Makalah K3 Fall Protection
May 4, 2017 | Author: AyielQoimatulLaili | Category: N/A
Short Description
Makalah K3 Keselamatan Bekerja Pada Ketinggian...
Description
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Globalisasi disegala aktifitas pekerjaan manusia menuntut tersedianya prasarana dan sarana kerja yang dapat menjamin lancarnya suatu pekerjaan, tanpa mengabaikan kenyamanan, kesehatan dan keamanan bekerja. Untuk itu faktor keselamatan menjadi penting. Kenyamanan, kesehatan dan keamanan dalam bekerja banyak dituntut pada pekerjaan dengan tingkat bahaya tinggi semisal pada pekerjaan penambangan bawah tanah, pekerjaan bawah air, pekerjaan diketinggian dan pemadam kebakaran. Jaminan Keselamatan kerja menjadi penting untuk melengkapi perlindungan terhadap pekerja, antara lain dengan adanya berbagai macam asuransi menjadi pelengkapnya. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, setiap perusahaan wajib melaksanakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk melindungi keselamatan tenaga kerja dan sarana produksi. Undang-undang No. 1 tahun 1970 Pasal 2 menyatakan bahwa salah satu kegiatan kerja yang perlu mendapat perhatian dari sisi keselamatan kerja adalah kegiatan kerja yang dilakukan pada ketinggian, yaitu kegiatan yang mempunyai potensi bahaya jatuh. Kompetensi bekerja dengan aman pada ketinggian diperlukan oleh berbagai sektor, antara lain sektor migas, konstruksi, pariwisata, perkebunan dan kehutanan, industry manufaktur, pertambangan dan transportasi. Selain itu, profesi yang mensyaratkan kompetensi bekerja pada ketinggian antara lain: teknisi yang membuat perancah, pekerja konstruksi bangunan tinggi, teknisi pembersihan gedung tinggi, tukang cat bangunan tinggi, juru las, fotografer dan petugas survey di kehutanan, operator keran angkat ( tower crane), teknisi listrik, teknisi pemeliharaan jembatan dan struktur besi, teknisi yang bekerja pada ruang terbatas dan masih banyak lagi. Potensi bahaya bekerja pada ketinggian yang paling utama adalah jatuh. Kecelakaaan karena jatuh merupakan penyumbang terbesar angka kecelakaan kerja dibanyak negara, termasuk Indonesia. Oleh karenanya, standar kompetensi bekerja pada ketinggian menjadi sangat penting untuk dijadikan prasyarat bagi semua profesi yang akan bekerja pada ketinggian. Sehubungan dengan kebutuhan tersebut, diperlukan pembinaan dan pengembangan kompetensi SDM untuk kerja kerja pada ketinggian. Untuk memenuhi tuntutan dunia usaha baik untuk nasional maupun internasional diperlukan standar kompetensi bagi pekerja pada ketinggian tersebut yang diakui baik nasional maupun internasional sehingga mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar negeri. Penyusunan standar kompetensi ini mengacu berbagai standar baik dari dalam maupun luar negeri sehingga sertifikasi kompetensi yang dihasilkan diharapkan dapat setara dengan kompetensi di negara lainnya.
2
Keselamatan kerja menjadi hak semua pekerja. Pada pekerja dengan pekerjaan tingkat bahaya tinggi keselamatan kerja sangat mutlak untuk melindungi dirinya dan juga asset produksi. Keselamatan kerja akan ada bila si pekerja melengkapi aktifitasnya dengan pengetahuan dan keterampilan tentang keselamatan kerja. Pengetahuan dan keterampilan keselamatan kerja itu sendiri terbagi atas berbagai macam kegiatan kerja yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilaksanakan. Bagi pekerja yang bekerja dengan tingkat bahaya tinggi misalkan bekerja di ketinggian pada gedung-gedung tinggi, menara konstruksi baja dan instalasi industri, pemahaman tentang keselamatan kerja menjadi lebih penting. Dalam hal tersebut keterampilan untuk bekerja di ketinggian akan menjadi sangat khusus. Untuk menjamin suksesnya perkembangan industri aspek keselamatan kerja memegang peranan dalam meminimalkan risiko bahaya yang ada di tempat kerja. Dalam hal ini keselamatan kerja haruslah mendapat perhatian utama demi berhasilnya program-program perusahaan dalam rangka meningkatkan produktivitas bagi perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja juga akan dapat menciptakan keamanan dan kenyamanan kerja serta mempunyai peranan penting dalam usaha mencegah dan menanggulangi adanya resiko kecelakaan, serta pengamanan aset perusahaan.
3
1.2 Tujuan 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4 1.2.5 1.2.6 1.2.7 1.2.8
Untuk mengetahui pengertian bekerja pada ketinggian. Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan bekerja pada ketinggian. Untuk mengetahui syarat bekerja pada ketinggian. Untuk mengetahui bahaya bekerja pada ketinggian. Untuk mengetahui pengendalian bahaya bekerja pada ketinggian. Untuk mengetahui Alat Pelindung Diri (APD) bekerja pada ketinggian. Untuk mengetahui Pelaksanaan identifikasi bahaya dan penilaian resiko. Untuk mengetahui contoh bekerja pada ketinggian.
1.3 Rumusan Masalah 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5 1.3.6 1.3.7 1.3.8
Apa yang dimaksud bekerja pada ketinggian? Apa saja dasar hukum yang digunakan bekerja pada ketinggian? Apa saja syarat bekerja pada ketinggian? Apa saja bahaya bekerja pada ketinggiaan dan bagaimana penanggulangannya? Bagaimana pengendalian bahaya bekerja pada ketinggian? Apa saja Alat Pelindung Diri (APD) bekerja pada ketinggian? Apa saja Pelaksanaan identifikasi bahaya dan penilaian resiko. Apa saja contoh bekerja pada ketinggian?
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bekerja Pada Ketinggian Bekerja di ketinggian adalah setiap orang yang bekerja di ketinggian 2 meter dari tanah atau lebih dari 2 meter dan memiliki potensi jatuh dan harus dilengkapi dengan arresto (pelindung tubuh dengan memanfaatkan Lanyards ganda) atau harus dilindungi dengan pegangan atau jaring pengaman. Menurut Asosiasi Ropes Access Indonesia (2009) bekerja pada ketinggian (work at height) adalah bentuk kerja dengan mempunyai potensi bahaya jatuh (dan tentunya ada bahaya-bahaya lainnya). Menurut Rope and Work Corporation yang dimaksud bekerja diketinggian adalah pekerjaan dengan tingkat risiko tinggi (high risk activity) yang memerlukan pengetahuan serta ketrampilan khusus untuk melaksanakan pekerjaan sebenarnya. Menurut Management System (2010) bekerja pada ketinggian dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Bekerja di ketinggian 4 feet (1.24 meter) atau lebih dari atas lantai atau tanah. Contoh: Pekerjaan sipil (civil work), pekerjaan electrical atau pemasangan kabel, pemasangan panel-panel, pekerjaan bangunan (building atau structural 6 work) seperti pemasangan atap, pembangunan jembatan. Pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan baik oleh karyawan sendiri ataupun oleh kontraktor. b. Bekerja pada ketinggian 6 feet (1.8) atau lebih pada pinggiran atau sisi yang terbuka. Contoh: Bekerja pada atap datar (flat roof), puncak tangki timbun. c. Bekerja di ketinggian 10 feet (3.1 meter) atau lebih pada pinggiran atau sisi yang terbuka dengan menggunakan peralatan mekanis. Bekerja di ketinggian 2 meter (6 kaki) atau lebih diatas permukaaan tanah tidak boleh dilakukan kecuali: a. Dengan mempergunakan anjungan yang kokoh dengan pengaman atau pegangan tangan yang disetujui oleh personil yang berwenang. b. Dengan mempergunakan “fall arrest equipment” (peralatan penangkap barang–barang yang jatuh) yang mampu menopang beban bergerak sekurangkurangnya seberat 2275 kg (5000 lbs) per orang dan memiliki: 1. Jangkar yang diikatkan dengan benar, lebih baik disebelah atas 2. “Full Body Harness” dengan pengait sentak mengunci otomatis berkancing ganda pada setiap sambungan 3. Tali serat sintetis 4. Peredam gocangan c. “Fall arrest equipment” membatasi jatuh bebas dari ketinggian 2 meter (6 kaki) atau kurang
5
d. Pemeriksaan visual “fall arrest equipment” dan system sudah dilakukan dan setiap peralatan yang rusak atau yang dinonaktifkan sudah disingkirkan e. Orang yang bersangkutan mampu melaksanakan pekerjaan Bekerja dalam posisi di ketinggian memang memerlukan penanganan khusus yang dikarenakan kondisinya yang tidak lazim. Pada dasarnya ada 4 terpenting yang harus diperhatikan dalam menangani pekerjaan pada posisi di ketinggian yaitu: pelaku atau pekerja, kondisi lokasi (titik atau lokasi pekerjaan), teknik yang digunakan, dan peralatan. Bekerja pada ketinggian menuntut para pekerja untuk mengetahui bagaimana pekerja dapat melakukan pekerjaannya pada ketinggian dalam keadaan safety, menguasai lokasi pekerjaan terutama mengenai tingkat risiko yang dapat ditimbulkannya, memiliki tekni yang dapat mengantisipasi risiko bekerja di ketinggian serta didukung peralatan safety yang disesuaikan dengan kebutuhan atau spesifikasi pekerjaan yang akan dilakukan. Namum demikian, hal yang terpenting dalam melakukan suatu pekerjaan adalah kualitas dari hasil pekerjaan yang dilaksanakan. 2.2 Dasar Hukum Bekerja pada Ketinggian Dasar hukum yang digunakan dalam bekerja pada ketinggian adalah : Permenakertrans No Per 01/Men/1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan Permenaker No Per 05/Men/1985 Tentang pesawat angkat dan angkut Pasal 35 s/d 48 DJPPK Direktur Jendral Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No KEP. 45/DJPPK/IX/2008 Pedoman K3 Bekerja di Ketinggian dengan menggunakan akses tali (Rope Access) UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja EN Standard/CEN Standard/CE Standard : EN-12277 : Harnesses, EN12492 : Helmets, EN-12275 : Connectors, EN-12276 : Frictional Anchors. OSHA PART 1910, BS 1139 Metal Scaffolding, AS/NZS 1576 Scaffolding ANSI Z133.1: Arboriculture safety requirement for pruning,repairing, maintaining, and removing trees.
2.3 Syarat Bekerja di atas Ketinggian Persyaratan Ketika akan bekerja di atas Ketinggian adalah : 1. Pekerja harus dalam kondisi fit sebelum melakukan kegiatan bekerja di atas ketinggian dan tidak mempunyai riwayat penyakit kronis. 2. Semua pekerja sebelum melakukan kegiatan bekerja di atas ketinggian harus sudah mendapat pelatihan “Bekerja di Ketinggian”.
6
3. Prosedure kerja aman (JSEA) harus dibuat oleh semua pekerja yang terlibat dalam bekerja di ketinggian & semua pekerja yang harus berpartisipasi dalam rumusan JSEA. 4. Semua peralatan Penahan dan Pencegah Jatuh serta Peralatan Pendukung harus dalam kondisi baik dan sudah diinspeksi sebelum digunakan. 5. Semua peralatan pendukung (EWP, Scaffold, Ladders, dll) sesuai dengan persyaratan standard, dan dididirikan atau dioperasikan oleh orang yang berkompeten. Kualifikasi Dan Persyaratan Teknisi Akses Tali 1. Kualifikasi Tenaga kerja pekerjaan pada ketinggian ( working at height) terdiri dari : a. Pekerja bangunan tinggi. b. Teknisi Akses Tali 2. Kualifikasi Teknisi Akses Tali terdiri dari: a. Teknisi Akses Tali tingkat 1 b. Teknisi Akses Tali tingkat 2 c. Teknisi Akses Tali tingkat 3 3. Persyaratan Pekerja Bangunan Tinggi Untuk dapat menjadi pekerja bangunan tinggi sebagaimana di maksud dalam butir 1.a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Sekurang-kurangnya berpendidikan SLTP /sederajat. b. Berbadan sehat. c. Umur sekurang-kurangnya 18 tahun. d. Mengikuti pembinaan dasar bekerja pada ketinggian. 4. Persyaratan Teknisi Akses Tali Tingkat 1 adalah sebagai berikut : Untuk dapat menjadi seorang Teknisi Akses Tali sebagaimana di maksud harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Sekurang-kurangnya berpendidikan SLTP / sederajat. b. Berbadan sehat. c. Umur sekurang-kurangnya 18 tahun. d. Mengikuti pembinaan dan pengevaluasi lisensi K3 bagi Teknisi Akses Tali Tingkat 1 dan lulus evaluasi. 5. Kualifikasi dan persyaratan Teknisi Akses Tali Tingkat 2 adalah sebagai berikut : Untuk dapat menjadi seorang Teknisi Akses Tali Tingkat 2 sebagaimana di maksud dalam butir 2.b harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Sekurang-kurangnya berpendidikan SLTA. b. Memiliki sekurang-kurangnya 300 jam kerja sebagai Teknisi Akses Tali . c. Berbadan sehat dan tidak mempunyai hambatan fisik dalam bekerja pada ketinggian.
7
d. Mengikuti pembinaan dan ujian lisensi K3 bagi Akses Tali Tingkat 2 dan lulus evaluasi. 6. Persyaratan Teknisi Akses Tali Tingkat 3, adalah sebagai berikut: Untuk dapat menjadi seorang Teknisi Akses Tali Tingkat 3 sebagaimana di maksud dalam butir 2.c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Sekurang-kurangnya berpendidikan Diploma 3. b. Memiliki sekurang-kurangnya 500 jam kerja sebagai Teknisi Akses Tali Tingkat 2. c. Berbadan sehat. d. Umur sekurang-kurangnya 22 tahun. e. Memiliki sertifikat pelatihan P3K di Tempat Kerja. f. Mengikuti pembinaan dan pengevaluasi lisensi K3 bagi Akses Tali Tingkat 3 dan lulus evaluasi. 7. Pelaksanaan Pembinaan a. Pelaksanaan pembinaan K3 bagi Teknisi Akses Tali tingkat 1, tingkat 2 dan tingkat 3 dilakukan oleh Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) khusus akses tali ( rope acces) yang ditunjuk oleh Menteri. b. Materi pembinaan K3 bagi Teknisi Akses Tali sebagaimana dimaksud 5.1.b. sesuai dengan lampiran II Keputusan Direktur Jenderal yang dapat dikembangkan dan diubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. c. Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk sewaktu-waktu dapat mengganti menambah atau mengurangi materi pembinaan dan atau jam pelajaran sesuai dengan kebutuhan. 8. Evaluasi, Sertifikasi dan Lisensi a. Kelulusan ditentukan berdasarkan pemenuhan syarat administratif, hasil evaluasi tulis dan evaluasi praktek. b. Evaluasi praktek dilakukan oleh penguji yang telah ditunjuk oleh direktur sebagai penguji. c. Peserta pembinaan yang dinyatakan lulus berhak mendapat sertifikat yang dikeluarkan oleh Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan dan diketahui oleh Direktur. d. Bagi Teknisi Akses tali yang telah mendapatkan sertifikat diberikan lisensi dan buku kerja oleh Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan tingkatannya. e. Lisensi dan buku kerja berlaku 5 (lima tahun) dan harus diperpanjang lagi, melalui atau tanpa penyegaran. f. Pembaharuan atau pengeluaran lisensi dan buku kerja diterbitkan oleh Pemerintah Cq. Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
8
g. Lisensi dapat dicabut oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk bila Teknisi Akses tali yang bersangkutan dinilai tidak berkemampuan lagi atau tidak memenuhi kewajibannya. 9. Kewenangan Teknisi Akses Tali a. Kewenangan teknisi akses tali tingkat 1 adalah sebagai berikut: 1) pemasangan pengaman kerja. 2) memasang penambatan dibawah supervisi level di atasnya. b. Kewenangan teknisi akses tali tingkat 2 adalah sebagai berikut: 1) Merangkai pengaman penambatan. 2) Mengawasi dan membimbing kegiatan Teknisi akses tali tingkat 1. c. Kewenangan teknisi akses tali tingkat 3 adalah sebagai berikut: 1) Melakukan berbagai teknik pemanjatan 2) Memimpin pelaksanaan pekerjaan. 3) Melaksanakan usaha penyelamatan/rescue. 4) Mengawasi dan membimbing kegiatan Teknisi akses tali tingkat 2 dan atau Teknisi akses tali tingkat 1. 10. Kewajiban Teknisi Akses Tali Kewajiban teknisi akses tali adalah sebagai berikut: a. Tidak meninggalkan tempat pengoperasian akses tali, selama kegiatan berlangsung. b. Melakukan pengecekan terhadap kondisi atau kemampuan kerja peralatan, alat-alat pengaman dan alat-alat perlengkapan lainnya sebelum pengoperasian akses tali. c. Mengisi Buku Kerja dan membuat laporan harian selama mengoperasikan akses tali. d. Menghentikan pekerjaan dan segera melaporkan pada pengurus apabila alat pengaman atau perlengkapan pekerjaan tidak berfungsi dengan baik atau rusak. e. Teknisi akses tali tingkat 3 mengawasi dan mengkoordinasikan Teknisi akses tali tingkat 2 dan Teknisi akses tali tingkat 1. f. Mempertanggungjawabkan atas seluruh kegiatan pengoperasian akses tali dalam keadaan aman. g. Mematuhi peraturan dan tindakan pengamanan yang telah ditetapkan. 11. Buku kerja a. Setiap teknisi akses tali wajib memiliki buku kerja (log book) yang dikeluarkan oleh direktur. b. Buku kerja wajib diisi setiap melakukan pekerjaan. c. Buku kerja diperiksa oleh ahli K3 di perusahaan dan atau Pengawas Ketenagakerjaan. d. Jika dalam 6 (enam) bulan berturut-turut buku kerja tidak terisi, maka teknisi akses tali diwajibkan mengikuti penyegaran atas
9
kompetensi yang dimilikinya atau pengawasan Teknisi Akses Tali Tingkat 3.
magang
dibawah
2.4 Bahaya Bekerja Pada Ketinggian Bahaya pekerjaan adalah faktor–faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor– faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan (Suma’mur,1989) Umumnya disemua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang dapat mengancam keselamatan maupun kesehatan tenaga kerja. Berikut adalah faktor – faktor umum yang berkontribusi pada risiko seseorang terjatuh dari atas ketinggian : a. People (Manusia) Kurang Pengetahuan, Keahlian dan kemampuan terbatas, Kondisi tidak fit untuk bekerja, lelah, mengambil jalan pintas, berprilaku tidak aman. b. Environment (Lingkungan) Kondisi cuaca, permukaan licin dan berserakan dan tidak bersih, jenis pekerjaan berpindah-pindah, kondisi peralatan dan perlengkapan mekanik dsb. c. Equipment (Peralatan) + Procedure (Prosedur)+ Organization (Organisasi) Peralatan Pencegah , penahan jatuh serta pendukung Tidak Standart dan kondisi tidak aman untuk digunakan, Kesalahan Penggunaan alat/ Ketidaksesuaian pengunaan Alat, Tidak adanya prosedur baik SOP atau PI, JSEA dan penilaian risiko, Tidak disosialisasikannya SOP atau PI, JSEA dan penilaian risiko, Tidak tersedianya / tidak memiliki kecukupan pengawas yang handal, Tidak tersedianya pelatihan untuk para pekerja dan tidak memiliki departemen pelatihan, Kurangnya finansial dalam mendukung program pelatihan / proses pembelian barang dan peralatan. Sumber bahaya lainya bisa berasal dari: 1. Bangunan, Peralatan dan instalasi Bahaya dari bangunan, peralatan dan instalasi perlu mendapat perhatian. Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja. Pencahayaan dan ventilasi harus baik, tersedia penerangan darurat, marka dan rambu yang jelas dan tersedia jalan penyelamatan diri. Instalasi harus memenuhi persaratan keselamatan kerja baik dalam disain maupun konstruksinya. Dalam industri juga digunakan berbagai peralatan yang mengandung bahaya, yang bila tidak dilengkapi dengan alat pelindung dan pengaman bisa menimbulkan bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, ledakan, luka–luka atau cidera. 2. Bahan Bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan antara lain mudah terbakar, mudah meledak, menimbulkan alergi, menimbulkan
10
kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan mengakibatkan kelainan pada janin, bersifat racun dan radio aktif .
kanker,
3. Proses Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang digunakan. Proses yang digunakan di industri ada yang sederhana tetapi ada proses yang rumit. Industri kimia biasanya menggunakan proses yang berbahaya, dalam prosesnya digunakan suhu, tekanan yang tinggi dan bahan kimia berbahaya yang memperbesar resiko bahayanya. Dari proses ini kadang–kadang timbul asap, debu, panas, bising, dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong, atau tertimpa bahan. 4. Cara kerja Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam, percikan api serta tumpahan bahan berbahaya. 5. Lingkungan kerja Bahaya dari lingkungan kerja dapat di golongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja serta penurunan produktivitas dan efisiensi kerja. Bahaya tersebut adalah: o Faktor lingkungan fisik Bahaya yang bersifat fisik seperti ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin, bising, kurang penerangan, getaran yang berlebihan, dan radiasi o Faktor lingkungan kimia Bahaya yang bersifat kimia yang berasal dari bahan–bahan yang digunakan maupun bahan yang di hasilkan selama proses produksi. Bahan ini berhamburan ke lingkungan karena cara kerja yang salah, kerusakan atau kebocoran dari peralatan atau instalasi yang digunakan dalam proses. o Faktor lingkungan biologik Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga maupun dari binatang lainnya yang ada di tempat kerja. o Faktor faal kerja atau ergonomi Gangguan yang besifat faal karena beban kerja yang terlalu berat, peralatan yang digunakan tidak serasi dengan tenaga kerja. o Faktor psikologik Gangguan jiwa dapat terjadi karena keadaan lingkungan sosial tempat kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan jiwa pada karyawan, seperti hubungan atasan dan bawahan yang tidak serasi. Faktor-faktor penyebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar selanjutnya dapat dilakukan tindakan perbaikan yang ditujukan pada sebab terjadinya kecelakaan, sehingga kerugian dan kerusakan dapat diminimalkan dan kecelakaan serupa tidak terulang kembali. Dengan mengetahui dan mengenal faktor penyebab kecelakaan, maka akan dapat dibuat suatu perencanaan dan langkah-langkah pencegahan yang baik dalam upaya memberikan perlindungan tenaga kerja. Untuk memperjelas adanya faktor
11
penyebab kecelakaan, maka perlu dibuat suatu klasifikasi kecelakaan kerja yang dapat memberikan informasi secara jelas tentang penyebab dan jenis kecelakaan yang timbul. (Tarwaka, 2008) Kecelakaan Menurut Suma’mur (1989), kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Sedangkan kecelakaan akibat kerja berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Sedangkan menurut Tarwaka (2008), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. Dengan demikian kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut: a. Tidak terduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan; b. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental; c. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan yang sekurang-kurangnya menyebabkan gangguan proses kerja. Kecelakaan kerja terjadi dan dapat menimbulkan korban jiwa (manusia). Kecelakaan kerja ini dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: a. Kecelakaan Kerja Ringan Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa kecelakaan kerja, setelah diberi pengobatan seperlunya, selanjutnya bisa langsung bekerja kembali seperti semula (samadengan kondisi sebelum menjadi korban kecelakaan) b. Kecelakaan Kerja Sedang Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa kecelakaan kerja dalam waktu maksimal 2 x 24 jam setelah diberi pengobatan seperlunya, selanjutnya bisa bekerja kembali seperti semula (samadengan kondisi sebelum menjadi korban kecelakaan kerja) c. Kecelakaan Kerja Berat Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa kecelakaan kerja, tidak bisa bekerja kembali seperti semula (sama dengan kondisi sebelum menjadi korban kecelakaan kerja) dalam waktu lebih dari 2 x 24 jam setelah diberi pengobatan seperlunya. Atau bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa kecelakaan kerja mengalami cacat tubuh seumur hidup. (Departemen Pekerjaan Umum, 2010) Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan kerja diindustri dapat diklasifikasikan menurut jenis kecelakaan, agen penyebab atau objek kerja, jenis cidera atau luka dan lokasi tubuh yang terluka.
12
Klasifikasi kecelakaan kerja di industri secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan 1) Terjatuh. 2) Tertimpa atau kejatuhan benda atau objek kerja 3) Tersandung benda atau ojek, terbentur benda, terjepit antara dua benda 4) Gerakan-gerakan paksa atau peregangan otot berlebih 5) Terpapar atau kontak dengan benda panas atau suhu tinggi 6) Terkena arus listrik 7) Terpapar kepada atau bahan-bahan berbahaya atau radiasi, dan lainlain. b. Klasifikasi Menurut Agen Penyebabnya 1) Mesin-mesin, seperti: mesin penggerak kecuali motor listrik, mesin transmisi,mesin-mesin produksi, mesin-mesin pertambangan, mesinmesin pertanian, dan lain-lain. 2) Sarana alat angkat dan angkut, seperti forklift, alat angkut kereta, alat angkut beroda selain kereta, alat angkut di perairan, alat angkut di udara, dan lainlain. 3) Peralatan-peralatan lain seperti: bejana tekan, tanur atau dapur peleburan, instalasi listrik termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, perkakas, tangga, perancah, dan lain-lain. 4) Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti: bahan mudah meledak, debu, gas, cairan, bahan kimia, radiasi, dan lain-lain 5) Lingkungan kerja, seperti: tekanan panas dan tekanan dingin, intensitas kebisingan tinggi, getaran, ruang di bawah tanah, dan lainlain c. Klasifikasi Menurut Jenis Luka dan Cideranya 1. Patah tulang 2. Keseleo atau dislokasi atau terkilir 3. Kenyerian otot dan kejang 4. Gagar otak dan luka bagian dalam lainnya 5. Amputasi dan enukleasi 6. Luka tergores dan luka luar lainnya 7. Memar dan retak 8. Luka bakar 9. Keracunan akut 10. Aspixia atau sesak nafas 11. Efek terkena arus listrik 12. Efek terkena paparan radiasi 13. Luka pada banyak tempat di bagaian tubuh dan lain-lain d. Klasifikasi Menurut Lokasi Bagian Tubuh yang Terluka 1. Kepala, leher, badan, lengan, kaki, dan berbagai bagian tubuh 2. Luka umum, dan lain-lain
13
Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan akibat kerja menurut Suma’mur (1989) adalah: a. Kerusakan b. Kekacauan organisasi c. Keluhan dan kesedihan d. Kelainan dan cacat e. Kematian Bagian mesin, pesawat, alat kerja, bahan, proses, tempat dan lingkungan kerja mungkin rusak oleh kecelakaan. Akibat dari itu, terjadilah kekacauan organisasi sedangkan keluarga dan kawan-kawan sekerja akan bersedih hati. Kecelakaan tidak jarang berakibat luka-luka, terjadinya kelainan tubuh dan cacat. Bahkan tidak jarang kecelakaan merenggut nyawa dan berakibat kematian. Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya langsung adalah biaya pemberian pertolongan pertama bagi kecelakan, pengobatan, perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak mampu bekerja, kompensasi cacat, dan biaya perbaikan alat-alat mesin serta biaya atas kerusakan bahan-bahan. Biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi. Biaya ini mencakup berhentinya proses produksi oleh karena pekerja-pekerja lainnya menolong atau tertarik oleh peristiwa kecelakaan itu, biaya yang harus diperhitungkan untuk mengganti orang yang sedang menderita oleh karena kecelakaan dengan orang baru yang belum biasa bekerja di temapt itu, dan lain-lainnya lagi. Atas dasar penelitian-penelitian di negara-negara industrinya maju perbandingan di antara biaya langsung dan biaya tersembunyi adalah satu banding empat, sedangkan di negaranegara berkembang satu banding dua. Kecelakaan-kecelakaan besar dengan kerugian-kerugian besar biasanya dilaporkan, sedangkan kecelakaan-kecelakaan kecil tidak dilaporkan. Padahal biasanya peristiwa-peristiwa kecil adalah 10 kali kejadian kecelakaan-kecelakaan besar. Maka dari itu, kecelakaankecelakaan kecil menyebabkan kerugiankerugian yang besar pula, manakala dijumlahkan secara keseluruhan. Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan cara: a) Peraturan perundangan yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervise medis, PPPK, dan pemeriksaan kesehatan. b) Standarisasi yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syaratsyarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktekpraktek keselamatan dan higene umum, atau alat-alat perlindunan diri.
14
c) Pengawasan yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuanketentuan perundang undangan yang diwajibkan. d) Penelitian bersifat teknik yaitu meliputi sifat dan ciri-ciri bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alatalat pelindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambangtambang pengangkat dan peralatan perangkat lainnya. e) Riset medis yaitu meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan. f) Penelitian psikologis yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. g) Penelitian secara statistik yaitu untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa-apa sebabnya. h) Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurukulum teknik, sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan. i) Latihan-latihan yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru dalam keselamatan kerja. j) Penggairahan yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat. k) Asuransi yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik. l) Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah, kecelakaan-kecelakaan terjadi sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan Jelaslah, bahwa untuk pencegahan kecelakaan akibat kerja diperlukan kerjasama aneka keahlian dan profesi seperti pembuat undang-undang, pegawai pemerintah, ahli-ahli teknik, dokter, ahli ilmu jiwa, ahli statistik, guru-guru dan sudah barang tentu pengusaha dan buruh (Suma’mur, 1989).
2.5 Pengendalian Bahaya Terjatuh Sistem pengendalian bahaya dapat berupa prosedur, Alat Pelindung Diri (APD), atau perancah. a. Prosedur
15
Prosedur adalah serangkaian aksi yang spesifik, tindakan atau operasi yang harus dijalankan atau dieksekusi dengan cara yang sama agar selalu memperoleh hasil yang sama dari keadaan yang sama (contohnya prosedur kesehatan dan keselamatan kerja). Prosedur adalah perincian langkah-langkah dari sistem dan rangkaian kegiatan yang saling berhubungan erat satu sama lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Lebih tepatnya, kata ini bisa mengindikasikan rangkaian aktivitas, tugastugas, langkah-langkah, keputusan-keputusan, perhitungan-perhitungan dan proses-proses, yang dijalankan melalui serangkaian pekerjaan yang menghasilkan suatu tujuan yang diinginkan, suatu produk atau sebuah akibat. Prosedur dapat diartikan juga: 1. Instruksi atau resep, serangkaian perintah yang menunjukkan bagaimana menyiapkan atau membuat sesuatu. 2. Subrutin atau metode (ilmu komputer), sebuah sub program yang merupakan bagian dari program yang besar. 3. Algoritma, dalam matematika dan ilmu komputer, serangkaian operasi atau perhitungan untuk menyelesaikan tugas tertentu. 4. Prosedur operasi standart. 5. Prosedur hokum 6. Prosedur Parlemen 2.6 Alat Pelindung Diri (APD) Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Sedangkan menurut Wikipedia yang dimaksud Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja Republik Indonesia Alat Pelindung Diri (APD) dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administrative tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir. Menurut Management System (2010) tentang jenis perlindungan terjatuh (fall protection) yang paling penting yaitu: 1) Sistem pelindung utama (Primary Fall Arrest System) Adalah pelindung sisi platform, lantai dan lorong jalan (walkways). Pelindung jatuh jenis ini terdiri dari: Guard rails (pegangan tangan): rail atas (tinggi: 42 inchi atau sekitar 107 cm), rail tengah (tinggi 21 inchi atau sekitar 53 cm), dan toe board (rail pada sisi lantai – lebar 4 inchi atau sekitar 10 cm). Floor opening atau hole covers (penutup lobang lantai): harus betul-betul menutup bagian yang terbuka untuk mencegah accidental displacement.
16
2) Sistem Pelindung Jatuh Secondary (Secondary Fall Arest System) Full Body Harness 1. Harus dilengkapi dengan D-ring mounted pada bagian belakang dari harness. 2. Penggunaan safety belts atau sabuk safety (bukan full body harness) dilarang. 3. Inspeksi dilaksanakan mengikuti cheklist yang disediakan oleh supleyer. 4. Pemeriksaan sebaiknya dilaksanakan oleh P2K3 atau safety atau personil yang ditugaskan. 5. Dokumentasi hasil pemeriksaan harus tersimpan dala file. Lanyard 1. Harus dilengkapi dengan locking snaphooks. 2. Harus dipasangkan pada D-ring mounted di bagian belakang harness. 3. D-ring depan dan samping hanya digunakan untuk positioning saja. 4. Ujung yang lain pada lanyard harus di kaitkan pada tempat kaitan atau gantungan atau “titik jangkar” (anchor point) pada batas atau di atas pinggang si pekerja. 5. Snap hook dari ujung lanyard yang dikaitkan pada anchor point harus dari jenis double-locking (double-action); dalam hal ini jenis carabiner atau karabiner dapat digunakan untuk sambungan dengan D-ring belakang. 6. Panjang ideal lanyard adalah 4 feet (1.24m) dan tidak melebihi 6 feet (1.8m) 7. Sebelum digunakan lanyards harus dicek untuk mengetahui adanya yang rapuh, robek atau tanda-tanda kerusakan lainnya. 8. Lanyard yang sudah terkena impact atau akibat dari jatuh sebaiknya tidak digunakan lagi. 9. Lanyard harus disimpan di tempat yang terjaga baik suhu serta kelembannya. Anchor Point Harus mampu menahan berat minimal 2270 kg (500 lbs). Palang pipa pada struktur dapat digunakan sebagai anchor point, tetapi yang berikut ini tidak diijinkan untuk digunakan sebagai anchor point: Conduits (pipa penyalur, kabel listrik) Spouts (pipa air atau penyalur air) Pipa-pipa sprinkler (sprinkler lines) seperti pipa plastik (plastic pipe) Sesuatu yang memiliki sisi atau pinggiran yang tajam tidak dapat digunakan sebagai anchor point karena dapat mengakibatkan lanyard Terkoyak. Perancah atau Scaffolding
17
Menurut Permenaker dan Trans No. PER-01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan, Scaffolding merupakan suatu perancah atau pelataran platform yang dibangun sementara dan digunakan untuk penyangga tenaga kerja atau barang pada saat bekerja diatas ketinggian. Scaffolding ditujukan untuk meminimalkan risiko atau mencegah potensi-potensi bahaya yang diakibatkan oleh pekerja (pada pekerjaan yang dilakukan di ketinggian) dan juga untuk mencegah kerusakan peralatan atau asetaset perusahaan lainnya maupun lingkungan. Menurut Management System (2010), penggunaan tangga untuk mempermudah tenaga kerja menjangkau pekerjaan di ketinggian harus mengacu pada persyaratan Tangga Portable (Portable Ladder Requirements). Tangga yang digunakan harus pasti bersih dari bahan-bahan yang licin seperti grease dan oli. Tangga yang kondisinya tidak sempurna seperti ada bagian yang patah atau lepas (baik pijakan maupun pegangan) tidak boleh digunakan. Tangga dalam posisi horisontal, seperti untuk jalan (runways) tidak boleh digunakan. Untuk pekerjaan yang membutuhkan perancah (scaffolding) harus mengacu pada persyaratan perancah (Scaffolding Requirement). 1. Persyaratan Perancah o Material untuk perancah harus kuat dan bersih dari bahan-bahan yang licin seperti grease, oli. o Perancah yang kondisinya tidak sempurna seperti bengkok atau doyong atau karatan sebaiknya tidak digunakan. o Untuk perancah dari jenis yang dapat dipindahkan (mobile scaffolds) yang mempunyai roda kecil pada empat sudutnya sebelum digunakan harus dicek bahwa keempat rodanya betul-betul terkunci. o Untuk bekerja di ketinggian lebih dari 10 meter, perancah yang digunakan harus dalam kondisi yang sangat baik. Hal ini penting khususnya untuk konstruksi utama seperti pembangunan tangki dan lain-lain. o Papan (planks) haarus menutup minimal 3/4 bagian dari luas lantai kerja, dan terkait kuat pada struktur perancah. Papan harus kuat dengan ketebalan minimal 1 inchi. Menggunakan papan yang rapuh dan retak tidak dibenarkan. o Perancah harus mendapat pemeriksaan dan persetujuan dari manager atau yang ditugaskan sebelum mulai digunakan. 2. Pemeriksaan Perancah (Scaffolding) a. Perlengkapan Scaffolding (Perancah) o Landasan (base plate dan mudsill) o Screw jack untuk meratakan scaffolding o Penguat yang kokoh o Tangga untuk naik o Platform atau plank dari papan kelas 1 o Pagar setinggi 110 cm. o Roda dan kuncinya bila menggunakan scaffolding mobile.
18
b. Pemeriksaan Sebelum menggunakan Perancah o Periksa apakah perancah yang dipasang dengan arahan orang yang ahli dan mengerti. o Periksa apakah semua orang yang terlibat atau dekat dengan perancah menggunakan topi keselamatan. o Periksa apakah rodanya sudah terkunci. o Periksa apakah perancah sudah di tempatkan di daerah yang rata, keras dan kokoh. o Periksa apakah perancah sudah memenuhi daerah bebas dari peralatan atau instalasi listrik. o Periksa apakah perancah bisa menahan 4x kapasitasnya (berat). o Periksa apakah semua bagian dan penyangga perancah terpasang dengan lengkap. o Periksa apakah pagar pengaman dan toeboard tersedia pada semua tempat yang terbuka. o Periksa apakah apakah semua pin atau pasak sudah terpasang dengan baik dan sesuai. o Periksa apakah tersedia tangga yang aman untuk naik ke perancah. o Periksa apakah perancah sudah diperiksa oleh orang yang ahli sebelum digunakan. o Bila tinggi perancah lebih dari 2 meter, apakah alat pelindung dari jatuh dan pagar pengaman sudah disediakan. o Periksa apakah beban perancah sudah diminimumkan dan sudah dipindahkan bila sudah tidak digunakan. o Periksa apakah peralatan sudah diamankan sebelum memindahkan perancah. o Periksa apakah orang sudah dipindahkan sebelum perancah dipindahkan. o Periksa apakah peralatan dan perkakas sudah dinaikkan dengan cara diderek dengan tali. c. Ketentuan Plank Perancah dari Kayu o Plank perancah harus diuji sebelum di pasang secara rutin pada selang waktu tertentu untuk memastikan plank dalam keadaan baik dan aman. o Plank kayu harus menggunakan kayu konstruksi No. 1 atau lebih baik, dengan ketebalan minimal 1 inchi. o Kayu tersebut harus dirapikan dan tidak melengkung, tidak ada lekukan, tidak bengkok. o Plank harus diganti bila: a) Plank yang pecah lebih dari 10 mm lebarnya dan panjang sekitar 75 mm ke bagian tengan dari plank harus diganti. b) Bila terpisah lebih dari 1/2 panjang plank. c) Triplek tidak boleh digunakan untuk menjepit plank yang pecah. (Management System, 2010) d. Evakuasi Korban Pada Ketinggian
19
Menurut PT. Antam (2009) tentang evakuasi korban pada ketinggian dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Pengecekan Lokasi Kejadian o Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti Seat Harness, Tape Sling, Tali prusik, Safety Rope) o Memasang pengaman diri di tiang atau pagar tangki dengan tape sling atau tali prusik o Mengamati lokasi kejadian dan mengamankan lokasi 2. Penanganan Korban o Respon korban (AVPU) tenangkan korban dan amankan korban. o Cek kesadaran korban, Cek Breathing dan nafas (bila tidak bernafas atau nadi tidak teraba, lakukan prosedur RJP) o Lakukan penanganan luka pada korban (bila terdapat luka atau fraktur) o Stabilkan korban, pasang Neck Collar, Oxygen, letakan di Long Spine Board dan pasang hiss pada korban (untuk korban tidak sadar atau terdapat fraktur) o Siapkan dan pasang System 1 atau A, untuk menaikkan bascket Streacher dan System 2 atau N (System 2: penurunan korban menggunakan tali temali dan peralatan Mountainering) untuk menurunkan korban dari atas ketinggian. o Pastikan anchor atau tambatan untuk system yang kuat dan aman o Pasang tali static dan dynamic pada Protraxion, Carabiner, Paw dan Bascket Strecher, korban dikawal 1 orang rescuer (pengawal korban menggunakan Full Body Harness) o Pasang Back Up pada korban dan pengawal o Cek kembali kunci carabiner pada korban dan rescuer, pastikan semua peralatan aman. 3. Penurunan Korban o Korban diturunkan secara perlahan (sesuai aba-aba dan perintah kapten tim). o Lakukan komunikasi oleh pengawal korban ke kapten tim dan anggota lainnya yang terlibat, dalam proses evakuasi (via HT atau bahasa isyarat) o Respon dan pengecekan kondisi korban terus dilakukan selama penurunan korban oleh pengawal. o Berikan aba-aba bila korban sudah sampai di bawah tangki. o Lakukan clear area pada lokasi tangki atau lokasi kejadian o Cek kembali kondisi korban o Korban siap dipindahkan pada ambulance ERG o Pastikan access untuk ambulance aman dan mudah (koordinasi dengan Dispatcher atau Command Center) o Lakukan pengecekan kondisi korban selama perjalanan di dalam ambulance. o Catat dan laporkan kepada tim medis atau puskes penanganan yang dilakukan dan kondisi terakhir pada korban.
20
o Serahkan korban pada tim medis. o Cek seluruh personil, peralatan evakuasi danperalatan medis lainnya (pastikan siap pakai) o Evakuasi selasai o Clear Persyaratan peralatan dan Alat Pelindung Diri : 1. Peralatan yang akan digunakan harus dipilih yang telah memenuhi standar sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan yang sesuai dengan tujuan penggunaan. 2. Apabila meragukan standar yang dipakai dalam pembuatan peralatan dan penggunaannya, maka sangat disarankan untuk menghubungi pabrikan pembuat. 3. Pemilihan peralatan harus mempertimbangkan kecocokan dengan peralatan lain dan fungsi keamanan peralatan tidak terganggu atau menggangu sistem lain. 4. Pabrikan peralatan harus menyediakan informasi mengenai produk. Informasi ini harus dibaca dan dimengerti oleh pekerja sebelum menggunakan peralatan. 5. Peralatan harus diperiksa secara visual sebelum penggunaan untuk memastikan bahwa peralatan tersebut ada pada kondisi aman dan dapat bekerja dengan benar. 6. Prosedur harus diterapkan pada pemeriksaan dan pemeliharaan peralatan. Daftar pencatatan pemeliharaan keseluruhan peralatan harus disimpan dengan baik. 7. Dilarang melakukan modifikasi atau perubahan atas spesifikasi peralatan tanpa mendapat ijin dari pengawas atau pabrikan pembuat karena dapat mengakibatkan perubahan kinerja peralatan. Setiap perubahan atau modifikasi harus dicatat dan peralatan diberi label khusus. 8. Perlengkapan dan alat pelindung diri yang harus dipakai dalam bekerja yang disesuaikan dengan lingkungan kerja adalah: a. Pakaian kerja yang menyatu dari bagian tangan, pundak, bahu, badan sampai ke bagian pinggul, dan kaki. Pakaian jenis ini biasanya disebut wearpack atau overall. Pakaian ini pada bagian kantongnya harus diberi penutup berupa ritsleting (zip) dan tidak berupa pengancing biasa (button). b. Full body harness harus nyaman dipakai dan tidak mengganggu gerak pada saat bekerja, mudah di setel untuk menyesuaikan ukuran. c. Sepatu (safety shoes / protective footwear) dengan konstruksi yang kuat dan terdapat pelindung jari kaki dari logam (steel toe cap), nyaman dipakai, dan mampu melindungi dari air/basah. d. Sarung tangan (gloves), untuk melindungi jari tangan dan kulit dari cuaca ekstrim, bahan berbahaya, dan alat bantu yang digunakan. e. Kacamata (eye protection), untuk melindungai mata dari debu, partikel berbahaya, sinar matahari/ultraviolet, bahan kimia,
21
material hasil peledakan dan potensi bahaya lain yang dapat mengakibatkan iritasi dan kerusakan pada mata. f. Alat pelindung pernafasan (respiratory protective equipment), peralatan ini harus dikenakan pada lingkungan kerja yang mempunyai resiko kesulitan bernafas disebabkan oleh bahan kimia, debu, atau partikel berbahaya. g. Alat pelindung pendengaran (hearing protection), alat ini digunakan ketika tingkat bunyi (sound level) sudah di atas nilai ambang batas. h. Jaket penyelamat (life jacket) atau pengapung (buoyancy), digunakan pada pekerjaan yang dilakukan di atas permukaan air misalnya pada struktur pengeboran minyak lepas pantai (offshore platform). Peralatan ini harus mempunyai disain yang tidak menggangu peralatan akses tali terutama pada saat turun atau naik. i. Tali yang digunakan terdiri dari 2 karakteristik yaitu elastisitas kecil (statik) dan tali dengan elastisitas besar (dinamik). Tali yang digunakan untuk sistem tali harus dipastikan : 1. Tali yang digunakan sebagai tali kerja (working line) dan tali pengaman (safety line) harus mempunyai diameter yang sama. 2. Tali dengan elastisitas kecil (tali statis) dan tali daya elastisitas besar (dinamik) yang digunakan dalam sistem akses tali harus memenuhi standar. j. Tali Koneksi (cow’s Tail/lanyard) adalah tali pendek yang menghubungkan antara sabuk pengaman tubuh (full body harness) dengan tali kerja, tali pengaman, patok pengaman, patok pengaman, serta peralatan dan perlengkapan pengaman lainnya. Harus dipastikan bahwa tali koneksi yang digunakan harus berdasarkan standar. k. Pelindung Kepala 1. Pelindung kepala wajib dikenakan dengan benar oleh setiap pekerja yang terlibat dalam pekerjaan di ketinggian, baik yang berada dibagian bawah di ketinggian. 2. Pekerja wajib menggunakan pelindung kepala sesuai standar. 3. Pelindung kepala yang digunakan oleh Teknisi Akses Tali memiliki sedikitnya tiga tempat berbeda yang terhubung dengan cangkang helm dan termasuk tali penahan di bagian dagu. l. Sabuk pengaman tubuh tubuh (full body harness ). Harus dipastikan bahwa sabuk pengaman tubuh (full body harness) yang digunakan pada pekerjaan akses tali telah sesuai dengan standar. m. Alat Penjepit Tali (Rope Clamp). Harus dipastikan bahwa alat penjepit tali (rope clamp) yang digunakan pada sistem akses tali sesuai dengan standar. n. Alat Penahan Jatuh Bergerak (mobile fall arrester). Harus dipastikan bahwa alat jatuh bergerak (mobile fall arrester) yang digunakan pada sistem akses tali telah sesuai dengan standar. o. Alat Penurun ( Descender) Harus dipastikan alat penurun yang digunakan pada sistem akses tali telah sesuai dengan standar.
22
9. Perlengkapan dan alat pelindung diri harus dipastikan telah sesuai dengan standar di bawah ini yaitu : a. Standar Nasional Indonesia. b. Standar uji laboratorium. c. Standar uji internasional yang independen, seperti British Standard, American National Standard Institute, atau badan standard uji internasional lainnya. 10. Usia masa pakai peralatan dan alat pelindung diri yang terbuat dari kain/textile sintetik adalah sebagai berikut : a. Tidak pernah digunakan : 10 tahun. b. Digunakan 2 kali setahun : 7 tahun. c. Digunakan sekali dalam 1 bulan : 5 tahun. d. Digunakan dua minggu sekali : 3 tahun. e. Digunakan setiap minggu sekali : 1 tahun lebih. f. Digunakan hampir setiap hari : kurang dari 1 tahun. 2.7 Pelaksanaan Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Resiko 1. Tujuan dilaksanakannya identifikasi bahaya dan penilaian risiko adalah untuk membantu praktisi akses tali dan pengurus menentukan tingkat risiko yang ada dalam suatu pekerjaan. 2. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus dilaksanakan untuk setiap pekerjaan yang dilakukan. 3. Dokumen tertulis identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus tersedia di tempat kerja. 4. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus dibuat oleh ahli K3 yang kompeten dalam metode akses tali atau Teknisi Akses Tali Tingkat 3 dengan berkonsultasi dengan pengurus atau pemilik gedung. 5. Dokumen pernyataan metode kerja harus disusun untuk memberikan penjelasan bagaimana suatu pekerjaan akan dilakukan. Dokumen ini berguna dalam memberikan arahan (briefing), sebagai informasi bagi mitra kerja atau acuan bagi pengawas ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan. 6. Setiap pekerja hanya dapat melakukan pekerjaan dengan akses tali jika memperoleh ijin kerja akses tali (rope access work permit. 2.8 Contoh Bekerja Pada Ketinggian Contoh bekerja pada ketinggian adalah : Mendirikan Scaffolding ketinggian ≥ 1.8 m. Bekerja di atas atap bangunan. Bekerja di atas container. Erection Konstruksi Baja. Bekerja di bibir galian – Ketinggian ≥ 1.8 m. Bekerja di atas formwork - Ketinggian ≥ 1.8 m.
23
Pemasangan cladding dan roofing. Pekerjaan pemasangan Mechanical dan Electrical. dsb.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Berdasarkan tujuan, manfaat dan pembahasan yang telah dilakukan tentang Upaya Pengamanan Bekerja Pada Suatu Ketinggian (Fall Protection) dalam upaya pengendalian kecelakaan kerja, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan prosedur bekerja pada ketinggian harus dilakukan ke semua departemen- departemen. Pelaksanaan prosedur harus efektif dan prosedur tersebut disosialisasikan kepada tenaga kerja melalui Safety Handbook, Safety Induction, Toolbox Meeting dan Notification Board. 2. Cara pengendalian bahaya kecelakaan kerja pada ketinggian dilakukan dengan cara : a. Prosedur bekerja pada ketinggian dan pencegahan terhadap terjatuh. Prosedur ini harus mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1996 lampiran II bagian 6. b. Alat Pelindung Diri (APD). Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) di untuk tenaga kerja yang bekerja pada ketinggian harus sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep-45/DJPPKK/IX/2008 Tentang Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bekerja Pada Ketinggian dengan Menggunakan Akses Tali (Rope Access). c. Perancah (Scaffolding). Scaffolding atau perancah yang dipakai sebagai sistem pengendalian bahaya bekerja di ketinggian harus mengacu dengan Permenakertrans No. PER- 01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan. 3. Resiko yang paling umum pada saat bekerja di atas ketinggian adalah jatuh dari atas ketinggian atau tertimpa material dari atas ketinggian. Jatuh adalah terlepas dan terhempas dari ketinggian ke bawah dengan cepat, baik masih dalam pergerakan turun maupun sudah sampai ke tanah.
24
3.2 Saran Berdasarkan pembahasan yang dilakukan, saran untuk mencapai Pengamanan Bekerja pada Suatu Ketinggian (Fall Protection) adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan terhadap pelaksanaan prosedur bekerja pada ketinggian agar lebih optimal, sehingga tenaga kerja benar-benar memahaminya dan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang ada. 2. Perlu adanya tindakan yang tegas yaitu dengan memberikan kartu pelanggaran terhadap tenaga kerja yang tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja pada ketinggian karena dapat merugikan semua pihak apabila terjadi kecelakaan misalnya terjatuh dari ketinggian. 3. Sebaiknya perlu diadakan pemeriksaan sebelum tenaga kerja bekerja pada ketinggian untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja. 4. Sebaiknya semua orang bekerjasama mengawasi jalannya pekerjaan pada ketinggian mengingat resiko yang ditimbulkan berbahaya.
25
BAB IV LAMPIRAN 4.1 Hasil Tanya Jawab Berikut merupakan hasil dari Tanya Jawab yang telah dilaksanakan saat kegiatan presentasi. Hanya ada 4 (empat) pertanyaan dari PTE offering C dikarenakan PTE offering D tidak ada yang mengajukan pertanyaan. 1. M. Andri Khusnawan dari Kelompok 1 PTE C Pertanyaan : Dari video yang telah di presentasikan, apa tanggapan anda mengenai video tersebut? (Video merupakan video yang berisi tentang berita dari Kecelakaan Kerja yang mengakibatkan 2 (dua) korban meninggal dunia akibat terjatuh saat bekerja di ketinggian). Jawaban : Video tersebut membuat kita lebih mengerti bahwa bekerja di atas ketinggian mepunyai resiko yang sangat fatal apabila kita tidak mengikuti prosedur yang ada. Dari sebat terjadinya kecelakaan dalam video tersebut, yakni dikarenakan oleh terputusnya tali yang mereka gunakan untuk menompang tubuhnya dapat diartikan bahwa pekerja naas tersebut tidak mengikuti prosedur yang ada yakni mempersiapkan dan mengecek Alat Pelindung Diri (APD). Maka, kecelakaan tersebut murni karena ketelodoran dari pekerja tersebut. 2. Maya Maulida N.J dari Kelompok 4 PTE C Pertanyaan : Bagaimana tanggapan Anda terhadap kontraktor yang tidak mematuhi perturan seperti tidak menggunakan peralatan secara benar dan sebagainya. Apakah sanksi dari kontraktor – kontraktor tersebut? Jawaban :
26
Perbuatan kontraktor tersebut sangatlah disayangkan, mengingat bahaya yang terjadi apabila kecelakaan menimpa mereka. Tentu saja kami sangat tidak setuju dan menyalahkan kontraktor-kontraktor nakal tersebut. Tentang sanksi pastinya ada sanksi yang akan diberikan oleh atasan / mandor dari kontraktor tersebut. Apakah sanksi menyangkut skorsing atau pengurangan gaji atau bahkan sampai pemecatan, itu tergantung pada tingkat ketidakpatuhan si kontraktor dan peraturan perusahaan masingmasing. 3. Murlin Wahyu A. dari Kelompok 1 PTE C Pertanyaan : Kita tahu bahwa bekerja pada suatu ketinggian sangatlah berbahaya, bagaimana identifikasi saat bekerja di tambang mengingat posisi pekerja ada yang diatas dan yang di bawah. Sedangakn yang di bawah beresiko terkena longsoran tanah. Jawaban : Untuk pekerjaan yang berada ditambang, pastinya sudah terdapat peraturan-peraturan dan prosedur kerja yang harus diterapkan oleh para pekerja. Para pekerja harus tahu tentang keaadaan tanah yang akan mereka jadikan untuk tempat menambang. Mereka harus mengetahui tanah mana yang baik dan yang tidak agar pekerjaan mereka terhindar dari kecelakaan. Oleh karena itu, semua pekerja harus melaksanakan prosedur kerja aman dan menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. 4. Sisco Agustian dari Kelompok 5 PTE C Pertanyaan : Bagaimana tindakan pemerintah menanggapi pembangunan yang tidak safety, padahal sudah ada UU tentang ketinggian? Jawaban : Pemerintah pastinya sudah menetapkan ketentuan-ketentuan dan sanksi yang akan diberikan bagi pelanggar. Namun, pemerintah tidak mungkin mengecek satu per satu pembangunan setiap hari. Pelaksanaan K3 haruslah diawasi oleh bagian K3 di perusaahaan itu sendiri. Semua pihak harus berkontribusi untuk menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan membantu pemerintah dalam melaksanakan Undang-Undang yang telah ditetapkan. Pelaksanaan K3 juga merupakan kebutuhan para pekerja,
27
bukan hanya perusahaan atau pemerintah. Jadi laksanakanlah Kesehatan dan Keselamatan kerja bukan karena paksaan atau perintah, melainkan dari rasa kesadaran akan pentingnya Kesehatan dan Keselamatan dalam Bekerja. Untuk perusahaan yang tidak mematuhi prosedur yang ada, para pekerja yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan sesuai dengan hokum yang ada. Dan pastinya perusahaan akan mendapatkan sanksi tersendiri tergantung pada tingkat kesalahan yang dilakukan. 4.2 Hasil Pengamatan Proses Presentasi oleh Kontrol Penyaji Saya Dwi Anita sebagai Kontrol Penyaji dari kelompok 7 yang menjelaskan tentang Upaya Pengamanan Bekerja pada Suatu Ketinggian yang beranggotakan : 1. Ayil Qoimatul Laili 2. Dhenok Larasati 3. M. Rizal Afriandi 4. Qowiyul Mukmin Dengan jumlah slide presentasi sebanyak 12 (dua belas) slide. Waktu presentasi di mulai pukul 10.50 dan selesai pukul 11.07. Presentasi Narasi 1. Presentasi dimulai dari pengisi suara yang di isi oleh : Ayil, Dhenok, Rizal dan Qowi’. 2. Slide 1 oleh Ayil Qoimatul Laili yang menjelaskan tentang Dasar Hukum. Slide 2 oleh Qowiyul Mukmin yang menjelaskan tentang Kerangka Pemikiran. Slide 3 oleh M. Rizal Afriandi yang menjelaskan tentang Pengertian Bekerja pada Ketinggian. Slide 4 oleh Qowiyul Mukmin yang menjelaskan tentang Mengidentifikasi Bahaya. Slide 5 oleh Ayil Qoimatul Laili yang menjelaskan tentang Persyaratan ketika akan bekerja di atas ketinggian. Slide 6 oleh Dhenok Larasati yang menjelaskan tentang Contoh bekerja pada ketinggian. Komentar
:
Suara Rizal dan Qowi’ sudah jelas dan bisa di dengar. Sedangkan suara ayil dan Dhenok terdengar masih kurang jelas atau terlalu kecil untuk di dengar telinga.
28
Masih sama dengan presentasi kemarin, terjadi problem pada LCD-nya sekitar 3 menit, namun teratasi dengan baik. Kemudian pada saat penyajian, narasi terlalu panjang sehingga waktu yang dibutuhkan kurang. Presentasi Lisan Kemudian presentasi dilanjutkan dengan penjelasan lisan 1. Qowi’ 2. Rizal 3. Dhenok
: Sudah baik dan bisa memahami materi. : Sudah baik dan dapat memahami materi. : Sudah baik, namun ada kendala yaitu kurang jelas pada
saat melihat slide power point, berbicaranya kadang masih tersendatsendat. 4. Ayil
: Sudah baik, menguasai materi dan berbicaranya sudah
lancar. Komentar
:
Pada saat anggota kelompok lain menjelaskan materi, Qowi’ , Dhenok dan Rizal masih sibuk berbicara sendiri. Dan pada saat waktu Tanya-jawab semua anggota sudah dapat menjawab. Kesimpulan
:
Secara keseluruhan presentasi suara maupun lisan berlangsung dengan baik, pada saat presentasi waktunya sudah sesuai yang ditentukan, yaitu 15 menit. Namun pada saat narasi, waktu yang dibutuhkan kurang karena narasinya terlalu panjang. Semua penyaji sudah mengisi suara pada slide presentasi. Namun, hanya suara Qowi’ dan Rizal yang jelas, sedangkan Dhenok dan Ayil sudah jelas namun pada volume soundnya terdengar terlalu kecil. Sekian komentar dari saya sebagai Kontrol penyaji, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. 4.3 Hasil Pengamatan Proses Presentasi oleh Kontrol Audience Kontrol Audience dari Miftahul Huda Pada awal persiapan dari offering C lumayan tenang daripada pertemuan sebelumnya. Lanjut ke pembukaan audience lebih diam, setelah itu lanjut ke pemaparan video audience sangat antusias melihat dan menjadikan hal tersebut menarik perhatian.
29
Sebelum slide habis, audience tetap konsen karena presentasi lisan yang cukup keras. Selain itu, dalam pergantian kelompok yang maju, audience pertemuan hari ini tidak gaduh. Kami menilai dari audience offering C 95% konsen pada materi yang dipresentasikan. Namun ada beberapa anak yang menengok kebelakang, seperti Ovan, Fasha, Gilang, Faishal, Heru, sedangkan Sisco dan Nandi saling berbicara dalam kurun waktu 25 detik, setelah itu Sisco dan Pedro menulis sesuatu. Di sisi lain, Nandi mengajak bicara Andri dalam kurun waktu 20 detik. Di tengah presentasi Faishal tidak konsen. Ketika presentasi offering D Faishal dan Fasha saling berbicara. Pada penyajian lisan offering D audience tetap konsen 95%. Pertemuan ini sangat luar biasa dan tak biasa dibandingkan pertemuan sebelumnya.
Kontrol Audience dari Ilham Alif N. Z. Pada saat sebelum presentasi dimulai, keadaan masih terlihat ramai dan
gaduh, masih banyak anak-anak yang ramai serta sibuk sendiri. Tetapi pada saat presentasi dimulai keadaan mulai membaik, anak-anak mulai diam dan menyimak presentasi. Setelah berlangsung sekitar 20 menit, anak-anak kembali mulai ramai satu persatu, ada yang berbincang-bincang dengan teman, bergurau, bermain handphone dan bermain laptop sendiri. Tapi masih terlihat banyak anak-anak yang menyimak. Pada saat sesi Tanya jawab para audience terlihat aktif, banyak yang mengacungkan tangan untuk bertanya dan pada saat presentasi keadaan berangsur spontan normal seperti biasa. 4.4 Susunan Acara Dari Moderator TAHAP
I
KEGIATAN
PELAKSANA
Pembukaan, doa. Perkenalan nama penyaji & topik Persiapan person Kontrol Penyaji Persiapan person Kontrol
Moderator Irfan Agus Santoso Kelompok 8 Dwi Anita Kelompok 8 Ilham Alif Nur Z Miftahul Huda
Perkiraan Waktu 5 menit
1 menit 1 menit
30
II
Audience Penyajian Narasi dari kelompok 7 PTE C Penyajian Lisan dari kelompok 7 PTE C
III
IV
Semua anggota Kelompok 7
7 menit
Semua anggota Kelompok 7
8 menit
Moderator dan Semua anggota Kelompok 7 dan Audience
Tanya Jawab 4 pertanyaan dari kelompok audience PTE C ke penyaji kelompok 7 PTE C Refleksi Paparan dari kontrol penyaji PTE C Paparan dari kontrol Audience PTE C
V
Kelompok 8
Penutup (Kesimpulan dan doa) Total Waktu
Penanya dari PTE C dan semua anggota kelompok 7
10 menit
Kontrol Penyaji Dwi Anita
6 menit
Kontrol Audience Ilham Alif Nur Z Miftahul Huda Moderator Irfan agus Santoso
6 menit
5 menit 49 menit
4.5 Daftar Nilai Daftar Nilai Penyaji Penyaji Ayil Qoimatul Laili Dhenok Larasati M. Rizal Afriandi Qowiyul Mukmin
Narasi 80 80 85 85
Lesan 87 80 80 85
Tanya Jawab 83 80 82 82
Makalah
Daftar Nilai Panitia
Panitia Irfan Agus Santoso Dwi Anita Ilham Alif Nur Z Miftahul Huda
Sebagai Moderator Kontrol Penyaji Kontrol Audience Kontrol Audience
Nilai 80 83 80 83
PPT 83 83 83 83
View more...
Comments