Makalah GCS

May 22, 2019 | Author: Riskiya | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

GCS...

Description

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan  pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Dalam menilai kesadaran harus dibedakan antara tingkat kesadaran dan isi kesadaran. Tingkat kesadaran menunjukkan kewaspadaan atau reaksi seseorang dalam menanggapi rangsangan dari luar yang ditangkap oleh pancaindera . Sedangkan isi kesadaran berhubungan dengan fungsi kortikal seperti membaca, menulis , bahasa, intelektual dan lainlain. Tingkat kesadaran yang menurun biasanya diikuti dengan gangguan isi kesadaran sedangkan gangguan isi kesadaran tidak selalu diikuti dengan  penurunan tingkat kesadaran. Penurunan tingkatkesadaran di ukur dengan Glasgow coma scale (GCS). GCS merupakan instrumen standar yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien dengan terutama bagi pasien yang mengalami penurunan kesadaran seperti pasien yang mengalami trauma kepala, stroke, kejang dan lainlain. GCS didasarkan dari respon mata, verbal dan motorik. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan GCS (Glasgow Coma Scale)? 2. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fungsi kesadaran untuk menilai derajat kesadaran dengan menggunakan skala koma dari Gl asgow (GCS)? 3. Pasien dengan penyakit apa yang memerlukan pemeriksaan GCS?

1.3 Tujuan Penulisan 1. Mengerti apa yang dimaksud dengan Glasgow Coma Scale (GCS) 2. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan fungsi kesadaran untuk menilai derajat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale. 3. Mengetahui fungsi Glasgow Coma Scale (GCS) pada penyakit tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi GCS adalah suatu skala neurologik yang dipakai untuk menilai secara obyektif derajat kesadaran seseorang. GCS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Graham Teasdale dan Bryan J. Jennett, professor bedah saraf pada Institute of Neurological Sciences, Universitas Glasgow. GCS kini sangat luas digunakan oleh dokter umum maupun para medis karena patokan / kriteria yang lebih jelas dan sistematis. GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian: respons membuka mata (eye opening), opening), respons motorik terbaik (best motor response), response), dan respons verbal terbaik (best verbal response). Masing-masing komponen GCS serta penjumlahan skor GCS sangatlah  penting, oleh karena itu, skor GCS harus dituliskan dengan tepat, sebagai contoh: GCS 10, tidak mempunyai makna apa-apa, sehingga harus ditulis kan seperti: GCS 10 (E2M4V3). Skor tertinggi menunjukkan pasien sadar (compos mentis), yakni GCS 15 (E4M6V5), dan skor terendah menunjukkan koma (GCS 3 = E1M1V1) 2.2  Nilai Skala GCS (Glasgow Coma Scale) Poin dialokasikan untuk respon dalam setiap komponen. Jumlah titik-titik ini menunjukkan tingkat keparahan penurunan kesadaran. Rata GCS terendah adalah 3 dan skor tertinggi adalah 15. Keparahan cedera otak dapat diklasifikasikan menurut skor GCS. a. Cedera otak parah - skor 3-8  b. Cedera otak sedang - skor 9-12 c. Rata cedera otak ringan dari 13-15

2.2.1.

Membuka Mata (E)

Penilaian komponen ini respon pasien terhadap rangsangan dengan membuka mata nya. Membuka mata menunjukkan gairah pasien. Ada 4 nilai dalam komponen ini: (4) mata spontan pembukaan: pasien membuka matanya tanpa rangsangan eksternal. (3) Membuka mata pidato: pasien membuka

matanya dia di respon

terhadap rangsangan verbal. (2) Membuka mata terhadap rangsangan yang menyakitkan: pasien membuka mata nya setelah stimulus menyakitkan diterapkan. (1) Tidak ada yang membuka mata: Tidak mata pembukaan verbal atau rangsangan nyeri. Catatan: 

Jika pasien sedang tidur dan memerlukan stimulasi verbal untuk membangunkan pasien dan pasien mampu mempertahankan membuka mata selama seluruh penilaian, pasien ini mencetak gol sebagai (4).



Jika pasien sedang tidur dan membutuhkan stimulasi verbal untuk bangun dan kemudian melayang kembali ke tidur atau menjadi mengantuk dan diperlukan sering rangsangan verbal untuk tetap terjaga, maka pasien ini mencetak sebagai (3).



Jika pasien tidak dapat membuka mata mereka karena cedera atau edema, mereka mencetak gol sebagai (1). Perawat harus menjelaskan pada pasien 'kemajuan catatan mengapa pasien tidak dapat membuka mata mereka 3.



Pasien dengan membuka mata spontan mungkin tidak menunjukkan  bahwa komponen kesadaran pasien 4EG utuh yang berada dalam keadaan vegetasi permanen memiliki membuka mata spontan tetapi mereka tidak menyadari lingkungan sekitar dan mereka tidak fokus.



Bicara dengan pasien pada kedua telinga untuk mendapatkan respon terhadap rangsangan verbal (dalam kasus pasien tuli di satu sisi).

2.2.2.

Respon Verbal Terbaik (V)

Komponen ini adalah untuk menilai respon verbal dari pasien dengan mengajukan tiga pertanyaan orientasi. Tiga pertanyaan tersebut adalah waktu, tempat, dan orang (nama). Ada lima nilai di komponen ini diantaranya: (5) Berorientasi: Pasien mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan waktu, tempat, dan orang dengan benar. Beberapa pasien yang menjawab semua  pertanyaan dengan benar tiga, namun, selama percakapan lanjut, perawat dapat menemukan pasien tidak benar-benar koheren. Karena pasien mampu menjawab semua tiga pertanyaan dengan benar maka

dia masih mencetak sebagai

 berorientasi atau (5). (4) Bingung (Disoriented): Pasien tidak mampu menjawab satu atau lebih dari tiga pertanyaan orientasi (waktu, tempat, dan orang) dengan benar. Beberapa  pasien tidak dapat menjawab semua tiga pertanyaan orientasi benar tapi  percakapan mereka koheren. Mereka masih mencetak sebagai (4). Judul yang lebih tepat untuk komponen ini harus "disorientasi". (3) kata-kata yang tidak tepat: Pasien memiliki acak atau seruan diartikulasikan pidato dan tidak memiliki pertukaran percakapan berkelanjutan. (2) suara tidak komprehensif: mengerang Pasien (tidak ada kata-kata) dan mengerang dengan atau tanpa stimulasi eksternal. (1) Tidak ada respon verbal: Pasien tidak membuat suara bahkan ketika rangsangan yang menyakitkan diterapkan. Catatan: 

Jika pasien memiliki trakeostomi, intubasi, atau afasia, bahkan jika mereka dapat menulis atau berjabat dan nob / nya kepalanya untuk  pertanyaan orientasi benar, dia hanya akan mencetak (1) karena dia tidak membuat "verbal" tanggapan . Perawat harus menjelaskan berlangsung  pasien perhatikan bagaimana respon pasien ini untuk pertanyaan orientasi.



Ketika meminta tempat, dimulai dengan negara, provinsi, kota, dan kemudian membangun. Jangan mengajukan pertanyaan spesifik.



Tanyakan pasien tahun berjalan dan bulan atau musim. Jangan tanya tanggal atau hari .

2.2.3.

Respon Motorik Terbaik (M)

Komponen ini sedang menguji respon motorik terbaik pasien terhadap rangsangan lisan atau menyakitkan. Respon motorik terbaik paling sedikit dipengaruhi oleh trauma. Komponen ini di GCS adalah indikator yang paling akurat dalam memprediksi hasil-hasil pasien 6. Ada enam nilai dalam komponen ini. (6) Mematuhi perintah: Pasien mampu melakukan tugas-tugas sederhana seperti bertanya

"menunjukkan ibu jari Anda", atau "menunjukkan dua jari".

Jangan meminta pasien untuk "pegangan jari-jari saya". Ini mungkin refleks. Untuk pasien lumpuh yang tidak dapat menggerakkan anggota mereka, perawat dapat meminta pasien untuk tersenyum, julurkan lidah mereka, atau menunjukkan gigi mereka ) (5) Localized nyeri: upaya Pasien untuk menghapus sumber rangsangan yang menyakitkan dengan menggunakan nya / tangannya atau mencoba untuk memindahkan / nya bahunya jauh dari rangsangan yang menyakitkan. (4) Penarikan terhadap nyeri: Pasien mencoba untuk memindahkan tangannya atau kaki ketika rangsangan yang menyakitkan diterapkan pada jari jarinya atau jari-jari kakinya. (3) Abnormal fleksi (decortication): ketika rasa sakit pusat diterapkan pada siku, pergelangan tangan, dan jari fleksi dan digambar di atas dada. Kedua lengan adduksi dan ditutup pada dinding dada. (2) Abnormal ekstensi (decerebration): ketika rasa sakit sentral berlaku,  pasien akan telah memperkuat siku dan rotasi internal bahu dan fleksi pergelangan tangan dan jari. Kedua lengan adduksi dan ditutup pada dinding dada. Pasien mungkin memiliki ekstensi di / kakinya dengan plantar fleksi. (1) Tidak ada respon: Pasien tidak menunjukkan dan gerakan anggota tubuh ketika rasa sakit pusat diterapkan. 2.2.4.

Rangsangan Yang Menyakitkan

Rangsangan yang menyakitkan dapat diklasifikasikan ke dalam nyeri  perifer dan nyeri sentral. Nyeri perifer biasanya diuji dengan menerapkan sakit untuk jari-jari pasien dan jari kaki. Respon pada nyeri perifer dapat dibagi menjadi (9) refleks spinal. Jangan menerapkan tekanan di tempat tidur kuku

karena dapat merusak jaringan lunak di bawah kuku 10.11. Menerapkan tekanan dengan pena ditempatkan pada aspek lateral dua jari antara kedua dan ketiga sendi  phalangeal. 9 Rangsangan yang menyakitkan pusat diuji untuk menilai integritas pusat yang lebih tinggi dari otak seperti batang otak dan korteks serebral. Ini harus diterapkan ke daerah inti yang tidak menimbulkan refleks seperti pemerasan pada otot trapezium (kranial XI saraf) atau tekanan pada sudut rahang (kranial saraf V) 9,11. Menggosok sternum juga diklasifikasikan sebagai stimulus menyakitkan  pusat; itu harus dihindari jika mungkin. Diulang menggosok sternum dapat meninggalkan memar pada daerah sternal pasien. Memar ini bisa disalahartikan sebagai baterai atau penyalahgunaan ke pasien. 2.3 Pemeriksaan pada Pasien Derajat kesadaran ditentukan oleh banyaknya neuron penggalak atau neuron pengemban kewaspadaan yang aktif dan didukung oleh proses biokimia untuk menjaga kelangsungan kehidupan neuron tersebut. Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai derajat yang terendah, maka koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron pengemban kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (disebut koma bihemisferik) atau oleh sebab neuron  penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma diensefalik). Koma bihemisferik antara lain dapat disebabkan oleh hipoglikemia, hiperglikemia, uremia, koma hepatikum, hiponatremia, dan sebagainya. Koma diensefalik antara lain dapat disebabkan oleh: strok, trauma kapitis, tumor intracranial, meningitis, dan sebagainya. Pada kondisi tertentu, akan sulit menentukan komponen GCS, misalnya: pasien dalam keadaan ter-intubasi (pemasangan Endothracheal Tube/ETT). Pada kondisi ini, diberikan skor 1 dengan modifikasi keterangan tambahan, misalnya: E2M4V1t atau E2M4Vt (t = tube/ETT)

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Etiologi Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan  –  kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu : a. S : Sirkulasi Meliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai darah yang memadai. Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi maka dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ penting yang dapat mengakibatkan kematian. Kegagalan sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh Kegagalan jantung memompa darah, terjadi pada serangan jantung. Berkurangnya cairan tubuh yang diedarkan. Tipe ini terjadi pada  perdarahan besar maupun perdarahan dalam, hilangnya cairan tubuh akibat diare berat, muntah maupun luka bakar yang luas. Shock bisa disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis dan luka-luka traumatic, tetapi dengan perkecualian cardiac tamponade dan  pneumothorax, akibat dari shock yang paling umum yang terjadi pada jam  pertama setelah luka-luka tersebut adalah haemorrhage (pendarahan). Shock

didefinasikan

sebagai

‘cellular

hypoperfusion’

dan

menunjukan adanya ketidakmampuan untuk memelihara keseimbangan antara pengadaan ‘cellular oxygen’ dan tuntutan ‘oxygen’. Progress Shock mulai dari tahap luka hingga kematian cell, kegagalan organ, dan pada akhirnya jika tidak diperbaiki, akan mengakibatkan kematian organ tubuh. Adanya peredaran yang tidak cukup bisa cepat diketahui dengan memasang alat penerima chemosensitive dan pressure-sensitive pada carotid artery. Hal ini, pada gilirannya dapat mengaktivasi mekanisme yang membantu mengimbangi akibat dari efek negative, termasuk  pelepasan catecholamines (norepinephrine dan epinephrine) dikarenakan

oleh hilangnya syaraf sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan nadi yang menyempit dan hasil batasan disekeliling pembuluh darah (peripheral vascular) dengan mendistribusi ulang aliran darah pada daerah sekitar cutaneous, splanchnic dan muscular beds. Dengan demikian, tanda-tanda awal dari shock tidak kentara dan mungkin yang tertunda hanyalah  pemasukkan dari pengisian kapiler, tachycardia yang relatip dan kegelisahan.  b. E : Ensefalitis Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan. c. M : Metabolik Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum Etiologi hipoglikemia pada DM yaitu hipoglikemia pada DM stadium dini, hipoglikemia dalm rangka pengobatan DM yang berupa  penggunaan insulin, penggunaan sulfonil urea, bayi yang lahir dari ibu  pasien DM, dan penyebab lainnya adalah hipoglikemia yang tidak  berkaitan dengan DM berupa hiperinsulinisme alimenter pos gastrektomi, insulinoma,

penyakit

hati

yang

berat,

tumor

ekstrapankreatik,

hipopitiutarism Gejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia terdiri atas 2 fase. Fase 1 yaitu gejala-gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga dilepaskannya hormon efinefrin. Gejalanya berupa  palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual. gejala ini timbul bila kadar glukosa darah turun sampai 50% mg. Sedangkan Fase 2 yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak , karena itu dinamakan juga gejala neurologi. Gejalanya berupa pusing, pandang kabur, ketajam mental menurun, hilangnya keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejangkejang dan koma.gejala neurologi biasanya muncul jika kadar glukosa darah turun mendekati 20% mg.

Pada pasien ini menurut gejalanya telah memasuki fase 2 karena telah terjadi gangguan neurologik berupa penurunan kesadaran, pusing, dan penurunan kadar glukosa plasma mendekati 20 mg%.dan menurut stadiumnya pasien telah mengalami stadium gangguan otak karena terdapat gangguan kesadaran. Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila didapatkan gejala-gejala tersebut diatas. Keadaan tersebut dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan glukosa darah. Bila gejalanya meragukan sebaiknya ambil dulu darahnya untuk  pemeriksaan glukosa darah. Bila dengan pemberian suntik bolus dekstrosa  pasien yang semula tidak sadar kemudian menjadi sadar maka dapat dipastiakan koma hipogikemia.sebagai dasar diagnosis dapat digunakan trias whipple, yaitu gejala yang konsisten dengan hipoglikemia, kadar glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat. Prognosis dari hipoglikemia jarang hingga menyebabkan kematian. Kematian dapat terjadi karena keterlambatan mendapatkan pengobatan, terlalu lama dalam keadaan koma sehingga terjadi kerusakan jaringan otak. d. E : Elektrolit Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang  berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan  biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah

yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat

dan

lebih

dalam

(pernapasan

Kussmaul).

Gangguan

kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut. e.  N : Neoplasma Tumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala muntah terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah  bersifat proyektil dan tak disertai dengan mual. Kejang : bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40% pada pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) : berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. f. I : Intoksikasi Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruhmisalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batangotak, terhadap formasio retikularis

di

thalamus,

hipotalamus

maupun

mesensefalon

Pada

 penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat(kuantitas, arousal wake f ulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness alertness kesadaran). Adanya lesi yang dapat

mengganggu

interaksi

supratentorial,

ARAS

subtentorial

dengan

dan

korteks

metabolik

serebri,

akan

apakahlesi

mengakibatkan

menurunnya kesadaran. Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadaran, Menentukan kelainan neurologi perlu untuk

evaluasi

dan

manajemen penderita.

Pada

penderita

dengan

 penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibatkelainan struktur, toksik atau metabolik. Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi fungsi

ARAS

langsung

atau

tidak

langsung.

ARAS

merupakan

kumpulanneuron polisinaptik yang terletak pada pusat medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena kelainan metabolik terjadi karena memengaruhi energi neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal atau multifaktor. Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan, pergerakan spontan, evaluasisaraf kranial dan respons motorik terhadap stimuli. g. T : Trauma Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural,  perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat mengurangi oksigenasi dan ventilasi walaupun terdapat airway yang paten. Dada pasien harus dalam keadaan terbuka sama sekali untuk memastikan ada ventilasi cukup dan simetrik. Batang tenggorok (trachea) harus diperiksa dengan melakukan rabaan untuk mengetahui adanya  perbedaan dan jika terdapat emphysema dibawah kulit. Lima kondisi yang mengancam jiwa

secara sistematik harus diidentifikasi atau ditiadakan

(masing-masing akan didiskusikan secara rinci di Unit 6 - Trauma) adalah tensi pneumothorax, pneumothorax terbuka, massive haemothorax, flail segment dan cardiac tamponade. Tensi pneumothorax diturunkan dengan memasukkan suatu kateter dengan ukuran 14 untuk mengetahui cairan atau obat yang dimasukkan kedalam urat darah halus melalui jarum melalui ruang kedua yang berada diantara tulang iga pada baris midclavicular dibagian yang terkena pengaruh. Jarum pengurang tekanan udara dan/atau menutupi luka yang terhisap dapat memberi stabilisasi

terhadap pasien untuk sementara waktu hingga memungkinkan untuk melakukan intervensi yang lebih pasti. Jumlah resusitasi diperlukan untuk suatu jumlah haemothorax yang lebih besar, tetapi kemungkinannya lebih tepat jika intervensi bedah dilakukan lebih awal, jika hal tersebut sekunder terhadap penetrating trauma (lihat dibawah). Jika personalia dibatasi melakukan chest tube thoracostomy dapat ditunda, tetapi jika pemasukkan tidak menyebabkan penundaan transportasi ke perawatan yang definitif, lebih disarankan agar hal tersebut diselesaikan sebelum metransportasi  pasien. h. E : Epilepsi Pasca serangan Grand Mall   atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan kesadaran. 3.3 Pemeriksaan Kesadaran Pemeriksaan kesadaran dibagi menjadi 2, yaitu: 3.3.1 Pemeriksaan Kualitatif 1. Komposmentis : kesadaran penuh (normal) 2. Apatis : kesadaran sedikit menurun, acuh tak acuh 3. Somnolen / letargi / obtundasi : keadaan mengantuk, dapat pulih jika dirangsang, dan pasien mudah dibangunkan,mampu memberi jawaban verbal dan menghindari rasa nyeri. 4. Sopor/Stupor : keadaan mengantuk yang mendalam,pasien dapat dibangunkan jika dirangsang dengan kuat,namun kesadarannya segera menurun lagi. 5. Koma ringan/Semi-koma : tidak dapan respon verbal,reflek pupil  baik.Gerakan timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri.Pasien tidak dapat dibangunkan. 6. Koma/GCS 1 1 1 : Sama sekali tidak terdapat respon membuka mata,bicara,maupun gerakan.

3.3.2 Pemeriksaan Kuantitatif 1. Membuka Mata SCORE 4 3

2 1

PEMERIKSAAN Spontan Membuka mata dengan rangsang suara (menyuruh pasien membuka mata) Membuka mata dengan rangsang nyeri tekan pada supraorbita / kuku jari Dengan rangsang nyeri tidak membuka mata

2. Respon Verbal / Bicara SCORE 5

4

3

PEMERIKSAAN Baik, dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu siapa ia, dimana ia berada, dan kapan Dapat bicara dalam kalimat tetapi terdapat disorientasi waktu dan tempat Dapat mengucapkan kata-kata, tetapi ltidak berupa kalimat dan tidak tepat.

2

Mengerang, tidak ada kata-kata

1

Tidak ada respon dengan rangsang nyeri

3. Respon Motorik / Gerakan SCORE

PEMERIKSAAN

6

Menuruti perintah

5

Mengetahui lokasi nyeri

4

Dapat menghindar dari rangsang nyeri

3

Dengan rangsang nyeri terdapat gerakan fleksi

2

Dengan gerakan nyeri terdapat gerakan ekstensi

1

Tidak terdapat respon dengn rangsang nyeri

3.4 Perbandingan Full Outline of Unresponsiveness Score (FOUR) dengan Glasgow Coma Scale Penilaian kesadaran penting dilakukan pada pasien anak dengan sakit kritis untuk memperkirakan prognosis. Modifikasi Glasgow Coma Scale (GCS) banyak digunakan untuk menilai kesadaran tetapi memiliki keterbatasan terutama pada pasien yang diintubasi. Terdapat skor alternatif  baru yaitu  Full Outline of UnResponsiveness score (FOUR  score) yang dapat digunakan untuk menilai kesadaran pasien terintubasi. Peenentuan prognosis pada saat perawatan di Unit Perawatan Intensif merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Dengan mengetahui  prediksi prognosis maka penanganan menjadi lebih optimal dan motivasi untuk menangani secara maksimal lebih tinggi. Selama ini telah dikenal sistem skor yang sudah dipergunakan secara luas yaitu Glasgow Coma Scale (GCS) atau modifikasi GCS untuk anak namun memiliki keterbatasan. Keterbatasan GCS adalah komponen verbal pasien yang  berada dalam keadaan koma dan terintubasi tidak dapat dinilai. Penelitian menunjukkan sekitar 20%-48% pasien yang menggunakan GCS sebagai alat untuk menilai kesadaran, menjadi kurang berguna karena mereka diintubasi. Selain itu, GCS hanya menilai orientasi, yang dengan mudah menjadi abnormal pada pasien yang mengalami agitasi dan delirium. Skor GCS tidak mempunyai indikator klinis untuk refleks batang otak yang abnormal, perubahan pola napas, serta tidak mampu mendeteksi perubahan minimal dari pemeriksaan neurologis. Dengan keterbatasan tersebut maka diperlukan suatu alternatif lain yang

dapat

menggantikan

GCS

dengan

menambahkan

beberapa

kelemahan komponen pada GCS. Dilaporkan FOUR  score dapat memberikan lebih banyak informasi dibandingkan dengan GCS dengan  penilaian empat komponen yaitu: penilaian refleks batang otak, penilaian mata, respon motorik dengan spektrum luas, dan adanya pola napas abnormal serta usaha napas, dengan skala penilaian 0-4 untuk masingmasing komponen.

Skor FOUR diciptakan untuk memenuhi kebutuhan akan skala  penilaian tanda-tanda neurologis yang cepat dan mudah digunakan pada  pasien dengan penurunan kesadaran. Skala ini mengabaikan disorientasi atau delirium pada penilaian verbal, namun memberikan kemampuan  penilaian yang baik untuk pergerakan mata, refleks batang otak, dan usaha napas pada pasien dengan ventilator. Kelebihan lain dari FOUR  score adalah tetap dapat digunakan pada pasien dengan gangguan metabolik akut, syok, atau kerusakan otak nonstruktural lain karena dapat mendeteksi  perubahan kesadaran lebih dini. Dengan rentang skala penilaian yang sama di tiap komponen yakni 0-4, FOUR  score juga memiliki keunggulan lain dibandingkan GCS karena menjadi lebih mudah diingat. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan FOUR  score dengan GCS dalam menentukan  prognosis pasien yang dirawat di Unit Perawatan Intensif Anak. Cara penilaian FOUR score dan GCS FOUR score

GCS

Respon mata 4 = kelopak mata terbuka atau pernah terbuka dan mengikuti arah atau  berkedip oleh perintah 3 = kelopak mata terbuka namun tidak mengikuti arah 2 = kelopak mata tertutup namun terbuka jika mendengar suara keras 1 = kelopak mata tertutup namun terbuka oleh rangsang nyeri 0 = jika kelopak tetap tertutup dengan rangsang nyeri Respon motorik 4 = ibu jari terangkat, atau mengepal, atau tanda “damai” ( peace sign) 3 = melokalisasi nyeri 2 = memberi respon fleksi pada

Respon mata 4 = terbuka spontan 3 = mata terbuka terhadap rangsang verbal 2 = mata terbuka terhadap rangsang nyeri 1 = mata tidak terbuka

Respon motorik 6 = gerak spontan dan bertujuan 5 = melokalisasi rangsang nyeri 4 = menghindari rangsang nyeri dengan cara fleksi 3 = fleksi abnormal terhadap rangsang

rangsang nyeri 1 = respon ekstensi 0 = tidak ada respon terhadap nyeri atau status mioklonus umum Refleks batang otak. 4 = terdapat refleks pupil dan kornea 3 = salah satu pupil melebar terus menerus 2 = tidak ada refleks pupil atau kornea 1 = tidak ada refleks pupil dan kornea 0 = tidak ada refleks pupil, kornea, atau  batuk

nyeri (postur dekortikasi) 2 = ekstensi abnormal (postur deserebrasi) 1 = tidak ada respon motorik Respon verbal 5 = sesuai usia, terorientasi, mengikuti obyek, senyum sosial 4 = kata-kata tidak sesuai 3 = menangis 2 = suara yang tidak dapat dimengerti, mengorok 1 = tidak ada respon verbal

Respirasi 4 = pola nafas regular, tidak terintubasi 3 = pola cheyne-stokes, tidak terintubasi 2 = pola nafas iregular, tidak terintubasi 1 = nafas dengan kecepatan di atas ventilator, diintubasi 0 = apnea atau pernafasan dengan kecepatan ventilator. Skala koma yang ideal seharusnya linear (memiliki bobot yang sama bagi setiap komponen), reliabel (mengukur yang seharusnya diukur), valid (meng hasilkan nilai yang sama pada pemeriksaan berulang), dan mudah digunakan (memiliki instruksi yang simpel tanpa memerlukan alat  bantu atau kartu). Selain itu skala koma harus dapat memprediksi luaran walaupun angka kematian di ruang rawat intensif dapat dipengaruhi dengan withdrawal bantuan hidup. Penggunaan FOUR  score memiliki kelebihan untuk pasien ruang rawat intensif dalam setiap hal tersebut. Skor FOUR dibuat untuk memenuhi kebutuhan skala penilaian tanda neurologis yang cepat dan mudah digunakan pada pasien dengan penurunan kesadaran. Penelitian yang dilakukan selama ini menunjukkan tidak adanya perbedaan nilai total

dari pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat, residen, ataupun dokter  baik untuk FOUR score maupun GCS. 3.5 Penilaian Standar Glasgow Coma Scale (GCS) Ketika GCS pertama kali diperkenalkan, fokusnya adalah pada menggambarkan komponennya. Dalam rekening oleh Teasdale dan Jennett (1974), dan Teasdale (1975), sedikit yang dikatakan tentang pendekatan  praktis untuk menilai dan menetapkan temuan. Memang, ada keinginan untuk menghindari muncul untuk mencoba untuk memaksakan sebuah "jaket lurus", dengan harapan bahwa staf berpengalaman akan menggunakan keterampilan mereka untuk menerapkan skala dengan cara yang paling cocok dengan keadaan klinis. Mencerminkan ini, langkah-langkah komponen dalam setiap respon yang ditetapkan dalam hal "khas" fitur, yang pengamatan dicocokkan subyektif. Fleksibilitas ini mungkin awalnya membantu dengan penerimaan, tetapi melakukannya pada biaya interpretasi subjektif dan penggunaan konsisten. Untuk mengatasi ini, rekomendasi baru ditetapkan pendekatan standar untuk pemeriksaan, menerapkan satu set terstruktur kriteria yang ditetapkan untuk mengalokasikan peringkat. Ada empat tahapan dalam penilaian: " Memeriksa; " Mengamati;" Merangsang; dan " Menilai. 1. Periksa: Sebuah cek awal diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin mengganggu penilaian. Hambatan mungkin ada sebelum episode kerusakan intrakranial akut sebagai akibat dari pengobatan dan gangguan yang ada dari luka atau defisit tidak berhubungan dengan disfungsi otak difus akut. Gangguan meliputi: a. Sebelumnya memiliki keterbatasan seperti perbedaan bahasa dan  budaya, defisit neurologis intelektual, gangguan pendengaran dan  bicara hambatan;  b. Pengaruh perawatan saat ini, seperti intervensi fisik termasuk intubasi atau trakeostomi, atau perawatan farmakologis termasuk sedasi; dan

c. Efek cedera atau lesi termasuk orbital / tengkorak patah tulang, disfagia dan hemiplegia dan kerusakan sumsum tulang belakang. 2. Mengamati: Observasi berarti penilai harus mencari bukti perilaku spontan di masing-masing dari tiga domain dari skala dan kemudian dalam menanggapi rangsangan. 3. Merangsang: Stimulasi diterapkan dengan meningkatnya intensitas sampai respon diperoleh, dengan cut-off point atas untuk menetapkan kurangnya respon. Stimulus pendengaran harus digunakan pertama untuk menilai respon pasien untuk berbicara atau berteriak permintaan. Jika ini tidak menghasilkan respon terhadap instruksi tertentu, stimulus berikutnya adalah fisik. Ada perbedaan pandangan tentang metode yang tepat untuk digunakan ketika menerapkan stimulus fisik (Waterhouse, 2009); perlunya standarisasi disorot oleh temuan baru-baru ini bahwa setidaknya tujuh teknik yang berbeda saat ini digunakan (Reith et al, 2014). Rekomendasi adalah tekanan pada ujung jari dan pada otot trapezius atau kedudukan supraorbital (Teasdale et al, 1975). Ini sering disebut masing-masing "perifer" dan "pusat" tapi perlu dicatat bahwa ini menunjuk lokasi pada tubuh, bukan sistem saraf perifer atau sentral.Urutan yang tepat dalam  praktek adalah pertama stimulus perifer untuk menilai membuka mata, diikuti  –   jika diperlukan - oleh stimulus pusat untuk informasi tambahan tentang respon motorik.

Kuku adalah situs dianjurkan untuk stimulus perifer. Tekanan pada sisi jari telah diusulkan sebagai alternatif untuk tempat tidur kuku karena kekhawatiran bahwa kekuatan yang tidak semestinya dapat mengakibatkan kerusakan (Waterhouse, 2009; Palmer dan Knight, 2006). Namun, kasus kerusakan kuku sangat langka dan ada kurangnya bukti bahwa tanggapan terhadap situs yang berbeda adalah sama. Menerapkan tekanan ke bagian distal dari kuku (Gambar 2a) dan memvariasikan  jari yang digunakan harus meminimalkan  potensi bahaya. Stimulasi sentral pertama kali diterapkan oleh mencubit otot trapezius di leher untuk menentukan apakah ini mengarah

ke

gerakan

melokalkan

(Gambar 2b). Jika hal ini tidak terjadi, langkah

berikutnya

menerapkan

adalah

tekanan

ke

untuk

kedudukan

supraorbital (Gambar 2c). Ini terletak dengan merasakan sepanjang tepi bawah tepi atas orbit sampai alur dirasakan. Situs ini tidak boleh digunakan jika  pasien memiliki fraktur di daerah ini. Tekanan balik sudut rahang (juga disebut

tekanan

proses

sebagai

retromandibular atau styloid) sulit untuk menerapkan secara akurat dan, karena itu, tidak dianjurkan untuk penggunaan rutin. Stimulasi dengan menggosok buku-buku jari pada sternum sangat tidak dianjurkan; dapat menyebabkan memar dan tanggapan dapat sulit untuk menafsirkan (Shah, 1999). Identifikasi

respon

motorik

terbaik

dilakukan

dengan

membandingkan gerakan masing-masing lengan. Ketika tanggapan dari

kanan dan kiri berbeda, yang lebih baik dari dua diperhitungkan; yang lebih buruk adalah indikasi dari lokasi kerusakan otak fokal. Kadangkadang respon pasien berubah selama pemeriksaan - biasanya meningkat  jika dibandingkan dengan kinerja awal (Edwards, 2001). Ketika ini diamati, itu adalah tingkat tertinggi kinerja yang diambil sebagai respon motorik terbaik. Pengamat harus memenuhi dia / dirinya sendiri bahwa mereka telah mendorong tingkat tertinggi tanggap dicapai untuk pasien mereka. Jika ada perbedaan dalam respon motorik terhadap rangsangan  pusat atau perifer, mantan mengambil prioritas. Ada, dalam prakteknya, kurangnya informasi tentang kinerja relatif dari metode yang berbeda dari stimulus dan ini akan menjadi topik yang berguna untuk penelitian. 4. Menilai : Peringkat dilakukan terhadap kriteria yang ditetapkan dalam standar, terstruktur urutan; pertama, apakah temuan pasien memenuhi kriteria untuk langkah atas untuk setiap mode perilaku diukur dalam GCS dianggap. Jika bertemu, rating yang tepat dialokasikan; jika tidak, langkah selanjutnya dianggap dalam turun berurutan sampai tidak adanya respon didirikan. Kriteria dan penilaian untuk setiap langkah dari setiap mode  perilaku yang ditetapkan dalam Gambar 3. Jika pemeriksaan awal mengidentifikasi bahwa respon terhadap modus perilaku tidak dapat secara sah dinilai, peringkat tersebut diklasifikasikan sebagai "Tidak diuji" dan dicatat sebagai "NT". Peringkat A pasien dapat dilambangkan dengan skor angka atau sesuai; meskipun ini memungkinkan untuk komunikasi yang cepat, itu  juga membawa risiko memperkenalkan variabilitas melalui kesalahan dalam penomoran dan bukan merupakan pengganti untuk melaporkan tanggapan pasien secara penuh. Gambar 3 meringkas urutan dalam penilaian dan alokasi peringkat di grafik yang dapat ditampilkan sebagai poster,flashcard saku atau  bantuan lain untuk berlatih.

3.6 SOP Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)

PEMERIKSAAN GLASGOW’S COMA SCALE (GCS)

STANDARD OPERSIONAL PROSEDUR

PETUGAS

Pemeriksaan tingkat kesadaran klien dengan menggunakan Skala Koma Glasgow Mendapatkan data obyektif Pasien baru Evaluasi perkembangan kondisi pasien Perawat

PERALATAN

Alat tulis

PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN

Tahap Pra Interaksi Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada Mencuci tangan Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar Tahap Orientasi Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien PROSEDUR PELAKSANAAN Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan Tahap Kerja Mengatur posisi pasien: supinasi Menempatkan diri di sebelah kanan pasien, bila mungkin GCS (Glasgow Coma Scale) Memeriksa reflex membuka mata dengan benar Memeriksa reflex verbal dengan benar Memeriksa reflex motorik dengan benar Menilai hasil pemeriksaan* Tahap Terminasi Melakukan evaluasi tindakan Berpamitan dengan klien Membereskan alat-alat Mencuci tangan Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan

PEMERIKSAAN FISIK (GCS) Skala Koma Glasgow Membuka Mata Spontan Dengan perintah Dengan rangsang nyeri Tidak berespons

4 3 2 1

Respon Verbal Berorientasi Bicara membingungkan Kata-kata tidak tepat Suara tidak dapat dimengerti Tidak berespons

5 4 3 2 1

Respon Motorik  Dengan perintah Melokalisasi nyeri Menarik area yang nyeri Fleksi abnormal Ekstensi Tidak berespons

6 5 4 3 2 1

BAB IV PENUTUP 3.1 Kesimpulan GCS adalah suatu skala neurologik yang dipakai untuk menilai secara obyektif derajat kesadaran seseorang. GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu  penilaian: respons membuka mata (eye opening), respons motorik terbaik (best motor response), dan respons verbal terbaik (best verbal r esponse). 3.2 Saran GCS adalah suatu skala neurologik yang dipakai untuk menilai secara obyektif derajat kesadaran seseorang. Sebaiknya pemeriksaan GCS dilakukan di awal pemeriksaan kesadaran pada klien.

DAFTAR PUSTAKA Indriyani,Diyan.2013.”Aplikasi Konsep dan Teori Keperawatan Maternitas  Postpartum Dengan Kematian Janin”.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media Adeleye, Amos O. dkk, 2012, “Physicians’ knowledge of the Glasgow Coma Scale in a Nigerian university hospital: is the simple GCS still too complex?”. Original Research Article, Volume 3, Article 28, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3297815/pdf/fneur-03-00028.pdf , 28 November 2015 Anesh Analg, 2006, “ Individual Effect-Site Concentrations of Propofol are Similar at Loss of Consciousness and at Awakening”, NIH Public Access. Volume 100, No. 1, www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1343509/pdf/nihms5904.pdf , 28  November 2015 Dewi, Rismala, dkk. 2011. “Perbandingan FOUR score dengan GCS dalam menentukan prognosis”. Sari Pediatri, Volume 13, No. 3. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/13-3-10.pdf , 29 November 2015 Fishcer, Michael. 2010. “ Inter-rater reliability of the Full Outline of UnResponsiveness score and the Glasgow Coma Scale in critically ill patients: a  prospective observational study” Critical Care. Volume 14, No.2. www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2887186/pdf/cc8963.pdf , 28 November 2015 Practice, Nursing. 2014. “Forty years on: updating the Glasgow Coma Scale”  Nursing Times. Volume 110, No. 42. http://www.nursingtimes.net/Journals/2014/10/10/n/p/l/141015Forty-years-onupdating-the-Glasgow-coma-scale.pdf , 30 November 2015

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF