Makalah-endometriosis

April 26, 2018 | Author: Ichwan Jalo | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Makalah-endometriosis...

Description

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Endometriosis merupakan penyakit merupakan  penyakit yang hanya diderita kaum perempuan. kaum perempuan. Prevalensi endometriosis cenderung meningkat setiap tah tahun, walaupun data  pastinya belum dapat diketah diketahui. Menurut Jacoe  b (2007), angka kejadian di Indonesia belum dapat diperkirakan karena belum ada studi epidemiologik, tapi dari data temuan di rumah rumah sakit, angkanya berkisar  13,6-69,5% 13,6-69,5%  pada kelompok  infertilitas. Bila persentase ila  persentase terse but  but dikaitkan dengan jumla dengan  jumlah h  penduduk  sekarang, maka di negeri ini akan ditemukan sekitar  13  juta  penderita endometriosis  pada wanita usia  produktif. K aum aum  perempuan tampaknya  perlu mew mewaspadai penyakit aspadai  penyakit yang seringkali ditandai dengan nyeri he bat  bat  pada saat haid ini (W (Wid idh hi, 2007). 2007) . Penye ba  ba b endometriosis dapat dise ba  ba bkan  bkan oleh oleh kelainan genetik, gangguan sistem keke balan  balan yang memungkinkan sel endometrium melekat dan  berkem  berkem bang,  bang, menye butkan  butkan

serta

 pengaruh  pengaruh-pengaruh -pengaruh

bahwa hwa

 pestisida

dalam

dari

lingkungan.

makanan

dapat

Sum ber   ber 

lain

menye ba  ba bkan  bkan

ketidakseim bangan  bangan hormon. Faktor-faktor  lingkungan seperti  pemakaian wadah adah  plastik, mic microw rowave, dan alat memasak  dengan  jenis tertentu dapat menjadi  b

 penye ba  ba b endometriosis (W (Wood, ood, 2008 ). Penyakit endometriosis umumnya munc muncul  pada usia reproduktif. Angka kejadian endometriosis menc mencapai 5-10 5-10% %  pada wanita umumnya dan le bi  bih dari 50% terjadi  pada wanita perimenopause anita  perimenopause.. Gejala endometriosis sangat tergantung  pada letak  sel endometrium ini berpindah erpindah. Yang  paling menonjol adalah adalah adanya nyeri  pada  panggul, seh sehingga hampir  7171-87% 87% kasus didiagnosa aki bat  bat keluh keluhan nyeri kronis he bat  bat  pada saat haid, dan hanya 38% 38% yang munc muncul aki bat  bat keluh keluhan

1

infertil (mandul) mandul). Tetapi ada  juga yang melaporkan  pernah  pernah terjadi  pada masa menopause dan bahkan ada yang melaporkan terjadi  pada 40% 40%  pasien histerektomi

( pengangkatan rah rahim) im). Selain itu  juga 10% 10% endometriosis ini dapat

munc muncul  pada mereka yang mempunyai riw riwayat endometriosis dalam keluarganya (Wid (W idh hi, 2007). 2007) .

B. Permasalahan

A pa  penye ba  ba b dan bagaimana gejala dari  penyakit endometriosis  pada organ reproduksi wanita terse but.  but.

C. Tujuan Untuk  mengetah mengetahui  penye ba  ba b

dan gejala yang ditim bulkan  bulkan oleh oleh  penyakit

endometriosis pada endometriosis pada organ reproduksi wanita.

2

infertil (mandul) mandul). Tetapi ada  juga yang melaporkan  pernah  pernah terjadi  pada masa menopause dan bahkan ada yang melaporkan terjadi  pada 40% 40%  pasien histerektomi

( pengangkatan rah rahim) im). Selain itu  juga 10% 10% endometriosis ini dapat

munc muncul  pada mereka yang mempunyai riw riwayat endometriosis dalam keluarganya (Wid (W idh hi, 2007). 2007) .

B. Permasalahan

A pa  penye ba  ba b dan bagaimana gejala dari  penyakit endometriosis  pada organ reproduksi wanita terse but.  but.

C. Tujuan Untuk  mengetah mengetahui  penye ba  ba b

dan gejala yang ditim bulkan  bulkan oleh oleh  penyakit

endometriosis pada endometriosis pada organ reproduksi wanita.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Struktur Organ Reproduksi Wanita

Struktur  reproduksi eksternal  perempuan adalah adalah klitoris dan dua  pasang la bia  bia yang mengelilingi klitoris dan lu bang  bang vagina. Organ reproduksi internal terdiri dari sepasang gonad dan se bua  buah h duktus dan ruangan untuk  mengh menghantarkan gamet dan menampumg embrio dan  fetus.  fetus. Sistem reproduksi  perempuan tidak  sepenuh sepenuhnya tertutup, dan sel telur  dilepaskan ke dalam rongga a bdomen  bdomen di dekat  pem bukaan  bukaan saluran telur  atau tuba Fallopii. Fallopii. Saluran telur  manusia mempunyai  pem bukaan  bukaan yang mirip corong dan berum bai-um  bai-um bai  bai yang dise but  but  fimbriae.  fimbriae. Silia yang terdapat  pada epitelium bagian dalam yang melapisi duktus itu akan mem bantu  bantu menarik  sel telur  dengan cara menarik  cairan dari rongga tu bu  buh ke dalam duktus terse but.  but. Silia  juga mengirimkan sel telur  menuruni duktus sampai di uterus, yang  juga dikenal se bagai rahim.  bagai rah

Uterus

adalah adalah organ yang te bal  bal dan

 berotot  berotot yang dapat mengem bang  bang selama keh kehamilan untuk  menampung  fetus dengan bo bot  bot hingga 4 kg. Lapisan dalam uterus, yakni endometrium, dialiri oleh ole h  banyak   banyak  pem  pem bulu  buluh h darah darah (Camp (Camp bell,  bell, 2004). 2004) .

Gam bar   bar 1 1. Struktur O truktur  Organ R eproduksi eproduksi Wanita (Purves (Purves et al, 2007)

3

B. Siklus Menstruasi

Istilah siklus menstruasi secara spesifik  mengacu  pada  peru bahan yang terjadi dalam uterus. Melalui kesepakatan, hari  pertama  periode menstruasi  perempuan atau hari  pertama menstruasi dinyatakan se bagai hari 1 dari siklus terse but. Fase aliran menstruasi ( M enstrual Flow P hase) siklus terse but, saat  pendarahan

menstruasi

(hilangnya

se bagian

besar 

lapisan

fungsional

endometrium) terjadi, umumnya berlangsung be berapa hari. K emudian sisa endometrium yang tipis lainnya mulai mengalami regenerasi dan mene bal selama seminggu atau dua minggu. Fase terse but dinamakan fase  proliferasi ( Proliferasi  P hase) siklus menstruasi. Selama fase berikutnya yaitu fase sekresi (Secretory  P hase) yang umumnya berlangsung sekitar  dua minggu lamanya, endometrium mene bal, mengandung le bih banyak   pem buluh, dan mengem bangkan kelenjar  yang mensekresikan cairan yang kaya glikogen (Price, 2005).

C. Siklus Ovarium

Siklus ini dimulai dengan fase folikel (  Follicular cycle) saat be berapa folikel di ovarium mulai tum buh. Sel telur  mem besar dan pem bungkus sel folikel  berlapis-lapis. Di antara be berapa folikel yang mulai tum buh, umumnya hanya satu yang mem besar  dan matang, sementara yang lainnya akan mengalami disintegrasi. Folikel yang mengalami  pematangan itu mengem bangkan rongga internal yang  penuh cairan dan tum buh menjadi sangat besar, dan mem bentuk  tonjolan dekat  permukaan ovarium. Fase folikuler  berak hir  dengan ovulasi, ketika folikel dan dinding ovarium di dekatnya pecah sehingga melepaskan oosit. Jaringan folikel yang tetap ada di ovarium setelah ovulasi berkem bang menjadi korpus luteum ( jaringan endokrin yang mensekresikan hormon betina) selama fase luteal ( Luteal P hase) (Guyton, 2007).

4

Gam bar 2. Siklus Ovarium (Purves et al, 2007)

D. Hormon, Siklus Ovarium dan Siklus Menstruasi

Hormon mengkoordinasikan siklus menstruasi dan siklus ovarium sedemikian rupa sehingga folikel dan  peristiwa ovulasi disinkronasikan dengan  persiapan dinding uterus untuk  kemungkinan implantasi em brio. Lima hormon  berpartisipasi dalam skema rumit yang meli batkan baik  umpan balik  negatif  maupun

 posisif.

Hormon-hormon

terse but

adalah

hormon  pem be bas

gonadotropin (GnRH), yang disekresikan oleh hipotalamus, hormon  perangsang folikel (FSH) dan hormon lutenisasi (LH), yang merupakan dua gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior  dan estrogen serta  progesteron, yaitu dua hormon kelamin yang disekresikan oleh ovarium (Price, 2005). Selama fase folikuler  siklus ovarium,  pituitari mensekresikan sejumlah kecil FSH dan LH se bagai respon ter hadap rangsangan GnRH dari hipotalamus. Pada waktu terse but sel-sel folikel ovarium yang belum matang mempunyai reseptor  untuk  FSH. FSH merangsang  pertum buhan folikel dan sel-sel folikel yang sedang tum buh ini mensekresikan estrogen. Peningkatan kadar  estrogen secara perlahan terjadi selama se bagian besar fase folikuler.

5

Gam bar 3. Umpan Balik Negatif (Purves et al, 2007) Peningkatan kecil kadar  estrogen terse but akan mengham bat sekresi hormon  pituitari, sehingga mempertahankan kadar  FSH dan LH relatif  rendah selama fase folikuler. Hu bungan antar  hormon terse but beru bah secara radikal dan relatif  mendadak  ketika sekresi estrogen oleh folikel yang sedang tum buh mulai meningkat. Sementara  peningkatan kadar  estrogen yang terjadi dapat mengham bat sekresi gonadotropin  pituitari, estrogen dalam konsentrasi tinggi mempunyai  pengaruh berlawanan dan merangsang sekresi gonadotropin dengan cara mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan produksi GnRH. Pengaruh itu le bih besar  untuk  LH karena konsentrasi estrogen yang tinggi, selain merangsang sekresi GnRH,  juga meningkatkan sensitifitas mekanisme pelepasan LH di  pituitari ter hadap sinyal hipotalamus (GnRH). Pada saat itu, folikel telah mempunyai reseptor  ter hadap LH dan dapat merespon ter hadap  petunjuk  hormonal ini. Dalam satu contoh umpan balik  positif,  peningkatan konsentrasi LH yang dise ba bkan oleh  peningkatan sekresi estrogen dari folikel yang sedang tum buh menginduksi  pematangan ak hir  folikel terse but, dan ovulasi terjadi sekitar sehari setelah lonjakan kadar LH terse but (Price, 2005).

6

LH dapat merangsang transformasi  jaringan folikel yang tertinggal di ovarium untuk  mem bentuk  korpus luteum setelah ovulasi. Selama fase luteal siklus ovarium, LH mempengaruhi korpus luteum mensekresikan estrogen dan hormon steroid kedua yaitu  progesteron. K orpus luteum umumnya mencapai  perkem bangan maksimalnya sekitar  8 sampai 10 hari setelah ovulasi. Setelah kadar  estrogen dan  progesteron meningkat, kom binasi hormon-hormon terse but mem berikan umpan balik  negatif   pada hipotalamus dan  pituitari, sehingga mengham bat sekresi LH dan FSH. Mendekati ak hir  masa luteal, korpus luteum akan lisis (kemungkinan se bagai aki bat dari prostaglandin yang disekresikan oleh sel-sel itu sendiri). K onsekuensinya, konsentrasi estrogen dan  progesteron menurun. Penurunan kadar  hormon ovarium terse but mem be baskan hipotalamus dan  pituitari dari  pengaruh yang bersifat mengham bat dari hormon-hormon terse but. K emudian pituitari mulai mensekresikan cukup FSH untuk  merangsang  pertum buhan folikel baru di ovarium, yang mengawali fase folikuler  siklus ovarium berikutnya (Guyton, 2007). Estrogen yang disekresikan dalam  jumlah yang semakin meningkat oleh folikel yang sedang tum buh, merupakan suatu sinyal hormonal ke uterus yang menye ba bkan endometrium mene bal. Dengan demikian, fase folikel siklus ovarium dikoordinasikan dengan fase  proliferasi siklus menstruasi. Penurunan cepat dalam kadar  hormon ovarium ketika korpus luteum lisis menye ba bkan kontraksi arteri dalam dinding uterus yang menye ba bkan dinding endometrium tidak  dialiri darah. Disintegrasi endometrium mengaki batkan menstruasi dan  permulaan satu siklus menstruasi baru (Guyton, 2007).

7

Gam bar 4. Siklus R eproduksi Wanita (http://www.grad.ttuhsc.edu/courses/histo/notes/female.html)

E. Definisi Endometriosis

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana  jaringan mirip dengan dinding rahim (endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tu buh (Smeltzer, 2001). Endometriosis  juga dapat berupa suatu keadaan dimana  jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar  kavum uteri dan diluar  miometrium (Prawirohardjo, 2008). Definisi lain tentang endometriosis yaitu terdapatnya kelenjar-kelenjar  dan stroma endometrium  pada tempat-tempat diluar  rongga rahim. Implantasi endometriosis bisa terdapat  pada ovarium, ligamen latum, Cavum Douglasi, tu ba Falopii, vagina, serviks,  pada  pusat,  paru-paru, dan kelenjar-kelenjar  limfa (R ay burn, 2001).

F.

Teori Penyebab Endometriosis

Ada teori  penye ba b endometriosis yang dinyatakan oleh  para ahli a

se bagai berikut (Wood, 2008 ):

8

1. Metaplasia Metaplasia yaitu  peru bahan dari satu tipe  jaringan normal menjadi tipe  jaringan

normal

lainnya.

Be berapa  jaringan

endometrium

memiliki

kemampuan dalam be berapa kasus untuk  menggantikan  jenis  jaringan lain di luar  rahim. Be berapa  peneliti  per caya hal ini terjadi  pada em brio, ketika  pem bentukan rahim  pertama. Lainnya  per caya bahwa be berapa sel dewasa mempertahankan kemampuan mereka dalam tahap em brionik  untuk  beru bah menjadi jaringan reproduksi. 2. Menstruasi Mundur dan Transplantasi Sampson (1920) mengatakan bahwa aliran menstruasi mundur  mengalir  melalui saluran tu ba (dise but "aliran mundur ") dan tersimpan  pada organ  panggul dan tum buh menjadi kista. Namun, ada sedikit bukti bahwa sel-sel endometrium dapat benar- benar  melekat dan tum buh ke organ  panggul  perempuan. Bertahun-tahun kemudian,  para  peneliti menemukan bahwa 90% wanita memiliki aliran mundur. 3. Predisposisi genetik  Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat keluarga menderita endometriosis le bih mungkin untuk terkena penyakit ini. Dan ketika diturunkan maka  penyakit ini cenderung menjadi le bih buruk  pada generasi  berikutnya. Studi di seluruh dunia yang sedang berlangsung yaitu studi  E ndogene

International mengadakan penelitian berdasarkan sampel darah dari

wanita dengan endometriosis dengan harapan mengisolasi se buah gen endometriosis.

9

Gam bar  5. Menstruasi Mundur  dan Transplantasi (http://ezco bar.com/dokteronline/dokter 15/index.ph p)

4. Pengaruh lingkungan Be berapa studi telah menunjuk  bahwa faktor  lingkungan dapat menjadi kontri butor  ter hadap  perkem bangan endometriosis, k hususnya senyawasenyawa yang bersifat racun memiliki efek  pada hormon-hormon reproduksi dan respon sistem keke balan tu buh, walaupun teori ini tidak  ter  bukti dan masih kontroversial. Hipotesis

ber  beda

terse but

telah

diajukan

se bagai

 penye ba b

endometriosis. Sayangnya, tak  satu  pun dari teori-teori ini sepenuhnya ter  bukti,  juga tidak  sepenuhnya menjelaskan semua mekanisme yang ber hu bungan dengan  perkem bangan  penyakit. Dengan demikian,  penye ba b endometriosis masih  belum diketahui. Se bagian besar  peneliti, berpendapat bahwa endometriosis ini diperparah oleh estrogen. Selanjutnya, se bagian besar   pengo batan untuk  endometriosis saat ini hanya berupaya untuk  mengurangi  produksi estrogen dalam tu buh wanita untuk meringankan gejala (Smeltzer, 2001).

10

G. Faktor Risiko

Wanita yang beresiko terkena  penyakit endometriosis, yaitu (Wood,  b

2008 ): y

Wanita yang i bu atau saudara perempuannya pernah menderita endometriosis

y

Memiliki siklus menstruasi kurang atau le bih dari 27 hari

y

 M enarke

(menstruasi yang pertama) terjadi pada usia relatif muda (< 11 thn)

y

Masa menstruasi berlangsung selama 7 hari atau le bih

y

Orgasme saat menstruasi

H. Ge jala Endometriosis

R asa sakit sering berkorelasi dengan siklus menstruasi, namun seorang wanita dengan endometriosis  juga dapat mengalami rasa sakit  pada waktu lain selama siklus bulanan. Bagi banyak  wanita, tapi tidak  semua, rasa sakit endometriosis dapat menjadi begitu  parah dan berdampak  signifikan dengan hidupnya. Nyeri yang dirasakan saat endometriosis terjadi se belum, selama, dan setelah menstruasi, selama ovulasi, dalam usus selama menstruasi, ketika buang air  kecil, selama atau setelah hu bungan seksual, dan didaerah  punggung bawah serta gejala lain mungkin dapat terjadi adalah diare atau sem belit (k hususnya dalam kaitannya dengan menstruasi),  perut kem bung (sehu bungan dengan c

menstruasi), perdarahan berat atau tidak  teratur, dan kelelahan (Wood, 2008 ).  Namun perlu ditekankan disini bahwa rasa sakit pada saat menstruasi atau dysmenorr hea tidak  selalu ber hu bungan dengan gejala endometriosis. K adar  hormone  prostaglandin yang tinggi akan cenderung menye ba bkan terjadinya dysmenorr hea (Wood, 2008c).

11

I.

Patologi

Organ yang biasa terkena endometriosis adalah ovarium, organ tu ba dan salah satu atau kedua ligamentum sakrouterinum, Cavum Douglasi, dan  permukaan uterus bagian belakang dapat ditemukan satu atau be berapa bintik  sampai benjolan kecil yang ber warna ke biru- biruan (Prawirohardjo, 2008).

Gam bar 6. K ista cokelat yang pecah pada ovarium se belah kiri (http://en.wikipedia.org/wiki/file:Perforierte_EndometrioseZyte.jpg) J.

Penyebab endometriosis

Ada be berapa teori yang diutarakan oleh be berapa ahli mengenai  penye ba b endometriosis yaitu (Eisen berg, 2009): 

Endometriosis mungkin dise ba bkan oleh faktor  keturunan, atau be berapa anggota keluarga mempunyai sifat yang mem buat mereka terlihat seperti endometriosis.



Tum buhnya  jaringan endometrium di bagian tu buh yang lain selain uterus melalui sistem peredaran darah atau sistem limfa.



Endometriosis dapat dise ba bkan adanya ganguan  pada sistem imunitas, endometriosis juga dapat menjadi kanker ovarium.



Hormon estrogen dapat menjadi  pemicu  pertum buhan endometriosis. Be berapa  penelitian memandang hal ini se bagai  penyakit sistem endokrin, sistem kelenjar, hormon, dan sekresi lain dari tu buh.

12



Jaringan endometrium  juga dapat ditemukan  pada bekas luka a bdominal dan mungkin ditemukan di tempat terse but aki bat kesalahan sewaktu pem bedahan.



Sejumlah kecil  jaringan saat  pem bentukan em brio yang kemudian beru bah menjadi endometriosis.



Penelitian ter  baru menunjukan adanya hu bungan antara  paparan dioksin dan endometriosis. Dioksin adalah senyawa yang bersifat toksik  yang berasal dari  pem buatan pestisida dan pem bakaran sampah plastik. Jaringan endometriosis dapat berada di a bdomen melewati tu ba Falopii

saat menstruasi. Transplantasi jaringan ini tum buh diluar uterus. Menurut Sumilat (2009, kom. pribadi),  penye ba b dari penyakit ini belum diketahui secara  pasti,  para ahli mengatakan bahwa ´banyak  faktor  yang menye ba bkan  penyakit endometriosis, dapat berasal dari aliran menstruasi mundur  dan implantasi, metaplasia,  predisposisi genetik, dan  pengaruh lingkungan´. Orgasme saat menstruasi dapat menim bulkan aliran menstruasi mundur  dan endometriosis dapat menurun ke wanita yang i bu atau saudara  perempuan menderita endometriosis karena terjadi  penurunan imunitas  pada  penderita endometriosis, hal ini sesuai teori  predisposisi genetik  yang dikemukakan oleh Dmoski tahun 1995. Sumilat (2009, kom. pribadi)  juga berpendapat bahwa gangguan sistem imun  juga dapat menye ba bkan tim bulnya  penyakit ini, menurut  penelitian J.A. Hill tahun 1988 mendapatkan adanya kegagalan dalam sistem  peluruhan darah haid oleh makrofag dan fungsi sel NK  yang menurun  pada endometriosis (Simatupang, 2003). Sumilat (2009, kom. pribadi) berpendapat bahwa penurunan sistem imun ini yang kemudian diturunkan ke generasi berikutnya. Sehingga keturunan selanjutnya memiliki resiko terkena endometriosis le bih besar.

13

K . Senyawa kimia yang dapat menimb ulkan endometriosis

Menurut Sumilat (2009, kom. pribadi),  penye ba b  penyakit ini berasal dari  pengaruh lingkungan, hal ini dikarenakan adanya  peru bahan gaya hidup maupun terpengaruh dari  paparan  polutan. R uhendra (1997) dan Tangri (2003) menye butkan bahwa ada be berapa senyawa kimia yang dapat menye ba bkan endometriosis, namun sampai saat ini masih diadakan  penelitian le bih lanjut mengenai  pengaruh senyawa terse but ter hadap tu buh k hususnya ter hadap kista endometriosis. Jenis-jenis senyawa terse but dapat dilihat  pada Ta bel 1: Tabel 1. Senyawa yang dapat menyebabkan endometriosis

Senyawa terkand ung

Sumber zat

K lorin

Insinerator, pem bakaran bahan plastik, dan pem buatan produk  kertas Proses pemutih kertas

K olesterol

Makanan cepat saji dan daging ham

K afein

Teh, kopi, dan cokelat

Dioksin

Dioksin adalah  produk  sampingan hasil ber  bagai  proses kimia, misalnya dari  proses

insinerator  sampah (terutama  plastik ),  pengilangan logam,

 pem bakaran bensin yang mengandung tim bal dalam otomo bil,  pem buatan  produk-produk  kertas,  pem buatan her  bisida, dan  pem bakaran sampah organik  yang mengandung klorin (R uhendra, 1999). Dioksin yang ter  bentuk  selama  pem bakaran sampah, masuk  ke udara  bersama a bu, kemudian mengendap pada tanaman pangan, kemudian dikonsumsi oleh ternak  dan terakumulasi  pada sel lemak  dan muncul  pada daging dan susu yang ak hirnya dikonsumsi manusia (Tangri, 2003). Dioksin dapat menye ba bkan gangguan kesehatan secara luas, termasuk  gangguan kulit, sistem reproduksi, hormonal, sistem keke balan, dia betes, kanker, dan pertum buhan (R uhendra, 1999).

14

Sum ber  klorin dapat berasal dari  proses industri yang menggunakan klorin se bagai  pemutihan kertas dari hasil daur  ulang kertas. Dampak  klorin ter hadap tu buh manusia sama dengan dioksin karena klorin merupakan hasil samping dari pem bentukan dioksin (R uhendra, 1999). Penelitian R ier  et al  (1993), menye butkan faktor  lingkungan  juga mem berikan

 pengaruh

 pada

 perkem bangan

endometriosis,

k hususnya

 ber hu bungan dengan zat toksik  yang mempunyai efek  pada hormon reproduksi dan respon  pada sistem imun. Pada  per co baan ini 79% dari kera-kera yang terpapar dioksin menye ba bkan endometriosis pada tu buhnya (Simatupang, 2003). Dioksin diduga se bagai penye ba b endometriosis. Dugaan ini dirumuskan  pada tahun 1994 berdasar  hasil o bservasi langsung ter hadap kasus  peningkatan  penyakit endometriosis  pada  primata yang dipapar dengan dioksin. Total radiasi  pada tu buh ber hu bungan dengan meningkatnya  prevalensi endometriosis  pada  primata. Pada manusia, bukti- bukti  penelitian mengenai  pengaruh dioksin masih kurang. Peristiwa  polusi yang terjadi di Seveso, Italia, ditemukan  prevalensi endometriosis tidak  meningkat. Juga  pada bayi yang masih menyusui yang kemungkinan terpapar  dioksin lewat air  susu i bu,  prevalensi endometriosis saat  berumur dewasa rendah (R edwine, 2004). Daging

ham

dan

makanan

cepat

saji

mengandung

kolesterol.

Mengkonsumsi daging ham dan makanan cepat saji dapat berdampak   pada  jaringan endometrium di uterus dan di luar  uterus dan dapat menim bulkan nyeri saat menstruasi. Hal ini dikarenakan sel stroma  pada uterus menghasilkan estradiol yang diperoleh dari kolesterol yang selanjutnya menghasilkan estrogen yang berpengaruh ter hadap jaringan endometrium (Bulun, 2009). Menurut David (1993) dan Bulun (2009), kafein dan kolesterol tidak  dapat dijadikan se bagai  penye ba b endometriosis karena kafein dan kolesterol mempengaruhi  peningkatan kadar  estrogen, hal ini hanya memperparah kista 15

endometriosis karena  jaringan endometrium yang ada di uterus maupun yang di luar  uterus mengalami  pene balan sehingga menekan ke tempat  perlekatannya. Saat kadar  estrogen menurun sel-sel ini tidak  dapat keluar  sehingga menye ba bkan nyeri dan  perlekatan di tempat yang sama sehingga menim bulkan lesi atau kista keriput dan ber warna cokelat atau biru kehitaman yang menandakan  pendarahan yang tidak  dapat keluar. Pem bentukan ini dise but  pseudokist (Smeltzer, 2001).

L. Ge jala endometriosis a

Menurut American Fertility Society (2007 ), gejala endometriosis dapat  berupa : 

 Nyeri haid Banyak  wanita mengalami nyeri  pada saat haid normal. Bila nyeri dirasakan  berat

maka

dise but

dysmenorr hea

dan

mungkin

menjadi  penye ba b

endometriosis atau tipe lain dalam  patologi  pelvik  seperti uteri fibroid  atau adenomiosis. Nyeri berat  juga dapat menye ba bkan mual-mual, muntah, dan diare.  Dysmenorr hea primer  terjadi  pada saat awal terjadinya menstruasi, kemudian cenderung meningkat selama masa reproduktif  atau setelah masa reproduktif.  Dysmenorr hea sekunder  terjadi setelah kehidupan selanjutnya dan mungkin akan terus meningkat dengan umur. Ini mungkin menjadi se buah tanda  peringatan dari endometriosis, walaupun be berapa wanita dengan endometriosis tidak merasa nyeri. 

 Nyeri saat ber hu bungan Endometriosis

dapat

menye ba bkan

rasa

nyeri

selama

dan

setelah

 ber hu bungan, kondisi ini diketahui se bagai dyspareunia. Penetrasi dalam dapat menghasilkan rasa nyeri di batasan ovarium dengan  jaringan otot di  bagian atas vagina. R asa nyeri  juga dise ba bkan adanya nodul lunak  16

endometriosis di belakang uterus atau  pada ligamen latum, yang ber hu bungan dengan serviks.

M. Gambaran kista endometriosis

Penampakan kasar  endometriosis dapat berupa suatu pene balan atau kista yang berisi darah baru, merah atau biru hitam. Semakin lama lesi-lesi terse but  beru bah menjadi rata dan ber warna coklat tua. Struktur  kista besar  bisa tetap  berisi darah tua dan dise but kista cokelat. Lesi-lesi yang sudah lama bisa tampak   pucat, terse bar, dan mengerutkan  jaringan setempat.

Ukuran

lesi bervariasi dari

kecil kurang dari 1 mm sampai dengan kista besar  berukuran le bih dari 10 cm (R ay burn, 2001). (Gam bar 7 dan Gam bar 8.)

Gam bar 7. K ista cokelat pada ovarium (http://img.we bmd.com/medscape/net beacon.html)

17

Gam bar 8. Lesi merah pada ber  bagai organ (http://img.we bmd.com/medscape/net beacon.html)

N. K lasifikasi endometriosis

Berdasarkan visualisasi rongga  pelvis dan volume tiga dimensi dari endometriosis dilakukan penilaian ter hadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi, keterli batan ovarium dan densitas dari  perlekatan. Dengan  per hitungan ini didapatkan nilai-nilai dari skoring yang kemudian  jumlahnya berkaitan dengan derajat klasifikasi endometriosis. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium I), 5-15 adalah ringan (stadium II), 16-40 adalah sedang (stadium III) dan le bih dari 40 adalah berat (stadium IV) (R usdi, 2009).

18

Tabel 2. Dera jat endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi A FS

Endometriosis Peritoneum Permukaan Dalam K anan Ovarium

Permukaan Dalam K iri Permukaan Dalam Perlekatan kavum douglas

Ovarium

Perlekatan K anan

Tipis Te bal Tipis Te bal Tipis Te bal Tipis Te bal

K iri Tuba

K anan K iri

1cm

1 2 1 4 1 4 Sebagian 4 2/3 4 16 4 16 4 16 4 16

a

Sum ber : American Fertility Society, 2007 . Skema klasifikasi berdasarkan beratnya  penyakit endometriosis menurut a

American Fertility Society (2007 ) dapat dilihat  pada gam bar di bawah.

Gam bar 9. Skema klasifikasi stage 1 sampai stage 3. (American a Fertility Society, 2007 )

19

Gam bar 10. Skema klasifikasi stage 3 sampai stage 4. (American a Fertility Society, 2007 )

O. Diagnosa

Visualisasi endometriosis diperlukan untuk  memastikan diagnosis. Caracara yang biasa dilakukan untuk  mendiagnosis adalah dengan melakukan  pemeriksaan laparoskopi untuk  melihat lesi (R ay burn, 2001). Diagnosa laparoskopi dilakukan setiap hari dari siklus menstruasi dengan  pasien di bawah  pengaruh anestesia (o bat bius). Diagnostik  endometriosis di butuhkan untuk  melihat ke beradaan dari satu atau le bih lesi ke biru- biruan atau hitam. Stadium endometriosis menurut revisi klasifikasi dari American Fertility Society (R AFS). Implantasi endometriosis  pada  peritoneum atau ovarium nilainya ditentukan dari diameter  dan kedalaman, yang mana nilai  perlekatan digunakan dalam lampiran catatan kepadatan dan derajat. Total R - AFS nilai (implan dan  perlekatan) berurutan dari 1-5, 6-15, 16-40, dan 41-150 dapat disamakan dari minimal (stadium I), ringan (stadium II), sedang (stadium III), dan berat (stadium IV) endometriosis (Mar coux, 1997) (Ta bel 2 dan Gam bar 9). Pendapat klinik  saat ini bahwa  prosedur  pem bedahan seperti laparoskopi di butuhkan untuk  menentukan diagnosa endometriosis. Laparoskopi dilakukan untuk  melihat ke beradaan endometriosis. Pemeriksaan riwayat dan  pemeriksaan  badan dapat menemukan nyeri  pelvik  kronik  dan dysmenorr heal,  pemunduran 20

uterus,  pene balan ligamen uterosakral tidak  sama sekali terdiagnostik. Proses  b

diagnostik lain (American Fertility Society, 2007 ).

Gam bar 11. Gam bar  laparoskopi organ reproduksi internal wanita (http://www.asrm.org/endometriosis/laparoscopy.pdf )

Gam bar 12. Diagnosa laparoskopi (http://www.asrm.org/endometriosis/laparoscopy.pdf ) Dokter  mungkin akan memutuskan untuk  mengo bati endometriosis selama laparoskopi. Dilakukan  pem bedahan kecil tam bahan untuk  memasukan alat bedah. Endometriosis mungkin  jadi menggumpal, menguap, ter  bakar  atau dipotong, dan  jaringan otot atau kista ovarium mungkin dikeluarkan. Selama laparoskopi, dokter  memutuskan mem buka dan memasukan alat terse but lewat tu ba Falopii untuk  melihat serviks di dalam uterus (American Fertility Society,  b

2007 ).

21

Proses diagnosa lain dilakukan  pada kasus yang le bih k husus, dokter  mungkin akan menggunakan teknik  pengam bilan gam bar  yang k husus seperti ultrasound , Computerized Tomograph y (CT scan), atau

 M agnetic

Resonance

 Imaging  (MRI) untuk  menam bah informasi tentang  pelvis. Prosedur  ini dapat mengidentifikasi kista dan mengetahui karekteristik  cairan dengan kista ovarium, kista endometrioma dan kista korpus luteum mungkin serupa kelihatannya.

U ji

ini digunakan bila menilai seorang wanita infertil atau nyeri  pelvis kronis.  b

(American Fertility Society, 2007 ).

P.

Dampak yang ditimb ulkan

Fakta-fakta menunjukan adanya hu bungan antara endometriosis dengan infertilitas. Endometriosis ditemukan 50%  pada wanita infertil. Pasien infertil dengan endometriosis ringan tanpa  perawatan dapat hamil dengan rata-rata 2% sampai 4,5%  per  bulan, di bandingkan  pada normal fertilitas dari 15% sampai 20%  per  bulannya. Pasien infertil dengan endometriosis sedang dan berat memiliki rata-rata kehamilan tiap bulannya kurang dari 2%. Endometriosis  ber hu bungan

dengan

infertilitas,

tidak  semua

wanita

yang

memiliki

endometriosis adalah infertil. Se bagai contoh banyak  wanita menjalani sterilisasi tu ba ter catat mengalami endometriosis. Penye ba b dan efek  endometriosis diperkirakan ber hu bungan antara berkurangnya fertilitas namun tidak  ter  bukti. Ini diperkirakan bahwa endometriosis meru bah secara tidak  langsung keadaan rongga  pinggang dengan menim bulkan  perlekatan  pada organ-organ rongga  pelvik  sehingga mengganggu fungsi dari organ terse but. Teori mencakup inflamasi,  peru bahan sistem imun,  peru bahan hormon, ganguan fungsi tu ba Falopii, fertilitas dan implantasi. Itu le bih mudah untuk  dipahami bagaimana endometriosis sedang dan berat dapat mengurangi fertilitas, karena se bagian  besar   perlekatan di rongga  pinggang menye ba bkan tidak  terjadinya ovulasi, 22

menghalangi sperma masuk  ke tu ba Falopii, dan menghalangi kemampuan tu ba a

Falopii menangkap ovum selama ovulasi (American Fertility Society, 2007 ). Tabel 3. Jenis gang uan sistem yang disebabkan oleh endometriosis

No 1

2 3 4

Jenis Gangguan Dyspareunia (menurunkan frekuensi sanggama) Inaktivasi sperma Fungsi S perma Fagositosis sperma dengan makrofag K erusakan fim briae Fungsi Tu ba Falopii Penurunan motilitas tu ba aki bat  prostaglandin Anovulasi Fungsi Ovarium Pelepasan gonadotropin yang terganggu Sistem Fungsi K oitus

Sum ber : Widjanarko, 2009. Endometriosis dapat menye ba bkan gangguan  pada fungsi sistem organ reproduksi yaitu fungsi koitus, sperma, tu ba Falopii, ovarium. Pada fungsi koitus menye ba bkan rasa nyeri saat senggama (dyspareunia) sehingga mengurangi frekuensi senggama. Pada fungsi sperma, endometriosis akan mengham bat sperma dengan anti bodi tertentu. Hal ini didasari dari hasil  penelitian dimana ter hadap anti bodi yang memiliki efek  mengham bat gerakan sperma sehingga  beraki bat terjadinya infertilitas (R usdi, 2009). Pada  penderita endometriosis di bandingkan wanita normal, makrofag teraktifasi oleh adanya kista, hal ini menye ba bkan makrofag pada penderita infertil dengan endometriosis mem bunuh le bih banyak  sperma. Jika makrofag ini memasuki sistem reproduksi melalui tu ba, maka akan ter  bentuk  anti bodi ter hadap sperma yang ak hirnya mematikan sperma sehingga terjadi infertilitas (Abdullah, 2009). Endometriosis  pada tu ba Falopii akan menye ba bkan kerusakan  pada fim briae sehingga tidak dapat menangkap sel telur yang dilepaskan oleh ovarium. Endometriosis juga menye ba bkan  penurunan silia  pada tu ba Falopii sehingga sel telur  tidak  dapat turun ke uterus. Pada fungsi ovarium terjadi anovulasi sehingga folikel yang telah matang langsung mem bentuk korpus luteum tanpa melepaskan sel telur. Hal ini  juga berpengaruh ter hadap hormon gonadotropin dan

23

mengaki batkan terganggunya siklua ovarium selanjutnya. Menurut Abdullah (2009)  perlengketan tu ba yang luas akan mengham bat motilitas dan kemampuan fim bre untuk  menangkap sel telur. Sedangkan berkurangnya motilitas tu ba dan transportasi ovum mungkin dise ba bkan oleh sekresi  prostaglandin oleh  jaringan endometritik. Endometriosis ber hu bungan dengan  peru bahan-peru bahan fisiologis alat reproduksi yang dapat mengham bat terjadinya kehamilan. Derajat keterli batan organ-organ  pelvik  merupakan faktor  utama dalam menentukan kemampuan reproduksi  penderita. Di bawah ini be berapa fenomena yang mungkin mengurangi kemampuan reproduksi  pada  penderita endometriosis sesuai dengan letak  jaringan endometriotik berimplantasi (Abdullah, 2009): y

Endometriosis  pada serviks: K ekakuan dan  penyempitan serviks, aki bat endometriosis akan mengurangi laju  pergerakan sperma sehingga mengurangi fertilitas.

y

Endometriosis  pada Cavum Douglas: Meli batkan ligamentum sakrouterina dan

bagian  posterior  uterus

akan

menye ba bkan

dispareni, sehingga

mengurangi frekuensi koitus. y

Endometriosis pada ovarium: akan menye ba bkan destruksi kortikal dan pada gilirannya menye ba bkan oligo atau anovulasi, sehingga mengham bat  proses reproduksi.

y

Endometriosis tu ba Falopii: Perlengketan tu ba Falopii yang luas akan mengham bat motilitas dan kemampuan fim briae untuk menangkap sel telur.

Q. Penanganan

Penanganan endometriosis di bagi menjadi 2  jenis terapi yaitu terapi medik dan terapi pem bedahan.

24

a. Terapi medik  diindikasikan kepada  pasien yang ingin mempertahankan kesu burannya atau yang gejala ringan (R ay burn, 2001). Jenis-jenis terapi medik seperti terlampir  pada Ta bel. 3 di bawah ini (Widjanarko, 2009): Tabel 4. Jenis- jenis terapi medik endometriosis

Jenis

K andungan

Fungsi

Progestin

Progesteron

Menciptakan kehamilan  palsu

Danazol

Androgen lemah

Menciptakan menopause  palsu

GnRH agonis

Analog GnRH

Menciptakan menopause  palsu

Mekanisme

Dosis

Efek  samping Menurunkan Medroxyprogest Depresi, kadar FSH, LH, eron acetate: 10  peningkatan dan estrogen  ± 30 mg/hari;  berat badan Depo-Provera® 150 mg setiap 3  bulan Mencegah 800 mg/hari Jerawat, keluarnya FSH, selama 6 bulan  berat badan LH, dan meningkat,  pertum buhan  peru bahan endometrium suara Menekan sekresi Leuprolide 3.75 Penurunan hormon GnRH mg / bulan; densitas dan tulang, rasa  Nafareline 200 endometrium mg 2 kali sehari; kering Goserelin 3.75 mulut, mg / bulan gangguan emosi

 b. Terapi pem bedahan dapat dilaksanakan dengan laparoskopi untuk mengangkat kista-kista, melepaskan ad hesi, dan melenyapkan implantasi dengan sinar  laser  atau

elektrokauter .

Tujuan  pem bedahan

untuk  mengem balikan

kesu buran dan menghilangkan gejala (R ay burn, 2001). Terapi bedah konservatif  dilakukan  pada kasus infertilitas,  penyakit berat dengan  perlekatan he bat, usia tua. Terapi bedah konservatif  antara lain meliputi  pelepasan perlekatan, merusak  jaringan endometriotik, dan rekonstruksi anatomis se baik  mungkin (Widjanarko, 2009). Penanganan endometriosis menurut Sumilat (2009, kom. pribadi) dapat dilakukan dengan terapi medik  seperti  pem berian analog general dan o bat KB atau dengan terapi  pem bedahan menggunakan laparoskopi operatif  yaitu  pem bakaran kista endometriosis dengan menggunakan laser. 25

Tabel 5.

K euntungan dan kerugian

terapi medik dan terapi

pembedahan K euntungan Jenis terapi Terapi medik  1. Biaya le bih murah 2. Terapi empiris (dapat di modifikasi dengan mudah) 3. Efektif untuk  menghilangkan rasa nyeri

K erugian

Terapi  pem bedahan

1. Biaya mahal 2. R esiko medis ³ penetapan kurang baik dan penaksiran kurang baik ´ sekitar 3% 3. Efisiensi diragukan, efek  menghilangkan rasa nyeri temporer 

1. Efektif untuk  menghilangkan rasa nyeri 2. Le bih efisien di bandingkan terapi medis 3. Melalui biopsi dapat ditegakkan diagnosa pasti

1. Sering ditemukan efek  samping 2. Tidak  memper  baiki fertilitas 3. Be berapa o bat hanya dapat digunakan untuk waktu singkat

Sum ber : Widjanarko, 2009

26

BAB III K ESIMPULAN DAN SARAN

A. K esimpulan

Hasil studi  pustaka dan diskusi dengan ahli disimpulkan be berapa hal se bagai berikut: 1.

Penye ba b utama endometriosis belum dapat dipastikan, akan tetapi kemungkinan dapat dise ba bkan oleh aliran menstruasi mundur,  predisposisi genetik, metaplasia, maupun pengaruh dari pencemaran lingkungan

2.

Gejala endometriosis yang dapat dirasakan oleh  penderita yaitu antara lain  berupa nyeri haid (dysmenorr hea) dan nyeri saat ber hu bungan (dyspareunia)

3.

Penanganan endometriosis dapat dilakukan dengan terapi medik  seperti  pem berian  progestin, danazol, GnRH agonis, dan microguinon. Sedangkan terapi  pem bedahan dilakukan dengan laparoskopi melalui  pelepasan  perlekatan, merusak  jaringan endometriotik, rekonstruksi anatomis se baik  mungkin, mengangkat kista, dan melenyapkan implantasi dengan sinar  laser  atau elektrokauter .

B. Saran

1.

Perlu di informasikan tentang  pencegahan dan  penanganan  penyakit endometriosis pada remaja.

2.

Perlu diadakan  penyuluhan tentang bahaya  penyakit endometriosis kepada masyarakat luas agar  dapat diantisipasi dengan baik  dan dapat mencegah meningkatnya jumlah penderita.

27

DAFTAR PUS TAK A

Abdullah, N. 2009. Endometriosis dan Infertilitas .  J urnal   M edika Nusantara, vol.25 No.2:1-7. 2004. (http://med.unhas.ac.id /index.ph p?option =com_  content&task =category§ionid=12&id=101&Itemid=48/1index.ph p, diakses  pada tanggal 30 Desem ber 2009). 7 hal. a

American Fertility Society. 2007 . Booklet Endometriosis A Guide for Patients . American Society For  R eproductive Medicine. Ala bama. (http://www.asrm.org/Patients /Booklet/Endometriosis.pdf diakses  pada tanggal 28 Januari 2010). 16 hal.  b

American Fertility Society. 2007 . Booklet Laparoscopy And Hysteroscopy A Guide for Patients . American Society For  R eproductive Medicine. Ala bama. (http://www.asrm.org/Patients/Booklet/Laparoscopy.pdf  diakses  pada tanggal 28 Januari 2010). 12 hal. Bulun, S. E. 2009. Endometriosis. T he New  E ngland  J ournal of  M edicine. Vol.360  No.3: 268-279. (http://content.nejm.org/cgi/content/ full/360/3/268, diakses  pada tanggal 30 Desem ber 2009). 11 hal. Camp bell, Neil A., J. B. R eece, L. G. Mitchell. 2004. BIOLOGI Edisi K elima Jilid 3. Pener  bit Erlangga. Jakarta. David, L. O., and L. B. Schwartz. 1993. Endometriosis. T he New  E ngland  J ourn. of  Vol.328 No.24: 1759-1769. (http://content.nejm.org/cgi/  M edicine. content/full/328/24/1759, diakses pada tanggal 30 Desem ber 2009). 10 hal. Eisen berg, E. 2009. Endometriosis Frequently Asked Questions . Office on Women's Health in the Department of  Health and Human Services. USA. (http://www.womenshealth.gov, diakses  pada tanggal 05 Januari 2010). 6 hal.

Guyton, A. C. dan Jhon E. H. 2007. Buk u A jar Fisiologi K edokteran Edisi 11 . EGC Medical Pu blisher. Jakarta. Hal 1065-1078. Jacoe b, T.Z. 2007. Dicari Formu la Pengobatan Endometriosis yang Tepat. (http://www.majalahfarmacia.com/ru brik /magdetail.asp?mid=42/one_news.asp. htm) diakses pada tanggal 10 januari 2010. Mar coux, S., R . Maheux., S. Beru be. 1997. Laparoscopic Surgery In Infertile Women With Minimal Or Mild Endometriosis . T he New  E ngland  J ournal of  Vol.337 No.4 :217-222. (http://content.nejm.org  M edicine. /cgi/content/full/337/4/217, diakses pada tanggal 31 Desem ber 2009). 5 hal. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu K andungan. P.T. Bina Pustaka Sar wono Prawirohardjo. Jakarta. Hal 316-326. Price, S.A. dan Lorraine M.W. 2005. Patofisiologi: K onsep K linis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol ume 2. EGC Medical Pu blisher. Jakarta. Hal 1277-1289.

28

You're Reading a Preview Unlock full access with a free trial.

Download With Free Trial

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF