Makalah Etika Dan Hukum Kesehatan

October 1, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Makalah Etika Dan Hukum Kesehatan...

Description

 

MAKALAH ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN “MAL PRAKTIK” 

DISUSUN OLEH : AHMAD AZIS JANUARSYAH CHAERUNNISA PUTRI KOMARA HASNA ADIBA RAMBE HERLIANA FAJRINI TASYA KHOERUNNISA

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA PERSADA 2019

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini dengan judul “Mal Praktik” sebagai tugas dari mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Tri Okta Ratnaningtyas, SKM, M.Kes. selaku dosen mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan yang telah membimbing kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung penyusunan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan dalam  penyusunan makalah untuk kedepannya.

Pamulang, Mei

Penyusun

 

DAFTAR ISI

 

BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Kesehatan memiliki arti yang sangat penting bagi setiap orang. Dengan kesehatan orang dapat berpikir dengan baik dan dapat melakukan aktivitas secara optimal, sehingga dapat pula menghasilkan karya-karya yang diinginkan. Oleh karena itu setiap orang akan selalu berusaha dalam kondisi yang sehat. Ketika kesehatan seseorang terganggu, mereka akan melakukan berbagai cara untuk sesegera mungkin dapat dap at sehat kembali. Salah satunya adalah dengan cara berobat pada sarana-sarana pelayanan kesehatan yang tersedia. Tetapi, upaya penyembuhan tersebut tidak akan terwujud jika tidak didukung dengan pelayanan yang baik pula dari suatu sarana pelayanan kesehatan, dan kriteria  pelayanan kesehatan yang baik, tidak cukup ditandai denganterl denganterlibatnya ibatnya banyak tenaga ahli atau yang hanya memungut biaya murah, melainkan harus didasari dengan suatu sistem  pelayanan medis yang b baik aik pula dari sarana pelayanan kesehatan tersebut. Salah satunya adalah dengan mencatat segala hal tentang riwayat penyakit pasien, dimulai ketika pasien datang, hingga akhir tahap pengobatan di suatu sarana pelayanan kesehatan. Dalam dunia kesehatan, catatan-catatan tersebut dikenal dengan istilah rekam medis. B.  Rumusan Masalah 1.  Apa asal kata Mal Praktik? 2.  Apa pengertian Mal Praktik? 3.  Apa saja penyebab Mal Praktik? 4.  Bagaimana hukum kesehatan yang mengatur Mal Praktik? 5.  Apa saja bentuk-bentuk Mal Praktik? 6.  Bagaimana resiko Mal Praktik bagi pasien? 7.  Bagaimana pencegahan Mal Praktik? 8.  Bagaiamana penanganan kasus Mal Praktik?

 

9. Bagaimana pertanggung jawaban tindak pidana Mal Praktik?

 

10. Apa saja kasus Mal Praktik?

C.  Tujuan 1.  Untuk mengetahui asal kata Mal Praktik. 2.  Untuk mengetahui pengertian Mal Praktik. 3.  Untuk mengetahui penyebab Mal Praktik. 4.  Untuk mengetahui hukum kesehatan yang mengatur Mal Praktik. 5.  Untuk mengetahui bentuk-bentuk Mal Praktik. 6.  Untuk mengetahui resiko Mal Praktik bagi pasien. 7.  Untuk mengetahui pencegahan Mal Praktik. 8.  Untuk mengetahui penanganan kasus Mal Praktik. 9.  Untuk mengetahui pertanggung jawaban tindak pidana Mal Praktik. 10. Untuk mengetahui kasus Mal Praktik.

 

BAB II PEMBAHASAN

A.  Asal Kata Mal Praktik Berbicara mengenai malpraktik atau mal- practice berasal dari kata “mal” yang  berarti buruk. Sedang kata “practice” berarti suatu tindakan atau praktik. praktik. Dengan demikian secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu sua tu tindakan medik “buruk” yang dilakukan dokter dalam hubungannya dengan pasien. Di Indonesia, istilah malpraktik yang sudah sangat dikenal oleh para tenaga kesehatan se-benarnya hanyalah merupakan suatu bentuk medical malpractice, yaitu medical negligence yang dalam bahasa Indonesia disebut kelalaian medik. Menurut Gonzales dalam bukunya Legal Medical Pathology and Toxicology menyebutkan bahwa malpractice is the term applied to the wrongful or improper practice of medicine, which result in injury to the patient. Malpraktik menurut Azrul Azwar memiliki beberapa arti. Pertama, malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter, oleh karena pada waktu melaku-kan pe-kerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau mening-galkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau di lakukan oleh dokter pada umumnya, di dalam situasi dan kondisi yang sama. Kedua, malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter, oleh karena melakukan pekerjaan kedokteran di  bawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat di lakukan oleh setiap dokter dalam siatuasi atau tempat yang sama. Ketiga, malpraktik adalah setiap kesalahan profesional diperbuat oleh seorang dokter, yang di dalamnya termasuk kesalahan karena perbuatan-perbuatan yang tidak masuk akal serta kesalahan karena keterampilan ataupun kesetiaan yang kurang da-lam menyelenggarakan kewajiban atau dan atau pun kepercayaan profesional yang dimilikinya. Sedangkan Veronica Komalawati menyebutkan malpraktek pada hakekatnya adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul akibat adanya kewajibankewajiban yang harus dilakukan dokter. Selanjutnya Herman Hediati Koeswadji

 

menjelaskan bahwa malpraktek secara hafiah diartikan sebagai bad practice atau praktik  buruk yang berkaitan dengan penerapan ilmu dan teknologi medik dalam menjalankan  profesi medik yang mengandunf ciri-ciri khusus. Menurut Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, (1956) Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti  arti   harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau tenaga keperawatan kep erawatan (perawat dan bidan) untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat  pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”.  sama”.  B.  Pengertian Mal Praktik Malpraktek adalah kesalahan dalam menjalankan profesi sebagai dokter, dokter gigi, dokter hewan. Malpraktek adalah akibat dari sikap tidak peduli, p eduli, kelalaian, atau kurang keterampilan, kurang hati-hati dalam melaksanakan tugas profesi, berupa pelanggaran yang disengaja, pelanggaran hukum atau pelanggaran etika. Malpraktik Kedokteran adalah dokter atau orang yang ada di bawah perintahnya dengan sengaja atau kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik kedokteran pada pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi, standar  prosedur, prinsip-prinsip profesional kedokteran, atau dengan melanggar hukum (tanpa wewenang) karena tanpa informed consent, tanpa tanp a SIP (Surat Ijin Praktik), atau tanpa STR (Surat Tanda Registrasi), tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien, dengan menimbulkan (causal verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik, mental, dan atau nyawa pasien sehingga membentuk pertanggungjawaban hukum bagi dokter. C.  Penyebab Mal Praktik 1.  Unsur kelalaian.

 

2.  Kondisi mengalami kelelahan atau kecapekan. 3.  Kurangnya ketersediaan alat dan bahan perawatan. 4.  Tidak menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP). 5.  Serta Standar Pelayanan Medik (SPM). 6.  Perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang tidak merata. 7.  Kurangnya pemahaman dalam disiplin ilmu kedokteran secara terkini 8.  Komunikasi dua arah yang tidak berhasil antar dokter dengan pasien serta dokter dengan keluarga pasien. D.  Hukum Kesehatan yang Mengatur Mal Praktik Pada peraturan perundang-undangan Indonesia yang sekarang berlaku tidak ditemukan pengertian mengenai malpraktik. Akan tetapi makna atau pengertian malpraktik  justru didapati dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”) yang telah dinyatakan dihapus oleh UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Oleh karena itu secara perundang-undangan, menurut Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H., ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan dapat dijadikan acuan makna malpraktik yang mengidentifikasikan malpraktik dengan melalaikan kewajiban, berarti tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan: (1)  Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratif dalam hal sebagai berikut: a.  melalaikan kewajiban;  b.  melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan; c.  mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan; d.  melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini Jadi, dilihat dari arti istilah malpraktik itu sendiri, malpraktik tidak merujuk hanya kepada suatu profesi tertentu sehingga dalam hal ini kami akan menjelaskan dengan merujuk pada ketentuan beberapa profesi yang ada, misalnya:

 

1.  Dokter dan dokter gigi sebagaimana diatur dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU  (“UU Praktik Kedokteran”);  Kedokteran”);  2.  Advokat sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”)   Advokat”) 3.   Notaris sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”)  Notaris”)   4.  Akuntan publik sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik (“UU Akuntan Publik”).  Publik”).  

Setiap profesi yang telah kami sebutkan juga memiliki kode etik masing-masing sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi. Selain peraturan perundang-undangan, perund ang-undangan, kode etik biasanya juga dijadikan dasar bagi organisasi profesi tersebut untuk memeriks apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan tugas. Untuk profesi akuntan publik, selain kode etik, ditambah pula dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), yaitu acuan yang ditetapkan menjadi ukuran mutu yang wajib dipatuhi oleh Akuntan Publik dalam pemberian jasanya (Pasal 1 angka 11 UU Akuntan Publik). Seperti juga profesi akuntan publik, profesi dokter dan dokter gigi juga memiliki peraturan disiplin profesional yang diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 4 Tahun 2011 2 011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi. Atas segala ketentuan terkait pedoman profesi-profesi di atas (baik yang ada dalam  peraturan perundang-undangan perund ang-undangan maupun kode etik), terdapat pihak yang akan melakukan  pengawasan dan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran ketentuan profesi-profesi tersebut. Biasanya terdapat organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi  profesi tersebut. Untuk profesi advokat, pihak yang melakukan pengawasan dan dapat menjatuhkan sanksi terhadap malpraktik advokat adalah Organisasi Advokat dan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (Pasal 26 UU Advokat). Sedangkan untuk profesi Notaris dilakukan oleh Majelis Pengawas (Pasal 67 UU Jabatan Notaris), untuk profesi akuntan publik dilakukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 53 UU Akuntan Akun tan Publik), dan untuk profesi dokter serta dokter gigi dilakukan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (Pasal

 

1 angka 3 Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia). Organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi tugas profesi  biasanya akan menjatuhkan sanksi administratif kepada anggotanya yang terbukti melanggar kode etik. Selain itu tidak menutup kemungkinan bahwa ia dapat pula dikenakan sanksi pidana apabila terbukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam undang-undang masing-masing profesi. Selain itu, klien atau pasien sebagai pengguna jasa juga merupakan konsumen sehingga dalam hal ini berlaku juga ketentuan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Profesi-profesi Profesi-profesi sebagaimana disebutkan di atas termasuk sebagai  pelaku usaha (Pasal 1 angka 3 UUPK), yang berarti ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPK  berlaku pada mereka: Pasal 19 ayat (1) UUPK: “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”  diperdagangkan.”  Jadi, tindakan seperti apa yang termasuk sebagai malpraktik ditentukan oleh organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi tugas profesi  berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kode k ode etik masing-masing profesi. Setiap tindakan yang terbukti sebagai tindakan malpraktik akan dikenakan sanksi. E.  Bentuk-Bentuk Mal Praktik Berpijak pada hakekat malpraktek adalan praktik yang buruk atau tidak sesuai dengan standar profesi yang telah ditetepkan, maka ada bermacam-macam malpraktek yang dapat dipiah dengan mendasarkan pada ketentuan hukum yang dilanggar, walaupun kadang kala sebutan malpraktek secara langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis malpraktek. Secara garis besar malprakltek dibagi dalam dua golongan besar yaitu mal praktik medik (medical malpractice) yang biasanya juga meliputi malpraktik etik (etichal malpractice) dan malpraktek yuridik (yuridical malpractice). Sedangkan malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga yaitu malpraktik perdata (civil malpractice), m alpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administrasi Negara (administrative malpractice).

 

1.  Malpraktik Medik (medical malpractice) John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional negligence in whice miserable injury occurs o ccurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or omission by defendant practitioner. (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian professional yang menyebabkan terjadinya luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat langsung dari perbuatan ataupun pembiaran oleh dokter/terguguat). Sedangkan rumusan yang berlaku di dunia kedokteran adalah Professional misconduct or lack of ordinary skill in the performance of professional act, a  practitioner is liable for demage or injuries caused b by y malpractice.(Malpraktek adalah  perbuatan yang tidak benar dari suatu profesi profesi atau kurangnya kemampuan dasar dalam melaksanakan pekerjaan. Seorang dokter bertanggung jawab atas terjadinya kerugian atau luka yang disebabkan karena malpraktik), sedangkan junus junu s hanafiah merumuskan malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut lingkungan yang sama. 2.  Malpraktik Etik (ethical malpractice) Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran, sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat standar etika, prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter. 3.  Malpraktik Yuridis (juridical malpractice) Malpraktik yuridik adalah pelanggaran ataupun kelalaian dalam pelaksanaan  profesi kedokteran yang melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku. Malpraktik Yuridis meliputi: a.  Malpraktik Perdata (Civil Malpractice) Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji) yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Tindakan dokter yang dapat dikatagorikan sebagai melpraktik perdata antara lain : 1)  Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan 2)  Melakukan apa yang disepakati dilakukan tapi tidak sempurna

 

3)  Melakukan apa yang disepakati tetapi terlambat 4)  Melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan  b.  Malpraktik Pidana (criminal malpractice) Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan memenuhi rumusan undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut dapat berupa perbuatan positif (melakukan sesuatu) maupun negative (tidak melakukan sesuatu) yang merupakan perbuatan tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) berupa kesengajaan atau kelalauian. Contoh malpraktik pidana dengan sengaja adalah : 1)  Melakukan aborsi tanpa tindakan medik 2)  Mengungkapkan rahasia kedokteran dengan sengaja 3)  Tidak memberikan pertolongan kepada seseorang yang dalam keadaan darurat 4)  Membuat surat keterangan dokter yang isinya tidak benar 5)  Membuat visum et repertum tidak benar 6)  Memberikan keterangan yang tidak benar di pengadilan dalan kapasitasnya sebagai ahli Contoh malpraktik pidana karena kelalaian: a.  Kurang hati-hati sehingga menyebabkan gunting tertinggal diperut  b.  Kurang hati-hati sehingga menyebabkan pasien luka berat atau meninggal c.  Malpraktik Administrasi Negara (administrative malpractice) d.  Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum administrasi Negara. Misalnya: e.  Menjalankan praktik kedokteran tanpa ijin f.  Menjalankan praktik kedokteran tidak sesuai dengan kewenangannya g.  Melakukan praktik kedokteran dengan ijin yang sudah kadalwarsa. h.  Tidak membuat rekam medik.

 

F.  Resiko Mal Praktik bagi Pasien 1.  Resiko Pengobatan Inheren atau Melekat Setiap tindakan medis yang dilakukan oleh doket, baik yang bersifat diagnostic amaupuntheurepatik akan selalu mengandung resiko yang melekat pada tindakannya itu (Risk Of Treatment). Apabila dokter tersebut melakukannya dengan hati-hati, ha ti-hati, seizin  pasien dan berdasarkan standar profesi medic, tetapi t etapi resiko tetap terjadi maka doketr itu tidak dapat dipersalahkan. Terhadap suatu akibat negative yang mungkin timbul dari suatu anafilatikshok pada pemberian anastesi atau obat lain suatu injeksi yang menimbulkan reaksi yang berlebihan dari tubuh pasien itu sendiri. Dokter tidak dapat dipersalahkan karena hubungan dokter dan pasien adalah kontrak treupatik, suatu  perjanjian berusaha (inspaningsverbintenis). 2.  Resiko Komplikasi yang Timbul dalam Tubuh Pasien Timbulnya komplikasi dalam tubuh pasien yang tidak bisa diketahui atau diduga sebelumnya tidak dapat dipersalahkan kepada dokternya. Misalkan timbulnya  pulmonoly emboli air ketuban dan pasien meninggal setelah menjalani operasi cesar setalah dirawat beberapa hari. G.  Pencegahan Mal Praktik Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hatihati, yakni: 1.  Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena  perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis). 2.  Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent. 3.  Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis. 4.  Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter. 5.  Memperlakukan

pasien

secara

manusiawi

dengan

memperhatikan

segala

kebutuhannya. 6.  Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

 

H.  Penanganan Kasus Mal Praktik Sistem hukum di Indonesia yang salah satu komponennya kompo nennya adalah hukum substantif, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi tidak mengenal  bangunan hukum “malpraktek”.  “malpraktek”.  Sebagai profesi, sudah saatnya para dokter mempunyai  peraturan hukum yang dapat dijadikan pedoman bagi mereka dalam menjalankan  profesinya dan sedapat mungkin untuk menghindari pelanggaran etika kedokteran. Keterkaitan antara berbagai kaidah yang mengatur perilaku dokter, merupakan  bidang hukum baru dalam d alam ilmu hukum yang sampai saat ini belum diatur secara khusus. Padahal hukum pidana atau hukum perdata yang merupakan hukum positif yang berlaku di Indonesia saat ini tidak seluruhnya tepat bila diterapkan pada dokter yang melakukan  pelanggaran. Bidang hukum baru inilah yang berkembang di Indonesia dengan sebutan Hukum Kedokteran, bahkan dalam arti yang lebih luas dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan. Istilah hukum kedokteran mula-mula diunakan sebagai terjemahan dari Health Law yang digunakan oleh World Health Organization. Kemudian Health Law diterjemahkan dengan hukum kesehatan, sedangkan istilah hukum kedokteran kemudian digunakan sebagai bagian dari hukum kesehatan yang semula disebut hukum medik sebagai terjemahan dari medic law. Sejak World Congress ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan  berkembang pesat di Indonesia. Atas prakarsa sejumlah dokter dan sarjana hukum pada tanggal 1 Nopember 1982 dibentuk Kelompok Studi Hukum Kedokteran di Indonesia dengan tujuan mempelajari kemungkinan dikembangkannya Medical Law di Indonesia.  Namun sampai saat ini, Medical Law masih belum muncul dalam bentuk modifikasi tersendiri. Setiap ada persoalan yang menyangkut medical law penanganannya masih mengacu kepada Hukum Kesehatan Indonesia yang berupa Undang-Undang Undan g-Undang No. 36 Tahun 2009, KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kalau ditinjau dari budaya hukum Indonesia, malpraktek merupakan sesuatu yang asing karena batasan pengertian malpraktek yang diketahui dan dikenal oleh kalangan medis (kedokteran) dan hukum  berasal dari alam pemikiran barat. Untuk itu masih perlu ada pengkajian secara khusus guna memperoleh suatu rumusan pengertian dan batasan istilah malpraktek medik yang khas Indonesia (bila

 

memang diperlukan sejauh itu) yakni sebagai hasil oleh piker bangsa Indonesia dengan  berlandaskan budaya bangsa ban gsa yang kemudian dapat diterima sebagai budaya hukum (legal culture) yang sesuai dengan system kesehatan nasional. Dari penjelasan ini maka kita bisa menyimpulkan bahwa permasalahan malpraktek di Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi (peradilan) dan jalur non litigasi (diluar peradilan).Untuk penanganan bukti-bukti hukum tentang kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesinya dan cara penyelesaiannya  banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam pembuktian kesalahan atau kelalaian tersebut. Masalah ini berkait dengan masalah kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh orang  pada umumnya sebagai anggota masyarakat, sebagai penanggung jawab hak dan kewajiban menurut ketentuan yang berlaku bagi profesi. Oleh karena menyangkut 2 (dua) disiplin ilmu yang berbeda maka metode  pendekatan yang digunakan dalam mencari jalan keluar bagi masalah ini adalah dengan cara pendekatan terhadap masalah medik melalui hukum. Untuk itu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Repiblik Indonesia (SEMA RI) tahun 1982, dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut dokter atau tenaga kesehatan lainnya seyogyanya tidak langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat terlebih dahulu kepada Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan menentukan kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah pelanggaran hukum.Pada hukum.P ada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 56/1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan tanggung jawab profesinya. Lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non structural yang keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan yang mewakili organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli Sosiologi. Bila dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK dapat diharapkan lebih obyektif, ob yektif, karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari  para dokter dok ter yang terikat kepada sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk bertindak sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi. Akibatnya pasien tidak akan

 

merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan dokter saja dan kurang memikirkan kepentingan pasien. I.  Pertanggung Jawaban Tindak Pidana Mal Praktik 1.  Kekhilafan dan pertanggungjawaban pidana Bahwa untuk dapat mempidana seseorang harus berdasarkan atas dua hal, yaitu seseorang itu harus melakukan perbuatan yang melawan hukum dan seseorang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum. Pengertian perbuatan melawan hukum dalam konteks ilmu hukum pidana dalam bingkai legalitas adalah perbuatan  pidana itu sendiri. Prof. Moeljatno, S.H. mengartikan bahwa yang dimaksud dengan  perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana, barangsiapa melanggar larang tersebut. Jadi kita berpedoman pada pengertian tentang perbuatan pidana sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Moeljatno tersebut di atas, yang kemudian kita hubungkan dengan ketentuan pasal 359 dan 360 KUHPi dana yang menggunakan kalimat “Barangsiapa” dapat “Barangsiapa”  dapat dikategorikan bahwa dokter dan tenaga medis dalam hal ini bidan telah melakukan perbuatan pidana. Yang menjadi persoalan selanjutnya adalah apakah ia dapat dipertanggungjawabkan (dianggap bersalah). Secara sederhana dapat disebutkan, bahwa mampu bertanggungjawab adalah ia ( seseorang itu) tidak masuk dalam kriteria seseorang yang apabila melakukan tindak  pidana ada alasan untuk tidak dipidana. Untuk memberikan memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang unsur dari kesalahan, berikut saya kutipkan pendapat dari beberapa ahli : a.  Menurut Jonkres bahwa secara garis besar kesalahan tersebut, dapat dibagi menjadi tiga : 1)  Selain kesengajaan atau kealpaan (opzet schuld) 2)  Meliputi juga sifat melawan hukum ( de wederrechtelijkheid) 3)  Dan kemampuan bertanggungjawab ( de teorekenbaarheid)  b.  Menurut Pompe, pengertian kesalahan mempunyai tanda sebagai hal tercela (verwijtbaarheid) yang pada hakekatnya tidak mencegah (vermijdbaarheid) kelakuan yang bersifat melawan hukum ( der wederrechtelijke gedeaging). Kemudian dijelaskannya pula hukum hakekat tidak mencegah kelakuan yang

 

 bersifat melawan hukum (vermijdbaarheid der wederrechtelijke gesraging) di dalam perumusannya pada hukum positif di situ mempunyai kesengajaan dan kealpaan (opzet en onachtzaamheid0 yang mengarah kepada sifat melawan hukum (wederrechtlijkheid) dan kemampuan bertanggungjawab (toerekenbaarheid). c.  Menurut Vos memandang kesalahan mempunyai tiga tanda khusus, yaitu : 1)  Kemampuan bertanggungjawab dari orang yang melakukan perbuatan (toerekenigsvatbaarheid van de deader). 2)  Hubungan bathn tertentu dari orang yang berbuat, yang perbuatannya itu dapat  berupa kesengajaan atau kealpaan. 3)  Tidak terdapat dasar alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban bagi si  pembuat atas perbuatannya itu.

d.  Menurut E.Mezger memandang bahwa pengertian kesalahan terdiri dari : 1)  Kemampuan bertanggungjawab (zurechnungsfahingist)

2)  Adanya bentuk kesalahan (Schuldform) yang berupa kesengajaan (Vorzate) dan Culpa (Fahrlassigkeit) 3)  Tak ada alasan penghapus kesalahan (keinen Schuldausschiesungsgrunde). 2.  Kemampuan Bertanggung jawab Dengan pemahaman yang relatif minimal, masyarakat awam sulit membedakan antara risiko medik dengan malpraktik. Hal ini berdasarkan bahwa suatu kesembuhan  penyakit tidak semata berdasarkan tindakan petugas kesehatan, namun juga dipengaruhi faktor-faktor lain seperti kemungkinan adanya komplikasi, daya tahan tubuh yang tidak sama, kepatuhan dalam penatalaksanaan regiment therapeutic. Kecenderungan masyarakat lebih melihat hasil pengobatan dan perawatan, padahal hasil dari pengobatan dan perawatan tidak dapat diprediksi secara pasti. Petugas kesehatan dalam praktiknya hanya memberikan jaminan proses yang sebaik mungkin (ispanningverbintenis), sama sekali tidak menjanjikan hasil (resultaatverbintenis). Kesalahpahaman semacam ini seringkali berujung pada gugatan malpratik. Menurut

 

Paulus Yanuar disebutkan bahwa terdapat formula malpraktik (malpractice formula)  bila terdapat tiga unsur utama malpraktik yaitu : a.  Terbukti terjadi pelanggaran standar pelayanan.  b.  Terbukti pasien mengalami kerugian atau kerusakan setelah menjalani perawatan. c.  Terbutki ada hubungan sebab-akibat antara pelaksanaan praktik yang tidak sesuai standar dengan kerugian yang dialami pasien.

Dalam beberapa literatur untuk membuktikan terjadinya malpraktik harus memenuhi rumusan 4D : a.  Duty ; kewajiban  b.  Dereliction of duty ; mentelantarkan kewajiban c.  Damage ; rusaknya kesehatan seseorang / kecacatan d.  Direct causation between damage with dereliction of duty ; adanya hubungan langsung antara tindakan menelantarkan kewajiban dengan rusaknya kesehatan / kecacatan. Belum ada jaminan bahwa, pelayanan kesehatan yang diberikan petugas dapat memberikan kepuasan. Pada saat tertentu pelayanan tersebut justru menimbulkan kerugian besar pada pasien (cacat,mati). Kerugian tersebut merupakan risiko para pihak (salah satunya sebagai pemberi pelayanan). Di dalam KUHPi dana tidak menyebutkan secara tersurat maupun tersirat mengenai apa sesungguhnya yang dimaksud dengan  pengertian mampu bertanggung jawab. Pengertian tentang itu, dapat kita temukan dalam ilmu pengetahuan tentang hukum yang diungkapkan oleh para sarjana. J.  Kasus Mal Praktik 1.  Balita Meninggal Disuntik Kasus malpraktik yang sempat menyita perhatian masyarakat Indonesia terjadi  pada akhir Oktober 2015. Kala itu, korban bernama Falya Raafan Blegur, anak kedua  pasangan Ibrahim Blegur dan Eri Kusrini meninggal akibat dugaan malpraktik yang dilakukan oleh salah seorang dokter di Rumah Sakit Awal Bros, Bekasi. Falya sempat dirawat di ruang ICU sejak Kamis, 29 Oktober 2015, sebelum akhirnya menghembuskan nafas terkahir pada Minggu 1 November 2015.

 

Pihak keluarga merasa ada sesuatu yang janggal, sehingga mereka tidak dapat menerima pernyataan dokter bahwa anak kedua mereka telah tiada. Padahal, beberapa hari sebelumnya, pihak rumah sakit mendiagnosa Falya mengalami dehidrasi ringan. Menurut pengakuan Ibrahim, anak keduanya itu sudah mulai ceria dan mulai bermain dengan kakaknya. Bahkan, ia sudah bisa berlarian. Namun nahas, sebelum diperbolehkan pulang, seorang dokter dilaporkan menyuntikkan cairan ke dalam infusnya. Setelah disuntik, kondisi Falya mendadak kritis. Sekujur tubuhnya tubuhn ya membiru, muncul bintik-bintik, dan keluar busa dari mulutnya. mulutn ya. 2.  Meregang Nyawa Dari sekian banyak kasus malpraktik dan penelantaraan pasien oleh pihak rumah sakit, kasus yang menimpa Ayu Tria (7) yang harus mendapat perhatian penuh para  pihak medis. Pada akhir tahun 2012 lalu, Ayu dilaporkan meninggal dunia setelah dilarikan ke RSAB Harapan Kita karena kondisinya yang tiba-tiba drop. d rop. Setelah tiba di rumah skait, Ayu langsung di bawa ke ruang Unit Gawat Darurat (UGT) untuk ditangani pihak RS. Ia kemudian dipindahkan ke ruang ICU atas saran dokter. Proses pemindahan sempat terhambat sekitar 15 menit karena jalan dari UGD menuju ICU ternyata terganggu oleh peralatan syuting sebuah film layar lebar. Ayu Tria langsung diinfus dan dipasangi alat pacu jantung ketika memasuki ruang ICU.  Namun sayangnya, beberapa jam kemudian, dokter menyatakan bahwa Ayu telah meninggal dunia. Menurut Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, kasus penelentaraan ini bisa masuk dalam kategori malpraktik. “Kasus ini harus diusut oleh Kemkes untuk mencari tahu apakah korban meninggal karena ruang ICU di pakai untuk syuting atau ada faktor lain. Kalau benar karena syuting, jelas ini bisa masuk dalam kategori malpraktik,” kata tulus kepada Okezone, Jumat 28 Desember 2012. 3.  Ujung Kelamin Terpotong Peristiwa nahas menimpa seorang bocah laki-laki berinisial MI (9). Ujung alat vitalnya tak sengaja terpotong dan tidak bisa disambung lagi saat sedang menjalani  proses khitan. Kejadian ini berlangsung di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.

 

Menurut laporan penyidik, kala itu pelaku menggunakan ala khitan kh itan laser dan mengaku idak memiliki izin resmi sebagai perawat medis, termasuk sebagai juru khitan. khi tan. Tak terima dengan nasib malang yang menimpa sang anak, pihak keluarga langsung melaporkan seorang tersangka berinisial B atas dugaan malpraktik. Pihak kepolisian menjelaskan, selama ini tersangka tidak pernah memasan papan praktik khitan di kediamannya. Kendati demikian, nama B cukup populer di kalangan warga sebagai juru khitan. Ia juga kerap terlibat dalam acara sunatan massal.

 

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan

Bahaya malpraktek memang luar biasa. Tidak hanya mengakibatkan kelumpuhan atau gangguan fatal organ tubuh, tetapi juga menyebabkan kematian. Masalah yang ditimbulkan  pun bisa sampai pada masalah nama baik, baik pribadi bahkan negara, seperti yang dipaparkan waktu penjelasan fenomena malpraktek pada era globalisasi tadi. Benar-benar kompleks sekali permasalahan yang timbul akibat malpraktek ini. Sehingga benar bahwa malpraktek dikatakan sebagai sebuah malapetaka bagi dunia kesehatan di Indonesia.

B.  Saran Terhadap dugaan malpraktik medik, masyarakat dapat melaporkan kepada penegak hukum

(melalui jalur hukum pidana), atau tuntutan ganti rugi secara perdata, ataupun menempuh ketentuan pasal 98 KUHAP memasukkan perkara pidana sekaligus tuntutan gantirugi secara perdata.

 

DAFTAR ISI

http://repository.usu.ac.id/bitsream/handle/123456789/53128/Chapter%2520II.pdf   https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51314ec548bec/hukum-malpraktik-diindonesia/   indonesia/ htpps://www.google.com/amp/s/deniaprianichan.wordpress.com/2013/05/17/henry-campell b/amp/ https://lifestyle-okezonecom.cdn.ampproject.org/v/s/lifestyle.okezone/amp/2018/10/20/481/1966555/3-kasus-malpraktikmenggemparkan-indonesia-salah-potong-kelamin-hingga-suntuk-mati   menggemparkan-indonesia-salah-potong-kelamin-hingga-suntuk-mati https://www.academia.edu/35334442/LATAR_BELAKANG_TIMBULNYA_MALPRAKTIK   https://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/dokumen/V10M2010%2520Bambang%2520Hery anto.pdf   https://repository.umy.ac.id/bitsream/handle/123456789/23821/7.%2520BAB%25204%2520MA LPRAKTIK%2520MEDIK.pdf  

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF