Makalah Detergen Dan Sabun
March 7, 2019 | Author: Triyana Defi | Category: N/A
Short Description
Download Makalah Detergen Dan Sabun...
Description
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Deterjen
Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen merupakan garam Natrium dari asam sulfonat.
Gambar 2.1 Reaksi Pembuatan Deterjen
Deterjen sering kita gunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti mencuci pakaian. Bahan utama detergent ialah garam natrium yaitu asam organik yang dinamakan asam sulfonik. Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan detergent merupakan molekul berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom karbon per molekul. Detergent pertama disintesis pada tahun 1940-an, yaitu garam natrium dari alkylhydroge alk ylhydrogen n sulfat. Alkohol berantai panjang dibuat dengan cara penghidrogenan lemak dan minyak. Alkohol berantai panjang ini direaksikan dengan asam sulfat menghasilkan alkilhydrogen sulfat yang kemudian dinetralkan dengan basa. Natrium lauril sulfat adalah detergent yang baik. Karena garamnya berasal
dari
asamkuat,
larutannya
hampir
netral.
Garam
kalsium
dan
magnesiumnya magnesiumnya tidak mengendap dalamlarutannya, sehingga dapat dipakai dengan air lunak atau air sadah. Pada
masa
kini,
detergent
yang
umum
digunakan
adalah
alkil
benzenesulfonat berantai lurus. Pembuatannya melalu itiga tahap. Alkena rantai lurus dengan jumlah karbon 14-14 direaksikan dengan benzena dan katalis Friedel-Craft (AlCl3 atau HF) membentuk alkil benzena. Sulfonasi dan penetralan dengan basa melengkapi proses ini. Rantai alkil sebaiknya tidak bercabang. Alkil benzene sulfonat yang bercabang bersifat tidak dapat didegradasi oleh j asad renik (biodegradable). Detergent ini mengakibatkan masalah polusi berat pada tahun 1950-an, yaitu berupa buih pada unit-unit penjernihan serta disungai dan danaudanau. Sejak tahun 1965, digunakan alkil benzene sulfonat yang tidak bercabang. Detergent jenis ini mudah didegradasi secara biologis oleh mikroorganisme dan tidak berakumulasi dilingkungan kita.
2.2 Jenis-jenis detergent
Berdasarkan bentuk bentuk fisiknya detergent dapat dibedakan menjadi 3, yaitu : 1.
Detergent cair, secara umum deterjen cair hampir sama dengan deterjen
bubuk. Yang membedakan cuma bentuk fisik. Di indonesia setahu saya deterjen cair ini belum dikomersilkan, biasanya digunakan untuk laundry modern menggunakan mesin cuci yang kapasitasnya besar dengan teknologi canggih. 2.
Detergent krim, bentuk deterjen krim dengan sabun colek hampir sama
tetapi kandungan formula bahan baku keduanya berbeda. 3.
Detergent bubuk, jenis deterjen bubuk ini yang beredar dimasyarakat
atau dipakai sewaktu mencuci pakaian. Berdasarkan keadaan butirannya, detergent bubuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu detergent bubuk berongga dan detergent bubuk padat. Perbedaan bentuk butiran kedua kelompok tersebut disebabkan oleh perbedaan proses pembuatannya. a. Detergent bubuk berongga. berongga.
Detergent bubuk berongga mempunyai ciri butirannya berongga seperti bola sepak yang didalamnya berongga. Butiran deterjen jenis
berongga ini dihasilkan oleh proses spray drying (proses pengabutan dilanjutkan dengan proses pengeringan). Kelebihan detergent bubuk berongga dengan detergent bubuk padat adalah detergent bubuk berongga tampak volumenya lebih besar. b. Detergent bubuk padat. Bentuk butiran deterjen bubuk padat bentuknya seperti bola tolak peluru, yaitu semua bagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak berongga. Butiran detergent yang padat ini merupakan hasil olahan dari proses pencampuran kering (dry mixing). Kekurangan detergent bubuk padat ini tampak volumenya tidak besar sehingga kelihatan sedikit. Berdasarkan senyawa organik yang dikandungnya, deterjen dikelompokkan menjadi : a.
Deterjen anionik (DAI), deterjen yang mengandung surfaktan anionik
dan dinetralkan dengan alkali. Deterjen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif apabila dilarutkan dalam air. Biasanya digunakan untuk pencuci kain. Kelompok utama dari deterjen anionik adalah :
b.
Rantai panjang (berlemak) alkohol sulfat
Alkil aril sulfonat
Olefin sulfat dan sulfonat
Deterjen kationik, deterjen yang mengandung surfaktan kationik.
Deterjen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan positif ketika terlarut dalam air, biasanya digunakan pada pelembut ( softener ). Selama proses pembuatannya tidak ada netralisasi tetapi bahan-bahan yang mengganggu dihilangkan dengan asam kuat untuk netralisasi. Agen aktif permukaan kationik mengandung kation rantai panjang yang memiliki sifat aktif pada permukaannya. Kelompok utama dari deterjen kationik adalah :
Amina asetat (RNH3)OOCCH3 (R=8 sampai 12 atom C)
Alkil trimetil amonium klorida (RN(CH3))3+ (R=8 sampai 18 atom karbon)
Dialkil dimetil amonium klorida (R2N(CH3)2)+Cl- (R=8 sampai 18 atom C)
c.
Lauril dimetil benzil amonium klorida (R2N(CH3)2CH2C2H6)Cl
Deterjen nonionik, senyawa yang tidak mengandung molekul ion
sementara, kedua asam dan basanya merupakan molekul yang sama. Deterjen ini tidak akan berubah menjadi partikel bermuatan apabila dilarutkan dalam air tetapi dapat bekerja di dalam air sadah dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran. Kelompok utama dari deterjen nonionik adalah :
d.
Etilen oksida atau propilen oksida
Polimer polioksistilen
Alkil amida
Deterjen Amfoterik. Deterjen jenis ini mengandung kedua kelompok
kationik dan anionik. Detergen ini dapat berubah menjadi partikel positif, netral, atau negatif bergantung kepada pH air yang digunakan. Biasanya digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga. Kelompok utama dari deterjen
ini
adalah:
Natrium
lauril
sarkosilat
(CH3(CH2)10CH2NHCH2CH2CH2COONa) dan natrium mirazol. Menurut kandungan gugus aktifnya maka detergen diklasifikasikan sebagai berikut : a. Detergen jenis keras
Detergen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air. Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS). ABS merupakan suatu produk derivat alkil benzen. Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil Benzena dengan Belerang Trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat. Jika dipakai Dodekil Benzena, maka persamaan reaksinya adalah: C6H5C12H25 + SO3 = C6H4C12H25SO3H (Dodekil Benzena Sulfonat)
Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Dodekil Benzena Sulfonat b.
Detergen jenis lunak
Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai. Contoh: Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS). Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan reaksi: C12H25OH + H2SO4 = C12H25OSO3H + H2O Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.
2.3 Kandungan Bahan Detergent
Berikut merupakan kandungan bahan pada detergent, yaitu : 1.
Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktant ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik (Garam Ammonium), Non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik (Acyl Ethylenediamines). 2.
Bahan pembentuk
Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut soda abu yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak boleh terlalu banyak karena menimbulkan efek samping, yaitu dapat mengakibatkan rasa panas di tangan pada saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lain adalah STTP ( sodium tripoly phosphate ) yang mempunyai efek samping yang positif, yaitu dapat menyuburkan tanaman. Dalam
kenyataannya, ada beberapa konsumen yanhg menyiramkan air bekas cucian produk deterjen tertentu ke tanaman dan hasilnya lebih subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu. Builder dapat meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineralmineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. 3.
Filler (pengisi)
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Sodium sulfate. 4.
Additives (bahan tambahan)
Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti Redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.
2.4 Proses Pembuatan Detergent
Berikut merupakan bagian-bagian dari proses pembuatan sabun, yaitu : 1.
Spray-drying Spray-drying merupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk
sintetik dimana dalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan
proses pengeringan. Tahap-tahap dalam proses spray-drying dapat diperlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 2.2 Diagram alir proses spray-drying
Gambaran proses pembuatannya adalah komponen-komponen cairan (diterima dalam drum dan kemudian disimpan dalam storage tank ) diukur kemudian dicampurkan dengan kmponen padat (diterima dalam bags atau wadah khusus dan kemudian disimpan dalam silos) untuk membentuk slurry yang homogen. Beberapa slurry memiliki perbedaan viskositas dan konsentrasi erdasarkan formula yang dipompakan pada tekanan tinggi (hingga 10 bar). Dan di spray (disemprotkan) melalui alat penyemprot khusus (nozzles) ke dalam menara berbentuk silinder (spray – drying tower) seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas, dimana aliran dari udara panas terbawa. Dalam beberapa kasus aliran udara mengalir menuju produk untuk memastikan efisiensi termalnya tinggi dan proses drying terkontrol.
Pilihan drying co-current pada dasarnya dibatasi oleh perbedaan proses drying yang mana hasilnya lebih tetap dan tahan terhadap hollow beads yang berasal dari ekspansi mula – mula dan drying permukaan ketika slurry menurun pada saat suhu udara tinggi pada bagian atas menara (spray-drying tower). Dalam kasus ini ketika meneruskan arus aliran turun,pengeringan produk diproses yang dihubungkan dengan menurunkan suhu udara. Drying co-current menurunkan efisiensi kalor dan sebagian besar digunakan untuk pengeringan produk yang sensitif terhadap suhu tinggi dari bulk dengan densitas yang rendah. Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada bagian atas menara spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui
sistim
pembawa
airlift dengan
aliran
udara
dingin.setelah
pengankutan udara bubuk dasar disaring dan diberikan pengharum dan akhirnya dicampur dengan komponen-komponen yang sensitive terhadap suhu atau zat adiktif yang kemudian di simpan dalam silos dan akhirnya di bawa ke mesin pengepak poduk. 2.
Aglomerasi
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis yang memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran materialmaterial kering dengan bahan-bahan cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat cairan yang kemudian bercampur yang menyebabkan bahanbahan tadi bergabung satu sama lain yang membentuk partikel-partikel berukuran besar. Prose aglomerasi dapat di gambarkan seperti proses penimbunan atau penumpukan dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau granula. Tahap-tahap pemprosesan non tower balestra untuk untuk produksi deterjen bubuk berdasarkan pada proses aglomerasi.Diantara berbagai tahap proses tersebut, aglomerasi memperlihatkan operasi yang sangat penting dan kritis, karena proses tersebut dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat yang sama,di hubungkan ke komposisi kimia dari produk.
Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-drying dengan dry mixing atau blending. Konsentasi air proses yang digunakan anatara 35-40% dalam crutcher slurry . Dalam aglomerasi cairan disemprotkan keatas secara continue .
Komponen-komponen
atau
bahan
yang
digunakan
dalam
aglomerasi meliputi slikat deterjen aktif dan air yang digunakan sebagai cairan dalam aglomerasi.
Gambar 2.3 Blok diagram aglomerasi
3.
Dry Mixing
Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen bubuk ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama 1-2 menit dan ditambahkan slurry selama 3-4 menit.
Gambar 2.4 Proses dry mixing
Setelah semua slurry dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama 1-2 menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk yang terbentuk dapat dikemas dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit penyimpanan. 2.5 Prinsip Kerja Deterjen
Deterjen dan sabun digunakan sebagai pembersih karena air murni tidak dapat menghapus atau menghilangkan kotoran pakaian/barang yang berminyak, atau terkena pengotor organik lainnya. Sabun membersihkan dengan bertindak sebagai emulsi. Pada dasarnya, sabun memungkinkan minyak dan air untuk bercampur sehingga kotoran berminyak dapat dihilangkan selama pencucian. Deterjen kemudian dikembangkan untuk mengatasi kekurangan lemak hewan dan
sayuran yang digunakan untuk membuat sabun selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Deterjen adalah surfaktan, yang dapat dihasilkan dengan mudah dari petrokimia. Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air, pada dasarnya membuatnya lebih basah sehingga lebih mungkin untuk berinteraksi dengan minyak dan lemak. Deterjen modern mengandung lebih dari sekedar surfaktan. Produk pembersih juga mengandung enzim untuk mendegradasi protein berbasis noda, pemutih untuk penghilang warna noda dan menambah daya agen pembersih, dan pewarna biru untuk melawan penguningan. Seperti sabun, deterjen memiliki rantai molekul hidrofobik atau rantai molekul yg tidak suka air dan komponen hidrofilik atau rantai molekul suka-air. Hidrokarbon hidrofobik yang ditolak oleh air, tapi ditarik oleh minyak dan lemak. Dengan kata lain berarti bahwa salah satu ujung molekul akan tertarik ke air, sementara sisi lain mengikat minyak. Air bersabun yang mengelilinginya (kotoran) memungkinkan sabun atau deterjen untuk menarik kotoran dari pakaian atau piring dan masuk ke dalam air bilasan untuk selanjutnya dapat dipisahkan. Air hangat atau panas mencairkan lemak dan minyak sehingga lebih mudah bagi sabun atau deterjen untuk melarutkan kotoran dan menariknya ke dalam air bilasan. Deterjen mirip dengan sabun, tapi mereka cenderung kurang untuk membentuk buih dan tidak dipengaruhi oleh adanya mineral dalam air (air keras). Deterjen modern dapat dibuat dari petrokimia atau oleokimia yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Alkali dan agen pengoksidasi adalah juga bahan kimia yang ditemukan dalam deterjen. Berikut adalah fungsi molekul ini:
Petrokimia/Oleokimia Lemak dan minyak adalah rantai hidrokarbon yang tertarik dengan kotoran berminyak dan berminyak.
Pengoksidasi Belerang trioksida, etilen oksida, dan asam sulfat adalah salah satu molekul yang digunakan untuk memproduksi komponen hidrofilik dari surfaktan. Pengoksidasi menyediakan sumber energi untuk reaksi kimia. Senyawa ini sangat reaktif dan juga bertindak sebagai pemutih.
Alkalis Kalium hidroksida dan natrium hidroksida digunakan dalam deterjen dan juga digunakan dalam pembuatan sabun. Alkali-alkali itu bertindak menyediakan ion yang bermuatan positif untuk mempromosikan reaksi kimia.
2. 6 Pengertian Sabun
Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan abun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaoH) dan alkali yang biasa digunakn pada sabunlunak adalah Kalium Hidroksida (KOH). Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, dliserin, garam dan impurity lainnya.Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alcohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat. Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak.
2.7 Bahan-bahan Pembuatan sabun 1. Bahan Baku Utama
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi
dengan gliserol . Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam asam lemak yang digunakan. Komposisi asam asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan alas an diatas, factor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dibuat menjadi sabun terbatas. Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya : a.
Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan
kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. b.
Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa. c.
Palm Oil (minyak kelapa sawit).
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. d.
Coconut Oil (minyak kelapa).
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat. e.
Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit).
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih ti nggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. f.
Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin).
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asamasam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin. g.
Marine Oil.
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. h.
Castor Oil (minyak jarak).
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan. i.
Olive oil (minyak zaitun).
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. j.
Campuran minyak dan lemak.
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
Bahan baku utama berikutnya pada sabun adalah alkali. Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengannsoda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat)
merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
2. Bahan Baku Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif. Berikut merupakan bahan-bahan baku pendukung pada sabun, yaitu : a) NaCl. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. b) Bahan aditif . Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain: builders, fillers inert, anti oksidan, pewarna,dan parfum 1. Builders (Bahan Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yangberfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah
lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. 2. Fillers Inert (Bahan Pengisi)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air. 3. Pewarna
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange. 4. Parfum
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama
parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower.
2.8 Jenis-jenis Sabun
Berikut merupakan berbagai jenis sabun, yaitu : 1.
Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1. 2.
Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alcohol. 3.
Sabun Kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptic dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah trisalisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur. 4.
Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen didalam menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau menghancurkan sabun yang berbentuk batangan. 5.
Sabun Bubuk untuk Mencuci
Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing . Sabun bubuk mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodasah, sodium metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.
Berdasarkan kandungan ionnya, sabun dapat dibagi menjadi 3 yaitu : 1.
Cationic Sabun
Sabun yang memiliki kutub positif disebut sebagai kationic detergents. Sebagai tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan pada rumah sakit. Kebanyakan sabun jenis ini adalah turunan dari ammonia. 2.
Anionic Sabun
Sabun jenis ini adalah merupakan sabun yang memiliki gugus ion negatif. 3.
Neutral atau non ionik sabun
Nonionic sabun banyak digunakan untuk keprluan pencucian piring. Karena sabun jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, sabun jenis ini tidak beraksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic sabun kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic sabun.
2.9 Sifat-sifat sabun
a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. CH3(CH2)16COONa + H2O -----> CH3(CH2)16COOH + OH-
b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa + CaSO4 -----> Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen
CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Berikut merupakan proses penghilangan kotoran, yaitu - Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga aii kain sehingga kain menjadi bersih. meresap lebih cepat kepermukaan kain. - Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul koAtoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi. - Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saa pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.
2.10 Proses Pembuatan Sabun dalam Industri 1.
Saponifikasi Lemak Netral
Proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Trigliserida + 3NaOH ----> 3RCOONa + Gliserin NaOH = [SV x 0,000713] x 100/ NaOH (%) [SV / 1000] x [MV (NaOH)/ MV(KOH)
Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave, yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi.
Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci dikolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separatorsentrifusi memisahkan sisa sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60-63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran (78-83 % TFM)yang siap untuk diproses menjadi produk akhir.
2.
Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis jenis vakum spray dryer , dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan mulai
memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer sistem tunggal.
3.
Netralisasi Asam Lemak
Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali. RCOOH + NaOH -------> RCOONa + H2O Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam lemak dapat dihitung sebagai berikut :
NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan persamaan : MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralisasi 1 gram asam lemak Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih dihulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan reaktan tersebut mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan sebagian pada tahap ini, Kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun batangan.
4.
Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan
zat
pewarna,
parfum,
dan
zat
aditif
lainnya
kedalam
mixer (analgamator). Campuran sabun ini klemudian diteruskan untuk digiling
untuk mengubah campuran tersebur menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir.
View more...
Comments