Makalah Hiv Aids Kel 3
October 20, 2018 | Author: ersa | Category: N/A
Short Description
pandangan agama terhapad odha...
Description
MAKALAH HIV/AIDS Tinjauan Agama Tentang HIV/AIDS Dosen Pembimbing: Jaka Pradika, M.Kep., Ners
Disusun Oleh :
Dony Azie P.
I1031141010
Luthfi Ummami
I1031141033
Ersa Karolin
I1031141015
Ficcy Yulianti Sari
I1031141036
Irma Agustina
I1031141022
Rangga Hariyanto
I1031141045
Ayu Mayangsari
I1031141026
Lidya Yuniarsih
I1031141059
Atrasina Azzyati
I1031141027
Febby Hardianti
I1031141065
Sultana Zakaria
I1031141029
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2017
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan limpahan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok tentang “Tinjauan “Tinjauan Agama Tentang HIV/AIDS”. HIV/AIDS ”. Dengan terselesainya makalah ini penulis berharap, agar setelah membaca dan mempelajari makalah ini bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih baik dan sebagaimana tertera dalam tujuan pembuatan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dan sekaligus mengharapkan segala masukan baik berupa kritik maupun saran demi kebaikan kami kedepannya. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis penulis mengharapkan mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah makalah ini lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat menjadi sarana belajar dan bermanfaat bagi masyarakat pada khususnya khususnya bagi pembaca.
Pontianak, Oktober 2017
Penulis
i
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan limpahan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok tentang “Tinjauan “Tinjauan Agama Tentang HIV/AIDS”. HIV/AIDS ”. Dengan terselesainya makalah ini penulis berharap, agar setelah membaca dan mempelajari makalah ini bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih baik dan sebagaimana tertera dalam tujuan pembuatan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dan sekaligus mengharapkan segala masukan baik berupa kritik maupun saran demi kebaikan kami kedepannya. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis penulis mengharapkan mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah makalah ini lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat menjadi sarana belajar dan bermanfaat bagi masyarakat pada khususnya khususnya bagi pembaca.
Pontianak, Oktober 2017
Penulis
i
DAFTAR ISI KATA PENG PENGANTA ANTAR R ............................................ ............................................................. ................................ ............... i DAFTAR DAFT AR ISI ............... ................................. ................................... .................................. .................................. ....................... ...... ii BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Bel Belakang akang ...................... ........................................ ................................... .................................. .......................... ......... 1 1.2 Rum Rumusan usan Masalah .......................... ........................................... .................................. ................................... .................. 3 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 4 1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................. 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 5
2.1 Defi Definisi nisi ................. .................................. .................................. .................................. .................................. .......................... ......... 5 2.2 Epi Epidem demologi ologi................................. .................................................. .................................. .................................. .................... ... 6 2.3 Etiol Etiologi ogi ................. .................................. .................................. .................................. .................................. .......................... ......... 6 2.4 Klasi Klasifikasi fikasi....................................... ....................................................... .................................. .................................. .................. 8 2.5 Mani Manifestasi...... festasi....................... ................................... .................................. ................................. ................................ ............... 9 2.6 Patof Patofisi isiologi ologi............................................ ............................................................. .................................. .......................... ......... 10 2.7 Path Pathway way ................ ................................. .................................. .................................. .................................. .......................... ......... 13 2.8 Penatalaksanaan ................................................................................. 14 BAB 3 TINJAUAN AGAMA TERHADAP HIV/AIDS HIV/AIDS .......... ................... .............. ..... 15
3.1 Aspek Agama Pada ODHA ................................................................ 15 3.2 Peran Agam Agamaa ............................ .............................................. ................................... .................................. ....................... ...... 17 3.3 Sikap Masyarakat ............................................................................... 17 3.4 HIV/AIDS Dalam Perspektif Agama .................................................. 18 3.5 Pencegahan Pencegahan ............................................. .............................................................. .................................. .......................... ......... 25 3.6 Penanggulangan ................................................................................. 26 BAB 4 PENUTUP PENUTUP .............................................. .............................................................. .................................. ..................... ... 27 4.1 Kesimpulan Kesimpulan........................................ ........................................................ ................................. ................................ ............... 27 4.2 Saran.......................... ............................................ .................................. .................................. ................................... .................... ... 27 DAFTAR DAFTAR PUSTAKA PUSTAKA ............................ ............................................. .................................. ................................ ............... 28
ii
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Salah satu penyakit yang belum ada obatnya adalah HIV/AIDS. AIDS singkatan Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu kumpulan gejala penyakit yang disebabkan retrovirus yang menyerang sistem kekebalan t ubuh sehingga menurunkan kekebalan (lmunitas) tubuh seseorang. Penyakit AIDS ini disebabkan virus (Human Immunodeficiency Virus) HIV (Wirawan, 2016). Virus (Human Immunodefeciency Virus) HIV adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan menginfeksi tubuh dalam periode inkubasi yang panjang. HIV dapat menyebabkan kerusakan pada sistem imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam proses tersebut, virus menghancurkan CD4 + dan limfosit sehingga terjadi penurunan sistem kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS (Nursalam & Kurniawati, 2007). Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh maka semua penyakit dapat dengan mudah masuk kedalam tubuh, karena sistem kekebalan tubuhnya menjadi sangat lemah, penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya bahkan dapát menimbulkan kematian. Dampak AIDS tidak hanya terkait dengan masalah medis, tetapi juga psikologis, sosial dan ekonomi (Wirawan, 2016). Prevalensi HIV/AIDS di seluruh dunia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) Global Statistics (2015), bahwa prevalensi HIV/AIDS di dunia mencapai 36,9 juta penderita. Pada akhir tahun 2014 tercatat penderita baru sebanyak 2 juta penderita. Dan di akhir tahun 2014 sebanyak 1,2 orang meninggal karena AIDS. Pada tahun 2014 terdapat 35 juta penderita. Penderita terbanyak berada di wilayah Afrika sebanyak 24,7 juta penderita. Sedangkan di Asia t ercatat 4,8 juta penderita HIV/AIDS.
Indonesia merupakan salah satu dari negara di Asia yang memiliki kerentanan HIV akibat dampak perubahan ekonomi dan kehidupan sosial. Penularan HIV umumnya terjadi akibat perilaku manusia, sehingga menempatkan individu dalam situasi yang rentan terhadap infeksi (Kemenkes RI, 2013). Dalam waktu tiap 25 menit di Indonesia, terdapat satu orang baru terinfeksi HIV. Satu dari setiap lima orang yang terinfeksi di bawah usia 25 tahun. Proyeksi Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa tanpa percepatan program penanggulangan HIV, lebih dari setengah juta orang di Indonesia akan positif HIV (Unicef Indonesia, 2012). Berdasarkan data Profil Kesehatan RI, jumlah kasus HIV positif pada tahun 2012 sebanyak 21.511 kasus, meningkat 34,9% pada tahun 2013 (29.037 kasus), serta pada tahun 2014 meningkat lagi 12,36% (32.711 kasus), dan tahun 2015 sebanyak 30.935 kasus dengan penurunan 5,42%. Presentase kumulatif infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-24 tahun 4.871 kasus (17%), umur 25- 49 tahun 21.810 (69%) dan kelompok umur diatas 50 tahun 2.002 kasus (7%).(4) Laporan kasus AIDS yang didapatkan sampai tahun 2015, terjadi peningkatan 7.8% pada tahun 2013, dan terjadi penurunan pada tahun berikutnya. Kasus AIDS pada tahun 2012 (10.659 kasus), meningkat 7,8% pada tahun 2013 (11.493 kasus), menurun 31,4% pada tahun 2014 (7.875 kasus) dan pada tahun 2015 terjadi penurunan lagi 22,7% (6.081 kasus). Dengan kelompok umur 20-29 tahun 27,9% kasus, 3039 tahun 37,3% kasus, 40-49 tahun 18,8% kasus dan diatas 60 tahun 2% kasus (Kemenkes RI, dalam Wirawan, 2016). Berdasarkan data Ditjen PP & PL Kemenkes RI tahun 2014 dalam Armiyati (2015), kasus HIV dan AIDS di Kalbar sangat mengkhawatirkan yaitu dengan jumlah kasus 4.135 orang untuk HIV dan 1.699 orang untuk AIDS. Dengan angka tersebut, prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk Kalbar menempati urutan ke- 4 Nasional di bawah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta yaitu 77,82. Hal tersebut didukung pula data dari Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2012 yang menyatakan bahwa kota dengan kasus HIV/AIDS tertinggi di Kalimantan Barat adalah Kota
2
Pontianak dengan jumlah 251 kasus. Data menunjukkan bahwa kasus HIV pada laki-laki sebanyak 122 kasus dan perempuan 76 kasus, sedangkan kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 35 kasus dan perempuan 18 kasus. Stigma bagi ODHA bukan hanya membuat semakin sulit kehidupan seseorang, namun berhubungan dengan perkembangan epidemik HIV dan AIDS secara global. Kondisi ini dipicu juga dengan adanya stigma yang terstruktur dari pemerintah, stigma layanan kesehatan, stigma dalam dunia pekerjaan, stigma dari rumah tangga dan lingkungan komunitas dan banyaknya hambatan dalam kehidupan bermasyarakat. Penyakit HIV/AIDS antara 80-90% penyebabnya adalah berzina dalam pengertiannya yang luas yang menurut ajaran Islam merupakan perbuatan keji yang diharamkan dan dikutuk oleh Allah SWT. Tidak hanya pelakunya yang dikenai sanksi hukuman yang berat, tetapi seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan perzinahan yang dapat menularkan dan menyebabkan penyakit HIV/AIDS (Bahruddin, 2010). Menyadari betapa bahayanya virus HIV/AIDS tersebut, maka ada kewajiban kolektif (kewajiban) bagi semua pihak untuk mengusahakan pencegahan tertularnya virus HIV/AIDS ini melalui berbagai cara untuk memungkinkan penularan tersebut, dengan melibatkan peran tokoh agama. Sehingga tinjauan atau pandangan agama terhadap ODHA sangat penting untuk menghindari penyebab yang dapat menimbulkan orang-orang dari penyakit HIV/AIDS ini.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan rumusan masalahnya adalah sebagai berikut; Bagaimana tinjauan agama tentang HIV/AIDS dan Long Term Care ?
3
1.3.
Tujuan Masalah
1.3.1. Tujuan Masalah Umum Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS dan mengetahui lebih detail lagi mengenai tinjauan agama tentang HIV/AIDS dan long term care. 1.3.2. Tujuan Masalah Khusus a) Untuk mengetahui bagaimana penyakit HIV/AIDS b) Untuk mengetahui tinjuan agama mengenai penyakit HIV/AIDS
1.4.
Manfaat Penulisan
1.4.1
Mahasiswa a) Sebagai sarana pembelajaran untuk mengetahui tinjauan agama tentang HIV/AIDS dan long term care. b) Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang tinjauan agama tentang HIV/AIDS dan long term care.
1.4.2
Masyarakat a) Sebagai pengetahuan masyarakat mengenai tinjauan agama tentang HIV/AIDS dan long term care.
1.4.3
Instansi a) Dapat menambah referensi atau bahan pembelajaran mengenai tinjauan agama tentang HIV/AIDS dan long term care.
4
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi
HIV atau Human Immunodeficiency virus adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi
sel
darah
putih
yang
menyebabkan
turunya
kekebalan tubuh manusia ( Kemenkes RI 2015 ). HIV merupakan retrovirus bersifat limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). Virus ini diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus Lentivirus. Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (Rosella, 2013). AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunya kekebalan tubuh yang disebabkan HIV. Akibat menurunya kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit infeksi ( infeksi oportunistik) yang sering berakibat fatal. Virus ini merupakan kelompok retrovirus yang memiliki enzim reverse transcriptase untuk mengkodekan RNA yang dimilikinya menjadi DNA rantai ganda sehingga terintegrasi pada sel genom host ( Dapkes RI dalam Yusri 2012). AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyebabkan penurunan sistem imun yang di sebabkan oleh virus HIV. HIV bersifat limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4) (Handoko, 2012).
2.2. Epidemologi
Diseluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juata anak berusia 99,5%), perlu dikonfirmasi lagi dengan Western blot atau
immunofluorescence assay
spesifisitas yang tinggi.
14
(IFA),
dimana
keduanya
memiliki
2.8.2. Antiretroviral (ARV) Terapi ARV direkomendasikan kepada semua wanita hamil dengan risiko transmisi perinatal tanpa memerhatikan jumlah CD4+ atau HIV RNA. Jika ibu belum mendapatkan regimen pengobatan, maka dilakukan Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART). Ketaatan dalam meminum obat sanagat penting karena jika tidak, resistensi obat akan menurun. Wanita hamil sebaiknya dibagi berdasarkan stadium klinis dan jumlah CD4+. Kriteria pemberian pada wanita hamil: Wanita dengan CD4 lebih dari 350 sel/mm3 dan tergolong dalam stadium 1 dan 2 sebaiknya mendapatkan profilaksis antiretrovirus dengan AZT untuk mengurangi transmisi ke bayinya. Wanita dengan CD4 350 sel/mm3 atau kurang dari 350 sel/mm3 dan tergolong stadium 3 dan 4 sebaiknya mendapat terapi antiretrovirus seumur hidup.
15
16
BAB 3 TIJAUAN AGAMA TERHADAP HIV/AIDS 3.1. Aspek Agama Pada ODHA
Spiritualitas dan agama berperan penting pada ODHA. Hasil penelitian mengenai
pengaruh
spiritualitas/agama
terhadap
ODHA
cenderung
bervariasi. Terdapat studi yang menyatakan bahwa spiritualitas atau agama berpengaruh dalam menurunnya perkembangan penyakit (menurunnya jumlah CD4 atau viral load ) Tingginya tingkat spiritualitas/agama dapat dihubungkan dengan menurunnya distres psikologis, nyeri, dan meningkatnya keinginan untuk hidup, aspek kognitif dan fungsi sosial yang lebih baik semenjak terdiagnosa HIV (Szaflarski, 2013). Namun, spiritualitas/agama dapat memperburuk hasil karena potensial kepercayaan pada Tuhan dan penolakan terapi ARV serta pandangan bahwa HIV merupakan hukuman dari Tuhan atas kebiasaan dan gaya hidup yang penuh dosa. Hal ini sering dihubungkan dengan tingginya tingkat depresi, kesendirian, dan memburuknya kepatuhan terhadap tindakan medis pada ODHA (Szaflarski, 2013). Mekanisme bagaimana spiritualitas/agama memengaruhi ODHA yakni peran ganda spiritualitas/agama sebagai mekanisme koping dan stresor. Kremer, et al dalam (Szaflarski, 2013) menunjukkan bahwa spiritualitas memengaruhi HIV dari sisi positif atau negatif dalam hidup ODHA. ODHA dapat merasakan peningkatan spiritualitas dan menganggap bahwa ia sebagai
orang ‘terpilih’ untuk memiliki penya kit HIV dan mempersepsikan penyakit tersebut sebagai titik positif dalam hidupnya. Sebaliknya, ODHA yang merasakan penurunanan tingkat spiritualitas menganggap HIV sebagai sesuatu yang negatif. Beberapa studi menunjukkan dalam aspek kesehatan mental yang mempertimbangkan tingginya tingkat depresi atau permasalahan kebiasaan pada ODHA. Chaudoir, et al () meneliti hubungan antara stigma kepercayaan HIV, koping, dan spiritual. Koping yang berhubungan dengan stigma sangatlah penting karena ODHA sering merendah diri dan memerlukan cara
untuk menangani distres dan ansietas yang disebabkan oleh faktor sosial seperti prasangka dan diskriminasi. Kedamaian spiritual dianggap sebagai koping umum yang dapat melindungi dampak negatif dari stres psikologis (Szaflarski, 2013).
3.2. Peran Agama
Dalam perspektif religius, masalah HIV/ AIDS adalah suatu peringatan pada setiap orang, bahwa ada krisis dalam penyelenggaraan kehidupan bersama. Dalam situasi ini tidak pada tempatnya lembaga-lembaga agama bersikukuh dengan kaca mata hitam-putihnya menuntut apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh umat atau masyarakat. Dengan menghakimi situasi masyarakat termasuk mengadili para ODHA, agamaagama tidak bisa memberi peran apa pun ditengah ketidakadilan yang sangat menyulitkan ini. Banyak problem kemanusiaan yang terlambat ditanggapi agama-agama, salah satunya adalah permasalahan HIV/ AIDS. Tidak ada cara lain bagi institusi-institusi
keagamaan
selain
memperbaharui
wacana
yang
dikembangkan agar lebih bisa menjadi berkat, rahmat dan memberi damai
dalam kehidupan. Agama sudah seharusnya menjadi ‘obat’ bagi masalah kehidupan (termasuk masalah HIV/ AIDS), bukannya menjadi ‘racun’ yang memperburuk masalah ( Aminah, 2010 )
3.3. Sikap Masyarakat
Sikap masyarakat berdampak pada segala aspek kehidupan ODHA termasuk makna ajaran agama. Terdapat studi yang menemukan bahwa keyakinan masyarakat ditempat tersebut memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada sikap dan perilaku orang-orang terhadap ODHA. Hal ini dikarenakan ODHA dikaitkan dengan perilaku dan preferensi seksual tertentu, atau penggunaan zat obat yang dilarang oleh gereja (Hidayat, Agung dan Riri 2017).
17
ODHA mengukapkan bahwa dalam ajaran agama mereka (Islam dan Kristen) terdapat larangan keras dan berakibat dosa terhadap larangan yang keras dan berakibat dosa terhadap beberapa perilaku sepert i berhubungan seks secara bebas dan mengkibatkan mereka tertular HIV, namun
masyarakat
lebih memaknai ajaran agama sebagai suatu pendorong yang kuat untuk bersikap baik dan saling mengasihi termasuk kepada ODHA (Hidayat, Agung dan Riri 2017). Semua agama mendorong orang untuk berbelas kasih terhadap orang lain tanpa membedakan ras, jenis kelamin, status sosial, penyakit dan perbedaan yang ada. Meskipun beberapa dari pengikut agama mungkin memiliki perasaan negative dan diskriminatif terhadap orang orang yang berbeda dari keyakinan mereka (Hidayat, Agung dan Riri 2017).
3.4. HIV/AIDS Dalam Perspektif Agama
3.4.1. Agama Islam a) Sejarah yang ditutupi dari penyakit HIV/AIDS LGBT adalah perilau yang menyimpang tapi menurut ilmu psikologi disepakati bukan sebagai penyakit melainkan stuktur otak yang berbeda dari manusia umumnya. Tentunya bertentangan dengan ahli saraf dari poliandia ini menurut Jamski knofski tahun 1948 memperkenalkan sebuah teori bahwa otak manusia itu sifatnya fleksible. Berdasarkan apa yang diterima informasi yang masuk kedalam otak manusia itulah otak akan bersikap dan teori ini membantah teori sebelumnya yang mengatakan bahwa otak itu cenderung baku (Hidayat, Adi., 2017). Contohnya pada saat kita melihat sesuatu yang baik,mendengar perkataan yang baik, dan diperlakukan dengan baik maka ribuan saraf akan berespon baik itu yang dirasakannya. Semakin sering dilihat maka respon kita itu akan disalurkan oleh ribuan saraf ke tangan ke kaki dan ke imajinasi maka itu yang akan mempengaruhi seluruh tubuhnya dalam kebaikan. Apa yang dilihatnya disambungkan ke dalam hati maka se mua
18
perilakunya baik.namun sebaliknya apabila sering melihat yang jelek, mendengar perkataan yang kurang baik dan melakukan sesuatu yang tidak baik maka saraf-sarafnya akam menyesuaikan seketika dan apabila terus-menerus dilakukannya maka menjadi kepribadaian yang kurang baik (Hidayat, Adi., 2017). Jadi kita ketahui perilaku-perilaku penympangan LGBT itu bukan normal. Itu disebabkan dari seseorang manusia tidak bisa mengontrol fungsi-fungsi informasinya, menerima informasi yang buruk itulah yang akan melahirkan suatu perilaku menyimpang yaitu LGBT. Sedangkan penyakit HIV diawali dengan 2 orang melakukan homoksexual, sperma yang tertampug di pusat kotoran itu melahirkan suatu penyakit yaitu HIV (Hidayat, Adi., 2017). b) Menurut bahaya HID/AIDS berita Islami masa kini
“Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk ” (Surah Al : Isra ayat 32). Apabila seseorang menjauhi zina dan menjauhi sex maka akan menjadi prisai dari HIV/AIDS. HIV dapat tertular melalui jarum suntik yang bergantian yang biasa digunakan untuk narkoba sedangkan penyalahgunaan narkoba merupakan perbuatan yang dilarang oleh agama menurut para ulama yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadis.
“Dan janganlah kamu menjatuhkan diri sendiri dalam kebinasaan” ( surah Al : Bakarah ayat 195) Pencegahan dengan melakukan penyuluhan tentang bahaya penyakit HIV/AIDS. Penyuluhan tersebut dapat dilakukan melalui ceramah agama, khutbah, ataupun pengajian. “Serulah manusia kejalan Allah dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantulah pula dengan cara yang baik (surah An : Nahl ayat 25) ”
Meskipun penyakit HIV/AIDS berbahaya namun tidak lantas kita menjauhi dan memusuhi orang dengan HIV/AIDS atau ODHA dalam berbagai kasus ODHA kerap sekali mengalami diskriminasi, ODHA
19
selalu dianggap menular dan berbahaya padahal mereka seharusnya diberi dukungan semangat terutama bagi orang yang tekena HIV bukan karena keinginannya, terutama bayi yang terlahir dengan ibu yang menderita HIV atau jarum suntik yang terkena HIV apalagi sesama islam kita harus menyayangi sesama manusia dan berbuat baik terhadap sesama 3.4.2. Agama Kristen a) Teologi Penciptaan. Kitab Kejadian dalam Perjanjian Lama melukiskan bahwa semua yang disebut sebagai makhluk hidup selalu berada dalam suatu relasi : Relasi antara Tuhan dan manusia serta makhluk lain, baik manusia dan non-manusia, relasi antara sesama makhluk hidup, baik manusia dan non- manusia. "Relasi" tersebut merupakan simpul yang menentukan kualitas kehidupan secara utuh (tubuh, jiwa, roh, dan sosial) (Sahertian dalam Aminah 2010 ) b) Teologi Penderitaan dan Kematian, Pengharapan dan Kebangkitan Bagi pemahaman Kristiani, Allah adalah Allah pemelihara dan penuh kasih setia. Oleh karena itu Ia tetap memelihara relasi dengan makhluk-Nya. Hal itu dimanifestasikan melalui tindakan keselamatan kepada manusia. Ia membuka jalan keselamatan bagi manusia dan kemudian mendidik umatnya untuk kembali ke jalan yang benar (bertobat). Berbagai upaya dilakukan yakni memanggil dan mengutus utusan-utusan-Nya, para imam, para nabi dan para hakim untuk mengoreksi, menegur dan mengasuh ciptaan-Nya. Inilah kerangka dasar sikap Kristiani dalam menghadapi HIV/ AIDS yakni mengambil pola pelayanan Kristus. Bagaimana menjadi "the caring/ healing community" bagi sesama yang sedang terpuruk dalam belukar. a. Gereja dalam kapasitas sebagai komunitas peduli dalam rangka
merespon epidemik HIV dan AIDS :
20
Meminta perhatian gereja-gereja untuk mengembangkan suatu iklim dan tempat yang penuh cinta kasih, penerimaan, dan dukungan bagi mereka yang rentan atau yang telah terkena HIV/ AIDS tanpa memandang latar belakang agama,suku, status sosial maupun keberadaan personal seseorang.
Meminta perhatian gereja untuk bersama-sama berefleksi pada basis
pemahaman
teologinya
dalam
rangka
merespons
tantangan HIV/ AIDS.
Meminta perhatian gereja untuk bersama-sama berefleksi masalah-masalah etik yang timbul karena pandemik ini, bagaimana menginterpretasikannya ke dalam konteks lokal dan menawarkan panduan bagi mereka yang menghadapi kesulitan dalam menentukan pilihan.
Meminta perhatian gereja supaya terlibat aktif dalam berbagai diskusi di masyarakat mengenai isu-isu etik yang muncul karena HIV/ AIDS, dan mendukung warga jemaatnya, khususnya
yang
melayani
dibidang
kesehatan,
yang
menghadapi kesulitan menentukan keputusan etis dalam hal pencegahan dan perawatan. b. Kesaksian gereja dalam hubungannya dengan masalah langsung
HIV/ AIDS:
Meminta perhatian gereja-gereja untuk melayani sebaik mungkin mereka yang hidup dengan HIV/ AIDS.
Meminta perhatian gereja untuk memberikan perhatian khusus bagi bayi dan anak-anak yang hidup dengan HIV/ AIDS dan mencari jalan keluar dalam membangun lingkup yang mendukung.
Meminta perhatian gereja untuk membantu melindungi hakhak mereka yang hidup dengan HIV/ AIDS, mempelajari, mengembangkan dan mempromosikan HAM dari ODHA. Meminta perhatian gereja untuk memberikan informasi yang
21
akurat tentang HIV/ AIDS, mempromosikan kondisi yang memungkinkan diskusi terbuka dalam rangka menanggulangi penyebaran informasi yang salah yang bisa mengakibatkan reaksi takut.
Meminta perhatian gereja untuk meningkatkan advokasi dan dukungan bagi upaya yang telah dilakukan pemerintah dan fasilitas kesehatan untuk menemukan jalan keluar dari masalah yang ada baik masalah sosial maupun medis.
Gereja tidak boleh lagi tabu dalam memberikan informasi dan edukasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi pada kelompok umur dengan pendekatan dan metodologi yang bertanggung jawab, sebab penyelamatan Allah secara holistik menyangkut tubuh dan berbagai dimensinya, mental, rohani dan sosial, bukan hanya rohani saja.
c. Kesaksian
Gereja
berkepanjangan dan
sehubungan faktor-faktor
dengan
masalah
yang dapat
yang
memberikan
pengharapan.
Meminta perhatian gereja-gereja untuk menyadari, mengakui bahwa ada hubungan antara AIDS dan kemiskinan, dan mengadvokasi upaya promosi keadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Meminta perhatian gereja untuk memberi perhatian khusus pada situasi yang dapat memperluas kerentanan terhadap AIDS seperti isu pekerja migran, pengungsian darurat dalam jumlah besar serta isu aktifitas seks komersial.
Lebih khusus lagi, gereja-gereja perlu bekerja sama dengan kelompok perempuan di mana selama ini mereka berjuang untuk hak dan martabat mereka serta mengaktualisasikan keterampilan mereka secara maksimal.
Meminta melibatkan
perhatian kaum
gereja-gereja muda
22
dan
untuk
para
pria
membina dalam
dan
rangka
pencegahan penyebaran HIV/ AIDS 3.4.3. Agama Katolik a) Upaya-Upaya Gereja Katolik Gereja berpihak kepada para korban penyalahgunaan penderita AIDS. Keberpihakan itu diwujudkan dalam berbagai bidang usaha untuk menggapai permasalahan HIV/ AIDS dan narkoba secara serius. Bidang yang diusahakan untuk menangani kasus-kasus HIV/ AIDS dan narkoba meliputi pencegahan, perawatan, pendampingan psikologis sosial dan spiritual. Strategi yang bisa dipikirkan adalah menyiapkan paroki atau komunitas-komunitas umat beriman sebagai 'keluarga kedua' dimana setiap orang dengan bebas datang dan memperoleh kesegaran hidup manusiawi. Komunitas yang demikian dapat mengubah orang menjadi lebih santun dan manusiawi ( Prapdi dalam Aminah 2010 ) 3.4.4. Agama Budha Darma a) Buddha Dharma & HIV/AIDS Sila (Moralitas) Ada atau tidak ada HIV/ AIDS di muka bumi ini, moralitas (sila) adalah masalah manusia yang abadi. Dalam Buddha Dharma, moralitas
tidak dipandang sebagai tanggung jawab manusia terhadap “Tuhan Pencipta”, melainkan sebagai tanggung jawab terhadap diri sendiri. Apabila diakui bahwa penularan HIV/ AIDS untuk sebagian besar terjadi melalui perilaku yang tidak sesuai dengan sila hubungan seksual tak terlindung dengan pasangan yang berganti- ganti, dan penggunaan obat suntik dengan alat suntik yang tidak steril maka dapat dipahami bahwa pengembangan dan peningkatan sila di dalam diri individu berdasarkan kesadaran pribadi merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi penularan HIV/ AIDS (Hupudio dalam Aminah 2010) b) Pandangan Dan Langkah-Langkah Hindu Dalam Penanggulangan Hiv/Aids Dan Narkoba (Dukuh Samiaga)
23
a. Upaya Hindu dalam Pencegahan HIV / AIDS Agama Hindu yang sering disebut DHARMA (kewajiban mulia) selalu menekankan umatnya untuk hidup dalam jalan Dharma (jalan mulia) yang tidak keluar dari perintah Hyang Widhi dan selalu mentaati larangan-larangan yang ada. Di dalam Dharma Sastra (Hukum Hindu) ditentukan larangan-larangan keras terhadap perilaku moral yang menyimpang, tidak sesuai dengan jalan mulia Hyang Widhi. Hindu menganggap seks itu adalah sesuatu yang murni dan luhur sehingga tidak dibenarkan melakukannya di sembarang tempat atau dengan sembarang orang yang bukan pasangannya. b. Perlakuan Umat terhadap Penderita Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa HIV/ AIDS bukanlah penyakit
kutukan tetapi semata-mata penyakit lahiriah yang
disebabkan terjadinya kontak langsung para penderita melalui empat jalan tadi (seks, jarum suntik, transfusi darah, lewat ibu melahirkan) sehingga masyarakat Hindu selalu menerima penderita HIV/ AIDS sebagai masyarakat biasa yang tidak merupakan momok yang menakutkan, yang diterima apa adanya baik kekurangan maupun kelebihannya. Jadi untuk penderita AIDS khususnya di masyarakat Hindu (Bali) tidak terjadi diskriminatif, tetapi diterima sebagai hamba Tuhan yang perlu dirawat dan dibesarkan semangatnya, sehingga penderita bisa menapak kehidupannya dengan lebih baik. Dan bagi penderita yang meninggal dunia, juga mendapat perlakuan yang sama seperti layaknya bukan penderita.
24
3.5. Pencegahan
Islam sebagai agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat manusia dan semesta alam (rahmatan lil `alamin), salah satunya adalah mengenai etika dan moral (akhlak) yang mengajarkan bagaimana bersikap dan berperilaku terhadap sesama makhluk Tuhan, termasuk di dalamnya adalah bagaimana memperlakukan orang yang hidup dengan HIV/ AIDS (ODHA). Mereka tidak boleh didiskriminasi dalam hal apapun karena sama-sama memiliki derajat sebagai manusia yang dimuliakan Tuhan. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al Isra/ I7:70: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan". Namun ironisnya, hingga saat ini masih banyak kalangan agamawan (dari Islam) yang meyakini bahwa fenomena HIV/ AIDS adalah penyakit kutukan Tuhan atau identik dengan kaum Luth yang menyukai homoseksual, sebagaimana yang dikisahkan Tuhan dalam Al-Qur'an surat 7/Al-A'raf : 8084, surat 27/ An Naml: 56. Begitu juga norma masyarakat masih banyak yang menganggap bahwa HIV/ AIDS adalah penyakit menular seksual. Padahal bila dilihat dari cara penularannya HIV/ AIDS sesungguhnya bukan merupakan penyakit seksual, karena orang yang tidak melakukan hubungan seks dengan penderita HIV pun bisa tertular seperti penularan melalui transfusi darah, jarum suntik, pisau cukur, dan sebagainya. Pandangan tokoh agama dan masyarakat tersebut harus diluruskan dengan informasi yang benar mengenai HIV/ AIDS supaya tidak dianggap sebagai norma masyarakat. Jika tidak, maka akan berbahaya karena terjebak pada lingkaran normatif yang tidak menguntungkan ODHA. Begitu juga pandangan mengenai kondom sebagai salah satu cara pencegahan HIV/ AIDS hingga saat ini masih kontroversial karena dikhawatirkan disalahgunakan oleh pasangan di luar nikah, dianggap melegalisisir perzinahan dan sebagainya. Pandangan tersebut hendaknya
25
diubah dengan pendekatan solutif menggunakan kaidah fiqhiyyah yaitu "memilih bahaya yang lebih ringan di antara dua bahaya untuk mencegah yang lebih membahayakan". Dalam hal ini mensosialisasikan pemakaian kondom sebagai salah satu cara pencegahan HIV/AIDS jauh lebih ringan bahayanya dibandingkan dengan melarang kondom disosialisasikan ( Anshor dalam Aminah 2010 ).
3.6. Penanggulangan
HIV/AIDS telah mewabah tidak hanya di kalangan komunitas yang dianggap resiko tinggi dan bukan orang-orang yang taat agama tetapi tanpa pandang bulu menyerang siapapun. Persepsi masyarakat tidak lagi dikaitkan dengan mitos dan hukuman/kutukan Tuhan. Sikap umat Islam terhadap masalah ini melahirkan perdebatan yang disebabkan berbeda dalam mendifinisikan HIV/AIDS maupun memahami korban. Perbedaan sikap tersebut disebabkan antara lain oleh: (1) Memandang HIV/AIDS semata-mata menjadi masalah medis. (2) HIV/AIDS sebagai masalah penyimpangan seksual. (3) HIV/AIDS sebagai masalah penyimpangan sosial. (4) HIV/AIDS sebagai masalah agama. (5) HIV/AIDS merupakan masalah kapitalisme global. Menurut pandangan yang representatif dari konservatif sebagaimana dikemukakan ahli psikiater dan guru besar FKUI, Prof. Dr. dr. II.Dadang Hawari5 bahwa upaya-upaya penanggulangan penyakit HIV/AIDS selama ini, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun LSM lebih menekankan kepada pendekatan sekuler dan medis semata, baik dalam upaya pencegahan ataupun terapinya, termasuk tidak menyentuh akar permasalahan penyebab utamanya. Akar masalah menurut pandangan ini adalah penyakit mental dan perilaku. Karcnanya, integrasi medis dan moral (agama) adalah pendekatan yang seharusnya diterapkan. Pendekatan model ini, analisisnya tampak kurang tajam dan menyentuh empati semua pihak, terkesan diskriminatif terhadap ODHA.
26
Narnun demikian pendapat ini sekurang-kurangnya menjadi motivasi masyarakat khususnya muslim dalam mencegah perilaku beresiko terkena HIV/AIDS.
Berbeda
penanggulangan
halnya
HIV/AIDS
dengan melalui
pandangan
progresif
bahwa
pendekatan
multidimensional,
HIV/AIDS terkait juga dengan masalah sosial, budaya, politik, ekonomi dan hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, kajian Islam tentang masalah ini harus melalui pendekatan studi Islam kontcmporer, terpadu dengan pendekatan sosial budaya. Mengingat sejumlah kasus penularan HIV tidak hanya melalui seks bebas atau penggunaan jarum suntuk narkoba, tetapi juga suami istri yang salah satunya adalah beresiko, bayi terinfeksi dari ibunya, dan cara-cara lain yang tampak tidak terkait dengan masalah moral. Dengan demikian nilai-nilai Islam menjadi bagian penting dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di masyarakat, misalnya dilandasi dengan prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, empaty, demokrasi, khusunya dalam melakukan advokasi terhadap ODHA.
27
28
BAB 4 PENUTUP 4.1. Kesimpulan 4.2. Saran
Daftar Pustaka
Alhumair, Inshan Kamila. 2017. PENGETAHUAN DASAR TENTANG HIV/ AIDS. ( Diakses tanggal 04 oktober 2017 https://siamik.upnjatim.ac.id/poliklinik/aid.pdf ) Aminah, Siti Mardiatul. (2010). Memperbarui Sikap Agama-agama Terhadap Masalah HIV/AIDS. Diakses tanggal 20 oktober 2017 https://www.scribd.com/doc/45937183/Memperbaharui-Sikap-AgamaTerhadap-HIV-AIDS Aristiana, Noor Fu’at, Baidi Bukhori, Hasyim Hasanah. (2015). Pelayanan Bimbingan Dan Konseling Islam Dalam Meningkatkan Kesehatan Mental Pasien Hiv/Aids Di Klinik Vct Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Vol. 35, No.2, Juli – Desember 2015 (ISSN 1693-8054). Semarang : Rumah Tahfidz Al Amna Kota Semarang. Jurnal Ilmu Dakwah. Diakses pada tanggal 4 okteber 2017. http://journal.walisongo.ac.id/index.php/dakwah/article/view/1609/1279. Armiyati, Yunie, Desy Ariana Rahayu, Siti Aisah. (2015). Manajemen Masalah Psikososiospiritual Pasien HIV/AIDS Di Kota Semarang. The 2nd University Research Coloquium. ISSN 2407-9189. Baharuddin, Moh. 2010. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penderita HIV/AIDS dan Upaya Pencegahannya”. ASAS Vol.2 No.2. Bahruddin, M. (2010). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penderita HIV/AIDS dan Upaya Pencegahannya. ASAS, Volume 2, Nomor 2, Juli 2010. Berita Islami Masa kini. (2015). Bahaya HIV/AIDS. pzw0BKgac diakses pada tanggal 21 oktober 2017
Https://youtu.be/0-
CH, Mufidah. (2012). Penanggulan HIV/AIDS Melalui Jejaring Antar Lembaga Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Malang Jawa Timur Nomor 14 Tahun 2008. Wonorejo: Tarbiyah Jurnal Pendidikan Islam. Darmadi, Darmadi, dan Riska Habriel Ruslie (2012) Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi HIV pada Neonatus. Majalah Kedokteran Andalas vol. 36(1) Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. (2012). Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Diakses pada 11-09-2017 Handoko, A. V., & Sofro, M. A. 2012. “Hubungan Antara Hitung Sel CD4 Dengan Kejadian Retinitis Pada Pasien HIV Di RSUP Dr. Kariadi Semarang” (Doctoral Dissertation, Fakultas Kedokteran). Harisson, KM. 2009. “Life Expectancy Still Shorter For People With HIV” Hidayat, Uti Rusdian, Agung Waluyo, dan Riri Maria. (2017). Sikap Masyarakat Pada Odha Di Desa Serangkat Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalimantan Barat. Jurnal Vokasi Kesahatan volume 3(1). Hal 22-27. ISSN 2442-5478 29
Infodatin. 2015. Situasi dan Analisis HIV AIDS. Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. ( Diakses tanggal 04 oktober 2017 http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin %20AIDS.pdf ) JW Mellors, A Munoz, JV Giorgi, JB Margolick, CJ Tassoni, P Gupta Et Al. 1997. “Plasma Viral Load And CD4+ Lymphocytes As Prognostic Markers Of HIV-1 Infection”. Ann Intern Med; 126(12):945-54 Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehat Lingkungan. (2013). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta: Depkes RI. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehat Lingkungan. (2013). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta: Depkes RI. Nursalam, dan Kurniawati Ninuk D. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam, dan Kurniawati Ninuk D. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika. Rosella,Maylia.2013.Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Harapan Hidup 5 Tahun Pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Rossella, M., & Sofro, M. A. U. 2013. “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Harapan Hidup 5 Tahun Pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (Aids) Di RSUP Dr. Kariadi Semarang” (Doctoral Dissertation, Faculty Of Medicine Diponegoro University). Sterling TR, Vlahov D, Astemborski J, Hoover DR, Margolick JB, Quinn TC. 2001. “Initial Plasma HIV-1 RNA Level And Progression To AIDS In Women And Men”. N Engl J Med; 344(10):720-5. Sumber: Hidayat, Adi.,(2017). Sejarah yang ditutupi dari penyakit HIV/AIDS. Www.youtube.com/watch?v=jbW2v Diakses pada tanggal 21 oktober 2017 Syarif,A.2012.Tarbiyatuna. Jurnal Pendidikan Islam Szaflarski, Magdalena (2013) Spirituality and Religion Among HIV-Infected Individuals. Curr HIV/AIDS Rep. 2013 10(4). Halaman 324 – 332. doi:10.1007/s11904-013-0175-7 UNAIDS. (2015). Epidemiology Global Statistics Fact Sheet HIV/AIDS 2015. http://www.unaids.org/en/resources/documents/2015/20150714_factsheet. 30
View more...
Comments