Makalah Audit Lingkungan.docx
December 11, 2018 | Author: MusLimatinSSi | Category: N/A
Short Description
Download Makalah Audit Lingkungan.docx...
Description
Makalah Audit Lingkungan Pabrik Gula
Oleh : Adilia Putri Galuh
(111810401048)
Putri Sultan Maredh Jawi
(121810401023)
Muslimatin
(121810401035)
Nur Hayati
(121810401071)
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2014
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Industri gula di Indonesia telah ada sejak tahun ’30-an, ’30-an, kebanyakan pabrik gula tersebar di wilayah Pulau Jawa. Pabrik-pabrik gula di Indonesia sering mengalami pasang surut dalam usahanya. Hal tersebut dikarenakan berbagai macam masalah seperti : teknologi dan peralatan yang sudah lama, penetapan kuota impor, produktivitas tebu dan rendemen yang menurun dari tahun ke tahun. Masalahmasalah yang timbul dalam kelemahan sistem pengendalian internal tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai keefektifan sistem pengendalian internal di dalam pabrik tersebut (Kosasih, 1995). Tingginya perkembangan dunia usaha mendorong perusahaan-perusahaan seperti Pabrik Gula Kebon Agung Malang untuk bersaing dengan perusahaan lain. Semakin besar daya saing, manajemen pabrik dituntut ntuk mengembangkan diri agar mencapai operasi yang efektif dan efisien guna mewujudkan tujuan perusahaan secara maksimal. Guna mencapai tujuan tersebut, perusahaan harus memiliki garis kebijakan dan manajemen yang baik (Sasongko, 2002). Terlepas dari itu, manajemen harus melakukan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan yang meliputi perencanaan dan pengendalian. Salah satu cara pengendalian adalah dengan memberikan posisi dan wewenang bagi auditor untuk menjalankan operasi independen. Posisi auditor adalah untuk mengaudit perusahaan. Audit pada pabrik gula dilakukan guna menelaah atau memeriksa dan menilai serta menetapkan prosedur operasi dan sistem pengendalian pada perusahaan sehingga dapat mengatasi masalah yang timbul di perusahaan (Anthony, et all.,1995). 1.2. Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini ialah sebgai berikut: 1. Mengetahui evaluasi dari pelaksanaan sistem manajemen lingkungan Pabrik Gula di Indonesia.
2. Mengetahui proses pengelolaan kembali limbah pada Pabrik Gula di Indonesia 3. Mengetahui pencemaran akibat pabrik gula
BAB II ISI
2.1. Pabrik Gula Pabrik gula merupakan salah satu industri yang menggunakan behan-bahan sisa industrinya sebagai bahan bakar ketel dalam
menghasilkan uap sebagai
pembangkit dan pendukung proses produksinya. Bahan bakar yang digunakan adalah ampas tebu (bagasse) yang merupakan sisa dari penggilingan gula. Bagasse pada proses penggilingan adalah sebesar 30% dari berat tebu yang akan digiling setiap jam. Bagasse hasil dari penggilingan terdiri dari fiber, moisture dan dissolved solid (Widodo, 2007). Penanaman tebu di Indonesia pertama kali terjadi pada abad ke-17 di sekitar Batavia, lalu berkembang ke arah timur. Penanaman tebu salah satunya dilembagakan oleh culturstelsel untuk memacu produksi Gula yang dimulai tahun 1830. Daerah perkebunan tebu selanjutnya tumbuh sejak tahun 1840an dan berkembang sampai abad berikutnya adalah daerah pesisir utara dari Cirebon hingga Semarang, di sebelah selatan Gunung Muria hingga Juwana, daerah kerajaan (Vorstenlanden) (Vorstenlanden),, Madiun, Kediri, Besuki, di sepanjang Probolinggo hingga Malang melalui Pasuruan, dari Surabaya Barat Daya sampai ke Jombang (Novrasilofa, 2009). Pabrik gula partikulir gula partikulir dan milik negara diIndonesia diIndonesia mulai bermunculan setelah dimulainya er aliberalisme pada aliberalisme pada masa penjajahanHindia penjajahanHindia Belanda(1870), Belanda(1870), dengan diperkenalkannya Hak Sewa Tanah untuk penggunaan selama 70 tahun. Sebelumnya, telah berdiri sejumlah pabrik gula sederhana untuk mengolah panenan tebu,
yang
termasuk
dalam
komoditi
yang
diikutsertakan
dalam
program
Cultuurstelsel (Novrasilofa, Cultuurstelsel (Novrasilofa, 2009). Pabrik-pabrik gula di Indonesia sendiri dipegang oleg BUMN yang bergerak pada bidang
agribisnis perkebunan, yakni PTPN XI (PERSERO). PTPN XI
(PERSERO) memiliki beberapa unit usaha Pabrik Gula yang tersebar di beberapa tempat, antara lain : PG Soedhono di Ngawi, PG Semboro di Jember, PG Assembagoes di Situbondo, serta PG Kedawoeng di Pasuruan (Novrasilofa, 2009).
2.2. Hasil Olahan Hasil produk akhir dari pabrik gula adalah gula yang berbentuk kristal-kristal putih (bulir). Proses menghasilkan produk berupa b erupa gula melewati beberapa tahap, dan beberapa tahap tersebut pada akhirnya mengahsilkan limbah. Adapun tahap-tahapnya yaitu : 1.
Proses Pemerahan Tebu (Ekstraksi) di stasiun di stasiun gilingan Tebu yang sudah ditimbang dipindahkan dari lori atau truk ke meja tebu dengan
menggunakan travelling cane yang digerakkan oleh motor listrik. Pada ujung meja tebu, tebu diratakan dengan pisau perata agar permukaan tumpukan tebu tidak terlalu tebal sehingga tidak memberatkan kerja pisau perata (Kosasih, 1995). 2.
Proses Pemurnian Nira di stasiun di stasiun pemurnian Nira mentah yang berasal dari stasiun gilingan ditimbang dahulu dengan
timbangan boulogne. Fungsi dari penimbangan ini adalah untuk mengetahui berat nira yang diperoleh dari berat tebu yang digiling dan menentukan jumlah zat-zat yang ditambahkan dalam proses selanjutnya (Kosasih, 1995). 3.
Proses Penguapan (Evaporasi) di stasiun di stasiun penguapan Untuk menguapkan sebagian besar air yang terkadung di dalam nira encer
dengan kadar brix 13-14%, sehingga didapat nira kental dengan kadar brix 60-65%. 4.
Proses Kristalisasi di stasiun di stasiun Masakan Pada stasiun masakan di pabrik gula dilakukan penguapan kedua, yaitu
memasak nira kental atau kristalisasi. Dapat dilakukan pemasakan ke masakan A, masakan D, masakan C (Kosasih, 1995). 5.
Proses Pemisahan Kristal di stasiun di stasiun puteran. Prinsip proses puteran adalah memisahkan kristal-kristal dari larutan induknya
dengan menggunakan centrifugal. Didalam centrifugal bahan padat (kristal) akan tertahan di tempat dan cairan keluar melalui saluran pipa centrifuge dan berputar didalamnya (Kosasih, 1995). 6. Proses Pengeringan dan Pembungkusan di stasiun di stasiun penyelesaian
a. Pengeringan alamiah : Gula SHS yang keluar dari puteran SHS dibawa menuju talang goyang. b. Pengayakan : Gula kering yang dikeluarkan dari tromol puteran SHS akan turun ke ayakan getar yang terdiri dari tiga tingkat, yaitu : o
Ayakan kasar menghasilkan gula kasar/gula kerikil.
o
Ayakan normal menghasilkan gula normal/gula produk.
o
Ayakan halus menghasilkan gula halus.
c. Penimbangan : Hasil produksi yang berupa gula normal dimasukkan dalam karung plastik. Tiap karung berisi gula seberat 50 Kg (Anthony,1995). 2.3. Limbah Pabrik Gula Dari masing-masing proses yang dilewati sehingga menghasilkan sebuah produk gula tersebut pasti menghasilkan limbah, baik itu limbah padat, cair bahkan gas. Berikut ini adalah kategori limbah yang dihasilkan pabrik gula : A. Limbah padat o
Blotong hasil filtrasi vacum filter selanjutnya digunakan masyarakat untuk pupuk tanaman.
o
Ampas hasil pemerahan nira pada stasiun gilingan dapat digunakan sebagai bahan baku kertas, kampas rem dan sebagai bahan bakar ketel.
o
Abu ketel, merupakan sisa pembakaran ampas di stasiun ketel (Kosasih, 1995).
B. Limbah cair o
Air pendingin mesin, didinginkan untuk mendinginkan mesin atau peralatan pabrik antara lain meliputi peralatan mesin giling, stasiun penguapan, penguap an, stasiun masakan, stasiun puteran dan pendingin pada unit pembangkit listrik.
o
Blow down dari ketel, akan tercampur bersama air buangan dari air pendingin mesin (Kosasih, 1995).
C. Limbah gas o
Asap dan jelaga hasil pembakaran ampas pada stasiun ketel (Kosasih, 1995).
2.4. Pencemaran Limbah Pabrik Gula Dengan semakin meningkatnya perkembangan sektor industri, baik di bidang pertanian, industri kimia, industri logam dasar, industri jasa, dan jenis aktifitas manusia maka semakin meningkat pula pencemaran tanah, udara, air akibat dari kegiatan tersebut. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan akibat dari aktifitas tersebut, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan salah satunya dengan menetapkan baku mutu lingkungan yang mencakup keseluruhan, mulai dari baku mutu air, limbah cair, baku mutu udara emisi, dan sebagainya. Baku mutu air dalam hal ini adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar yang terdapat dalam air, tetapi air tersebut masih dapat digunakan sesuai dengan kriterianya. Sedangkan baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada sumber air, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air. Dan dalam hal ini pencemaran yang bisa ditimbulkan terdiri dari pencemaran limbah cair, padat maupun gas (Unus, 2002). Pencemaran dalam bentuk asap dan debu merugikan masyarakat dalam segi kesehatan, baik itu kesehatan paru-paru dan sitem pernapasan serta bagi indra yang lain seperti kulit, mata, dan lain sebagainya. Abu tebu merugikan masyarakat dalam segi pertanian, hal ini dapat di lihat dari keberadaan abu tebu yang menurunkan tingkat kesuburan tanah (Unus, 2002). Pencemaran air sungai dapat berupa bau yang menusuk dan pengurangan oksigen dalam air, sedang blotong yang ditumpuk dalam keadaan basah dapat menimbulkan bau yang menusuk dan sangat mengganggu masyarakat sekitar. Dalam bentuk cairan, limbah industri ini berbahaya karena merusak ekosistem air. Untuk itu perlu diadakannya pemanfaatan dari pada limbah cair itu sendiri untuk mengurangi dampak yang dirasakan oleh masyarakat (Unus, 2002). 2.5. Penanggulangan Limbah Pabrik Gula Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan
digunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter, sedangkan tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan Kristal (Riswan, 2009). Cara mengatasinya sebagai berikut : 1.
Limbah Bagasse (Ampas)
Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula). Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagasse. Selain itu bagasse semula banyak dimanfaatkan oleh pabrik kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak tersedia bahan baku kertas lain yang lebih berkualitas, sehingga pabrik kertas mulai jarang menggunakannya (Riswan, 2009). Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang berguna untuk kesuburan tanah. Ampas (bagasse) tebu mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5; dan 0,38% K2O. Kompos dapat dibuat dari campuran blotong, ampas (bagasse) dan abu ketel (Widodo, 2007). 2.
Limbah Blotong (Padat) Salah satu limbah yang dihasilkan PG dalam proses pembuatan gula adalah
blotong, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi (panas), berbentuk seperti tanah, sebenarnya sebenarn ya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan. Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa PG daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Blotong dapat digunakan langsung sebagai
pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah. Untuk memperkaya unsur N blotong dikompos dengan ampas tebu dan abu ketel (Santoso, 2008). Upaya lain untuk menangani limbah blotong adalah pemanfaatannya sebagai pengganti kayu bakar dengan cara menghilangkan kadar air yang terkandung didalamnya. Untuk memudahkan dalam penggunaanya sebagai kayu bakar, blotong dicetak dalam ukuran yang mudah diangkut dan sesuai dengan ukuran mulut kompor dapur. blotong dapat juga digunakan sebagai pakan ternak dengan cara dikeringkan dan dipisahkan partikel tanah yang terdapat didalamnya (Santoso, 2008). 3. Limbah Tetes (Cair) Tetes atau molasses merupakan produk sisa (by product) pada proses pembuatan gula. Tetes diperoleh dari hasil pemisahan sirop low grade dimana gula dalam sirop tersebut tidak dapat dikristalkan lagi. Tetes merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat yang mudah larut (48-68)%, kandungan mineral yang cukup dan disukai ternak karena baunya manis. Selain itu tetes juga mengandung vitamin B komplek (Santoso, 2008). Pada pemrosesan gula tetes yang dihasilkan sekitar 5 – 6 6 % tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas 6000 ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan kesehatan. Penggunaan tetes sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol, pabrik MSG, serta pabrik pakan ternak (Santoso, 2008). Tetes
mengandung
mineral
kalium
yang
sangat
tinggi
sehingga
pemakaiannya pada sapi harus dibatasi maksimal 1,5-2 Kg/ekor/hari. Penggunaan tetes sebagai pakan ternak sebagai sumber energi dan meningkatkan nafsu makan, selain itu juga untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dengan peningkatan daya cernanya (Martoyo, 1994). 2.6. Dampak Pabrik Gula Perindustrian yang saat ini berkembang di pasaran ternyata memberikan dampak negatif bagi masyarakat di sekitarnya. Dampak negatif tersebut ditimbulkan
oleh berbagai macam jenis pencemar yang ada. Pencemar-pencemar tersebut terbagi menjadi beberapa pokok bahasan, seperti pencemar dalam bentuk asap atau gas, dalam bentuk padatan dan dalam bentuk cairan (Widjaja, 2005). Pencemaran dalam bentuk asap dan debu merugikan masyarakat dalam segi kesehatan, baik itu kesehatan paru-paru dan sitem pernapasan serta bagi indra yang lain seperti kulit, mata, dan lain sebagainya. Abu tebu merugikan masyarakat dalam segi pertanian, hal ini dapat di lihat dari keberadaan abu tebu yang menurunkan tingkat kesuburan tanah (Widjaja, 2005). Pencemaran air sungai dapat berupa bau yang menusuk dan pengurangan oksigen dalam air, sedang blotong yang ditumpuk dalam keadaan basah dapat menimbulkan bau yang menusuk dan sangat mengganggu masyarakat sekitar. Dalam bentuk cairan, limbah industri ini berbahaya karena merusak ekosistem air. Untuk itu perlu diadakannya pemanfaatan dari pada limbah cair itu sendiri untuk mengurangi dampak yang dirasakan oleh masyarakat (Widjaja, 2005).
NO
1.
PERTANYAAN
JAWABAN YA
TIDAK
Apakah pabrik tempat anda bekerja telah memiliki ijin pembangunan pabrik?
2.
Apakah pabrik anda telah memiliki kebijakan, baik kebijakan untuk karyawan, kebijakan untuk manager, dan kebijakan untuk administrasi?
3.
Apakah penyediaan bahan baku sudah memenuhi standart mutu?
4.
Apakah penyediaan alat sudah memenuhi standart operasional?
5.
Apakah proses pengolahan bahan baku sudah memenuhi standart mutu?
6.
Apakah gedung pabrik tempat anda bekerja telah terjamin kebersihannya?
7.
Apakah anda memperhatikan dampak keberadaan pabrik terhadan lingkungan sekitar?
8.
Apakah pengolahan limbah di pabrik anda sudah maksimal?
9.
Apakah pabrik anda memiliki pedoman pengendalian bahaya dan resiko?
10.
Apakah setiap pekerja telah memiliki jaminan keselamatan kerja?
Tabel 2.1. Contoh audit lingkungan Pabrik Gula dengan metode checklist
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada makalah ini yang telah didapat dan dihimpun dari berbagai sumber, diperoleh kesimpulan bahwa rata-rata pabrik gula di Indonesia memiliki dan menggunakan bahan dasar yang telah memenuhi standart, begitu juga dalam
hal
operasional
alat
hingga
pengetahuan
tentang
pengolahan
dan
penanggulangan limbah dari hasil olahan produk. Namun, pada pelaksaannya pelaksaan nya kurang optimal. Masih banyak pabrik yang membuang limbah ke sungai-sungai, dan kurang memperhatikan dampak dan keselamatan baik bagi pekerja maupun lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Robert N., John, Dearden., and Norton M, Bedford. 1995. Sistem Pengendalian Manajemen, Edisi Kelima. Kelima. Jakarta : Erlangga Kosasih, Ruchyat. 1995. Auditing: 1995. Auditing: Prinsip dan Prosedur, Buku Satu. Satu. Yogyakarata : Ananda Martoyo, T., B. E. Santoso dan M. Mochtar. 1994. Bahan 1994. Bahan penjernih alternatif untuk analisis pol nira dan bahan alur proses di pabrik gula. gula. Majalah Penelitian Gula Vol 30 (3 – (3 – 4). 4). P3GI. Pasuruan. pp: 1 – 5. 5. Novrasilofa, S. 2009. Museum 2009. Museum Gula Gondang Baru di Klaten. Klaten. Semarang : Universitas Diponegoro Riswan. 2009. Blotong Filter Cake. http://www.risvank.com/?p=307. Diakses 7 Oktober 2014 Santoso.B.E.,
2008. Limbah
Pabrik
Gula:
Penanganan,
Pencegahan
Dan
Pemanfaatannya Dalam Upaya Program Langit Biru Dan Bumi Hijau. Hijau. Pasuruan : Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. p: 1-6. Sasongko, Totok. 2002. Indepedensi Internal Auditor dalam Usaha Pengendalian Operasi Perusahaan Guna Mencapai Efisiensi dan Efektivitas. Efektivitas. Malang : Universitas Tribhuwana Tunggadewi Unus, Suriawiria.2002. Pupuk Organik Kompos dari Sampah, Bioteknologi Agroindustri. Bandung: Humaniora Utama Press. Widodo. Yusuf. 2007. Pemanfaatan Limbah Industri Gula Melalui Pengolahan Biologis Dan Kimiawi Dalam Upaya Meningkatkan Upaya Kecernaannya Secara Invitro. Invitro. Lampung : Lampung University Library Widjaja, Tri (2005), Kursus Pengolahan Limbah Cair Industri. Suraba ya : Jurusan Teknik Kimia, ITS.
View more...
Comments