MAKALAH HIV/AIDS
March 12, 2017 | Author: Salas Auladi | Category: N/A
Short Description
Download MAKALAH HIV/AIDS...
Description
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIV/AIDS Kelompok 11 : SITI ANNISA Z.N.
(220110080145)
SALAS AULADI
(220110080138)
SRI HANDINI PERTIWI
(220110080105)
SILVIA JUNIANTY
(220110080097)
SRI RI MELFA DAMANIK
(220110080079)
SELLA GITA A
(220110080052)
SUSI HANIFAH
(220110080035)
SARAH RIDASHA F
(220110080013)
TIARA RACHMAWATI
(220110080118)
TIARA TRI P
(220110080108)
TRIANDINI
(220110080095)
TAMMY
(220110080053)
TIARA IARA ARUM KESUMA
(220110080050)
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN JATINANGOR 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kelompok penyusun sehingga dapat menyelesaikan makalah mengenai HIV AIDS. Makalah ini disusun dalam rangka pendokumentasian dari aplikasi pembelajaran mata kuliah Sistem Imun dan Hematologi. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada tutor kelompok 11 dalam mata kuliah ini. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini di masa mendatang. Pada akhirnya, penyusun mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Jatinagor, Oktober 2009
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Sindrom immunnodefisiensi didapat (Acquired Immunodeficiency Syndrome, AIDS), Sindrome ini pertama kali ditemukan oleh Michael Gottlieb pertengahan tahun 1981 pada penderita pria homoseksual dan pecandu narkotik suntik di Los Angles, Amerika Serikat. Sejak penemuan ini, dalam beberapa tahun dilaporkan lagi sejumlah penderita dengan syndrom yang sama dari 46 negara bagian Amerika Serikat lainnya. Penyebaran AIDS terjadi secara cepat ke berbagai benua. Dampak yang terlihat pada penderita beserta keluarganya, serta belum diketahuinya cara penanganan dan pengobatannya menyebabkan keresahan psikosial yang sangat besar di kalangan masyarakat. Pada awalnya penyebab AIDS belum diketahui secara pasti. Namun, banyak pihak yang menduga bahwa strain virus yang asli berasal dari monyet dan simpanse di Afrika. Para ahli telah menemukan sejenis virus yang mirip pada seekor monyet Afrika Barat. Menurut hipotesa yang menarik tetapi belum dapat dibuktikan, para ahli menduga bahwa virus itu mulanya masuk ke dalam tubuh manusia sebagai akibat sampingan dari percobaan-percobaan malaria mulai tahun-tahun 1920-an hingga 1950-an. Pada percobaanpercobaan tersebut, manusia disutik dengan darah dari monyet dan simpanse yang kemungkinan mengandung virus yang ternyata kelak menjadi HIV. Tujuan dari eksperimen ini sebenarnya adalah untuk melihat apakah parasit malaria di dalam tubuh binatangbinatang tersebut akan dapt juga menulari tubuh manusia. Dokter-dokter 1980-an juga mulai mengamati adanya penderiat di kalangan pria muda dengan jenis kanker sel darah yang langka yaitu sarcoma, demikian pula PCP. Pasienpasien ini dan mereka yang pernah ditangani oleh Gottlieb memiliki satu persamaan yaitu semuanya gay. Oleh karena itulah syndrome tanpa nama itu diberi julukan ”gay plague” atau “gay cancer”. Penyakit yang tadinya dianggap sebagai sampar gay atau gay plague ternyata dapat menyerang heteroseksual, terutama orang-orang yang menggunakan jarum suntik, mitra seksnya, bayi dari ibu terinfeksi dan penderita hemofilia(yang mendapat transfusi darah tercemar HIV). Jelas bahwa virus ini tidak mengenal apakah tubuh yang
diserangnya milik seorang gay, heteroseks atau bayi baru lahir (AIDS & PMS dan Perkosaan hlm 28-30). Pada akhir tahun 1983 para peneliti menemukan suatu jenis retrovirus yang mulanya diberi nama Lympadenopati associated virus. Kemudian pada bulan Mei tahun 1986 disepakati menggunakan satu nama yaitu Human Immunodeficiency.
I. 2. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan membahas lebih dalam tentang AIDS (Aqcuired Immune Deficiency Syndrome). Selain itu, makalah ini juga ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok Mata Kuliah Sistem Immunologi dan Hematologi.
I.3. Rumusan Masalah Kasus pemicu AIDS Tn. A usia 35 tahun, TB 170 cm, BB saat ini 50 kg, mengeluh lemah. Lems tidak bergairah, diare dalam 40 hari, sering mendadak mengidap flue yang terasa seperti flu berat sampai suatu ketika hanya karena flue tersebut tuan A nyaris pingsan, hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai ELISA western blot (+), neutropenia, anemia normositik normokrom, limfosit CD4 + 200 sel/µl.
Pertanyaan : 1. Jelaskan tentang konsep penyakit pada kasus di atas! 2. Jelaskan klasifikasi klinis pasien untuk kondisi penyakit tersebut! 3. Jelaskan aspek pengkajian Keperawatan yang diperlukan untuk menghadapi pasien diatas! 4. Sebutkan diagnose Keperawatan (sesuai dengan taxonomy NANDA) untuk kondisi pasien dengan penyakit tersebut! 5. Universal Precaution 6. Sebutkan prinsip etik dan legal untuk mengatasi pasien SLE!
I.4. Tinjauan Teori AIDS merupakan salah satu kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia pada awal abad ke 21. Hal ini disebabkan karena penyakit ini, menyebabkan angka kematian yang sangat tinggi, jumlah penderita yang semakin meningkat dalam waktu singkat dan sampai sekarang belum dapat ditanggulangi dengan tuntas. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan dan kerusakan system pertahanan tubuh seseorang yang disebabkan oleh HIV(Human Immunodeficiency Virus). HIV menyebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk melawan virus, bakteri, dan jamur secara efektif yang menyebabkan timbulnya penyakit. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap berbagai jensi tumor dan infeksi opurtunistik yang secara normal dapat dilawan oleh tubuh.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. CARA KERJA VIRUS HIV AIDS Virus HIV-1 berbentuk bulat, berdiameter 80-100 nm dan berisi electron yang padat, inti berbentuk kerucut yang dikelilingi oleh suatu selaput lipid yang berasal dari membrane sel inang. Dinding HIV merupakan membrane yang terdiri dari dua lapis lipid (lipid bilayer). Pada membrane bagian luar atau dinding HIV terdapat glikoprotein(gp) yaitu gp120 dan gp41. Gp120 terdapat pada permukaan HIV yang dapat berikatan dengan sel yang memiliki reseptor permukaan CD4, sedangkan gp41 adalah glikoprotein transmembrane yang mengikat gp120. Pada membrane bagian dalam terdapat protein (p) yaitu p17 yang merupakan kerangka atau matriks HIV. Inti virus berisi: 1. Kapsin protein p24 yang terbesar 2. Nukleokapsid protein p7/p9 3. Dua salinan genom RNA 4. Ketiga enzim virus(protease , reverse transcriptase dan integrase) Protein p24 paling cepat mendeteksi antigen virus dan karena itu digunakan untuk diagnosis infeksi HIV pada tes ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay).
Struktur Genom HIV Genom HIV terdiri dari RNA rantai tunggal berukuran 9,8 kb dengan region yang identik pada kedua ujungnya (long terminal repeat) yang mengandung gen regulasi. Bagian lain genom terdiri dari tiga gen yang mengode protein structural virus env mengkode pembentukan glikoprotein selubung gp120 dan gp41; gag mengode sintesis protein pada inti HIV yaitu p24; dan pol mengode pembentukan enzim reverse transcriptase, integrase dan protease. Enam gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenitas penyakit secara in vivo, yakni gen tat, rev, nef, vpr, vpu, dan vif . tat adalah gen yang mempercepat replikasi virus; gen rev mengode protein rev yang mengubah siklus replikasi untuk memperoduksi seluruh partikel virus; gen nef berperan dalam virulensi
HIV; gen vpr memfasilitasi transport DNA HIV ke dalam sel inang; gen vpu mempengaruhi pelepasan virus; dan gen vif menentukan infektifitas virus di luar sel inang. Long terminal repeat (LTR) merupakan promoter bagi gen HIV yang berinteraksi dengan protein pengatur replikasi virus.
Patogenesis HIV secara selektif akan menginfeksi sel yang berperan membentuk antibody pada system imunitas seluler yaitu limfosit T4 yang mempunyai reseptor permukaan CD4 yang dapat berperan sebagai reseptor untuk virus tersebut. Selain sel limfosit T4, ada sel lain yang juga mempunyai CD4 antigen pada membrannya, yaitu monosit/makrofag, dan beberap sel homopoesis di dalam sum-sum tulang. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri yang menyebabkan system kekebalan tubuh menjadi lumpuh. HIV sebagai virus RNA mempunyai enzim transcriptase yang membentuk virus DNA pada kejadian infeksi. Virus DNA yang terbentuk ini masuk ke dalam inti sel target dan berintegrasi dengan DNA dan menjadi provirus. DNA provirus yang telah berintegrasi dengan sel DNA host (sel limfosit T4) akan ikut mengalami poliferasi sel. Setiap hasil replikasi DNA ini selanjutnya akan menghasilkan virus RNA, enzim reverse transcriptase dan protein virus.
B. KLASIFIKASI Ada dua jenis HIV yang diketahui ada: a. HIV-1
HIV-1 adalah virus yang pada awalnya ditemukan dan disebut LAV.Hal ini lebih mematikan, relatif mudah menular, dan merupakan penyebab sebagian besar infeksi HIV secara global. b.
HIV-2. HIV-2 kurang ditularkan dan terbatas pada sebagian besar di Afrika barat.
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS. a. Kategori Klinis A Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C 1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik. 2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty ) 3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut. b. Kategori Klinis B Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup : 1. Angiomatosis Baksilaris 2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi 3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ ) 4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan. 5. Leukoplakial yang berambut 6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf. 7. Idiopatik Trombositopenik Purpura 8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii c. Kategori Klinis C Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup : 1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus 2. Kanker serviks inpasif 3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata 4. Kriptokokosis ekstrapulmoner 5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe ) 7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan ) 8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) 9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis ) 10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner ) 11. Isoproasis intestinal yang kronis 12. Sarkoma Kaposi 13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak 14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner 15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner ) 16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner 17. Pneumonia Pneumocystic Cranii 18. Pneumonia Rekuren 19. Leukoenselophaty multifokal progresiva 20. Septikemia salmonella yang rekuren 21. Toksoplamosis otak 22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
C. LATAR BELAKANG VIRUS HIV AIDS 1. Masa inkubasi virus Masa inkubasi penyakit ini yaitu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala penyakit sangat lama (5 tahunsampai 10 tahun) dan karena infeksi HIV dianggap seumur hidup maka resiko terjadinya penyakit akan berlanjut selama hidup pengidap virus HIV. 2. Masa bertahan hidup Seseorang yang terserang virus AIDS menjadi membawa virus tersebut selama hidupnya. Orang tersebut bisa bertahan hidup hingga 9 bulan.
Sindrom immunnodefisiensi didapat (Acquired Immunodeficiency Syndrome, AIDS) pertama-tama menarik perhatian bidang kesehatan masyarakat pada tahun 1981.1 AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler, yang pada penderitanya tidak dapat
ditemukan penyebab defisiensi tersebut.2 AIDS menyebabkan infeksi oportunistik dan/atau neoplasma yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang sebelumnya dalam keadaan sehat. Menurut Smeltzer3 AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat sistem imun dilemahkan oleh virus HIV. Human Immunedeficiency Virus (HIV) tergolong ke dalam kelompok retrovirus dengan materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA) , menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel T-penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV.4 AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan. Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan Immune : Sistem kekebalan tubuh Deficiency : Kekurangan Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal. AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir ) AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare ) AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention ).
AIDS muncul setelah benteng pertahanan tubuh yaitu sistem kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, dengan runtuhnya/hancurnya sel-sel limfosit T karena kekurangan sel T, maka penderita mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana sekalipun, yang untuk orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS nya sendiri yang menyebabkan kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya. HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap virus tersebut dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka/lecet. Hubungan seks melalui anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal dan oral. HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah, seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk darah dan ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan melalui kontak seharihari seperti berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai penderita, handuk atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh. Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh. Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.
D. VAKSIN HIV AIDS vaksin Penyakit HIV/AIDS ditemukan dibangkok -Thailand. Penemuan Vaksin Ini dihasilkan oleh Hasil studi Vaksin Ekperimental yang diujicobalkan kepada 16.000 warga thailand. Dari ujijoba tersebut Vaksin HIV itu ternyata terbukti mengurangi resiko terinfeksinya seseorang terhadap HIV.
Penelitian vaksin ini menggabungkan canary pox vaccine ALVAC produksi SanofiAventis Perancis dengan AIDSVAX yang aslinya dibuat VaxGen Inc (lisensinya dipegang oleh organisasi nonprofit Global Solutions for Infectious Diseases). Vaksin itu berbasis HIV strain B dan E yang dominan di Thailand. Dalam percobaan sebelumnya, kedua vaksin itu kurang efektif jika sendiri-sendiri. Hasil studi terakhir menunjukkan vaksin itu 31,2 persen efektif mengurangi risiko tertular HIV. Menurut olonel Jerome Kim, US Military HIV Research Program, hal ini merupakan demonstrasi pertama vaksin HIV yang mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi HIVt. hal ini merupakan kemajuan sains sangat penting. Studi ini memberikan harapan kemungkinan pembuatan vaksin yang efektif secara global. Vaksin itu diujicobakan Sejak awal 2003, kepada sukarelawan yang terdiri dari perempuan dan laki-laki berusia 18-30 tahun dan tidak terinfeksi HIV. Mereka berlokasi di dua provinsi di Thailand, di dekat Bangkok yang mempunyai tingkat risiko tinggi terinfeksi HIV . Setengah dari sukarelawan mendapatkan vaksin itu dan sebagian lagi memakai plasebo (tidak mengandung vaksin). Sebanyak 51 orang dari total 8.197 orang yang mendapat vaksin terinfeksi HIV. Adapun kelompok plasebo, dari total 8.198, sebanyak 74 orang terinfeksi. Jadi ada selisih 23 orang atau sekitar 15 %. Penemuan Vaksin ini dinilai beberapa pihak belum sempurna, masih perlu tahap-tahap selanjutnya untuk meneympurnakan formulasi dari vaksin ini, agar dapat mendapatkan izin licensi obat
E. HOMEOSTATIS TUBUH Respon tubuh terhadap perubahan tersebut dapat dibagi menjadi 3 fase (1)Alarm reaction (reaksi peringatan), pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor (perubahan) dengan baik.(2).The Stage of resisten (reaksi pertahanan), reaksi terhadap stresor sudah melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala psikis dan somatic.(3).Stage of Exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-psikosomatik tampak jelas. .
BAB III PEMBAHASAN
A. ISTILAH-ISTILAH KHUSUS 1. Elisa Western Blot (Enzym Linked Immunosorbent ASSAY) adalah Tes mendeteksi antibody yang dibuat tubuh terhadap virus HIV . Menunjukan virus terdapat pada darah. 2. Neutropenia adalah 3. Anemia normositik normokrom adalah hemolisis, bisa juga terjadi karena terapi zidofudin (untuk menahan replitasi virus), gangguan pada sumsum tulang belakang. 4. Limfosit CD4+ adalah •
sel yang mencakup monosit, reseptor pembentuk antibody (T helper, monosit, makrofag), paling banyak diantara monosit dan makrofag.
•
Penentu klasifikasi AIDS paling parah.
B. KONSEP PENYAKIT •
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialihkatakan sebagai Sindrom Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan
•
Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan ODHA (orang dengan HIV /AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
•
AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir).
•
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare)
•
AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan
imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi. (Center for Disease Control and Prevention) Gejala AIDS Gejala Mayor : •
BB menurun atau gagal tubuh
•
Diare > 1 bulan (kronis/berulang)
•
Demam > 1bulan (kronis/berulang)
•
Infeksi saluran nafas bawah yang parah atau menetap
Gejala Minor : •
Lymfadenopati generalisata atau hepatosplenomegali
•
Kandidiasis oral
•
Infeksi THT yang berulang
•
Batuk kronis
•
Dermatitis generalisata
•
Encefalit
C. ETIOLOGI AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Faktor Resiko •
Pria dengan homoseksual
•
Pria dengan biseksual
•
Pengguna IV drug
•
Transfuse darah
•
Pasangan heteroseksual dengan pasien infeksi HIV
•
Anak yang lahir dengan ibu yang terinfeksi
→ Diketahui bahwa virus dibawa dalam limfosit yang terdapat pada sperma memasuki tubuh melalui mucosa yang rusak, melalui ASI, kerusakan permukaan kulit. → Ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh, termasuk darah, semen, cairan vagina dan air susu ibu.
D. MANIFESTASI KLINIS •
Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya mengenai setiap sistem organ
•
Pneumonia disebabkan oleh protozoa pneumocystis carini (paling sering ditemukan pada AIDS) sangat jarang mempengaruhi orang sehat. Gejala: sesak nafas, batukbatuk, nyeri dada, demam – tdk teratasi dapat gagal nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status mental)
•
Gagal nafas dapat terjadi 2 – 3 hari
•
TBC
•
Nafsu makan menurun, mual, muntah
•
Diare merupakan masalah pada klien AIDS → 50% – 90%
•
Kandidiasis oral – infeksi jamur
•
Bercak putih dalam rongga mulut → tidak diobati dapat ke esophagus dan lambung
•
Wasthing syndrome → penurunan BB/ kaheksia (malnutrisi akibat penyakit kronis, diare, anoreksia, amlabsorbsi gastrointestinal)
•
Kanker: klien AIDS insiden lebih tinggi → mungkin adanya stimulasi HIV terhadap sel kanker yang sedang tumbuh atau berkaitan dangan defesiensi kekebalan → mengubah sel yang rentang menjadi sel maligna
•
Sarcoma kaposis → kelainan maligna berhubungan dengan HIV (paling sering ditemukan) → penyakit yang melibatkan endotel pembuluh darah dan limfe. Secara khas ditemukan sebagai lesi pada kulit sebagian tungkai terutama pada pria. Ini berjalan lambat dan sudah diobati. Lokasi dan ukuran lesi dapat menyebabkan statis aliran vena, limfedema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan merusak intergritas kulit dan meningkatkan ketidak nyamanan serta kerentanan terhadap infeksi.
Diperkirakan 80 % klien AIDS mengalami kalianan neurologis → gangguan pada
•
saraf pusat, perifer dan otonom. Respon umum pada sistem saraf pusat mencakup inflamasi, atropi, demielinisasi, degenerasi dan nekrosis. •
Herpes zoster → pembentukan vesikel yang nyeri pada kulit.
•
Dermatitis seboroik→ruam yang difus, bersisik yang mengenai kulit kepala dan wajah. Pada wanita: kandidiasis vagina → dapat merupakan tanda pertama yang
•
menunjukkan HIV pada wanita.
E. KOMPLIKASI a. Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat. b. Neurologik - kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social. -
Enselophaty
akut,
karena
reaksi
terapeutik,
hipoksia,
hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. -. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. - Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV) c. Gastrointestinal - Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi.
Dengan
efek,
penurunan
berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi. - Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare. d. Respirasi Infeksi
karena
pneumococcus,
Pneumocystic dan
Carinii,
cytomegalovirus,
strongyloides
virus
influenza,
efek
nafas
dengan
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas. e. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis. f. Sensorik - Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan - Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
F. PATOFISIOLOGI Kontak dengan darah
kontak seks
kontak ibu bayi
HIV masuk ke dalam tubuh Netrofil
HIV berikatan Lim T, monosit, makrofag Hiv berdifusi dengan CD4+
neutropenia
Inti virus masuk ke dalam sitoplasma RNA virus oleh integrase endunuklease
DNA
transcriptase
Integrasi DNA virus + Prot. Pada T4 (provirus)
RNA genom dilepas
mRNA ditranslasi
Ke sitoplasma
Prot. Virus
Tunas virus Infeksi sel T lain KURANG PENGETAHUAN
Virion HIV baru terbentuk (di limfoid) AIDS Respon imun
enzim reverse
Humoral
Seluler
Sel B dihasilkan antibody spesifik
APC aktifkan CD4+
Diferensiasi dlam plasma
terinfeksi virus (sel T helper)
pengaruh ikatan
IGM & IGG
IL-2
pda tes ELISA
Lawan CD4+ yg terinfeksi
mudahnya
CD4+
CD8
transmisi penularan
interferon gamma
IL-12
rangsangan
aktivitas
pembentukan
INTOLE-
sel B
RANSI Tidak mengintensifkan AKTIVI-
isolasi sosial GANGGUAN HARGA DIRI
Sistem imun
TAS
Sistem kekebalan tubuh Sel rentan
rentan infeksi
Mutasi gen
pengeluaran mediator
Pembelahan sel berlebihan
kimia
Picu sel kanker
aktifkan flora normal RESIKO INFEKSI
sitokinin
(OPORTUNISTIK)
pirogenindogen set suhu oleh hipotalamus onterior demam RESIKO GANGGUAN THERMOREGULASI Menginfeksi paru-paru eksudat gangguan jalan nafas
inhalasi & ekhalasi terganggu
suplay O2
metabolisme sel
RESIKO BERSIHAN JALAN NAFAS
difusi O2 terganggu
ATP
TAK EFEKTIF
hipoksia
kelemahan
sesak nafas
INTOLERANSI
RESIKO POLA NAFAS
AKTIVITAS
TAK EFEKTIF Saluran pencernaan Mukosa teriritasi
bakteri mudah masuk
Pelepasan as.amino
imun tidak ada
Metabolisme protein
peristaltik
BB < dari normal
absorpsi air
RESIKO GANGGUAN
diare
KEBUTUHAN NUTRISI
G.
absorpsi nutrisi
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN & ELEKTROLIT
ASUHAN KEPERAWATAN Rencana asuhan keperawatan a.
Pengkajian
Nama
: Tn. A
Usia
: 35 tahun
Jenis kelamin
:Laki-laki
Berat badan
: 50 kg
Tinggi badan
: 170 cm
Diagnosa medis
: Acquired imuno deficiency sindrome (AIDS)
Keluhan utama
: lemah, lemas tidak bergairah, diare selama 40 hari
Riwayat kesehatan
: sering mendadak mengidap flu yang terasa seperti flu berat sampai suatu ketika nyaris pingsan hanya karena flu.
Pemeriksaan lab
: ELISA Western Blot (+) Neutropenia Anemia normositik normokrom Limfosit CD4+ 180 sel/µL
Analisa data Data menyimpang
Etiologi
DO: -
Infeksi bakter Tidak ada Defisit
DS: klien mengaku diare pertahanan selama 40 hari
Masalah keperawatan
tubuh
volume
cairan
berhubungan dengan diare.
peristaltic absorpsi air Diare
DO: -
Virus menempel pada CD4 Resiko Bersihan jalan nafas
DS: -
CD4 kekebalan tak efektif Virus menginfeksi paru
eksudat Resiko
teriritasi
ketidakseimbangan
DO: -
Mukosa
DS: -
Pelepasan asam amino nutrisi kurang dari kebutuhan Hipermetabolisme protein
DO: -
Suplai
oksigen
Kelelahan
DS: klien mengeluh lemah, metabolisme sel ATP lemas tidak bergairah DO: -
HIV dinyatakan + Isolasi sosial
DS: -
diketahui publik
DO: -
Infeksi bakter Tidak ada Resiko infeksi
DS: -
pertahanan tubuh
DO: -
Isolasi
DS: -
diasingkan
sosial
merasa Gangguan harga diri
b. Diagnosa keperawatan Resiko Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan secret paru Defisit volume cairan berhubungan dengan diare berhubungan dengan diare berat yang ditandai klien mengaku diare selama 40 hari Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipermetabolisme protein Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
penurunan
produksi
energy
metabolisme Resiko infeksi Resiko Isolasi social berhubungan dengan perubahan status kesehatan Resiko Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan status keshatan c. Intervensi Diagnosa
Rencana tindakan tujuan
1. Resiko Bersihan 1. jalan nafas bersih jalan nafas tak
Intervensi
rasional
- Kaji status respiratorius, Memudahkan intervensi mencakup
frekuensi,
efektif
irama, penggunaan otototot aksesorius dan suara pernapasan.
-
Lakukan specimen
pengambilan Memudahkan sutum
untuk pemeriksaan pasien
dianalisis.
-
Terapi
pulmoner untuk mencegah stasis
dilakukan
sedikitnya sekresi
setiap dua jam sekali
dan
meningkatkan bersihan jalan napas.
- Berikan bantuan dalam Memudahkan merubah posisi.
-
Berikan
pengeluaran sekret
kesempatan Meningkatkan
istirahat yang cukup.
- Berikan
oksigen
pertahanan tubuh
yang untuk mempertahankan
sudah dilembabkan untuk ventilasi tindakan
yang
pengisapan memadai.
lender (suctioning) 2. Defisit
volume
1. Mengganti
cairan
volume cairan
berhubungan
yang hilang
dengan diare.
2. Menghentikan diare
- Monitor vital sign.
Memudahkan intervensi
- Monitor status nutrisi.
- Berikan cairan IV.
mempertahankan cairan intake dan output yang adekuat.
- Monitor
pemasukan Mengontrol
status
cairan dan makanan dan nutrisi hitung
intake
kalori
cairan. 3. Resiko Ketidakseimbang
1. Mempertahank - Kaji an berat badan
adanya
alergi mengidentifikasi defisiensi, memudahkan
makanan.
an nutrisi kurang
intervensi.
dari kebutuhan
membantu rencana
dalam diet
memenuhi
untuk
kebutuhan
individual
- Kolaborasi dengan ahli mengawasi gizi
untuk
menentukan kalori
atau
jumlah kalori dan nutrisi kekurangan
jumlah
kualitas konsumsi
makanan
yang dibutuhkan.
- Monitor
masukkan
nutrisi mengawasi
dan kandungan kalori.
berat
penurunan
badan
efektivitas
atau
intervensi
nutrisi
- Anjurkan
pasien
unutk mengawasi
efektivitas
meningkatkan Fe, protein, nutrisi dan vitamin C.
- Monitor
adanya mempertahankan posisi
penurunan berat badan.
yang cukup
- Monitor
mual
dan
muntah.
- Jadwalkan
pengobatan
dan tindakan tidak selama jam makan.
4. Intoleransi aktivitas
1. mampu melakukan - Pantau kemampuan pasien Mengawasi identifikasi aktivitas sesuai yang
untuk
bergerak dan
diinginkan
(ambulasi),
dan
mempermudah
ADL intervensi
pasien.
- Susun rencana rutinitas menjaga keseimbangan antara
harian.
aktivitas
dan
istirahat yang mungkin diperlukan.
untuk menentukan
- Kolaborasi pengungkapan
strategi
penyebab menghadapinya.
mudah lelah. 5. Resiko infeksi
1.
mencegah - Kepada pasien dan orang Mengidentifikasi resiko
terjadinya infeksi
yang merawatnya diminta infeksi untuk memantau tandatanda infeksi ; seperti gejala
demam/panas,
menggigil,
keringat
malam, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, napas
yang
pendek,
kesulitan bernapas, rasa sakit pada mulut atau kesulitan
menelan,
bercak-bercak putih pada rongga mulut, penurunan berat
badan,
pembengkakan
kelenjar
limfe, mual, muntah, diare persisten, berkemih, mulai
dan
sering sulit
untuk
nyeri
saat
berkemih, sakit kepala, perubahan
visual
penurunan
daya
dan ingat,
kemerahan, pembngkakan atau pengeluaran secret pada kulit, lesi vaskuler pada wajah, bibir atau daerah perianal.
- Pantau hasil laboratorium Memudahkan intervensi yang
menunjukkan
infeksi.
pasien Mencegah
- Penyuluhan mencakup
infeksi
strategi secara mandiri
pencegahan infeksi. 6. Resiko sosial
Isolasi 1. peningkatan rasa - Lakukan penilaian tingkat Mengurangi percaya diri
interaksi social pasien.
-
Lakukan
negative pasien
tindakan Membantu
perasaan
pengendalian dirumah
infeksi memantapkan
sakit
dirumah
atau partisipasi
pada
untuk hubungan sosial
memberikan
kontribusi
atas emosi pasien.
- Perawat harus memahami megurangi faktor-faktor dan menerima penderita yang
turut
membuat
AIDS dan keluarga serta pasien meras terisolasi. pasangan seksualnya.
- Berikan informasi tentang membantu pasien agar cara
melindungi
diri tidak
sendiri dan orang lain
menghindar
kontak social.
7. Gangguan harga 1. meningkatkan harga - Periksa keadaan status Mengidentifikasi diri
diri klien
memudahkan intervensi
mental pasien.
- Bantu pasien dan keluarga Mengurangi untuk
memahami
mengatasi perubahan
dan
perasaan
dan negative pasien semua
yang
terjadi
dalam proses berpikir.
- penempatan lonceng dan melindungi pasien dari tombol pemanggil yang cedera, mudah dijangkau.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium digunakan untuk menegakkan diagnosa infeksi HIV/AIDS berdasarkan tes yang dapat mendeteksi adanya antigen dan antibody HIV. Ketika HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan membentuk antibody sebagai respon tubuh terhadap infeksi. Sehingga apabila pada darah seseorang terdapat antibody HIV, maka seseorang tersebut adalah terinfeksi. Kebanyakan orang membentuk antibody HIV antara 6-2 minggu dari waktu infeksi. Dan pada kasusu yang jarang dapat mencapai waktu 6 bulan. Melakukan tes HIV dalam waktu kurang dari 3 bulan sejak terinfeksi dapat menghasilkan hasil yang meragukan karena pada waktu tersebut kemungkinan orang yang terinfeksi belum membentuk antibody terhadap HIV. Waktu antara seseorang terinfeksi dan pembentukan antibody HIV disebut window period. Pada masa ini tidak ditemukan antibody HIV pada tubuh mereka. Tetapi pada window period dapat menularkan virus HIV pada orang lain walaupun hasil tes HIV negative karena orang tersebut memiliki HIV dengan level yang tinggi pada darah, cairan-cairan seksual ataupun ASI. Di Amerika Serikat dilakukan kombinasi dua tes antibody HIV. Apabila antibody HIV dideteksi pada tes awal (ELISA), lalu dilakukan tes kedua yaitu Western Blot untuk mengukur antigen yang berikatan dengan antibody.
• Test ELISA ( Enzyme Linked Immunosorbent Assay) ELISA merupakan komponen integral dari laboratorium klinik. Tingkat sensitifitas yang tinggi dan minimnya pengunaan radioisotop menyebabkan tes ini luas digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibody secara kualitatif dan kuantitatif. Jika digunakan dengan baik, tes ini mempunyai sensitifitas > 98%. Dasar pemeriksaan ini adalah mereaksikan antigen HIV dengan serum. Apabila di dalam serum terdapat antibody HIV, akan terjadi ikatan antigen-antibody. Serum ditambahkan anti IgG yang bertanda peroksidase. Terjadi ikatan antigen-antibody dengan anti IgG peroksidase. Peroksidase yang terikat akan memecah substrat yang ditambah sehingga menghasilkan perubahan warna yang akan dibaca dengan spektrofotometer. Njika
terdeteksi antibody virus di dalam jumlah besar akan memperlihatkan warna yang lebih tua. Bila tes anibody berdasrkan ELISA digunakan untuk skrining populasi dengan prevalensi infeksi HIV yang rendah(misalnya donor darah), hasil yang positif dalam sampel serum harus dikonfirmasi dengan tes ulang. Hal ini untuk mencegah hasil pemeriksaan yang positif palsu atau negative palsu. Oleh karena itu, pemeriksaan ELISA diulang dua kali, dan jika menunjukkan hasil positif, dilakukan pemeriksaan yang lebih spesifik untuk konfirmasi.
• Tes Western Blot Tes Western Blot merupakan cara pemeriksaan yang lebih spesifik, dimana antibody terhadap protein HIV dari berat molekul tertentu dapat terdeteksi. Tes ini menggunakan kombinasi dari elektroforesis dan tes ELISA sehingga dapat menentukan respon terhadap berbagi protein spesifik. Cara pemeriksaan, HIV yang telah dimurnikan kemudian dielektroforesis dam gel poliakrilamid. Hasil pemisahan berabagi antigen HIV dipindahkan ke kertas nitoroselulosa yang kemudian dipotong menjadi potongan-potongan kecil dan diinkubasi dengan serum yang diperiksa. Adanya antigen HIV akan menghasilkan pita-pita pada berat molekul yang sesuai. Tes Western Blot paling sering digunakan untuk konfirmasi dari tes skrining serologic reaktif untuk antibody HIV. Tes ini dianggap positif untuk HIV-1 bila mengandung pada pita-pita pada berta molekul yang sesuai untuk protein inti virus (p24) atau glikoprotein selubung gp41, gp120 atau gp160. kemampuan untuk mengenali reaktifitas spesifik terhadap protein tertentu menyebabkan tes ini mempunyai tingkat spesifitas yang tinggi. • PCR (Polymerase Chain Reaction) Tes ini digunakan untuk mendeteksi materi genetic virus pada darah. Pemeriksaan ini sangat akurat dan dapat mendeteksi infeksi virus HIV secara dini. Tes PCR dapat mendeteksi virus 14 hari setelah infeksi. Dalam penelitian infeksi HIV digunakan 2 bentuk PCR, yaitu PCR DNA dan PCR RNA. PCR RNA telah digunakan, terutama untuk memantau perubahan kadar genom
HIV yang terdapat dalam plasma. Pengujian PCR ini menggunakan metode enzimatik untuk mengaplifikasi RNA HIV sehingga dengan cara hibridisasi dapat dideteksi. Tes berbasis molekuler ini merupakan cara yang sangat sensitif. Pengujian PCR DNA dikerjakan dengan mengadakan campuran reaksi dalam tabung mikro yang kemudian diletakkan pada blok pemanas yang telah deprogram pada seri temperature yang diinginkan. Pada dasarnya target DNA diekstraksi dari spesimen dan secara spesifik membelah dalam tabung sampai diperoleh jumlah yang cukup yang akan digunakan untuk deteksi hibridisasi. Diagnosis awal infeksi HIV pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV sulit dilakukan karena adanya antibody maternal membuat tes-tes serologik tidak bersifat informatif. Pengujian PCR dapat memperkuat adanya genom HIV dalam serum atau sel sehingga bermanfaat dalam diagnosis. Uji ini mempunyai sensitifitas 93,2% dan spesifitas 94,9%.
I.
PENATALAKSANAAN MEDIS 1.
Penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV sertamalignasi, penghentian replikasi virus lewat preparat antivirus dan penguatan serta pemulihansystem immune melalui penggunaan preparat immunomodulator. Misalnya : a. Untuk infeksi umum biasanya digunakan trimetopirin-sulfametoksasol (preparat antibakteri) untuk mengatasi berbagai organism yang menyebabkan infeksi b. Untuk diare digunakan terapi oktreotid asetat yaitu analog sintetik somastostatin. c. Penggunaan pentamidin suatu obat anti protozoa untuk melawan PCP. Kombinasi trimetoprin oral dan dapson terbukti juga sangat afektif untuk PCP yang ringan hingga sedang. d. Refabutin ternyata efektif untuk mencegah MAC(mycobacterium Avium Complex) pada penderita infeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ sebesar 200 sel/mL atau kurang. e. Terapi primer yang mutakhir untuk meningitis triptokokus adalam amfoterisin B IV dengan atau tanpa flusitosin .
f. Penggunaan gansiklovir untuk mengobati retinitis CMV (cytomegalovirus). Tapi karena gansiklofir tidak mematikan virus hanya mengendalikan pertumbuhannya, maka obat ini harus diberikan sepanjang sisa usia pasien. Selain itu ada juga yang menggunakan foskarnet, sebuah preparat yang bisa digunakan untuk mengobat CMV. Ini digunakan dengan cara disuntikkan intravena setiap 8 jam sekali selama 2 hingga 3 minggu. Reaksi merugikan yang biasanya timbul akibat penggunaan foskarnet adalah agagl ginjal, dan gangguan keseimbangan elektrolit. g. Asiklofir dan foskarnat kini juga digunakan untuk mengobati ensefalitis yang disebabkan oleh herpes simplek atau herpes zoster. h. Pirimetamin dan sulfadiazine atau klindamisin digunakan untuk pengobatan maupun terapi supresif seumur hidup bagi infeksi toxoplasmosis gondii. 2.
Penatalaksanaan diare kronik Terapi dengan oktreotid asetat (sandostatin) yaitu suatu analog sintetik somastostatin ternyata efektif untuk mengatasi diare yang berat dan kronik. Konsentrasi receptor somastostatin yang tinggi ditemukan dalam trakstus gastrointestinal maupun jaringan lainnya. Somastatin akan menghambat banyak fungsi fisiologi yang mencakup motilitas gastrointestinal dan sekresi intestinal air serta elektrolit.
3.
Penatalaksanaan syndrome Pelisutan Mencakup penanganan penyebab yang mendasari infeksi opurtunis sistemik maupun gastrointestinal. Malnutrisi sendiri akan memperbesar risiko infesi dan dapat pula meningkatkan insiden infeksi opurtunis. Terapi nutrisi harus disatukan dalam keseluruhan rencana penatalaksanaan dan harus disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. Terapi utrisi bisa dilakukan mulai dari diet oral dan pemberian makanan lewat sonde hingga dukungan nutrisi parental ila diperlukan. Jumlah kalori yang butuhkan harus dihitung bagi semua penderita AIDS yang mengalami penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Pnghitungan ini dilakukan untuk mengevaluasi status nutrisi pasien dan memulai terapi nutrisi yang tepat.
Advera merupakan suplemen nutrisi yang dibuat khusus untuk penderita infeksi HIV dan penyakit AIDS. Megastrol asetat (Megace) yaitu suatu preparat sintetik progesterone oral yang digunakan untuk pengobatan payudara akan menggalakkan kenaikan berat badan yang signifikan dan mnghambat sintesis sitokin IL-1.
J. OBAT-OBATAN Pengobatan HIV/ AIDS yang sudah ada kini adalah dengan pengobatan ARV (antiretroviral) dan obat-obat baru lainnya masih dalam tahap penelitian. Jenis obat-obat antiretroviral : •
Attachment inhibitors (mencegah perlekatan virus pada sel host) dan fusion inhibitors (mencegah fusi membran luar virus dengan membran sel hos). Obat ini adalah obat baru yang sedang diteliti pada manusia.
•
Reverse transcriptase inhibitors atau RTI, mencegah salinan RNA virus ke dalam DNA sel hos. Beberapa obat-obatan yang dipergunakan saat ini adalah golongan Nukes dan Non-Nukes.
•
Integrase
inhibitors,
menghalangi
kerja
enzim
integrase
yang
berfungsi
menyambung potongan-potongan DNA untuk membentuk virus. Penelitian obat ini pada manusia dimulai tahun 2001 (S-1360). •
Protease inhibitors (PIs), menghalangi enzim protease yang berfungsi memotong DNA menjadi potongan-potongan yang tepat. Golongan obat ini sekarang telah beredar di pasaran (Saquinavir, Ritonavir, Lopinavir, dll.).
•
Immune stimulators (perangsang imunitas) tubuh melalui kurir (messenger) kimia, termasuk interleukin-2 (IL-2), Reticulose, HRG214. Obat ini masih dalam penelitian tahap lanjut pada manusia.
•
Obat antisense, merupakan “bayangan cermin” kode genetik HIV yang mengikat pada virus untuk mencegah fungsinya (HGTV43). Obat ini masih dalam percobaan.
Obat-obatan yang telah ditemukan pada saat ini menghambat pengubahan RNA menjadi DNA dan menghambat pembentukan protein-protein aktif. Enzim yang membantu pengubahan RNA menjadi DNA disebut reverse transcriptase, sedangkan yang membantu pembentukan protein-protein aktif disebut protease.
Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan pada RNA virus harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase membantu proses pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan virus-virus yang baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat enzim reverse transcriptase tidak secara tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh. Penggunaan obat-obatan jenis ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan proses penghambatan ini pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru secara total. Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah penggunaan penghambat enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus, akan dibentuk protein-protein yang nantinya akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru. Pada mulanya, protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk mengaktifkannya, maka protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di sinilah peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat tertentu dari suatu protein yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya akan dapat membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein fungsional yang berperan sebagai enzim.
K. PENULARAN HIV dapat menular melalui : 1. Hubungan seks yang tidak terlindung baik melalui vagina, anal maupun oral dengan pasangan yang mengidap HIV/AIDS. 2. Tranfusi darah yang mengandung HIV/AIDS 3. Jarum suntik, alat tusuk lainnya (akupunktur, tindik, tatto), pisau cukur, sikat gigi bekas dipakai orang yang mengidap HIV/AIDS 4. Pemindahan virus dari ibu hamil pengidap HIV/AIDS kepada janin dan ASI
HIV tidak menular dengan : 1. Hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, asal tidak berhubungan seksual
2. Jabat tangan, mengobrol, memeluk, berciuman pipi, bersonggolan badan dengan penderita HIV/AIDS 3. Penderita HIV/AIDS bersin, batuk, berkeringat, mengeluarkan air mata 4. Digigit serangga, nyamuk dan binatang peliharaan 5. Berenang bersama-sama di kolam renang 6.
Menggunakan toilet bersama-sama
7. Makan dan minum bersama
L. PENCEGAHAN Tindakan-tindakan untuk mencegah penularan HIV AIDS jika anda belum terinfeksi HIV AIDS. •
Pahami HIV AIDS dan ajarkan pada orang lain. Memahami HIV AIDS dan bagaimana virus ini ditularkan merupakan dasar untuk melakukan tindakan pencegahan, sebarkan pengetahuan in ke orang lain seperti keluarga, sahabat dan kerabat.
•
Ketahui status HIV AIDS patner seks anda. Berhubungan seks dengan sembarang orang menjadikan pelaku seks bebas ini sangat riskan terinfeksi HIV, oleh karena itu mengetahui status HIV AIDS patner seks sangatlah penting.
•
Gunakan jarum suntik yang baru dan steril. Penyebaran paling cepat HIV AIDS adalah melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian dengan orang yang memiliki status HIV positif, penularan melalui jarum suntik sering terjadi pada IDU ( injection drug user).
•
Gunakan Kondom Berkualitas. Selain membuat ejakulasi lebih lambat, penggunaan kondom saat berhubungan seks *ya iyalah, masak pas makan pake kondom?* cukup efektif mencegah penularan HIV AIDS melalui seks.
•
Lakukan sirkumsisi / khitan. Banyak penelitian pada tahun 2006 oleh National Institutes of Health (NIH) menunjukkan bahwa pria yang melakukan khitan memiliki resiko 53 % lebih kecil daripada mereka yang tidak melakukan sirkumsisi.
•
Lakukan tes HIV secara berkala. Jika anda tergolong orang dengan resiko tinggi, sebaiknya melakukan tes HIV secara teratur, minimal 1 tahun sekali.
Pencegahan bagi penderita yang sudah terkena infeksi :
•
Beritahu partner seks bahwa anda telah positif HIV AIDS. Pemahaman patner seks terhadap status HIV sangatlah penting untuk antisipasi paska seks agar tidak menular ke yang lain.
•
Jika anda hamil, segera konsultasikan dengan tim medis terdekat agar mendapat penanganan khusus.
•
Hindari donor darah dan donor organ.
•
Jangan biarkan orang lain memakai sikat gigi dan barang-barang pribadi lainnya, meskipun kemungkinan tertular melalui barang-barang pribadi ini sangat kecil, tapi tetap saja masih ada kemungkinan.
•
Beritahukan status HIV AIDS anda kepada orang yang terpercaya. Selain untuk melindungi orang lain, hal ini juga untuk memastikan bahwa anda mendapat perawatan dari orang tersebut.
M. STADIUM AIDS 1. Stadium Pertama : HIV Infeksi dimulai dengan masuknya HIV kedalam tubuh dan diikuti terjadinya perubahan serologik ketika antibodi terhadap virus berubah dari negatif menjadi positif. Rentang waktu dari masuknya HIV hingga tes antibodi positif disebut Window Period, lamanya 1 ? 6 bulan. Pada stadium ini sudah dapat menularkan bahkan sangat menular. 2. Stadium Dua : Asimptomatik (tanpa gejala) Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala sakit. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata 5 ? 10 tahun. Fase ini juga menular walau penderita tampak sehat-sehat saja. 3. Stadium Tiga : Pembesaran kelenjar limfe Fase ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata, tidak hanya muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan. 4. Stadium Empat : AIDS Keadaan ini disertai dengan adanya bermacam-macam penyakit antara lain penyakit konstitusional, penyakit syaraf dan penyakit infeksi sekunder.
N. UNIVERSAL PRECAUTION 1. Cuci tangan selama 10 menit dengan sabun dengan air yang mengalir dan menggosokkannya sebelum menyentuh pasien serta saat kedua tangan kotor 2. Mengenakan sarung tangan berseih sebelum menyentuh membrane mukosa atau kulit yang tidak utuh. 3. Kenekan gaun atau apron plastic ketika terdapat kemungkinan pakaian atau kulit menjadi kotor 4. Kenakan masker ketika bekerja langsung pada kulit dengan bagian terbuka yang luas atau ketika terdapat kemungkinan terkenanya membrane mukosa nasal dengan substansi tubuh yang basah. 5. Buang jarum suntik bekas pakai, jangan memasang kembali tutup jarum bekas dengan tangan, berhati-hati ketika memanipulasi alat-alat kecil seperti heparin lock. 6. Tempatkan semua sampah dan kain kotor dalam kantong yang tertutup ketat, kenakan sarung tangan dan pakaian pelindung ketika menangani sampah .
O. KOMUNITAS dan PSIKOSOSIAL Menurut WHO (1959), keperawatan komunitas adalah bidang perawatan khusus yang merupakan gabungan ketrampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan, meningkatkan kesehatan, penyempumaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi, pence-gahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga, yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Paradigma Keperawatan Komunitas Paradigma keperawatan komunitas terdiri dari empat komponen pokok, yaitu manusia, keperawatan, kesehatan dan lingkungan (Logan & Dawkins, 1987). Sebagai sasaran praktik keperawatan klien dapat dibedakan menjadi individu, keluarga dan masyarakat. 1. Individu Sebagai Klien Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagai kesatuan utuh dari aspek biologi, psikologi, social dan spiritual. Peran perawat pada individu sebagai klien, pada dasarnya memenuhi kebutuhan dasarnya yang mencakup kebutuhan biologi, sosial,
psikologi dan spiritual karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, kurangnya kemauan menuju kemandirian pasien/klien. 2. Keluarga Sebagai Klien Keluarga merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat secara terus menerus dan terjadi interaksi satu sama lain baik secara perorangan maupun secara bersama-sama, di dalam lingkungannya sendiri atau masyarakat secara keseluruhan. Keluarga dalam fungsinya mempengaruhi dan lingkup kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, dicintai dan mencintai, harga diri dan aktualisasi diri. Beberapa alasan yang menyebabkan keluarga merupakan salah satu fokus pelayanan keperawatan yaitu : a. Keluarga adalah unit utama dalam masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat. b. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah, memperbaiki ataupun mengabaikan masalah kesehatan didalam kelompoknya sendiri. c. Masalah kesehatan didalam keluarga saling berkaitan. Penyakit yang diderita salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga tersebut. 3. Masyarakat Sebagai Klien Masyarakat memiliki ciri-ciri adanya interaksi antar warga, diatur oleh adat istiadat, norma, hukum dan peraturan yang khas dan memiliki identitas yang kuat mengikat semua warga.
Kesehatan dalam keperawatan kesehatan komunitas didefenisikan
sebagai kemampuan melaksanakan peran dan fungsi dengan efektif. Kesehatan adalah proses yang berlangsung mengarah kepada kreatifitas, konstruktif dan produktif. Menurut Hendrik L. Bulum ada empat faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik yaitu lingkungan yang berkaitan dengan fisik seperti air, udara, sampah, tanah, iklim, dan perumahan. Contoh di suatu daerah mengalami wabah diare dan penyakit kulit akibat kesulitan air bersih. Keturunan merupakan faktor yang telah ada pada diri manusia yang dibawanya sejak lahir, misalnya penyakit asma. Keempat faktor tersebut saling
berkaitan dan saling menunjang satu dengan yang lainnya dalam menentukan derajat kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Fokus Keperawatan Komunitas 1. Aspek interpersonal: hubungan didalam keluarga. Pada kasus ini contohnya, dimana keluarga pasien harus memberi perhatian yang lebih untuk si pasien, jangan menjauhinya. Perawat menjelaskan pada keluarga, meskipun penyakit ini menular, tapi si pasien harus diberikan perhatian. 2. Aspek social: hubungan keluarga dengan masyarakat sekitarnya. Teman-temannya jangan menjauhi. Jangan membatasi pergaulan, tapi harus menjaga sikapnya. 3. Aspek procedural: melatih keterampilan dasar keluarga sehingga mampu mengatasi perubahan yang terjadi. Misalnya menjaga asupan gizinya, memberikan pemahaman kepada keluarga tentang flu babi dengan tapat. 4. Aspek teknis: melatih keluarga teknik teknik dasar yang mampu dilakukan keluarga dirumah Mengajarkan batuk efektif. Pemberian obat yang teratur, jangan sampai lupa, pengompresan saat panas. Menyediakan kamar yg dapat dimasuki cahaya. Konsep pencegahan penyakit pada keperawatan komunitas : 1. Primer: healthy promotion dan spesifik protection Healthy promotion: promosi kesehatan dengan melakukan penyuluhan Spesfik protection: melakukan Vaksin 2. Sekunder: early diagnosis trethment dan disability Early diagnosis trethment: diagnosis lebih awal dan penangan yang tepat. Disability: mengurangi ketidakmampuan pasien. 3. Tersier: rehabilitasi pasien yang sudah sembuh. Dalam segi aspek komunitas, pencegahan bisa dimulai dengan memberikan Pendidikan Kesehatan dimulai sejak dini, bisa melalui keluarga, lembaga formal seperti sekolah, dan masyarakat. Sedangkan dalam aspek psikososial, dalam melakukan tes HIV harus bersifat: 1. Sukarela, artinya bahwa seseorang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atas kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan/tekanan orang lain. Ini juga berarti bahwa dirina setuju untuk di tes setelah mengetahui hal-hal apa saja yang
tercakup dalam tes itu, apa keuntungan dan kerugian dari tes itu, serta apa saja implikasi dari hasil positif ataupun negatif. 2. Rahasia, artinya apapun hasil tes ini nantinya (baik positif ataupun negatif) hasilnya hanya boleh diberitahu langsung kepada orang yang bersangkutan. tidak boleh diwakilkan kepada siapapun, baik orang tua, pasangan, atasan atau siapapun. Mengingat begitu pentingnya untuk memperhatikan Hak Asasi Manusiadi dalam masalah tes HIV ini, maka untuk orang yang akan melakukan tes harus disediakan jasa konseling, yaitu: 1. Konseling Pre-test: Yaitu konseling yang dilakukan sebelum darah seseorang yang menjalani tes itu diambil. Konseling ini sangat membantu seseorang untuk mengetahui rsiko dari perilakunya selama ini, dan bagaimana nantinya bersikap setelah mengetahui hasil tes. Konseling pre-test juga bermanfaat untuk meyakinkan orang terhadap keputusan untuk melakukan tes atau tidak, serta mempersiapkan dirinya bila nanti hasilnya positif. 2. Konseling Post-test: Yaitu konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif ataupun negatif. Konseling ini sangat penting untuk membantu mereka yang hasilnya HIV positif agar dapat mengetahui cara menghindari penularan pada orang lain, serta untuk bisa mengatasi dan menjalani hidup secara positif. Bagi mereka yang hasilnya HIV negative, konseling post-test bermanfaat untuk memberitahu tentang cara-cara mencegah infeksi HIV di masa datang. Perlu diperhatikan bahwa proses konseling, testing dan hasil tes harus dirahasiakan.
P.
ASPEK LEGAL ETIS
Konsep legal dan Hukum dalam Asuhan Keperawatan Pasien HIV/AIDS Prinsip etik yang harus dipegang oleh seseorang, masyarakat, nasional, dan internasional dalam menghadapi HIV/AIDS 1. Empati
Ikut merasakan penderitaan sesama termasuk ODHA dengan penuh simpati, kasih sayang dan keadilan saling menolong 2. Solidaritas Secara bersama-sama membantu meringankan dan melawan ketidakadilan yang diakibatkan oleh HIV/AIDS 3. Tanggung jawab Bertanggung jawab mencegah penyebaran dan memberikan perawatan pada ODHA (Depkes RI, 2003)
Isu Etik dan Hukum pada Konseling Pre-Post Tes HIV
Konseling Pre-Post Tes HIV
Konseling adalah proses pertolongan di mana seseorang dengan tulus ikhlas dan tujuan yang jelas memberikan waktu, perhatian dan keahliannya untuk membantu klien mempelajari dirinya, mengenali, dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan. Voluntary Counseling and Testing (VCT) atau konseling dan tes sukarela merupakan kegiatan konseling yang bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum atau sesudah tes darah di laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. Pelayanan VCT harus dilakukan oleh petugas yang sangat terlatih dan memiliki keterampilan konseling dan pemahaman akan HIV/AIDS. Konseling dilakukan oleh konselor terlatih dengan modul VCT. Mereka dapat berprofesi perawat, pekerja sosial, dokter, psikolog, psikiater, atau profesi lain.
Informed consent untuk Tes HIV/AIDS
Tes HIV adalah tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibodi HIV di dalam sampel darahnya.
Hal ini perlu dilakukan setidaknya agar seseorang bisa mengetahui secara pasti status kesehatan dirinya, terutama menyangkut risiko dari perilakunya selama ini Tes HIV harus bersifat : 1. Sukarela : Bahwa seseorang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atas kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan/tekanan orang lain ini juga berarti bahwa dirinya setuju untuk di tes setelah mengetahui hal-hal apa saja yang mencakup dalam tes itu, apa keuntungan dan kerugian dari tes HIV, serta apa saja implikasi dari hasil positif ataupun negatif tersebut. 2. Rahasia : Apapun hasil Tes ini (baik positif maupun negatif ) hasilnya hanya boleh diberitahu langsung kepada orang yang bersangkutan 3. Tidak boleh diwakilkan kepada siapapun, baik orang tua/pasangan, atasan atau siapapun
Aspek Etik dan Legal Tes HIV Informed consent adalah peresetujuan yang diberikan pasien atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (Permenkes, 1989) Dasar dari informed consent yaitu : a. Asas menghormati otonomi pasien setelah mendapatkan informasi yang memadai pasien bebas dan berhak memutuskan apa yang akan dilakukan terhadapnya b. Kepmenkes
1239/Menkes/SK/XI/2001
pasal
16
:
Dalam
melaksanakan
kewenangannya perawat wajib menyampaikan informasi dan meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan c. PP No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 22 ayat 1 : Bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas wajib memberikan informasi dan meminta persetujuan d. UU No. 23 Tahun 1992 tentang tenaga kesehatan pasal 15 ayat 2 : Tindakan medis tertentu hanya bisa dilakukan dengan persetujuan yang bersangkutan atau keluarga
Semua tes HIV harus mendapat informed consent dari klien setelah klien diberikan informasi yang cukup tentang tes, tujuan tes, implikasi hasil tes positif atau negatif yang
berupa konseling prates. Dalam menjalankan fungsi perawat sebagai advokat bagi klien, sedangkan tugas perawat dalam in formed consent telah meliputi tiga aspek penting yaitu : a. Persetujuan harus diberikan secara sukarela b. Persetujuan harus diebrikan oleh individu yang mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk memahami c. Persetujuan harus diberikan setelah diberikan informasi yang cukup sebagai pertimbangan untuk membuat keputusan
Persetujuan pada tes HIV harus bersifat jelas dan khusus, maksudnya, persetujuan diberikan terpisah dari persetujuan tindakan medis atau tindakan perawatan lain (Kelly 1997 dalam Chitty 1993). Persetujuan juga sebaiknya dalam bentuk tertulis, karena persetujuan secara verbal memungkinkan pasien untuk menyangkal persetujuan yang telah diberikannya di kemudian hari. Depkes Afrika pada Bulan Desember 1999 mengeluarkan kebijakan tentang perkecualian di mana informed consent untuk tes HIV tidak diperlukan, yaitu untuk skrining HIV pada darah pendonor dimana darah ini tanpa nama. Selain itu informed consent juga tidak diperlukan pada pemeriksaan tes inisial (Rapid Test) pada kasus bila ada tenaga kesehatan yang terpapar darah klien yang di curigai terinfeksi HIV, sementara klien menolak dilakukan tes HIV dan terdapat sampel darah.
BAB IV PENUTUP
4.1
KESIMPULAN AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan dan kerusakan system pertahanan tubuh seseorang yang disebabkan oleh HIV(Human Immunodeficiency Virus). HIV menyebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk melawan virus, bakteri, dan jamur secara efektif yang menyebabkan timbulnya penyakit. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap berbagai jensi tumor dan infeksi opurtunistik yang secara normal dapat dilawan oleh tubuh. Sindrome ini pertama kali ditemukan oleh Michael Gottlieb pertengahan tahun 1981 pada penderita pria homoseksual dan pecandu narkotik suntik di Los Angles, Amerika Serikat. Sejak penemuan ini, dalam beberapa tahun dilaporkan lagi sejumlah penderita dengan syndrom yang sama dari 46 negara bagian Amerika Serikat lainnya. Penyebaran AIDS terjadi secara cepat ke berbagai benua. Dampak yang terlihat pada penderita beserta keluarganya, serta belum diketahuinya cara penanganan dan pengobatannya menyebabkan keresahan psikosial yang sangat besar di kalangan masyarakat
4.2
SARAN Karena HIV merupakan penyakit yang tejadi secara cepat dalam penularannya, maka harus dilakukan berbagai macam pencegahan, diantaranya : •
Tidak berganti-ganti pasangan seksual
•
Pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan terhadap penggunaan jarum suntik yang diulang
•
Dengan formula A-B-C : o
ABSTINENSIA artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah
o
BE FAITHFUL artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja
o
CONDOM artinya pencegahan dengan menggunakan kondom.
DAFTAR PUSTAKA Brunner&suddart.2005.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta;EGC Nursalam, M.Nurs (Hons) dan Ninuk Dian kurniawati, S.Kep.Ns. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba medika Smeltzer,Suzanne C.2001.Keperawatan Medikal Bedah Ed.8.Jakarta;EGC http://pemudaindonesiabaru.blogspot.com http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/berita/adakah_obat_untuk_hivaids_saat_ini/ http://www.dinkes-diy.org http://www.lusa.web.id/penyakit-imunologi-hiv-aids/
View more...
Comments