Makalah Bell Palsy
April 4, 2018 | Author: fathulqorib | Category: N/A
Short Description
Makalah Bell Palsy...
Description
BELL’S PALSY
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kelumpuhan (parese) nervus fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-otot wajah. Kelumpuhan nervus fasialis ini juga disebut Bells palsi. Bells palsi menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsi setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsi rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia, insiden Bells palsi secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsi sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Bells palsi mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsi lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat . Tidak didapati juga perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan .
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi nervus fasialis ? 1.2.2 Apa yang dimaksud dengan Bell’s Palsy ? 1.2.3 Bagaimana etiologi penyakit Bell’s Palsy ? 1.2.4 Bagaimana patofisiologi penyakit Bell’s Palsy ? 1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis penyakit Bell’s Palsy ?
1
BELL’S PALSY
1.2.6 Bagaiamana penatalaksanaan penyakit Bell’s Palsy ? 1.2.7 Bagaiamana komplikasi penyakit Bell’s Palsy ? 1.2.8 Bagaiamana asuhan keperawatan dari masalah Bell’s Palsy ? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami tentang penyakit Bell’s Palsy. 1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi nervus fasialis
Untuk mengetahui pengertian Bell’s Palsy
Untuk mengetahui etiologi Bell’s Palsy
Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Bell’s Palsy
Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit Bell’s Palsy
Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit Bell’s Palsy
Untuk mengetahui komplikasi penyakit Bell’s Plasy
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari masalah Bell’s Palsy
1.4 Manfaat Mahasiswa perawat dapat mengetahui tentang penyakit Bell’s Palsy lebih dalam sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan pada penyakit Bell’s Palsy tersebut dengan benar.
2
BELL’S PALSY
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Nervus Fasialis Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu : 1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah). 2. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus. 3. Serabut
visero-motorik
(parasimpatis)
yang
datang
dari
nukleus
salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring,
palatum,
rongga
hidung,
sinus
paranasal,
dan
glandula
submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis. 4. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah. Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot- otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, serta menghantarkan sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang disarafinya. Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai badan sel di ganglion genikulatum dan berakhir pada
3
BELL’S PALSY
akar desenden dan inti akar desenden dari saraf trigeminus (N.V). Hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus. Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Nervus fasialis keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot wajah. (Maria S.Ked, 2012)
Gambar 1. Bagian-bagian serabut saraf fasialis (N.VII)
Gambar 2. Bagian-bagian serabut saraf fasialis
4
BELL’S PALSY
2.2 Pengertian Penyakit Bell’s Palsy Bells palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmitik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. (Priguna Sidharta, 1985) Bell’s palsy adalah kelumpuhan wajah sebelah yang timbul mendadak akibat lesi saraf fasialis, dan mengakibatkan distorsi wajah yang khas. Dengan kata lain bell’s palsy merupakan suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah.(Dika Supranata, 2013) Bells palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba – tiba pada otot di satu sisi wajah dan menyebabkan wajah miring/mencong. Sir Charles Bell seorang ilmuan dari Skotlandia yang pertama kali menemukan penyakit ini pada abad ke-19. Lokasi cedera nervus fasialis pada Bells palsi adalah di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum.
Gambar3.Contoh Penderita Bells Palsy
2.3 Etiologi Penyakit Bell’s Palsy a. Penyebabnya tidak diketahui, umumnya dianggap akibat infeksi semacam virus herpes (HSV 1 dan virus Herpes zoster). Virus tersebut dapat dormant (tidur) selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun demikian Bell's palsy tidak menular.
5
BELL’S PALSY
b. Bell's palsy disebabkan oleh pembengkakan nervus facialis sesisi, akibatnya pasokan darah ke saraf tersebut terhenti, menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls atau rangsangnya terganggu, akibatnya perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan. c. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela d. Infeksi telinga tengah (otitis media kronik) e. Tumor (tumor intracranial) f. Trauma kepala g. Gangguan pembuluh darah (thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris, dan arteri serebri media) 2.4 Patofisiologi Penyakit Bell’s Palsy Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin” atau dalam bahasa inggris “cold”. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC,
6
BELL’S PALSY
atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabangcabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu. 2.6 Manifestasi Klinis Penyakit Bell’s Palsy Pasien Bells Palsi mengeluhkan hemiparalisis wajah nonprogresif. Gejala lainnya meliputi : a. Mati rasa di wajah, telinga, dan lidah b. Gangguan pengecapan c. Wajah terkulai pada bagian yang terkena d. Ketidakmampuan untuk mengontrol gerakan pada otot wajah e. Kesukaran untuk menutup sebelah mata f. Kekeringan pada sebelah mata
7
BELL’S PALSY
g. Kesukaran untuk merasa bagian hadapan lidah pada bagian yang diserang, perubahan pada jumlah air liur h. Bunyi pendengaran yang lebih kuat dari pada biasanya pada satu bagian telinga. i. Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata. j. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh. k. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat. l. Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat. (Dika Supranata, 2013) 2.7 Penatalaksanaan Penyakit Bell’s Palsy Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan tonus otot wajah dan untuk mencegah atau meminimalkan denervasi. Klien harus diyakinkan bahwa keadaan yang terjadi bukan stroke, hal ini menjadi penting karena penderita dapat mengalami stress yang berat ketika terjadi salah pengertian. Penatalaksanaan medis yang dilakukan meliputi : a. Terapi kortikosteroid (Prednison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian) dapat diberikan untuk menurunkan radang dan edema, yang pada gilirannya mengurangi kompresi vaskuler dan memungkinkan perbaikan sirkulasi darah ke saraf tersebut. Pemberian awal terapi kortikosteroid ditujukan untuk mengurangi penyakit semakin berat, mengurangi nyeri, dan membantu mencegah atau meminimalkan denervasi. b. Pemberian obat- obat antivirus Acyclovir (400 mg selama 10 hari). Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus. c. Penanganan mata
8
BELL’S PALSY
Pemberian pelumas mata setiap jam sepanjang hari dan salep mata harus digunakan setiap malam. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur.
Klien dianjurkan untuk menutup kelopak mata yang mengalami paralisis secara manual sebelum tidur. Gunakan penutup mata dengan kacamata hitam untuk menurunkan penguapan normal dari mata.
d. Jika saraf tidak terlalu sensitif, wajah dapat dimasase (teknik untuk memasase dengan gerakan lembut ke atas) beberapa kali sehari untuk mempertahankan tonus otot. Latihan wajah seperti mengerutkan dahi, menggembungkan pipi luar, dan bersiul dapat dilakukan dengan menggunakan cermin dan dilakukan teratur untuk mencegah atrofi otot. (Arif Muttaqin, 2011) 2.8 Komplikasi Penyakit Bell’s Palsy Beberapa komplikasi yang mungkin dapat muncul, meliputi: a. Hilangnya rasa (ageusia) b. Kerusakan saraf wajah yang permanen c. Spasme wajah kronis (kontraksi kedutan spontan pada saraf yang mengontrol otot-otot wajah seperti alis, kelopak mata, mulut, bibir) d. Infeksi kornea mata e. Kebutaan penuh atau sebagian
9
BELL’S PALSY
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BELL’S PALSY
3.1 Pengkajian Keperawatan
Keluhan utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan dalah berhubungan dengan kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi.
Riwayat penyakit saat ini Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk menunjang keluhan utama klien. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien Bell;s palsy biasanya didapatkan keluhan kelumpuhan otot wajah pada satu sisi. Kelumpuhan fasialis ini melibatkan semua otot wajah sesisi. Bila dahi dikerutkan, lipatan kulit dahinya hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bila klien disuruh memejamkan kedua matanya, maka pada sisi yang tidak sehat, kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata keatas dapat disaksikan. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda bell.
Riwayat penyakit dahulu Pengkajian
penyakit
yang
pernah
dialami klien
yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami penyakit iskemia vaskuler, otitis media, tumor intrakranial, trauma kapitis, penyakit virus (herpes simplek, herpes zoster), penyakit autoimun, atau kombinasi semua faktor ini. Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering digunakan klien, pengkajian kemana klien sudah meminta pertolongan dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
10
BELL’S PALSY
Riwayat psiko-sosio-spiritual Pengkajian psikologis klien Bell’s palsy meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognisi dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap kelumpuhan otot wajah sesisi dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citratubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui danperubahan perilaku akibat stres.
Pemeriksaan fisik 1. B1(Breathing) Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan inspeksi didapatkan klien
tidak batuk,
tidak sesak napas, tidak ada
penggunaan otot bantu napas, dan frekuensi pernapasan dalam batas normal. Palpasi biasanya traktil premitus seimbang kanan dan kiri. perkusi didapatkan resonan pada seluruh lapangan paru. Askultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan. 2. B2 (Blood) Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai
pemeriksaan nadi
dengan frekuensi dan irama yang normal. TD dalam batas normal dan tidak terdengar bunyi jantung tambahan. 3. B3 (Brain) Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkaian pada sistem lainnya. a. Tingkat Kesadaran Pada Bell’s palsy biasanya kesadaran klien compos mentis.
11
BELL’S PALSY
b. Fungsi Serebri Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik yang pada klien Bell’s palsy biasanya status mental klien mengenai perubahan. c. Pemeriksaan saraf kranial i.
Saraf I. Biasanya pada klien Bell’s palsy tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
ii.
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
iii.
Saraf III, IV, dan VI. Penurunan gerakan kelopak mata pada sisi yang sakit (lagoftalmos ).
iv.
Saraf V. Kelumpuhan seluruh otot wajah seisi, lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan mendatar, adanya gerakan sinkinetik.
v.
Saraf VII. Berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin sekali
adema
nervus
fasialis
di tingkat
faranem
stilomastedeus meluas sampai bagian nervus fasialis, di mana khorda timpani menggabungkan diri padanya. vi.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
vii.
Saraf IX dan X.
Paralisis
Otot orofaing, kesukaran
berbicara, mengunya, dan menelan. Kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral. viii.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Kemampuan mobilisasi leher baik.
ix.
Saraf XII. Lidah simestris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan mengalami
kelumpuhan dan pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang tajam. d. Sistem Motorik
12
BELL’S PALSY
Bila tidak melibatkan disfungsi neurologis lain, kekuatan otot normal, control keseimbangan dan koordinasi pada Bell’s palsy tidak ada kelainan. e. Pemeriksaan Refleks Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. f. Gerakan Involunter Tidak
ditemukan
adanya
tremor,
kejang,
dan
distonia.
Pada beberapa keadaan sering di temukan Tic Fasialis. g. Sistem Sensorik Kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu tidak ada kalainan. 4. B4 (Bladder) Pemeriksaan
pada
sistem
perkemihan
biasanya
didapatkan
berkurangnya volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. 5. B5 (Bowel) Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien Bell’s palsy menurun karena anoreksia dan kelemahan otot –otot mengunyah serta gangguan proses
menelan
menyebabkan
pemenuhan via oral
menjadi berkurang. 6. B6 (Bone ) Penurunan kekuatan otot
dan
penurunan tingkat kesadaran
menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain. 3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan bunyi pendengaran yang lebih kuat pada satu bagian. 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot-otot mengunyah.
13
BELL’S PALSY
14
3. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah. 4. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit dan perubahan kesehatan. 5. Kurangnya pengetahuan perawatan diri sendiri yang berhubungan dengan informasi yang tidak edekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan. 5.3 Intervensi Keperawatan 1.
Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan bunyi pendengaran yang lebih kuat pada satu bagian. Tujuan
: nyeri pada telinga klien berkurang, hilang
Kriteria hasil
: klien mampu mengatasi nyeri yang dirsakan saat
mendengar Intervensi Keperawatan Intervensi Kaji/hubungkan
faktor
fisik/emosi
Rasional dari Faktor
yang
berpengaruh
terhadap
keadaan seseorang.
keberadaan/persepsi nyeri tersebut.
Tinggikan ektremitas yang sakit.
Mendorong
aliran
memudahkan
balik
vena
sirkulasi,
untuk
menurunkan
pembentukan statis/edema. Catat adanya pengaruh nyeri, misalnya : Nyeri dapat mempengaruhi kehidupan sampai hilangnya perhatian pada hidup, penurunan pada suatu keadaan yang cukup serius dan aktivitas, penurunan berat badan.
mungkin berkembang ke arah depresi.
Anjurkan untuk beristirahat dalam ruangan Menurunkan stimulasi yang berlebihan yang yang tenang.
dapat mengurangi bunyi yang membuat telinga klien sakit.
Berikan kompres dingin pada bagian telinga Meningkatkan akibat adanya infeksi telinga tengah
rasa
nyaman
menurunkan vasodilatasi.
Berikan obat, sesuai indikasi: Analgesik, Mengurangi nyeri dan inflamasi. antipiretik (contoh asetaminofen).
dengan
BELL’S PALSY
2.
15
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otototot mengunyah Tujuan
: nutrisi klien meningkat
Kriteria hasil
: klien mampu memenuhi nutrisi sesuai kebutuhan klien
Intervensi Keperawatan Intervensi
Rasional
Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
Jelaskan pentingnya makanan bagi proses Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi penyembuhan.
akan
memotivasi
untuk
meningkatkan
pemenuhan nutrisi. Mencatat intake dan output makanan klien.
Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.
Kolaborasi
dengan
ahli
gizi
untuk Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi
membantu memilih makanan yang dapat yang membantu klien memilih makanan memenuhi kebutuhan gizi selama sakit.
sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.
Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi Dengan sering.
sedikit
tapi
sering
mengurangi
penekanan yang berlebihan pada lambung.
Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine Meningkatkan selera makan klien. sebelum dan sesudah makan.
3.
Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah. Tujuan
: konsep diri klein meningkat
Kriteria hasil
: klien mampu menggunakan koping yang positif
Intervensi dan Rasional Intervensi
Rasional
Kaji dan jelaskan kepada klien tentang Intervensi keadaan paralisis wajahnya. Bantu
klien
menggunakan
koping yang positif.
awal
bisa
mencegah
disstres
psikologi pada klien. mekanisme Mekanisme
koping
yang
positif
dapat
membantu klien lebih percaya diri, lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan
BELL’S PALSY
dilakukan
dan
mencegah
16
tetjadinya
kecemasan tambahan. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin Orientasi dapat menurunkan kecemasan. dan aktivitas yang diharapkan. Libatkan
system
pendukung
dalam Kehadiran system pendukung meningkatkan
perawatan klien.
4.
citra diri klien.
Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit dan perubahan kesehatan. Tujuan
: kecemasan hilang atau berkurang
Kriteria hasil
: mengenal perasaannnya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dan menyatakan ansietas berkurang/hilang.
Inrervensi dan Rasional Intervensi
Rasional
Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, Reaksi verbal/non verbal dapat menunjukkan dampingin klien dan lakukan tindakan bila rasa agitasi, marah dan gelisah. menunjukkan perilaku merusak. Mulai
melakukan
tindakan
untuk Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
mengurangi kecemasan. Beri lingkungan perlu. yang tenang dan suasana penuh istirahat. Tingkatkan kontrol sensasi klien.
Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan)
dengan
cara
memberikan
informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan
diri),
yang
positif,
membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respons balik yang positif. Beri
kesempatan
kepada
klien
mengungkapkan kecemasannya.
untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak dieksperesikan.
Berikan privasi untuk klien dan orang Memberi waktu untuk mengeksperesikan
BELL’S PALSY
terdekat.
17
perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan tewman-teman yang dipilih klien yang melayani aktivitas dan pengalihan
(misalnya
membaca)
akan
menurunkan perasaan terisolasi.
5.
Kurangnya pengetahuan perawatan diri sendiri yang berhubungan dengan informasi yang tidak edekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan. Tujuan
: dalam jangka waktu 1x30 menit klien akan memperlihatkan kemampuan pemahaman yang adekuat tentang penyakit dan pengobatannya.
Kriteria hasil : klien mampu secara subjektif menjelaskan ulang secara sederhana terhadap apa yang telah didiskusikan. Intervensi dan Rasional Intervensi Kaji
kemampuan
belajar,
Rasional tingkatkan Indikasi progresif atau reaktivasi penyakit
kecemasan, partisipasi, media yang sesuai atau efek samping pengobatan serta untuk untuk belajar.
evaluasi lebih lanjut.
Identifikasi tanda dan gejala yang perlu Meningkatkan kesadaran kebutuhan tentang dilaporkan keperawatan.
perawatan
diri
untuk
meminimalkan
kelemahan. Jelaskan instruksi dan informasi misalnya Meningkatkan
kerja
sama/
partisipasi
penjadwalan pengobatan.
terapeutik dan mencegah putus obat.
Kaji ulang resiko efek samping pengobatan.
Dapat mengurangi rasa kurang nyaman dari pengobatan untuk perbaikan kondisi klien.
Dorong
klien
mengeksperesikan Memberikan kesempatan untuk mengoreksi
ketidaktahuan/kecemasan dan beri informasi persepsi yang dibutuhkan..
yang
kecemasan.
salah
dan
mengurangi
BELL’S PALSY
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bells palsi adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmitik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Penyebabnya tidak diketahui, umumnya dianggap akibat infeksi semacam virus herpes simpleks. Virus tersebut dapat dormant (tidur) selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun demikian Bell's palsy tidak menular.
4.2 Saran Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait tentang meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu sumber ilmu (materi terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Bell’s Palsy.
18
BELL’S PALSY
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika. Michael I. Greenberg, MD, MPH. 2008. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Musyirah
Megarisky.
2011.
Askep
Bells
Palsy.
http://musyrihah-
megarezky.blogspot.com/2011/11/askep-bells-palsy.html.
Diakses
Tanggal 29 Oktober 2013 Supranata,
Dika.
2013.
Askep
Bells
http://dikasuccess.blogspot.com/2013/09/askep-bells-palsy.html.
Tanggal 28 Oktober 2013.
Palsy. Diakses
19
View more...
Comments