Makalah Kasus Audit Toshiba EY

May 3, 2017 | Author: TitoHeidyYanto | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Makalah Kasus Audit Toshiba EY...

Description

ANALISIS INTEGRITAS AUDITOR EKSTERNAL DALAM KASUS ERNST & YOUNG DAN TOSHIBA

Anggota :

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integritas merupakan salah satu bagian dari kode etik akuntan profesional. Kode etik diperlukan sebagai prinsip utama dalam setiap profesi dalam menjalankan kegiatan yang sehat. Integritas secara sederhana berarti jujur dan bertanggung jawab. Integritas menjadi hal yang penting dalam dunia audit dewasa ini, karena banyaknya threat yang dihadapi oleh auditor sehingga integritas menjadi salah satu tameng dalam kode etik profesi akuntan

publik

yang

mengingatkan

auditor

akan

tujuan

profesinya

dan

menghindarkannya dari fraud. Integritas tanpa professional competence tidak akan ada artinya begitu juga sebaliknya. Fenomena akan timbulnya suatu penyimpangan dalam pelaksanaan tanggung jawab oleh auditor, ditandai dengan adanya suatu benturan kepentingan (conflict of interest), membiarkan faktor salah saji material yang diketahuinya (material misstatement), atau mengalihkan pertimbangannya pada suatu hal tertentu untuk kepentingannya sendiri atau pihak lain, tidak memberikan informasi yang benar yang diketahuinya. Permasalahan dengan integritas dapat dialami oleh auditor manapun. Kelompok kami mengambil contoh integritas auditor eksternal Ernst & Young ShinNihon dengan induk perusahaan Toshiba di Jepang dimana yang menjadi sorotan media adalah overstated profit yang mencapai…. Kasus tersebut menarik karena penyimpangan yang dilakukan Toshiba baru saja terkuak di awal tahun 2015 oleh komite investigatif independen dari luar perusahaan. Sementara Ernst & Young sang eksternal auditor tidak dapat mendeteksi kesalahan Toshiba. Kajian teori mengenai kesalahan Ernst & Young selaku auditor yang ada di dalam makalah ini masih berupa analisis dan asumsi disebabkan karena keterbatasan sumber karena belum terkuak

kebenaran Ernst & Young melanggar

integritas pada publik. Sedangkan sumber-sumber lain untuk mengetahui penyimpangan Toshiba berasal dari berita-berita baik dari Indonesia maupun Amerika Serikat , laporan investigatif, dan perbandingan laporan keuangan.

1.2 Tujuan 1. Mengetahui definisi integritas 2. Mengetahui penyimpangan yang dilakukan Toshiba Jepang 3. Menganalisis penyimpangan yang dilakukan Erns & Young dalam mengaudit Toshiba 4. Menemukan saran dan solusi preventif

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kode Etik Akuntan Publik mengenai Integritas menurut IAPI Berdasarkan seksi 100.4, kode etik profesi akuntan publik hasil terjemahan (dengan modifikasi) dari Code of Ethics for Professional Accountants yang ditetapkan oleh International Ethics Standards Board for Accountants (“IESBA”) yang dikeluarkan oleh International Federation of Accountants (“IFAC”) menjelaskan mengenai prinsip dasar etika profesi, salah satunya adalah prinsip integritas yakni setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya. Pengertian ini diperjelas dengan adanya seksi 110 yang menjelaskan bahwa: 1.

Prinsip integritas mewajibkan setiap Praktisi untuk tegas, jujur, dan adil dalam hubungan profesional dan hubungan bisnisnya.

2.

Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikasi, atau informasi lainnya yang diyakininya terdapat: (a)

Kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan;

(b)

Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati- hati; atau

(c)

Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas informasi yang seharusnya diungkapkan.

3.

Praktisi tidak melanggar paragraf 110.2 dari Kode Etik ini jika ia memberikan laporan yang dimodifikasi atas hal-hal yang diatur dalam paragraf 110.2 tersebut. Integritas memiliki hubungan yang baik dengan kode etik lainnya seperti indepenensi.

Dengan adanya independensi maka auditor secara otomatis menjaga integritasnya. Independensi yang diatur dalam seksi 290.8 ini mewajibkan setiap praktisi untuk bersikap sebagai berikut: (a)

Independensi dalam pemikiran.

Independensi dalam pemikiran merupakan sikap mental yang memungkinkan pernyataan pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat mengganggu pertimbangan profesional, yang memungkinkan seorang individu untuk memiliki integritas dan bertindak secara objektif, serta menerapkan skeptisisme profesional. (b)

Independensi dalam penampilan

Independensi dalam penampilan merupakan sikap yang menghindari tindakan atau situasi yang dapat menyebabkan pihak ketiga (pihak yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan) meragukan integritas, objektivitas, atau skeptisisme profesional dari anggota tim assurance, KAP, atau Jaringan KAP. 2.2 Kode Etik Akuntan Publik mengenai Integritas menurut The Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB) Berdasarkan PCAOB Section 102, yang dimaksud dengan integritas dan objektivitas adalah sebagai berikut: Integrity and objectivity. In the performance of any professional service, a member shall maintain objectivity and integrity, shall be free of conflicts of interest, and shall not knowingly misrepresent facts or subordinate his or her judgment to others. 2.2.1 Knowing misrepresentations in the preparation of financial statements or records. A member shall be considered to have knowingly misrepresented facts in violation of rule 102 [ET section 102.01] when he or she knowingly— a.

Makes, or permits or directs another to make, materially false and misleading entries in an entity’s financial statements or records; or

b.

Fails to correct an entity’s financial statements or records that are materially false and misleading when he or she has the authority to record an entry; or

c.

Signs, or permits or directs another to sign, a document containing materially false and misleading information.

2.2.2 Free of conflicts of interest. A conflict of interest may occur if a member performs a professional service for a client or employer and the member or his or her firm has a relationship with another person, entity, product, or service that could, in the member's professional judgment, be viewed by the client, employer, or other appropriate parties as impairing the member's objectivity. If the member believes that the professional service can be performed with objectivity, and the relationship is disclosed to and consent is obtained from such client, employer, or other appropriate parties, the rule shall not operate to prohibit the performance of the professional service.

Certain professional engagements, such as audits, reviews, and other attest services, require independence. Independence impairments under rule 101 [ET section 101.01], its interpretations, and rulings cannot be eliminated by such disclosure and consent. The following are examples, not all-inclusive, of situations that should cause a member to consider whether or not the client, employer, or other appropriate parties could view the relationship as impairing the member's objectivity: 

A member has been asked to perform litigation services for the plaintiff in connection with a lawsuit filed against a client of the member's firm.



A member has provided tax or personal financial planning (PFP) services for a married couple who are undergoing a divorce, and the member has been asked to provide the services for both parties during the divorce proceedings.



In connection with a PFP engagement, a member plans to suggest that the client invest in a business in which he or she has a financial interest.



A member provides tax or PFP services for several members of a family who may have opposing interests.



A member has a significant financial interest, is a member of management, or is in a position of influence in a company that is a major competitor of a client for which the member performs management consulting services.



A member serves on a city's board of tax appeals, which considers matters involving several of the member's tax clients.



A member has been approached to provide services in connection with the purchase of real estate from a client of the member's firm.



A member refers a PFP or tax client to an insurance broker or other service provider, which refers clients to the member under an exclusive arrangement to do so.



A member recommends or refers a client to a service bureau in which the member or partner(s) in the member's firm hold material financial interest(s).

The above examples are not intended to be all-inclusive. 2.2.3 Obligations of a member to his or her employer's external accountant Under rule 102 [ET section 102.01], a member must maintain objectivity and integrity in the performance of a professional service. In dealing with his or her employer's external

accountant, a member must be candid and not knowingly misrepresent facts or knowingly fail to disclose material facts. This would include, for example, responding to specific inquiries for which his or her employer's external accountant requests written representation. 2.2.4 Subordination of judgment by a member. Rule 102 [ET section 102.01] prohibits a member from knowingly misrepresenting facts or subordinating his or her judgment when performing professional services. Under this rule, if a member and his or her supervisor have a disagreement or dispute relating to the preparation of financial statements or the recording of transactions, the member should take the following steps to ensure that the situation does not constitute a subordination of judgment: fn 1 1.

The member should consider whether (a) the entry or the failure to record a transaction in the records, or (b) the financial statement presentation or the nature or omission of disclosure in the financial statements, as proposed by the supervisor, represents the use of an acceptable alternative and does not materially misrepresent the facts. If, after appropriate research or consultation, the member concludes that the matter has authoritative support and/or does not result in a material misrepresentation, the member need do nothing further.

2.

If the member concludes that the financial statements or records could be materially misstated, the member should make his or her concerns known to the appropriate higher level(s) of management within the organization (for example, the supervisor's immediate superior, senior management, the audit committee or equivalent, the board of directors, the company's owners). The member should consider documenting his or her understanding of the facts, the accounting principles involved, the application of those principles to the facts, and the parties with whom these matters were discussed.

3.

If, after discussing his or her concerns with the appropriate person(s) in the organization, the member concludes that appropriate action was not taken, he or she should consider his or her continuing relationship with the employer. The member also should consider any responsibility that may exist to communicate to third parties, such as regulatory authorities or the employer's (former employer's) external accountant. In this connection, the member may wish to consult with his or her legal counsel.

4.

The member should at all times be cognizant of his or her obligations under interpretation 102-3 [ET section 102.04].

2.3 Peraturan – peraturan yang berkaitan dengan integritas 

ISQC 1 : Quality Control untuk Perusahaan yang Melakukan Audit dan Ulasan Laporan Keuangan, dan Jaminan dan Jasa Terkait Perjanjian Lain ISQC 1 berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan untuk sistemnya kontrol kualitas untuk audit dan review laporan keuangan, dan jaminan lainnya dan jasa terkait keterlibatan.



ISA 200 : Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan Pelaksanaan Suatu Audit Berdasarkan Standar Perikatan Audit ISA 200 berkaitan dengan tanggung jawab keseluruhan auditor independen ketika melakukan audit laporan keuangan sesuai dengan ISA. ISA 200 menjelaskan ruang



lingkup, wewenang dan struktur ISA. ISA 210 : Menyetujui Syarat Perjanjian Audit ISA 210 berkaitan dengan tanggung jawab auditor dalam menyetujui ketentuan perikatan audit dengan manajemen dan pihak yang bertanggung jawab terhadap pemerintahan. ISA 210 membangun prasyarat tertentu untuk audit dan tanggung jawab yang terletak dengan manajemen dan pihak yang bertanggung jawab terhadap



pemerintahan. ISA 220 : Kontrol Kualitas untuk Audit Laporan Keuangan ISA 220 berkaitan dengan tanggung jawab spesifik auditor mengenai prosedur pengendalian mutu untuk audit laporan keuangan. ISA 220 juga membahas, mana



yang berlaku, tanggung jawab resensi kontrol kualitas keterlibatan. ISA 240 : Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Penipuan dalam Audit Laporan Keuangan ISA 240 berkaitan dengan tanggung jawab auditor yang berkaitan dengan kecurangan dalam audit atas laporan keuangan.

BAB III PEMBAHASAN

Toshiba adalah perusahaan yang didirikan di Jepang pada tahun 1875 sampai saat ini yang berarti sudah 140 tahun berdiri. Telah banyak produk yang dihasilkan Toshiba, di antaranya computer, semikonduktor, perangkat elektronik dan masih banyak lainnya. Toshiba juga mempunyai 247 anak perusahaan di berbagai Negara. Sebagai perusahaan yang didirikan di Negara Jepang, Negara yang mempunyai budaya malu, kerja keras, mandiri, inovatif dan budaya-budaya baik lainnya, kasus ini tentu menorehkan tinta hitam pada pemerintah Jepang walaupun Toshiba bukan perusahaan milik pemerintah. Toshiba diharapkan memiliki budaya organisasi yang baik. Tetapi pada tahun 2014 lalu, muncul sebuah skandal akuntansi yang mengejutkan dimana terdapat penyimpanganpenyimpangan yang dilakukan Toshiba. Penyimpangan-penyimpangan tersebut ditemukan oleh Komite Independen. Penyimpangan yang paling utama adalah adanya overstated profit yang mencapai 151.8 bn yen (U$ 1.22 Miliar) sejak tahun fiskal 2008 atau enam tahun terakhir dan keadaan tersebut memang diakui apa adanya oleh top management Toshiba. Overstated profit bisa terjadi bukan karena economic factor tetapi justru karena non economic factor yaitu budaya perusahaan dimana bawahan tidak bisa melawan atasan. Memang di Jepang pun ada budaya menghormati orang yang lebih tua atau senior tetapi ternyata budaya ini malah menimbulkan penyimpangan bagi Toshiba. Permasalahan dalam tubuh perusahaan awalnya terjadi karena manajer menetapkan target yang tidak realistis untuk dicapai. Dari situlah munculnya banyak masalah lain karena pegawai berusaha bagaimanapun caranya supaya mencapai target yang diharapkan. Selain penyimpangan dalam tubuh Toshiba yang sudah banyak termuat dalam berita-berita, akan dianalisis juga mengenai peran Ernst & Young selaku Auditor Toshiba selama 12 tahun terhitung sejak tahun 2002 hingga 2014.

Kesalahan dari Toshiba: Manajemen Toshiba memberlakukan kebijakan target performance bagi perusahaannya, dimana perusahaan dituntut untuk memenuhi target yang telah ditetapkan. Hal ini menimbulkan tekanan didalam lingkungan kerja Toshiba serta menyebabkan rasa bersalah dalam diri para manajer divisi apabila target yang telah ditetapkan tersebut tidak dapat dicapai. Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kehormatan diri, sehingga apabila target yang telah ditetapkan oleh manajemen tidak dapat dicapai, maka

mereka merasa rendah diri dan merasa telah gagal. Selain karena masalah kebudayaan, para manajer ini juga ingin mendapatkan bonus yang besar dari sistem target performance yang diberlakukan oleh Manajemen Toshiba ini. Muncullah niat dari para oknum ini untuk menggelembungkan revenue/profit yang diperoleh Toshiba sehingga mereka dapat mendapatkan bonus yang besar dan membuat seolah-olah perusahaan Toshiba mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kesalahan/flaw berikutnya dari manajemen Toshiba adalah kurangnya pengawasan secara langsung atasan kepada bawahan mereka, sehingga ketika para oknum di Toshiba ini menggelembungkan pendapatan Toshiba, manajemen tidak mengetahui hal ini dan malah memberikan bonus kepada para oknum tersebut. Manajemen juga terlalu mempercayai para oknum yang menggelembungkan pendapatan Toshiba ini sehingga tidak pernah melakukan inspeksi atas keabsahan pendapatan yang mereka peroleh. Kesalahan dari Ernst & Young: Tentunya masalah seperti ini tidak dapat terjadi jika external auditor dari Toshiba yaitu Ernst & Young dapat mendeteksi fraud yang dilakukan oleh oknum-oknum di Toshiba. Hal pertama yang dapat langsung disimpulkan dari kasus ini adalah ketidak telitian para auditor E&Y dalam pengecekan sistem internal control Toshiba. Apabila E&Y benar-benar melakukan tes terhadap internal control Toshiba, pastinya E&Y dapat menemukan penggelembungan dana yang dilakukan oleh oknum Toshiba, apalagi mengingat bahwa jumlah pendapatan yang digelembungkan oknum Toshiba sangat besar hingga mencapai 151.8 miliar Yen (U$ 1.22 Miliar) sejak tahun fiskal 2008 atau enam tahun terakhir. Kemungkinan kesalahan berikutnya yang mungkin dilakukan E&Y adalah mengeset level material level yang terlalu tinggi, mengingat Toshiba adalah salah satu perusahaan yang memiliki reputasi yang sangat baik sebelum terjadinya skandal ini. Oleh karena hal ini, kesalahan yang mungkin seharusnya dikategorikan sebagai material error malah diklasifikasikan menjadi immaterial error, belum lagi mengingat bahwa 151,8 miliar Yen ini terdistribusi selama 6 tahun, sehingga memang memperkecil kecurigaan E&Y akan terjadinya fraud didalam manajemen Toshiba. Flaw/ kesalahan berikutnya yang mungkin dilakukan oleh E&Y (dan juga oleh JICPA) adalah tidak adanya larangan suatu KAP untuk mengaudit perusahaan yang sama asalkan partner

aduit dari KAP yang dilakukan dirotasi selama 5 tahun. Hal ini dapat memicu tidak tercapainya kondisi independence state of mind, dimana hal ini tentunya mempengaruhi opini dari KAP yang bersangkutan karena timbul familiarity antara perusahaan (dalam kasus ini Toshiba) dengan KAP yang bersangkutan yaitu E&Y.

Berdasarkan kasus yang terjadi antara Toshiba dan EY, terjadi pelanggaran ISA 200, ISA 240, dan ISA 315. ISA 200 membahas tanggung jawab keseluruhan auditor independen ketika melakukan audit laporan keuangan sesuai dengan ISA, ISA 240 membahas dengan tanggung jawab auditor yang berkaitan dengan kecurangan dalam audit atas laporan keuangan, dan ISA 315 membahas tanggung jawab auditor untuk mengidentifikasi dan menilai risiko material misstatement dalam laporan keuangan, melalui pemahaman entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian intern entitas. Pelanggaran yang terlihat pada kasus tersebut dibuktikan tidak berfungsinya kontrol internal dan terjadinya material misstatement selama bertahun – tahun, yang merupakan pelaggaran terhadap ISA 315, dan ketidakmampuan EY dalam mendeteksi material misstatement, yang diasumsikan EY tidak mengikuti prosedur audit yang ditetapkan, yang merupakan pelanggaran terhadap ISA 200. Kasus penggelembungan keuntungan di laporan keuangan sebesar US$ 1,2 milyar, yang merupakan pelaggaran terhadap ISA 240,.

Dari hasil pecarian kelompok, ditemukan bahwa EY sendiri sudah menjadi auditor di toshiba selama 12 tahun, mulai dari tahun 2002. Hal ini bisa saja membuat partner dari EY percaya dengan hasil laporan keuangan toshiba, sedangkan sebagai auditor kita harus menjaga professional sceptisism. Familiarity mungkin saja terjadi dalam kasus Toshiba dan EY ini. Kemungkinan kecil sekali jika EY yang sudah melakukan pengauditan laporan keuangan perusahaan toshiba selama 12 tahun tidak melakukan risk assesment procedure1 dan mengetahui resiko-resiko yang bisa saja terjadi pada laporan keuangan Toshiba. Hal itu lah yang menguatkan opini penulis bahwa EY melakukan salah opini terhadap laporan keuangan toshiba. Kebanyakan pers lebih banyak menyalahkan toshiba atas overstated profit seperti halnya Website Forbes, website Reuters, Namun ada juga media yang menghakimi EY karena membiarkan penyimpangan yang dilakukan Toshiba BAB VI SARAN UNTUK TOSHIBA DAN EY

Melalui latar belakang masalah dan kajian teori, Toshiba memang terbukti melakukan kesalahan dan kesalahan ini termasuk kesalahan yang fatal dan sudah berjalan sejak tahun 2008. Kami memiliki beberapa saran untuk Toshiba, baik secara preventif mau pun saran untuk peristiwa yang sudah terjadi. Berikut ini merupakan saran sebagai tindakan pencegahan: 1. Memiliki kebijakan yang lebih mengikat. Maksud dari kalimat ini adalah agar Toshiba membuat suatu kebijakan yang dengan adanya kebijakan tersebut maka kecil kemungkinan bagi orang-orang di dalam perusahaan tersebut untuk melakukan tindakan kecurangan. Salah satu contoh kebijakannya adalah dengan menerapkan hukuman yang sangat berat bagi pelaku tindak kecurangan tersebut seperti memuat namanya di website Toshiba dengan keterangan bahwa dia adalah pelaku kecurangan. Dengan begitu maka tidak aka nada perusahaan yang ingin bekerja sama dengan orang tersebut. Kebijakan ini tentu akan membuat orang-orang yang bekerja di Toshiba menjadi segan untuk melakukan kecurangan. 2. Jangan terlalu terpaku dengan budaya yang ada dalam suatu negara. Berdasarkan hasil pencarian kami, kami menemukan bahwa di Jepang terdapat suatu kebudayaan untuk menghormati senior. Mungkin hal inilah yang menyebabkan kasus di Toshiba ini baru terungkap setelah sekian lama. Mungkin saja sebenarnya karyawan di Toshiba tahu akan hal tidak baik yang sudah dilakukan oleh seniornya, namun karyawan tersebut segan untuk menegur dan melapor karena adanya unsur kebudayaan tersebut. 3. Memiliki internal control yang lebih kuat. Seperti yang kita tahu, keberadaan internal control bertujuan untuk mencapai suatu tujuan dari perusahaan dan menghindari tindakan-tindakan

terpuji

(salah

satunya

adalah

bentuk

tindakan

yang

mengindikasikan adanya kecurangan). Internal control ini sendiri diatur oleh COSO (Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission). Menurut COSO, internal control bertujuan agar pelaporan keuangan dapat tersaji dengan benar, operasi dalam perusahaan berjalan dengan efektif dan efisien, dan agar seluruh bagian dari perusahaan patuh terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Mari kita tekankan tujuan internal control menurut COSO pada pelaporan keuangan. Jika pelaporan keuangan tidak tersaji dengan benar, maka internal control dalam perusahaan tersebut dapat dikatakan lemah bukan? Selain itu, internal control sendiri bertujuan agar setiap orang di dalam perusahaan dapat mematuhi peraturan yang berlaku. Dalam kasusnya, Toshiba jelas melanggar peraturan yang berlaku. Karena

itulah, kekuatan internal control sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti pada kasus Toshiba ini.

Selain saran dari segi preventif, kami juga memiliki saran kepada Toshiba dalam menghadapi masalah yang sudah terjadi ini. Hanya saja, karena saran yang kami berikan bertujuan untuk menyelamatkan nama baik Toshiba, maka salah satu dari saran ini akan menyimpang dari nilai integritas. Sesungguhnya jika Toshiba ingin menjalankan nilai integritas maka Toshiba seperti membuka aibnya sendiri karena nilai integritas berarti bersikap jujur dan bertanggung jawab. Jika Toshiba jujur dan membeberkan kesalahannya, bukankah hal itu akan membuat namanya semakin buruk? Berikut ini merupakan saran kami untuk Toshiba dalam menghadapi kasus ini: 1. Adanya peran shareholder dalam laporan keuangan perusahaan. Jika shareholder boleh ikut campur dalam hal laporan keuangan, maka shareholder tentu akan bertanya kepada pihak manajemen darimana laba sebesar itu didapat dan shareholder tentu akan meminta bukti. Shareholder sendiri memiliki hak untuk bertanya di dalam rapat umum. Karena itu, alangkah baiknya jika shareholder memiliki andil dalam laporan keuangan perusahaan. 2. Memecat orang-orang yang sudah terlibat di dalam kasus tersebut. Saran inilah yang kami katakan sedikit menyimpang dari nilai integritas. Seharusnya, akan lebih baik jika Toshiba mengambil jalan hukum agar publik tahu mengenai hal yang sebenarnya terjadi. Namun, kami tidak mendukung hal ini karena masalahnya akan bertambah besar dan nama Toshiba akan menjadi semakin buruk dalam waktu yang lama. 3. Mengusahakan untuk selalu terbuka dalam memberikan data/informasi yang diminta oleh Kantor Akuntan Publik. Saran ini sangat menjunjung nilai integritas karena Toshiba seharusnya bersikap jujur saja dalam menyampaikan informasinya, bukannya malah membesar-besarkan labanya. Jika kita pikir baik-baik, bukankah lebih baik bersikap jujur dan terbuka dibanding bersikap tidak jujur dan akhirnya justru merusak nama baik Toshiba yang sudah dibangun bertahun-tahun lamanya?

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF