Makalah Ergo
July 3, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Makalah Ergo...
Description
Makalah Pembahasan Work-related Muskuloskeletal Disorders (WMSD)
Nama :Alfika Riyanti Prastiwi No :R.0214007 Kelas : A
PROGRAM STUDI D4 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah, yang berjudul “ Sistem Muskuloskeletal”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi perbaikan perbaik an makalah ini.
Surakarta, 6 Juni 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................. PENGANTAR.............................. ......................... ........................ ......................... ............. .
ii
DAFTAR ISI ................................ ................ ................................. ................................. ................................. ...................
iii
BAB I.
PENDAHULUAN ................................. ................. ................................ .......................... ..........
1
A. Latar Belakang ................. ................................. ................................ .......................... ..........
1
B. Rumusan Masalah .............. ............................... ................................. ....................... .......
3
C. tujuan ................................ ............... ................................. ................................ .......................... ..........
3
BAB II. PEMBAHASAN ................ ................................ ................................. ............................. ............
5
A. Pelaksanaa Pelaksanaan n ................ ................................ ................................. ................................ ...............
5
B. Deskripsi Perusahaan………………………………………… ....
5
C. Observasi ............... ............................... ................................ ................................. ..................... ....
7
BAB III. KESIMPULA KESIMPULAN N ........................ .................................... ........................ ......................... .............
12
A. Kesimpulan .....……………………………………
12
B. Saran ………………………………………………
12
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, saat ini perkembangan industri berlangsung sangat pesat, baik industri indust ri sektor usaha formal fo rmal maupun sektor sek tor usaha informal. Sektor usaha informal terdiri dari industri rumah tangga, pertanian, perdagangan dan perkebunan. Di Indonesia, sektor usaha informal diperkirakan mampu menyerap sekitar 90% atau sekitar 70 juta jiwa pada tahun 2013/2014. Kelompok sektor usaha informal ini tersebar di desa dan kota. Di desa, jumlah pekerja sektor usaha informal adalah sekitar 77,3% dari jumlah penduduk dan sebagian besar didominasi oleh pekerja perempuan. Di kota, pekerja sektor usaha us aha informal adalah adala h sekitar 45,3% 45,3 % dari jumlah penduduk p enduduk dan sebagian besar didominasi oleh perempuan. Semua industri sektor usaha formal dan informal diharapkan dapat menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam menjalankan tugas agar para pekerja merasa aman dalam bekerja, bebas dari penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Salah satu penyakit akibat kerja yang dapat muncul sewaktu-waktu adalah musculoskeletal disorders (MSDs). MSDs merupakan salah satu penyakit akibat posisi atau sikap kerja yang salah. MSDs merupakan gangguan fungsi normal otot, tendon, saraf, pembuluh darah, tulang dan ligamen, tulang dan persendian pada titik-titik ekstrim tubuh bagian atas (tangan, pergelangan, siku dan bahu), tubuh bagian bawah (kaki, lutut dan pinggul) dan tulang belakang (punggung dan leher), akibat perubahan struktur atau sistem musculoskeletal di dalam waktu pendek ataupun lama. Biasanya CTDs mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Tubuh bagian atas terutama punggung dan lengan adalah bagian yang paling rentan terhadap resiko CTDs. Jenis pekerjaan seperti perakitan, pengolahan data menggunakan keyboard 4
komputer, pengepakan makanan dan penyolderan adalah pekerjaan-pekerjaan yang
mempunyai
siklus
pengulangan
pendek
dan
cepat
sehingga
menyebabkan timbulnya CTDs. Pekerjaan-pekerjaan dan sikap kerja yang statis sangat berpotensi mempercepat timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika kondisi seperti ini berlangsung setiap hari dan dalam waktu yang lama bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot, sendi,
tendon,
ligamen dan jaringan-jaringan lain. Oleh karena itu perlu diketahui bahwa gangguan sistem muskuloskeletal pada saat bekerja sangat berbahaya bagi para pekerja, apalagi bila kegiatan tersebut berulang secara terus menerus. Maka perlu dilakukan metode atau identifikasi dalam penanganan gangguan tersebut, agar dapat meminimalkan angka cedera, gangguan, atau sakit terhadap pekerjaannya. B. Rumusan Masalah
- Apa yang yang dimaksud gangguan muskuloskeletal ? - Apakah jenis Penyakit Musculoskeletal disorders (MSDs) ? - Faktor apa saja yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal ? - Bagaimanakah langkah untuk mengatasi keluhan pada gangguan muskuloskeletal ? -
Apa saja metode penilaian dalam keluhan sistem muskuloskeletal ?
C. Tujuan
- Untuk mengetahui pengertian gangguan muskuloskeletal. - Mengetahui jenis Penyakit Musculoskeletal disorders (MSDs) - Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan muskuloskeletal . - Untuk
mengetahui
bagaimana
langkah
mengatasi
gangguan
muskuloskeletal . - Untuk
mengetahui
metode
penilaian
dalam
keluhan
sistem
muskuloskeletal.
5
BAB II PEMBAHASAN
A. Gangguan Sistem Muskuloskeletal Muskuloskeletal 1. Pandangan Umum
Keluhan pada sistem musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. apabila otot menerima beban statis secara verulang dan dalam waktu yang lama akan meyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon. Keluhan ini yang diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDS) atau cidera pada sistem musculoskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) Keluhan sementara (reversible ), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pemberian beban dihentikan; 2) Keluhan menetap ( Persistent Persistent ), ), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walapun pemberian beban kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. Hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot bagian bawah, dengan diantara keluhan sistem musculoskeletal tersebut yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain). Laporan dari the Bureau of Labour Statistics (BLS) Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat yang dipublikasikan tahun 1982 menunjukkan hampir 20 % dari semua khasus sakit akibat kerja dan 25 % biaya kompensasi yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan atau sakit pinggang. Besarnya biaya kompensasi untuk keluhan sistem musculoskeletal yang harus dikeluarkan perusahaan secara pasti belum 6
diketahui. Namun, hasil estimasi yang dipublikasikan oleh NIOSH menunjukkan bahwa biaya kompensasi untuk keluhan musculoskeletal sudah mencapai 13 milyar U$ setiap tahun. Biaya tersebut merupakan yang terbesar apabila dibandingkan dengan biaya kompensasi untuk keluhan atau sakit akibat kerja lainnya. (NIOSH, 1996). Sementara National Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang
frekuensi kejadiannya paling tinggi adalah sakit punggung, yaitu 22 % dari 1.700.000 kasus. (Waters, et al, 1996a). Khasus sistem muskoloskeletal pada umumnya terjadi karena konstraksi otot yang berlebih akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan den gan durasi pembebanan yang panjang. panjan g. Sebaliknya Sebalikn ya keluhan kel uhan otot ot ot mungkin tidak akan terjadi apabila konstraksi otot hanya berkisaran sekitar antara 15-20 % dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20 % maka peredaran darah pada otot merkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolism kharbohidrat terhambat dan sebgai akibatnya akan terjadi penimbunan asam laktat yang akan meyebabkan timbulnya rasa nyeri oto. (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993). 2. Pengertian M Mus uscu culo loske skele lettal di so sorde rders rs (MSDs)
Musculoskeletal disorders (MSDs) atau gangguan otot rangka
merupakan kerusakan pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago, dan discus invertebralis. Kerusakan pada otot dapat berupa ketegangan otot, inflamasi, dan degenerasi. Sedangkan kerusakan pada tulang dapat berupa memar, mikro faktur, patah, atau terpelintir. MSDs terjadi dengan dua cara: a) Kelelahan dan keletihan terus menerus yang disebabkan oleh frekuensi atau periode waktu yang lama dari usaha otot, dihubungkan dengan pengulangan atau usaha yang terus menerus dari bagian tubuh yang sama meliputi posisi tubuh yang statis;
7
b) Kerusakan tiba-tiba yang disebabkan oleh aktivitas yang sangat kuat/berat atau pergerakan yang tak terduga. Frekuensi yang lebih sering terjadi MSDs adalah pada area tangan, bahu, dan punggung. Aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya MSDs yaitu penanganan bahan dengan punggung yang membungkuk atau memutar, membawa ke tempat yang jauh (aktivitas mendorong dan menarik), posisi kerja yang statik dengan punggung membungkuk atau terus menerus dan duduk atau berdiri tiba-tiba, mengemudikan kendaraan
dalam
waktu
yang
lama
(getaran
seluruh
tubuh),
pengulangan atau gerakan tiba-tiba meliputi memegang dengan atau tanpa kekuatan besar. Musculoskeletal disorders (MSDs) juga dikenal dengan nama lain,
diantaranya: 1. Repetitive Strain Injuries (RSIs); 2. Cumulative Trauma Disorders (CTDs); 3. Overuse Injuries; 4. Repetitive Motion Disorders; 5. Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs). 3. Jenis Penyakit M Mus uscu culo loske skele lettal di so sorde rders rs (MSDs)
Jenis-jenis keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) antara lain: a) Sakit Leher Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang mengenai leher, peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring atau kaku leher. Pengguna komputer yang terkena sakit ini adalah pengguna yang menggunakan gerakan berulang pada kepala seperti menggambar dan mengarsip, serta pengguna dengan postur yang kaku;
8
b) Nyeri Punggung Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk gejala nyeri punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis, ataupun spasme otot. Nyeri punggung juga dapat disebabkan oleh tegangan otot dan postur yang buruk saat menggunakan komputer;
c) Carpal Tunnel Syndrome Merupakan
kumpulan
gejala
yang
mengenai
tangan
dan
pergelangan tangan yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas berulang yang menyebabkan penekanan pada pad a nervus medianus. Keadaan berulang ini antara lain seperti mengetik, arthritis, fraktur pergelangan tangan yang penyembuhannya penyembuhann ya tidak normal, atau kegiatan apa saja yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus;
9
d) De Quervains Tenosynovitis Penyakit ini mengenai pergelangan tangan, ibu jari, dan terkadang lengan bawah, disebabkan oleh inflamasi tenosinovium dan dua tendon yang berasa di ibu jari pergelangan tangan. Aktivitas berulang
seperti
mendorong space
bar dengan
ibu
jari,
menggenggam, menjepit, dan memeras dapat menyebabkan inflamasi pada tenosinovium. Gejala yang timbul antara lain rasa sakit pada sisi ibu jari lengan bawah yang dapat menyebar ke atas dan ke bawah;
e) Thoracic Outlet Syndrome Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan tangan yang ditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa pada daerah tersebut. Terjadi jika lima saraf utama dan dua arteri yang meninggalkan
leher
tertekan.
Thoracic
Outlet
Syndrome
disebabkan oleh gerakan berulang dengan lengan diatas atau maju
10
kedepan. Pengguna komputer beresiko terkena sindrom ini karena adanya gerakan berulang dalam menggunakan keyboard dan mouse;
f) Tennis Elbow Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor,
tendon yang berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar ke pergelangan tangan. Tennis elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan tekanan pada p ada tendon ekstensor.
g) Low Back Pain Nyeri punggung bagian bawah salah satu Musculoskeletal disorders yang paling sering mempengaruhi kadang-kadang hingga
80% dalam hidup manusia. Umumnya, rasa sakit di punggung bawah pada satu atau kedua belah bagian hingga kadang-kadang kadang-kadan g memperluas ke bokong atau paha. Low back pain terjadi apabila ada penekanan pada daerah lumbal yaitu yaitu L4 dan L5. Apabila dalam
11
pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh membungkuk ke depan maka akan terjadi penekanan pada discus. Hal ini berhubungan dengan posisi duduk yang janggal, kursi yang tidak ergonomis dan peralatan lainnya yang tidak sesuai dengan antopometri pekerja. Orang yang berisiko tinggi terkena sakit punggung bawah adalah usia 20-40 tahun dan mereka yang pekerjaannya melibatkan tenaga fisik yang mengangkat, mendorong atau menarik benda berat atau memutar selama mengangkat.
h) Reumatik Jaringan Otot Lunak Lunak Diantara yang paling umum dari Musculoskeletal disorders adalah sesuatu yang menyebabkan rasa sakit di daerah otot atau tendon dari kaki tetapi tidak dalam sendi. Hal ini disebut dengan gangguan jaringan lunak yang mencakup berbagai bentuk lokal dari Tendinitis dan Bursitis (radang kandung lendir) serta gangguan nyeri yang lebih umum. Gangguan ini adalah penyebab umum sakit di bahu, siku, pinggul, leher dan kaki.
12
4. Faktor Penyebab Keluhan Pada Sistem Muskuloskeletal
Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang meyebabkan terjadinya keluhan sistem musculoskeletal, antara lain: a) Peregangan otot yang berlebih Peregangan otot berlebih pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja yang aktivitasnya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat. Peregangan otot ini terjadi mkarna pengarahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Hal ini jika sering dilakukian maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat meyebabkan terjadinya cidera sistem musculoskeletal. b) Aktifitas berulang Aktivitas berulang merupakan pekerjaaan yang dilakukan secara terus menerus sperti mencangkul, membelah kayu besar, angkatangkut, dll. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. c) Sikap kerja tidak alamiah Sikap alabiah merupakan sikap kerja yang meyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergera menjauhi posisi alamiah. Sontohnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk dan kepala terangkat. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan sistem musculoskeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan kerja ( Grandjean, 1993; Anis & McConville, 1996; Waters & Anderson, 1996 & Manuaba, 2000). Di Indonesia sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh ketidaksesuaian antara dimensi alat atau stasiun kerja dengan 13
ukuran tubuh pekerja. Sebagai Negara berkembang sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada perkembangan teknologi-teknologi Negara maju, khususnya dalam pengadaan peralatan industry. Mengingat bahwa peralatan tersebut didesain tidak berdasarkan ukuran tubuh orang Indonesia, maka orang Indonesia harus mengoperasikan peralatan tersebut maka terjadilah sikap tidak alamiah. Sehingga hal ini disebabkan karena Negara pengekspor didalam mendesain mesin-mesin tersebut hanya didasarkan pada anthropometri dari populasi pekerja Negara yang bersangkutan, yang pada kenyatannya kenyatann ya ukuran tubuhnya lebih besar dari pekerja kita. Sudah dapat dipastikan bahwa kondisi tersebut akan menyebabkan sikap paksa pada waktu yang lama, maka akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat meyebabkan terjadinya cedera otot. d) Faktor penyebab sekunder 1) Tekanan. terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. 2) Getaran. Getaran dengan frekuansi tinggi akan meyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini meyebabkan peredaran darah tidak lan lancer, cer, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma’mur, 1995).
3) Mikroklimat. Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan kerja sehingga gerakan menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunya kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1977; Pulat, 1992; Wilson & Corlett, 1992). Demikian dengan paparan udara panas. Suhu yang berbeda dengan lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar meyebabkan sebagian besar meyebabkan sebagian energy yang ada didalam tubuh akn termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini terjadi dan tidak diimbangi dengan pasokan energy yang 14
cukup maka akan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot sehingga mengakibatkan peredaran darah kurang lancer, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang akan menimbulkan rasa nyeri otot. e) Penyebab
Kombinasi.
Resiko
terjadinya
keluhan
sistem
musculoskeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor risiko dalam waktu yang bersamaan. Selain beberapa faktor diatas. Faktor penyebab terjadinya keluhan otot skeletal antara lain: (1) Umur Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada p ada umur setengah baya, b aya, kekuatan san ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat. Sebagai contoh, Betti’e, et.al.
(1986) telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan diatas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung, dan kaki. Hasil penelitian menujukkan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, rerata kekuatan otot menurun sampai 20%. Pada saat kekuatan otot mulai menurun inilah maka resiko terjadinya keluhan otot akan meningkat. Riihimaki, et.al. (1989) menjelaskan bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan sistem muskuloskeletal, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada
15
beberapa ahli lainnya lain nya menyatakan bahwa b ahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot. (2) Jenis kelamin Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap resiko keluhan sistem muskuloskeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. Astrand & Rodahl (1996) menjelaskan bahwa kekuatan ototwanita hanya sekitar dua per tiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti’e et al. (1989) menujukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% kekuatan otot pria, khusunya untuk otot
lengan, punggung, dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang, et.al. (1993), Bernard, et.al. (1994), hales, et.al. (1994) dan Johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3. Dari uraian tersebut diatas, maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan diper timbangkan dalam mendesain mendesai n beban tugas. (3) Kebiasaan merokok Sama halnya dengan faktor jenis kelamin pengaruh kebiasaan meroko terhadap resiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Boshuizen, et.al. (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kesegaran tubuh seseorang.
Kebiasaan merokok akan dapat 16
menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandunagn oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. (4) Kesegaran jasmani Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan dalam seseorang yang aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat.
Sebaliknya,
bagi yang dalam
kesehariannya
melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, disisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, istirah at, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh. Laporan NIOSH yang dikutip dari penelitian Cady, et.al. (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka resiko terjadinya keluhan adalah 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8%. Hal ini juga
diperkuat
dengan
laporan
Betti’e,
et.al.
(1989)
yang
menyatakan bahwa hasil penelitian terhadap para penerbang menujukkan bahwa kelompok penerbang dengan tingkat kesegaran tubuh yang tinggi mempunyai resiko yang sangat kecil terhadap resiko terjadinya cedera otot. Dari uraian diatas dapat digaris bawahi bahwa, tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik. (5) Kekuatan fisik Sama halnya dengan beberapa faktor lainnya, hubungan antara kekuatan fisik dengan resiko keluhan sistem muskuloskeletal juga masih diperdebatkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya 17
hubungan yanf signifikan, namun penelitian lainnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan hu bungan antara anta ra kekuatan fisik dengan keluhan otot skeletal. Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada para pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Bagi pekerja yang kekuatan ototnya rendah, resiko terjadinya keluhan tiga kali lipat dari yang mempunyai kekuatan tinggi. Sementara itu, Betti’e, et.al. (1990)
menemukan bahwa pekerja yang sudah mempunyai keluhan pinggang mampu melakukan pekerjaan seperti pekerja lainnya yang belum memiliki keluhan pinggang. Terlepas dari perbedaan kedua hasil penelitian tersebut diatas, secara fisiologis ada yang dilahirkan dengan struktur otot yang mempunyai kekuatan fisik lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya. Dalam kondisi kekuatan yang berbeda ini, apabila harus melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, jelas yang mempunyai mempu nyai kekuatan rendah akan lebih rentan terhadap resiko cedera otot. Namun untuk pekerjaan pekerjaan yang tidak memerlukan pengerahan tenaga, maka faktor kekuatan fisik kurang relevan terhadap resiko keluhan sistem muskuloskeletal. (6) Ukuran tubuh (antropometri) Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan masa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. Vessy, et.al. (1990) menyatakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai resiko dua kali lipat dibandingkan dengan wanita kurus. Hal ini diperkuat oleh Werner, et.al (1994) yang menyatakan bahwa bagi pasien yang gemuk (obesitas dengan masa tubuh >29) mempunyai resiko 2,5 lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus (masa tubuh
View more...
Comments