MAKALAH KEBIJAKAN MONETER

May 14, 2018 | Author: pitha | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

EKONOMI...

Description

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku untuk semua  Negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas negara dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar. Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap  perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar. Untuk itu dalam penulisan makalah ini penulis akan membahas terkait dengan  pengertian sistem moneter internasional, sejarah terbentuknya system moneter internasional, fenomena aktual yamg terkait moneter, serta Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang tunggal di asean Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke sistem yang lain diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Sampai saat ini pun sistem moneter internasional masih menjadi  perhatian semua negara dan masih ingin merubah sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal. Belum lagi rencana anggota Negara-negara asean untuk merumuskan kebijakan pemberlakuan mata uang bersama yang hanya berlaku tunggal di kawasan asean. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat tema sistem moneter internasional.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari sistem moneter ? 2. Bagaimanakah proses pengendalian moneter ? 3. Bagaimana kerangka kebijakan moneter di Indonesia ? 4. Apakah fungsi dari kebijakan moneter ? 5. Apakah yang menjadi tujuan kebijakan moneter ? 6. Apakah perananan Bank Indonesia dalam pengendalian kebijakan moneter ? 7. Bagaimanakah cara pemulihan ekonomi melalui kebijakan moneter di Indonesia ?

1

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari sistem moneter. 2. Untuk mengetahui proses pengendalian moneter. 3. Untuk mengetahui kerangka kebijakan moneter di Indonesia. 4. Untuk mengetahui fungsi dari kebijakan moneter. 5. Untuk mengetahui yang menjadi tujuan kebijakan moneter. 6. Untuk mengetahui perananan Bank Indonesia dalam pengendalian kebijakan moneter. 7. Untuk mengetahui cara pemulihan ekonomi melalui kebijakan moneter di Indonesia.

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sistem Moneter

Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem moneter adalah otoritas moneter yaitu Bank Indonesia dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena itu sistem  perbankan merupakan bagian integral dari suatu sistem moneter. Otoritas Moneter, Pemerintah dan Bank Sentral/Bank Indonesia bertanggung jawab menciptakan dan menawarkan uang primer berupa uang kartal (kertas dan logam) bagi masyarakat umum dan bank reserves bagi perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Sedangkan  perbankan dan lembaga keuangan lainnya berdasarkan uang primer yang dimiliki menciptakan uang sekunder dalam bentuk giral, seperti giro (demand deposits), deposito berjangka (time deposits), tabungan ( saving deposits), dan uang sekunder lainnya. Mereka yang terlibat dalam

 penciptaan dan penawaran uang beredar merupakan satu kesatuan dalam suatu sistem moneter. Uang-uang yang ditawarkan melalui monetary system  digunakan oleh masyarakat, baik  pengusaha maupun masyarakat biasa untuk keperluan konsumsi dan produksinya. Penciptaan uang bukan semata-mata kehendak otoritas moneter (Bank Indonesia), melainkan juga harus ada  permintaan dari masyarakat sehingga jumlah uang beredar harus memenuhi tuntutan mekanisme  pasar yaitu pertemuan antara permintaan dan penawaran.

2.2 Pengendalian Moneter

Jumlah uang beredar, baik dalam standar barang (commodity standard ) maupun standar kepercayaan ( fiat standard ) tidak boleh terlalu berlebihan atau kurang. Kontrol jumlah uang  beredar perlu dilakukan untuk menciptakan iklim yang baik bagi stabilitas harga dan  pertumbuhan ekonomi, serta kontrol terhadap kegiatan kredit. Kontribusi kebijakan moneter terhadap stabilitas harga sangat penting artinya untuk mengurangi/menekan tingkat inflasi. Pertumbuhan jumlah uang yang beredar sebaiknya mengikuti pertumbuhan ekonomi, sehingga secara tidak langsung dapat menekan tingkat pengangguran. Bank Sentral selaku pelaksana kebijakan moneter, menjalankan kebijakannya yang bersifat kuantitatif (quantitative control 3

 policy) dan kualitatif (qualitative control policy). Instrumen-instrumen yang biasa digunakan

dalam menjalankan kebijakan kuantitatif adalah Pengaturan Tingkat Bunga dan Tingkat Diskonto (rediscount rate policy), Pengatuan Operasi Pasar Terbuka (open market operation), dan Pengaturan Tingkat Cadangan Minimal dan Tingkat Kelebihan Cadangan (reserves requirement policy). Dalam melaksanakan kebijakan kualitatif pemerintah mengadakan

 pendekatan langsung (direct approach) kepada bank-bank umum, dengan turut mengawasi kebijakan bank-bank umum dalam memberikan pinjaman kepada para nasabahnya secara selektif.

2.3 Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia

Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter. Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking , artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melalui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas

kebijakan

kepada

publik.

Secara

operasional,  stance kebijakan

dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan

moneter

(BI Rate) yang diharapkan akan

memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit  perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output  dan inflasi.

2.4 Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi agar dapat berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu; 4

1. Kebijakan moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy. 2. Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. 3. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy. 4. Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut  juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu). Kebijakan moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas moneter yang terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter, dan kestabilan nilai uang, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Jadi dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu. Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka tujuan kebijakan moneter adalah untuk membantu mencapai sasaran-sasaran makroekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi,  penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan tujuan/sasaran akhir kebijakan moneter ( final target ).

2.5 Fungsi Kebijakan Moneter

Dari pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar. Sejak tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi untuk mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek. Adapun kebijakan fiscal digunakan dalam  pengendalian ekonomi jangka panjang. Namun pada saat ini kebijakan moneter merupakan kebijakan utama yang dipergunakan untuk pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka  panjang. Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan kebijakan uang ketat dan kebijakan uang longgar.

2.6 Tujuan Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moeneter (Bank Indonesia) untuk mempengaruhi jumlah yang beredar dan kredit yang pada akhirnya akan mempegaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan: 5

1. Kesempatan Kerja Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawan. 2. Kestabilan harga Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang akan masa depan. 3.  Neraca Pembayaran Internasional  Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu  Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi: 

Indepensi Bank Sentral. Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa campur tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan fiscal.



Fokus terhadap sasaran. Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak dicapai oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang bertentangan dengan sasaran  pengendalian inflasi, misalnya sasaran pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca  pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.



Capacity to forecast inflation. Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi secara akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.

6

2.7 Perananan Bank Indonesia Dalam Pengendalian Kebijakan Moneter

Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah: 1. Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework. 2. Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem  pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta  penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan  bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor  perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II. 3. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem  pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan 7

risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang  bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran. 4. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan  pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan. 5. Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan  peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu,  pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam  penyediaan likuiditas tersebut.

8

A. Peran Bank Sentral Sebagai Otoritas Moneter  Peran bank sentral dalam perekonomian suatu negara sangat penting. Bank sentral adalah mitra utama pemerintah dalam menggerakkan berbagai kegiatan ekonomi melalui kebijakan suku bunga dengan statusnya sebagai otoritas moneter. Sebagai otoritas moneter, bank sentral memiliki tujuan, tugas, maupun wewenang yang tidak dimiliki lembaga ekonomi lainnya. Sebelum membahas mengenai beberapa hal terkait otoritas moneter yang dimiliki oleh Bank Indonesia, maka perlu diketahui terlebih dahulu mengenai definisi dari kebijakan moneter dan otoritas moneter itu sendiri. Dalam ”kamus hukum ekonomi” yang disusun oleh A. F. Elly Erawaty dan J. S. Badudu

dikatakan bahwa kebijakan moneter (monetary policy) adalah tindakan bank sentral selaku pemegang otoritas moneter dalam menjaga keseimbangan moneter Negara. Sedangkan otoritas moneter adalah suatu entitas yang memiliki wewenang untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar pada suatu negara dan memiliki hak untuk menetapkan suku bunga dan parameter lainnya yang menentukan biaya dan persediaan uang. Umumnya otoritas moneter adalah bank sentral, meskipun kadang kala lembaga eksekutif pemerintah mempunyai hak tertinggi untuk menetapkan kebijakan moneter dengan cara mengendalikan bank sentral. Ada berbagai jenis otoritas moneter lainnya, seperti dibentuknya satu bank sentral untuk beberapa negara, terdapatnya suatu dewan yang mengkontrol jumlah uang yang beredar terhadap mata uang lain, dan juga diperbolehkannya beberapa entitas untuk mencetak uang kertas ataupun uang logam. Agus Santoso dan Anton Purba mengatakan dalam tulisannya yang berjudul “Kedudukan Bank Indonesia dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(Amandemen Keempat) dan Usulan Komisi Konstitusi dalam Konsep Amandemen Kelima UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945” bahwa kewenangan otoritas

moneter yang dimiliki Bank Indonesia merupakan hasil dari sharing of executive power kekuasaan Pemerintah di bidang ekonomi. Sharing of executive power ini dimaksudkan untuk menghindarkan Bank Indonesia dari posisi yang dapat menimbulkan conflict of interest, yaitu antara “agen program Pemerintah” dan “pengelola kebijakan moneter”.

Kedua fungsi tersebut memang tidak dapat dilakukan oleh satu lembaga, karena kedua fungsi tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Disatu sisi, Pemerintah memiliki tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan kebijakan fiskal dan dilain 9

 pihak Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mendukung kestabilan ekonomi melalui kebijakan moneternya. Dengan demikian, pembagian kekuasaan (sharing of executive  power) ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung terciptanya demokratisasi dalam pengelolaan (ekonomi) Negara. Dalam konsep sharing of executive power ini, maka Pemerintah memegang otoritas fiskal (dan sektor riil), sedangkan Bank Indonesia sebagai lembaga Negara yang memliki fungsi khusus, yaitu sebagai otoritas di bidang moneter, perbankan, dan system  pembayaran, dengan tujuan menkonstruksikan pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat yang tercermin dari terjaganya kestabilan rupiah. fungsi ini diyakini tidak dapat  berjalan dengan baik apabila tercampur dengan ragam fungsi departemental  pemerintahan yang sarat dengan tarik menarik kepentingan politik dan seringkali  berubah karena mengandung faktor subyektifitas yang tinggi. Dengan demikian, maka dengan adanya sharing of executive power ini, kekuasaan Pemerintah dalam kebijakan ekonomi tidak terkonsentrasi. Hal ini juga secara tegas tercantum dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang mengatur bahwa kekuasaan Presiden selaku Kepala Pemerintahan “tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain

mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang”.  Namun, sebagai organ of state Bank Indonesia dalam beberapa hal harus tetap  berkoordinasi dengan Pemerintah. Dengan kata lain, hubungan ini dapat digambarkan sebagai fungsi pengelolaan moneter yang tidak berada di bawah pengelolaan kebijakan fiskal, tetapi yang terpisah, namun tetap bekerjasama dengan pengelola fiskal untuk memperoleh manfaat yang semaksimal mungkin dalam pembangunan ekonomi nasional. B. Pemulihan Kondisi Perekonomian Nasional Pada dasarnya, program stabilisasi dan reformasi ekonomi tersebut difokuskan untuk mengatasi permasalahan utama perekonomian yang sangat mendesak pada saat krisis, yaitu di bidang moneter dan fiskal dilakukan upaya yang sungguh-sungguh dan konsisten untuk meredam tekanan laju inflasi dan gejolak nilai tukar. Kestabilan harga dan nilai tukar rupiah merupakan prasyarat pokok yang harus dicapai, agar upaya  pemulihan ekonomi secara keseluruhan dapat dilakukan. Selanjutnya, dengan keadaan 10

moneter yang stabil maka suku bunga dapat turun kembali ke tingkat yang normal sehingga dapat membantu kebangkitan kembali dunia usaha. Dalam kaitan itu, kerangka kebijakan moneter Bank Indonesia diarahkan pada pencapaian sasaran moneter yang menjamin agar ekspansi kegiatan usaha dapat berlangsung dalam kondisi ekonomi yang tetap mantap, laju inflasi yang relatif rendah, serta posisi neraca pembayaran yang sehat. Untuk itu, kebijakan moneter diupayakan untuk mencapai nilai tukar yang sesuai dengan realistis, jumlah uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian, dan suku bunga yang wajar. Sementara itu disisi fiskal, untuk mendukung efektivitas pemerintah secara terus-menerus melakukan berbagai langkah konsolidasi di bidang fiskal melalui  peningkatan disiplin anggaran dengan melakukan penghematan atas belanja negara. Kemudian, di bidang Perbankan, upaya restrukturisasi dan penyehatan perbankan menjadi hal yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi. Oleh karena itu, upaya  pemulihan kondisi perbankan melalui restrukturisasi merupakan salah satu kunci bagi keberhasilan usaha perbaikan ekonomi saat ini maupun di masa yang akan dating. Yang terakhir yakni masalah penyelesaian utang kepada kreditur dalam dan luar negeri. Ini merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan pemulihan ekonomi Indonesia karena di satu pihak hal tersebut terkait langsung dengan kepercayaan luar negeri terhadap perekonomian dan dunia usaha Indonesia. Agar dari pihak luar negeri maupun  pihak swasta akan kembali membuka akses ke sumber-sumber pembiayaan luar negeri. C. Stabilitas Sektor Keuangan Indonesia Stabilitas keuangan merupakan hal yang mutlak dimiliki untuk mempertahankan  pertumbuhan ekonomi yang positif di tengah krisis global. Berkaca pada pengalaman  pahit krisis Asia tahun 1997/1998 telah mendorong otoritas dan pelaku sektor keuangan Indonesia lebih memperhatikan stabilitas sektor keuangan. Yakni dengan melakukan dukungan pembiayaan ekonomi yang telah meningkat secara signifikan sehingga memberikan landasan kondusif bagi perekonomian domestik.  Namun demikian, Indonesia tidak sepenuhnya dapat terhindar dari imbas krisis. Keketatan kredit global pada bulan September 2008 telah mempengaruhi stabilitas pasar keuangan domestik, ditandai oleh anjloknya IHSG (liat grafik) dan turunnya SUN secara signifikan. IHSG terpuruk pada bulan September 2008 hingga Februari 2009. 11

 Namun kemudian bangkit kembali dan dapat bertengger di level Rp 2.323,24,- pada  bulan Agustus 2009. Pengaruh goncangan global yang terjadi pada bulan September 2008 memang memberi dampak yang signifikan pada stabilitas keuangan di dalam dan di luar negeri. Pada saat itu, sejumlah perusahaan besar dunia ikut ambruk, termasuk  perusahaan perkreditan rumah Fannie Mae dan Freddie Mac, yang memberi garansi utang senilai US$ 5,3 trilyun atau lebih dari separuh utang perkreditan rumah di AS. Selain itu, berita bangkrutnya Lehman Brothers pada 15 September 2009 juga menggemparkan dunia finansial. Meskipun secara umum, terutama di kalangan pelaku pasar keuangan telah terbiasa mendengar

istilah

kestabilan

sektor

keuangan,

kiranya

tidak

ada

salahnya

untuk

mengungkapakan kembali pengertian dari istilah tersebut. Belum terdapat suatu definisi yang universal mengenai kestabilan sektor keuangan. Andrew Crockett mengemukakan bahwa untuk memahami konsep kestabilan sektor keuangan, perlu dibedakan antara stabilitas moneter dengan stabilitas keuangan. Bila stabilitas moneter mengacu pada stabilitas harga dalam bentuk kestabilan nilai mata uang, maka stabilitas keuangan mengacu pada kestabilan institusi keuanagan itu sendiri dan stabilitas pasar yang tergabung dalam sistem keuangan. Pada intinya, “finansial stability is avoidance of crises” seperti di ungakapkan oleh I. J. McFarlane, Gubernur

Reserve Bank of Australia. Oleh karena itu, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan sangat terkait erat, dimana stabilitas moneter hanya dapat dicapai dengan sistem keuangan yang stabil. Dalam konteks stabilitas keuangan, perlu diperjelas lembaga keuangan yang berpengaruh secara signifikan terhadap sistem keuangan secara keseluruhan, agar diperoleh kesamaan  persepsi di semua lembaga yang terkait. Dalam praktiknya memang belum terdapat suatu rumusan standar mengenai masalah ini. Komponen yang kedua adalah kestabilan pasar, baik pasar modal maupun pasar uang. Pasar dimaksud dapat dikatakan stabil apabila pelaku pasar (misalnya investor) masih percaya untuk melakukan traksaksi pada tingkat harga yang merupakan refleksi dari fundamental ekonomi dan volatilitas harga pasar yang tidak ekstrem dalam jangka pendek. Kondisi yang tidak stabil tersebut perlu diwaspadai mengingat dalam kondisi terjadinya krisis keuangan maka kondisi tersebut dapat berdampak kepada :

12

1. Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat (depositor dan investor) terhadap sistem keuangan sehingga dapat menimbulkan bank run, 2. Fungsi intermediasi menjadi tidak efektif mengingat suku bunga bank menjadi tidak realistis, 3. Alokasi sumber-sumber dana menjadi tidak efektif karena orang akan lebih senang menyimpan uang di rumah atau di luar negeri, 4. Biaya yang relatif besar untuk menyelamatkan lembaga keuangan atau bank yang memiliki dampak sistemik terhadap perekonomian, 5. Kebijakan moneter tidak dapat diterapkan dengan baik. Dalam hubungan ini, dapat dijelaskan bahwa selama ini sebenarnya tugas menjaga kestabilan sektor keuangan sudah secara langsung menjadi satu dalam tugas Bank Sentral menjaga kestabilan moneter. Mengingat bahwa berbagai permasalahan baru di bidang ekonomi dan keuangan dewasa ini terus bermunculan maka fungsi kestabilan sektor keuangan ke dalam fungsi menjaga kestabilan moneter dinilai kurang efektif, dikarenakan hal-hal sebagai berikut: 1. Kompleksitas usaha lembaga keuangan/bank terus meningkat pesat, bahkan dalam  beberapa kasus terdapat kesulitan untuk menentukan posisi unit usaha bank di dalam suatu struktur konglomerasi yang relatif besar. 2. Dengan semakin majunya sistem informasi dan globalisasi operasi perusahaan keuangan/bank, permasalahan yang terjadi di pasar internasional dapat berdampak langsung terhadap kondisi pasar domestik (contagion effect). 3. Kebijakan moneter dan fiskal yang kurang tepat memungkinkan juga timbulnya  permasalahan di sektor keuangan dan bank. 4. Hutang luar negeri yang jatuh tempo di masa mendatang dapat pula menyebabkan adanya tekanan terhadapa pasar valas, dimana tingginya permintaan valas tidak sepenuhnya dapat diimbangi oleh penawaran. 5. Struktur ekonomi yang terkonsentrasi pada beberapa kelompok usaha (konglomerat) akan dapat memberikan tekanan dalam kestabilan sektor keuangan. 6. Apabila dapat dilakukan pemantauan secara rutin terhadap komponen-komponen yang dapat memberikan tekanan terhadap stabilitas keuangan sebagaimana tersebut di atas maka diharapkan akan dapat dilakukan pencegahan terhadap terjadinya krisis dan

13

 pemecahan permasalahannya sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai oleh pihak-pihak yang berwenang (crises resolution). Kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah. Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan perkataan lain, sesuai dengan UU No. 23 tahun 1999 sasaran

kebijakan moneter Bank Indonesia hanya satu ( single objective), yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal ini berbeda dengan Undang-undang tentang Bank Sentral yang lama, yaitu UU  No. 13 tahun 1968, yang menuntut Bank Indonesia untuk memenuhi beberapa sasaran sekaligus (multiple objectives), yakni mendorong kegiatan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yang pencapaiannya pada hakekatnya dapat saling bertolak  belakang, terutama dalam jangka pendek. Adapun para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter adalah apabila Negara tersebut: 

Memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar



Mengalami inflasi yang tidak terkontrol



Defisit neraca pembayaran yang besar



Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang



Tingkat suku bunga yang diatas kewajaran Jika ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara, maka dapat dipastikan Negara tersebut

hanya menunggu waktu mengalami krisis ekonomi.

14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem moneter adalah otoritas moneter yaitu Bank Indonesia dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena itu sistem perbankan merupakan bagian integral dari suatu sistem moneter. Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi agar dapat berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar.

15

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Sri. 2000. “ Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia“. PT. Gramedia, Jakarta.

Boediono, “Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di Indonesia”,Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan , Bank Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Juli 1998. Sarwono, Hartadi A., dan Perry Warjiyo, “Mencari Paradigma Baru ManajemenMoneter dalam Sistem Nilai tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran untuk   Penerapannya di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan , BankIndonesia, Volume

1, Nomor 1, Juli 1998.

16

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF