimana?”, “Kalau boleh saya usul, waktu yang tepat adalah setelah makan malam, baimana?” 21. Penolakan (criticsm) Konselor menyatakan pendapatnya berdasarkan objektif, yang bersifat menolak pandangan, tindakan, atau rencana konseli. Akan tetapi, pemberian teknik ini harus sangat hati-hati karena penyampaian yang kurang tepat bisa merusak hubungan dalam proses konseling. Dalam hal tindakan moral dan  pendidikan, teknik ini kiranya akan mudah digunakan. Contoh: “Saya kurang sependapat dengan tindakan anda yang main hakim sendiri.”

Selain menggunakan teknik konseling verbal, konselor harus mamapu menggunakan teknik konseling nonverbal. Dengan menguasai teknik konseling nonverbal, konselor dapat menangkap isyarat atau pesan konseli yang belum terungkap secara verbal. Penggunaan teknik ini harus memiliki kesesuaian antara apa yang diungkapkan konselor dengan perilaku yang tampak di hadapan konseli. c. Teknik Konseling Nonverbal 1. Anggukan kepala : untuk menyatakan sependapat, setuju, searah dengan jalan yang diungkapkan konseli. 2. Senyuman : untuk menyatakan sikap menerima. Biasanya pada saat menyambut keedatangan konseli, 3. Tatapan mata : untuk menyatakan sikap sedang memperhatikan. Tentunya tatapan mata yang dimaksud adalah menatap atau memperhatikan kea rah seluruh wajah konseli. 4. Intonasi suara: untuk menyatakan kesesuaian pembicaraan dengan konseli. 5. Ekspresi muka : untuk mendukung reaksi-reaksi yang diungkapka konseli. 6. Diam : untuk menyatakan atau mempersilakan konseli untuk terus melanjutkan pembicaraan atau empati terhadap ungkapan perasaan konseli. Diam bukan berarti membiarkan konseli. Diam adalah sikap menghargai. 7. Gerakan tangan : untuk memperkuat atau mendukung apa yang diungkapkan konselor secara verbal. 8. Gerakan bibir : gerakan bibir harus dilakukan secara wajar jika konselor tidak   bebicara karena gerakan bibir yang berlebihan bisa menimbulkan efek sikap negatif bagi konseli. 9. Pakaian : pakaian konselor akan sangat mendukung dalam proses konseling. Jika konselor menggunakan pakaian rapi, bersih wangi, dan sesuai, konseli akan merasa sangat nyaman berbicara dengan konselor. 10. Jarak tempat duduk : konselor harus tepat dalam mengatur jarak duduk  dengan konseli. Karena jika terlalu jaug terkesan menolak, jika terlalu dekat konseli pun tidak akan merasa nyaman.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF