Makalah Cardiac Arrest
April 11, 2017 | Author: Rully Riyan Dika | Category: N/A
Short Description
Download Makalah Cardiac Arrest...
Description
LAPORAN TUTORIAL MODUL ANASTHESI TRIGGER 1
OLEH
:
Kelompok Tutorial 19 Fasilitator
: dr. Surya M. Nur
Ketua
: Guntur Sahadi Putra (1010070100187)
Sekretaris
: Novi Evita Effendi (1010070100188)
Anggota
:
Wike sri wahyuni
(1010070100181)
Mutiara Litia
(1010070100182)
Ulfariani Afif
(1010070100183)
Yeni Apriyani
(1010070100184)
Rully Riyandika
(1010070100185)
Yessi Resti Pardian
(1010070100186)
Desma Sari Widiyanti
(1010070100189)
Elda Resfita Putri
(1010070100190)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG 2013
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah swt karena atas berkat rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan laporan diskusi ini tepat pada waktunya. Tujuan dari pembuatan laporan diskusi adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah modul anasthesi serta sebagai acuan bagi rekan mahasiswa agar bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih penulis ucapkan kepada fasilitator yang telah membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Dan tak lupa pula terima kasih kami ucapkan kepada para tutor yang telah memberikan pengetahuan tentang penyakit-penyakit jantung sehingga penulis mempunyai acuan dalam menyusun laporan ini. Dalam laporan ini, penulis berusaha menjelaskan tentang cardiac arrest, yang akan dijelaskan secara lugas agar dapat dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangan, Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun baik dari pembimbing ataupun dari rekan-rekan mahasiswa untuk kesempurnaan dalam pembuatan laporan selanjutnya.
Padang, 20 April 2013
Penulis
Trigger
STEP 1 CLARIFY UNFAMILIAR TERMS 1. EKG : alat untuk membaca aktifitas jantung (elektrokardigrafi) 2. Henti jantung : aktifitas jantung yang terhenti STEP 2 DEFINE THE PROBLEMS 1. Kenapa Tn.Hejan terjatuh dan tidak sadarkan diri ? 2. Kenapa dokter memeriksa dengan pemasangan EKG ? 3. Apa hubungan nyeri dada sebelah kiri dengan penyakit Tn.Hejan ? STEP 3 BRAINSTROM POSIBBLE HYPOTHESIS OR EXPLANATION 1. Kemungkinan karna adanya thrombus /emboli yang menyumbat arteri koroner yang mensuplai jantung yang menyebabkan suplai darah untuk otot jantung terhenti cardiac arrest
penurunan suplai darah ke otak
penurunan kesadaran.
2. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnose yang diderita Tn.Hejan 3. Nyeri dada sebelah kiri merupakan tanda dan adanya angina pectoris.
STEP IV ARRANGE EXPLANATION INTO A TENTATIVE SOLUTION
Tn.Hejan 55 th
IGD RSI SITI RAHMAH
RIWAYAT NYERI DADA SEBELAH KIRI
PEMERIKSAAN EKG
DIAGNOSA CARDIAC ARREST
STEP V DEFINE LEARNING OBJECTIVE Cardiac arrest 1. Defenisi 2. Factor predisposisi
3. Tanda-tanda cardiac arrest 4. Patogenesa 5. Gejala klinik 6. Diagnose 7. Penatalaksanaan 8. Komplikasi 9. Prognosis STEP VI GATHERING INFORMATION AND PRIVATE STUDY STEP VII SHARE THE RESULT INFORMATION AND PRIVATE STUDY Cardiac arrest
1. Defenisi Cardiac arrest disebut juga cardirespiratory arrest,cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest,merupakan suatu keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi. 2. Factor predisposisi Iskandar (2008), mengatakan bahwa faktor risiko cardiac arrest adalah: Laki-laki usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk terkena cardiac arrest satu berbanding delapan orang, sedangkan pada wanita adalah satu berbanding 24 orang. Semakin tua seseorang, semakin rendah risiko henti jantung mendadak. Orang dengan faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti hipertensi, hiperkholesterolemia dan merokok memiliki peningkatan risiko terjadinya cardiac arrest (Iskandar,2008). Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi: a) Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan pertama setelah
seseorang mengalami serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.
b) Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy). Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab (umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.
c) Seseorang yang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia) justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam darah (misalnya penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.
d) Kelistrikan jantung yang tidak normal. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma gelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest pada anak dan dewasa muda.
e) Pembuluh darah yang tidak normal. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri koronari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai kelainan tadi.
f) Penyalahgunaan obat. penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.
3. Tanda-tanda cardiac arrest. Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010) yaitu: a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di pundak ataupun cubitan. b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan pernafasan dibuka. c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).
4. Patogenesa Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia: fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA),dan asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010). a) Fibrilasi ventrikel Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi. b) Takhikardi ventrikel Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama. c) Pulseless Electrical Activity (PEA) Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga
tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan. d) Asistole Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung,dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.
5. Gejala klinik
Kehilangan kesadaran
Menderita sesak nafas sekitar satu jam sebelum kejadian
Merasa mual sekitar satu jam sebelum kejadian
Merasa pusing sekitar satu jam sebelum kejadian
Pernafasan yang lambat atau terhenti (serangan pernafasan )
Rasa sakit di dada
Tiba-tiba terjatuh
Tidak ada denyut jantung.
6. Diagnose Pemeriksaan fisik
Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung )
Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis.
Henti nafas atau mengap-megap (gasping)
Terlihat seperti mati (death like appearance)
Warna kulit pucat sampai kelabu
Pupil dilatasi (setelah 45 detik)
Pemeriksaan penunjang
Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.
Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis,terutama pada asfiksia.
Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap
Bila ragu-ragu,mulai saja RJP.
7. Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Cardio Pulmonary Resusitation (CPR) adalah suatu teknik bantuan hidup dasar yang bertujuan untuk memberikan oksigen ke otak dan jantung sampai ke kondisi layak, dan mengembalikan fungsi jantung dan pernafasan ke kondisi normal(Nettina, 2006).
Indikasi Melakukan RJP O
Henti Napas (Apneu) Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan baik di sentral maupun perifer. Berkurangnya oksigen di dalam tubuh akan memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Frekuensi napas akan lebih cepat dari pada keadaan normal. Bila perlangsungannya lama akan memberikan kelelahan pada otot-otot pernapasan. Kelelahan otototot napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2, kemudian mempengaruhi SSP dengan menekan pusat napas. Keadaan inilah yang dikenal sebagai henti nafas.
O
Henti Jantung ( Cardiac Arrest ) Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas, maka oksigen akan tidak ada sama sekali di dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan akibatnya henti jantung ( cardiac arrest ).
Langkah – langkah yang harus diambil sebelum memulai resusitasi jantung paru (RJP)
a. Penentuan Tingkat Kesadaran ( Respon Korban ) Dilakukan dengan menggoyangkan korban. Bila korban menjawab, maka ABC dalam keadaan baik. Dan bila tidak ada respon, maka perlu ditindaki segera. b. Memanggil bantuan (call for help) Bila petugas hanya seorang diri, jangan memulai RJP sebelum memanggil bantuan b. Posisikan Korban Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, long board). Bila dalam keadaan telungkup, korban dibalikkan. Bila dalam keadaan trauma, pembalikan dilakukan dengan ”Log Roll” c. Posisi Penolong Korban di lantai, penolong berlutut di sisi kanan korban d. Pemeriksaan Pernafasan Yang pertama harus selalu dipastikan adalah airway dalam keadaan baik - Tidak terlihat gerakan otot napas - Tidak ada aliran udara via hidung Dapat dilakukan dengan menggunakan teknik lihat, dengan dan rasa Bila korban bernapas, korban tidak memerlukan RJP e. Pemeriksaan Sirkulasi Pada orang dewasa tidak ada denyut nadi carotis Pada bayi dan anak kecil tidak ada denyut nadi brachialis Tidak ada tanda – tanda sirkulasi Bila ada pulsasi dan korban pernapas, napas buatan dapat dihentikan. Tetapi bila ada pulsasi dan korban tidak bernapas, napas buatan diteruskan. Dan bila tidak ada pulsasi, dilakukan RJP.
Henti Napas Pernepasan buatan diberikan dengan cara : a. Mouth to Mouth Ventilation Cara langsung sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi (terutama hepatitis, HIV) karena itu harus memakai ”barrier device” (alat perantara). Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18 %. O
Tangan kiri penolong menutup hidung korban dengan cara memijitnya dengan jari telunjuk dan ibu jari, tangan kanan penolong menarik dagu korban ke atas.
O
Penolong menarik napas dalam – dalam, kemudian letakkan mulut penolong ke atas mulut korban sampai menutupi seluruh mulut korban secara pelan – pelan sambil memperhatikan adanya gerakan dada korban sebagai akibat dari tiupan napas penolong. Gerakan ini menunjukkan bahwa udara yang ditiupkan oleh penolong itu masuk ke dalam paru – paru korban.
O
Setelah itu angkat mulut penolong dan lepaskan jari penolong dari hidung korban. Hal ini memberikan kesempatan pada dada korban kembali ke posisi semula.
c. Mouth to Stoma Dapat dilakukan dengan membuat Krikotiroidektomi yang kemudian dihembuskan udara melalui jalan yang telah dibuat melalui prosedur Krikotiroidektomi tadi. d. Mouth to Mask ventilation Pada cara ini, udara ditiupkan ke dalam mulut penderita dengan bantuan face mask. e. Bag Valve Mask Ventilation ( Ambu Bag) Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup. Untuk mendapatkan penutupan masker yang baik, maka sebaiknya masker dipegang satu petugas sedangkan petugas yang lain memompa.
Gbr. Bag Valve Mask
f. Flow restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP) Pada ambulans dikenal sebagai “ OXY – Viva “. Alat ini secara otomatis akan memberikan oksigen sesuai ukuran aliran (flow) yang diinginkan.
Bantuan jalan napas dilakukan dengan sebelumnya mengevaluasi jalan napas korban apakah terdapat sumbatan atau tidak. Jika terdapat sumbatan maka hendaknya dibebaskan terlebih dahulu.
Henti Jantung RJP dapat dilakukan oleh satu orang penolong atau dua orang penolong Lokasi titik tumpu kompresi O
1/3 distal sternum atau 2 jari proksimal Proc. Xiphoideus
O
Jari tengah tangan kanan diletakkan di Proc. Xiphoideus, sedangkan jari telunjuk mengikuti
O
Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut
O
Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat di titik pijat jantung
O
Jari – jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada korban
Teknik Resusitasi Jantung Paru (Kompresi) O
Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum
O
Tekan ke bawah sedalam 4 – 5 cm O
Tekanan tidak terlalu kuat
O
Tidak menyentak
O
Tidak bergeser / berubah tempat
O
Kompresi ritmik 100 kali / menit ( 2 pijatan / detik )
O
Fase pijitan dan relaksasi sama ( 1 : 1)
O
Rasio pijat dan napas 30 : 2 (15 kali kompresi : 2 kali hembusan napas)
O
Setelah empat siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
Gbr. 3 Teknik Pijat Jantung
Resusitasi jantung paru pada bayi ( < 1 tahun) O
2 – 3 jari atau kedua ibu jari
O
Titik kompresi pada garis yang menghubungkan kedua papilla mammae
O
Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit
O
Rasio pijat : napas 15 : 2
O
Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
Resusitasi Jantung paru pada anak – anak ( 1 – 8 tahun) O
Satu telapak tangan
O
Titik kompresi pada satu jari di atas Proc. Xiphoideus
O
Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit
O
Rasio pijat : napas 30 : 2
O
Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi
Indikasi penghentian RJP O
Korban bernapas spontan dan normal kembali
O
Penolong merasa lelah
O
Henti napas dan henti jantung berlangsung selama 30 menit
O
Telah ada tenaga lain yang lebih ahli
Komplikasi RJP O
Fraktur sternum Sering terjadi pada orang tua
O
Robekan paru
O
Perdarahan intra abdominal Posisi yang terlalu rendah akan menekan Proc. Xiphoideus ke arah hepar atau limpa
O
Distensi lambung karena pernapasan buatan
Fibrilation treatment Defibrilasi adalah tindakan yang berpotensi penyelamatan hidup. Harus sedini mungkin dengan alasan : 1. irama yang umum didapati pada henti jantung adalah VF 2. terapi yang paling efektif pada VF adalah defibrilasi 3. makin lambat dilakukan makin jelek 4. VF cenderung asistole
Energi O
O
VF / VT , nadi tidak teraba : Pertama
: 200
Joule
Kedua
: 200 – 300
Joule
Ketiga
: 360
Joule
Keempat
: 360
Joule
VT, SVT AF Gel. QRS lebar (VT)
: 100 Joule
Gel QRS sempit (SVT)
: 50 Joule
Yang harus diperhatikan : -
Defibrilasi tidak boleh dilakukan pada anak umur kurang dari delapan tahun dan berat badan kurang dari 25 Kg.
-
Segala perhiasan dan bahan metal yang melekat dari tubuh korban dilepaskan.
-
Korban dari permukaan air, dikeringkan terlebih dahulu .
8. Differential diagnose
trauma capitis
angina
stroke
Infark miokart akut
9. Komplikasi
10. Prognosis Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118,2010). Kondisi tersebut dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk hidup ratarata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang mudah diakses di tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64% (American Heart Assosiacion.2010).
KESIMPULAN
View more...
Comments