makalah aswaja saja

September 17, 2017 | Author: Taree Nee | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

bermukim di pesantren 3 hari saja...

Description

KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Allah SWT serta taufik hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan laporan praktik Aswaja IV ini pada pesantren Darul Hikmah Jember. Adapun maksud dan tujuan penyusunan laporan ini untuk memenuhi persyaratan tugas akhir dalam menyelesaikan mata kuliah Aswaja IV. Perlu kiranya dikemukakan bahwa didalam penyusunan laporan ini bukan hanya kerja penulis semata, melainkan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ahma Khalid, M.Pd.I, selaku pengampu mata kuliah ASWAJA IV, universitas Islam Jember 2. Drs. KH. Ach. Nashihin AR, selaku pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikmah Jember 3. Semua karyawan Universitas Islam Jember 4. Teman-teman kuliah yang menempuh mata kuliah ASWAJA IV angkatan 2010 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terimakasih untuk kalian semua. Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan Laporan

praktik Aswaja IV ini. Akhirnya penulis berharap,

semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Jember, 10 Juli 2012

Penulis

iii

1

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................. HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... BAB 1. Paparan Data Tentang Pesantren ................................................. 1.1 Sejarah berdirinya dan tujuan pesantren ....................................... 1.2 Pemahaman nilai-nilai ASWAJA ................................................. 1.3 Program pesantren dan kurikulum pesantren ................................ 1.4 Kontekstualisasi ASWAJA dan NU .............................................. BAB 2. Landasan Teori ............................................................................. 2.1 Hakekat Nahdlatul Ulama ............................................................. 2.2 Peranan Para Ulama Pengasuh Pesantren Dalam Mengembangkan Jam’iyah Nahdlatul Ulama ........................................................... BAB 3. Analisis Data .................................................................................. 3.1 Struktur dan Prasarana Pesantren .................................................. 3.1.1 Komponen yang terdapat dalam pesantren ............................ 3.1.2 Program pesantren secara menyeluruh ................................. 3.2 Kurikulum pesantren .................................................................... 3.2.1 Visi Misi kurikulum pesantren ............................................. 3.2.2 Isi dan tujuan kurikulum ....................................................... 3.2.3 Pengembangan kurikulum .................................................... 3.2.4 Penjadwalan pengajaran/pengajian ....................................... 3.2.5 Evaluasi pengajaran/pengajian ............................................. 3.2.6 Pembinaan peningkatan kemampuan sebagai ustadz/ ustadatz................................................................................. 3.3 Hubungan dengan masyarakat ...................................................... 3.3.1 Program hubungan pesantren dengan masyarakat ................. 3.3.2 Bentuk-bentuk kegiatan masyarakat ..................................... 3.4 Pemahaman aplikasi aswaja di pesantren ...................................... 3.4.1 Pemahaman tekstual aswaja di pesantren ............................. 3.4.2 Pemahaman kontekstualisasi aswaja di pesantren ................. 3.4.3 Kontekstualisasi ASWAJA dalam pesantren ......................... BAB 4. Penutup .......................................................................................... 4.1 Kesimpulan .................................................................................. 4.2 Saran ............................................................................................ DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv 2

i ii iii iv v vi 1 1 1 3 4 5 5 5 7 7 8 8 9 10 10 10 11 11 12 12 13 13 14 14 14 15 17 17 17

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1.1: Struktur Yayasan Pondok Pesantren Al Hikmah ...............................

3v

7

DAFTAR LAMPIRAN

A. Gambar 1 Asrama putrid tampak dari belakang B.

Gambar 2. Tausiyah agama bersama mahasiswa dengan ustadz

C.

Gambar 3. Dzikir bersama setelah sholat berjama’ah

D. Gambar 4. Diskusi Bersama mahasiswa dengan pengasuh pesantren

4

vi

1

BAB 1. PAPARAN DATA TENTANG PESANTREN 1.1 Sejarah Berdirinya Dan Tujuan Pesantren Pondok Pesantren Darul Hikmah didirikan oleh KH.Drs. Ach Nashihin,AR pada tahun 1988,

di awali oleh para sesepuh Desa Kranjingan yang

menginginkan agar ada Pondok pesantren di Kranjingan tersebut maka mereka menghadap kepada KH.As’ad agar mendirikan Pondok Pesantren ditempat yang sudah mereka persiapkan,

dikarenakan KH.As’ad telah mengasuh pondok

pesantren di Kabipaten Situbondo maka beliau meneruskan usul tersebut kepada KH. Abdus Samad dan diteruskan pula kepada KH.Drs. Ach Nashihin,AR, hal tersebut terjadi pada kisaran tahun 1988. Tetapi pada awalnya telah ada lembaga pedidikan ditanah wakaf tersebut yaitu MI Miftahul Ulum yang berdiri pada tahun 1966 dan MTS Akbar pada tahun 1986. Perkembangan selanjutnya selain pendidikan pesantren dan pendidikan formal tersebut, pada tahun 1990 berdiri sebuah lembaga pendidikan baru yaitu TK Al-Quran pada tahun 1990 dan dilanjutkan dengan berdirinya SMA Darul Hikmah pada tahun 2002 yang pada awalnya hanya dikhususkan kepada siswi perempuan saja, baru pada tahun 2006 SMA Darul Hikmah menerima siswa lakilaki dilajutkan pula dengan pembangunan SMP Darul Hikmah pada tahun 2006 dilanjutkan dengan berdirinya SMK Darul Hikmah yang berdiri pada tahun 2007. 1.2 Pemahaman Nilai-nilai ASWAJA Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan telah berjasa besar dalam mengembangkan ilmu-ilmu keislaman yang dibingkai dalam kerangka paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), moralitas luhur, serta dikemas dalam tradisi dan kearifan lokal. Misi ini kemudian tersebar luas ke dalam masyarakat Indonesia melalui perangkat organisasional NU. Jadilah masyarakat Islam di 1

Indonesia memiliki karakter yang pluralis, toleran, serta ramah terhadap nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Di sisi lain, mereka tetap berpegang teguh pada nilainilai dan spirit universal agama Islam. Ini merupakan sumbangsih yang nyata dari dunia Pesantren dan NU kepada bangsa Indonesia. Secara substansial, Pesantren merupakan institusi keagamaan yang sangat lekat dengan masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Lembaga ini tumbuh dan berkembang dari dan untuk masyarakat dengan memosisikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat dalam pengertian yang transformatif. Artinya, pendidikan Pesantren pada dasarnya merupakan pendidikan yang sarat dengan nuansa transformasi sosial. Dalam hal ini, Pesantren berkhtiar meletakkan visi dan kiprahnya dalam kerangka pengabdian sosial yang pada mulanya ditekankan pada pembentukan moral keagamaan, kemudian diperluas pada rintisan-rintisan pengembangan yang lebih sistematis dan terpadu. Pemberdayaan yang dilakukan Pesantren terhadap masyarakat bukan hanya terbatas pada bidang pendidikan dan keagamaan, tetapi juga menyangkut hal-hal yang menyentuh kebutuhan riil masyarakat, seperti pengembangan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan penggunaan teknologi alternatif. Kegiatan Pesantren ini merupakan benih sangat potensial yang dapat menjadikan Pesantren sebagai salah satu institusi alternatif untuk pengembangan dan pemberdayaan masyarakat Indonesia. Pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Pesantren tersebut merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang dianut Pesantren. Nilai pokok yang selama ini berkembang dalam dunia Pesantren adalah bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan ini diyakini sebagai ibadah. Artinya, kehidupan duniawi disubordinasikan dalam rangkuman nilai-nilai Ilahi yang telah mereka peluk sebagai sumber nilai tertinggi. Dari nilai pokok ini berkembanglah nilainilai luhur lainnya, seperti keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, dan kerja keras. Di samping itu, praktik keagamaan yang dilakukan dalam kehidupan Pesantren juga sarat dengan nilai-nilai moral yang merepresentasikan kezuhudan, wara’, tawakal, sabar, tawadhu’, dan selalu mengedepankan kejujuran. Nilai-nilai ini merupakan dasar yang dijadikan landasan oleh Pesantren dalam pendidikan dan pengembangan masyarakat. Dalam konteks kehidupan masyarakat yang kian

2

modern dan mengglobal seperti sekarang ini, nilai-nilai tersebut juga sangat potensial untuk dijadikan sebagai pijakan oleh masyarakat dalam menghadapi tantangan-tantangan modernitas dan globalisasi. 1.3 Program Pesantren Dan Kurikulum Pesantren Secara umum pesantren dapat diklasifikan menjadi dua, yakni pesantren salaf atau tradisional dan pesantren khalafatsiu modern. Sebuah pesantren disebut pesantren salaf ]ika dalam kegiatan pendidikannya semata-mata berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran tradisional serta belum dikombinasikan dengan pola pendidikan modern. Sedangkan pesantren khalaf dan modern adalah pesantren yang di samping tetap dilestarikannya unsur-unsur utama pesantren, memasukkan juga ke dalamnya unsur-unsur modern yang ditandai dengan sistem klasikal atau sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya. Pada pesantren ini sistem sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum digabungkan dengan pola pendidikan pesantren klasik, Dengan demikian pesantrern modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atau dipermoderr pada segisegi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah. Dalam keberlangsungan pendidikannya, pesantren Al Hikmah membagi lembaga pengajaran dan pengkajian islam ala pesantren menjadi 3 (Tiga) yaitu antara lain: (1). Formal - TK Darul Hikmah - SD Darul Hikmah - MIMU Darul Hikmah - SMP Darul Hikmah - MTs Akbar - SMA Plus Darul Hikmah - SMK Darul Hikmah - STAI Darul Hikmah (2). Non Formal

3

- TKA/TPA Alqur’an - Ta’limul Qur’an Lil Aulad - Madrasah Diniyah - Pengajian Kitab Kuning - Dzikir dan Pengajian Umum (3). Ekstra Kurikuler - Perikanan - Peternakan - Bahasa Arab - Bahasa Inggris - Otomotif - Olahraga 1.4 Kontekstualisasi ASWAJA NU Dengan segala metode pengajaran serta beragam keilmuan yang diajarkan di dalamnya, Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pesantren merupakan basis utama penyebaran ajaran Aswaja. NU dan (pendidikan) pesantren adalah dua institusi yang tidak dapat dipisahkan, kedua merupakan jantung satu sama lain yang saling memengaruhi. Dengan demikian, konsep pembentukan karakter bangsa yang digagas NU dan pesantren (dengan segala keunikannya) merupakan “simbiosis mutualisme” dua institusi dalam menebar khazanah Islam yang tak ternilai

harganya.

Segala

upaya

dalam iqamat

al-ma’ruf,

nahi

al-

munkar, dan tu’minuna billah, secara sinergis merupakan tugas dan fungsi pokok pesantren dalam membina para santrinya. Oleh karena itu konsep pembentukan karakter bangsa seperti apa yang dikembangkan NU dan pesantren dapat terwujud dan dapat diilhami oleh apapun dan siapaun individu dan lembaganya Sebagai komponen penting dalam tubuh bangsa Indonesia, NU dan pesantren mempunyai tekad bulat yang diwujudkan dengan komitmennya terhadap empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika). Dua prinsip yang telah lama dibangun NU dan pesantren adalah kekuatan tradisi dan pembentukan karakter bangsa.

4

5

BAB 2. LANDASAN TEORI

2.1 Hakekat Nahdlatul Ulama NU adalah jam’iyah Diniyah yang artinya suatu perkumpulan keagamaan. Dalam anggaran dasar Nahdlatul ulama pada bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa jam’iyah (perkumpulan) ini bernama “Nahdlatul Ulama”, di singkat NU, didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H yang bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M. Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyah Diniyah Islamiyah berasaskan pancasila dan berakidah islam menurut faham Ahlussunnah Waljama’ah serta menganut salah satu madzhab empat, yaitu : Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali. Karena itu pada Bab IV pasal 5 dalam anggaran dasar NU memuat penjelasan tentang tujuan Nahdlatul Ulama, yaitu berlakunya ajaran islam yang berhaluan Ahlussunnah Waljama’ah dan menganut salah satu madzhab empat di tengahtengah kehidupan, di dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berasaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 2.2 Peranan Para Ulama Pengasuh Pesantren Dalam Mengembangkan Jam’iyah Nahdlatul Ulama Pembentukan jam’iyah NU tiada lain merupakan upaya pengorganisasian potensi dan peran Ulama pesantren yang sudah ada untuk ditingkatkan dan dikembangkan lebih luas. NU didirikan adalah untuk menjadi wadah bagi usaha mempersatukan dan menyatukan langkah para Ulama Pesantren di dalam tugas pengabdian yang tidak lagi terbatas pada soal kepesantrenan dan kegiatan ritual keagamaan belaka, tetapi lebih ditingkatkan lagi pada kepekaan terhadap masalahmasalah social, ekonomi dan persoalan kemasyarakatan pada umumnya. Adapun peranan para ulama pengasuh pesantren dalam mengembangkan Jam’iyah Nahdlatul Ulama, diantaranya adalah : (1). Peranan dalam menyebarluaskan faham Ahlussunnah Waljama’ah

5

(2). Peranan yang berhubungan dengan usaha pengembangan NU ke berbagai daerah. (3). Peranan ulama dalam ikut menumbuhkan semangat nasionalisme dan cinta tanah air. (4). Peranan ulama dalam pembinaan masyarakat di bidang social, pendidikan dan perekonomian. (5). Peranan ulama di bidang politik yaitu peranan yang tumbuh sebagai sikap anti penjajah Belanda yang tergabung dalam pergerakan Islam.

6

7

BAB 3. ANALISIS DATA

3.1 Struktur Dan Prasarana Pesantren Secara structural pembagian kerja di Pondok Pesantren Darul Hikmah adalah : Gambar 1.1: struktur Yayasan Ponndok Pesantren Al Hikmah Pembina Drs.KH.Ach.Nashihin AR Ketua yayasan H.M.Sofyan Ziani Mubarok D AN Pengawasan H.Imam Junaidi Zuhriya

Sekretaris Hj. Luluk Fajriyah Iza Maulida AN

Bendahara Attoillah Arumi, SE

TK&TPA HJ. Muslimah, Spd

TK Darul Hikmah HJ. Zuhriyah, Spd

MI Miftahul Ulum Susilawati, Spd

SD Darul Hikmah Nening Eris Suparti, Spd

MTS Akbar Mursyid, Spd

SMP Darul Hikmah Sulaiman, Spd

SMA PLUS Darul Hikmah Hindana W, SS

SMK Darul Hikmah M. Yahya NF, Spd

Sumber : Pondok Pesantren Darul Hikmah

7

Adapun saran dan prasarananya antara lain :gedung pembelajaran, tempat ibadah, asrama putra, asrama putri, ruang praktek otomotif, ruang praktek tata busana, laboratorium IPA, aula pertemuan dan auditorium, perpustakaan, unit kesehatan sekolah, prasarana olah raga, koperasi dan kantin, wifi include, laboratorium multimedia, lab. Computer. 3.1.1 Komponen Yang Terdapat Dalam Pesantren Pelaku : kyai, ustadz, santri dan pengurus Sarana pesantren: (a).sarana perangkat keras: Masjid, pondok, rumah kyai, gedung sekolah, perpustakaan dll. (b). Sarana perangkat lunak: kurikulum pesntren, buku2 pesantren, cara-cara mengajar pesantren (bandongan, sorogan, halaqoh, menghafal) evaluasi pesantren (imtihan) 3.1.2 Program Pesantren Secara Menyeluruh Untuk mempersiapkan kebutuhan akan materi seorang santri tersebut setelah menamatkan pendidikan di sebuah Pondok Pesantren adalah satu hal yang sangat mendasar dengan kemapanan dalam segi materi, sebab seorang santri pada dasarnya dibina dan dididik untuk menjadi Mujahid Fisabillillah. Menjadi Mujahid Fisabilillah tidaklah mudah karena harus memiliki mental yang kuat, karena ia menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran agama. Diharapkan dengan kekuatan ekonomi kaum santri dalam berdakwah akan mencapai hasil maksimal terhadap sasaran dakwah. Tetapi pada umumnya para santri setelah mereka menamatkan pendidikan di pondok pesantren hanya dihidangkan berbagai macam ilmu agama saja tanpa skil sesuai bakat dan keinginan mereka ditambah lagi tidak adanya bekal modal yang cukup untuk menggarap lahan dalam berwirausaha. Malah ketika mereka terjun dimasyarakat yang hanya bermodalkan ilmu agama, mereka banyak dihadapkan dengan kesulitan ekonomi sehingga dakwah yang mereka lakukan sering mengalami pergeseran nilai, yang seharusnya ilmu yang mereka miliki mengenai sasaran objek dakwah malah yang ada justru kurangnya

8

masyarakat menghargai ilmu lantaran melihat santri tersebut lemah ekonominya akhirnya pandangan masyarakat terhadap ilmu menjadi luntur bahkan dianggap tidak terlalu penting (apriori).

3.2 Kurikulum Pesantren Kurikulum pada dasar merupakan seperangkat perencanaan dan media utk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan lembaga pendidikan yg diidamkan. Pesantren dalam aspek kelembagaan mulai mengembangkan diri dgn jenis dan corak pendidikan yg bermacam-macam. Dewasa ini pesantren dihadapkan pada banyak tantangan termasuk di dalam modernisasi pendidikan Islam. Pondok Pesantren Darul Hikmah dalam banyak hal sistem dan kelembagaan pesantren telah dimodernisasi serta disesuaikan dgn tuntutan pembangunan terutama dalam aspek di dalam telah berkembang madrasah sekolah umum sampai Sekolah menengah atas yg dalam proses pencapaian tujuan institusional selalu menggunakan kurikulum. Sedangkan kurikulum pesantren juga terfokus pada 3 (tiga) lembaga diatas yang sudah di sebutkan. Oleh karena itu Kurikulum pendidikan di pesantren ini tak sekedar fokus pada kita kitab klasik (baca : ilmu agama) tetapi juga memasukkan semakin banyak mata pelajaran dan keterampilan umum di Pesantren. Maka dari pada itu, keberadan kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan sangat penting. Dengan demikian pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan. Dalam konteks pendidikan di pesantren Nurcholis Madjid mengatakan yg dikutip oleh Abdurrahman Mas’ud dkk bahwa istilah kurikulum tak terkenal di dunia pesantren (masa pra kemerdekaan) walaupun sebenar materi pendidikan sudah ada di dalam pesantren terutama pada praktek pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan di pesantren. Secara eksplisit pesantren tak merumuskan dasar dan tujuan pesantren atau mengaplikasikan dalam bentuk kurikulum. (2002:85) Dalam tahapan kelembagaan Pesantren Darul Hikmah, lembaga formal mengikuti standard kurikulum sekolah formal pada umumnya yaitu misalkan 9

SMP terdiri jenjang kelas 1,2, dan 3. Sedangkan lembaga pesantren Non formal memiliki jenjang seperti tingkat pertama/dasar di sebut dengan Ula dengan menempuh 4 tahun masa pendidikan, tingkat kedua di sebut dengan Wustha ditempuh 2 tahun masa pendidikan, dan tingkat ketiga disebut dengan Ulya ditempuh selama 2 tahun. 3.2.1 Visi Misi Kurikulum Pesantren Adapun visi kurikulum pesantren adalah menciptakan insan berprestasi dan mandiri dengan berlandaskan iman, taqwa dan akhlaqul karimah. Sedangkan Misi kurikulum pesantren adalah menumbuhkan penghayatan dan pengalaman ajaran islam serta budaya bangsa sebagai sumber kearifan dalam bertindak. 3.2.2 Isi Dan Tujuan Kurikulum Isi dan tujuan kurikulum pondok pesantren sangat erat hubungannya dengan visi dan misi pondok pesantren itu sendiri yaitu menciptakan insane yang mandiri secara Akidah yaitu mengetahui semua jenis ibadah tanpa bertaqlid dan dapat menjadi insane yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakatnya, begitu juga dari segi ekonomi, para santri diajarkan kemandirian dengan adanya pendidikan formal SMK darul Hikmah yaitu jurusan otomotif ( bagi santri lakilaki) dan jurusan tata busana (bagi santi perempuan). 3.2.3 Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum Pendidikan pesasntren secara umum dapat dikelompkkan menjadi dua yakni : (1). Prinsip umum yang meliputi prinsip relevansi, prinsip fleksebelitas, prinsip kontinuitas, prinsip praktis, prinsip efektifitas dan prinsip efisiensi. (2). Prinsip khusus mencakup prinsip yg berkenaan dgn tujuan Pendidikan pesasntren prinsip yg berkenaan dgn pemilihan isi Pendidikan pesasntren prinsip yg berkenaan dgn metode dan strategi proses pembelajaran Pendidikan

10

pesantren prinsip yg berkenaan dgn alat evalusi dan penilaian Pendidikan pesantren. Selain mengembangkan kurikulum yang berbasis pesantren, Pondok pesantren Darul Hikmah juga mengembangkan pendidikan formal yang juga masih berbasis ASWAJA dan memegang teguh Syariat Islam seperti TK, MI, SMP, SMA, SMK dan Universitas cabang dari STIB. FAK.PAI Untuk Pendidikan formal menggunakan system pemisahan antara laki-laki dan perempuan seperti yang diwajibkan oleh syariat islam bahwa laki-laki dan perempuan tidak boleh berdekatan selain dengan muhrimnya.

3.2.4 Penjadwalan Pengajaran/Pengajian Jadwal pengajian pesantren adalah sebagai berikut : Penjadwalan kegiatan pengajaran/pengajian disesuaikan dengan kurikulum pesantren 06.30-08.00 : sekolah diniyah 08.00-14.00 : sekolah formal 15.00-16.30 : Pembacaan kitab ( Hotimul Haddad) 18.00-22.00 : mengaji Al-quran dan kitab tetapi diselingi oleh sahalat Isya pada pukul 19.00. 3.2.5 Evaluasi Pengajaran/Pengajian Komponen evaluasi berisi penilaian yg dilakukan secara terus menerus dan bersifat menyeluruh terhadap bahan atau program pengajaran yg dimaksudkan sebagai feedback terhadap tujuan materi metode sarana dalam rangka membina dan mengembangkan kurikulum lebih lanjut. Evaluasi pendidikan yang bertipe pesantren dilakukan secara berkala oleh senior,ustadt dan oleh kyai pengasuh langsung dan evaluasi secara bersama-sama

11

dilakukan dengan cara imtihan, imtihan dilakukan untuk mengukur dan menguji tingkat pencapaian para santri dalam menguasai sebuah tahapan ilmu dan pada saat tersebut biasanya ditampilkan pula keterampilan para santri yang dipelajari selama di Pondok Pesantren seperti Pidato, Ceramah, Tartil Qu’ran, Hadrah dan kegiatan seni keagamaan lain. Berbeda lagi dengan evaluasi sistem pendidikan formal yang ada di Pondok Pesantren, sistem evaluasi yang digunakan mengikuti system yang ditetapkan oleh sekolah-sekolah formal

pada umumnya yaitu mengacu pada system

pendidikan dan peraturan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan meliputi ulangan harian, tugas-tugas, Ulangan Tengah Temester, Ulangan Akhir Semester dan Ujian Akhir Nasional 3.2.6 Pembinaan Peningkatan Kemampuan Sebagai Ustadz/Ustadzat Untuk mengembangkan kemampuan sebagai ustadt dan ustazah maka Pondok Pesantren darul Hikmah melatih Ustat dan ustadzah dalam waktu tertentu di Pondok Pesantren Al-Amin, Madura agar ilmu yang mereka dapatkan dapat berkemabng dan dapat menularkan ilmu tersebut secara cerdas kepada saantri/santriwati di Pondok Pesantren Darul Hikmah 3.3 Hubungan Dengan Masyarakat Sejak berdirinya hubungan pesantren dengan masyarakat yang sudah terjalin dalam pola harmoni. Hal ini mengingat berdirinya pesantren itu sendiri didukung secara penuh oleh masyarakat. Ini sebuah cermin betapa figur Kiai (Ulama) sebagai pengasuh pesantren dan pengayom masyarakat kehadirannya dapat diterima atau dapat dijadikan panutan.1 Selain kealiman dalam kitab kuning, keluasan wawasannya dan tingkat kesabarannya legitimed secara moral dari masyarakat. Lebih dari itu, Kiai merupakan figur yang bijak dalam menentukan langkah-langkah sosialnya dan selalu akomudatif dan komunikatif 12

dalam melakukan hubungan atau berkomunikasi dengan lembaga manapun saja, baik

dalam

(langkah

sadar)

hubungan

fungsional

maupun

hubungan

kemasyarakatan lainnya yang lebih luas. Jadi masysrakat sebagai subyek dan sekaligus obyek pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh pesantren sesungguhnya memiliki pengertian yang luas pula.

3.3.1 Program hubungan pesantren dengan masyarakat Beberapa program hubungan antara Pondok Pesantren Darul Hikmah dengan Masyarakat adalah pendidikan formal untuk masyarakat sekitar agar masyarakat dapat menimba ilmu Dunia dan Akherat secara bersama-sama, juga kegiatan pengajian rutin setiap bulan pada setiap tanggal 15 pada kalender tahun Hijriah yang dinamakan pengajian Padang Bulan beserta Shalawat dan tasbih

3.3.2 Bentuk-bentuk kegiatan dengan masyarakat Bentuk kegiatan dengan masyarakat yang paling nyata di dunia kepesantrenan adalah hadirnya masyarakat atau orang-orang tertentu yang memiliki tujuan tertentu untuk bertemu dengan pengasuh (Kyai) seperti meminta bantuan pengobatan,doa dan wejangan-wejagan serta petunjuk dalam melakukan suatu hal atau hajatan, kegiatan lain dengan masyarakat yang tidak kalah pentingnya adalah pengajian/pengajian bersama masyarakat umum pada waktuwaktu tertentu, yang biasanya dapat menghadirkan banyak masyarakat dalam acara itu. Dan tak kalah pentingnya yaitu di bentuknya bimbingan ibadah haji bagi masyarakat yang akan menunaikan rukun islam yang kelima yaitu sebuah organisasi yang dinamakan KBIH “ AL GHAZALI “ yang dipimpin langusung oleh KH. Drs. A. Nashihin AR sendiri.

13

3.4 Pemahaman Aplikasi ASWAJA Di Pesantren Aswaja sebagai tolak ukur yang dibawa di dalam pesantren dan sudah menjadi cirri khas suatu pesantren bahwa aswaja dan pesantren sebagai satu kesatuan yang utuh. 3.4.1 Pemahaman Tekstual ASWAJA Di Pesantren Pandangan Aswaja memperlihatkan kepada kita ciri utama Aswaja yaitu “al tawassuth” (moderat) atau jalan tengah dan tasamuh (toleran). Inilah yang menjadikan Aswaja dapat tetap eksis dalam kurun waktu yang sangat panjang dan menyebar luas di berbagai belahan dunia muslim. Pendekatan keagamaan Aswaja yang moderat tersebut dewasa ini menjadi signifikan dalam mengatasi berbagai persoalan yang berkembang dan terutama ketika munculnya cara-cara keberagamaan yang ekstrim atau radikal (tatharruf) baik ekstrim kanan maupun ekstrim kiri. Dengan begitu, maka Aswaja dapat menerima perkembangan ilmu pengetahuan yang berbasis rasionalitas dari manapun datangnya, tetapi juga tetap menghargai pemahaman keagamaan yang sederhana sepanjang memberikan manfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan mereka. Inilah yang dalam tradisi NU dikenal dengan kaedah : “al Muhafazhah ‘ala al qadim al shalih wa al Akhdz bi al Jadid al Ashlah” (mempertahankan tradisi/pemikiran lama yang baik dan mengadopsi tradisi atau pemikiran baru yang lebih baik (dari manapun datangnya). Pemahaman tekstual dipesantren adalah pemahan tentang melaksanakan atau membaca sesuatu tanpa memahami sejarah atau maknanya. Pemahamn tekstaual berarti mengartikan makna dari suatu teks tanpa tahu inti dari sebuah kitab, yang diketahui hanya sebatas membaca dan meghafal.

3.4.2 Pemahaman Kontekstualisasi ASWAJA Di Pesantren Spirit Aswaja yang dipraktikkan oleh para ulama tersebut kemudian diterjemahkan oleh NU ke dalam prinsip-prinsip dasar yang menjadi patokan kehidupan keberagamaan mereka. Sejarah membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh NU tersebut dapat diterima oleh masyarakat secara baik. Bahkan 14

pola keberagamaan ini, menurut penulis, telah mampu mengantarkan masyarakat kita untuk menciptakan benih-benih civil society yang memiliki kepekaan sosial, sikap kemandirian, dan sikap kritis terhadap Negara. NU, dengan demikian, telah berhasil meletakkan Aswaja dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang plural dan kaya akan karakter budaya. Kemampuan NU dalam menyikapi realitas dan perubahan kehidupan terletak pada paradigma keberagamaan yang dianutnya, yakni keberagamaan Aswaja yang sangat lentur, dinamis, dan memberi ruang yang cukup luas bagi pengembangan potensi dan kreativitas untuk meletakkan syari’ah selalu bersesuaian dengan konteks persoalan yang dihadapi umat manusia. Dalam kerangka Aswaja inilah, ulama dan intelektual dari kalangan NU memaknai nilainilai Islam dan menjadikannya sebagai norma yang mencerahkan kehidupan bangsa, terutama warga NU, sehingga mereka mengalami pembebasan dari segala belenggu yang akan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan mereka. Keberagamaan dalam perspektif NU merupakan dinamika yang terus berkembang, di mana normativitas agama selalu berada dalam suasana dialogis dengan kesejarahan kongkrit manusia, sehingga melahirkan agama historis yang selalu menyambut kepentingan manusia yang sangat beragam. Bagi NU, menurut penulis, agama harus terus-menerus diinterpretasikan dalam rangka menjawab kebutuhan dunia. 3.4.3 Kontekstualisasi ASWAJA Dalam Kehidupan Bermasyarakat Kenyataan sesungghnya pesantren sebagai lembaga pendidikan sosial keagamaan harus selalu terbuka untuk menjawab tantantangan bersama masyarakat dalam pola inter-relasi dan dinamis. Dalam pola hubungan yang bersifat inter-relasi ini, kedekatan (kerekatan) hubungan pesantren dan masyarakat ini berlangsung secara tradisional, tumbuh secara alamiah. kedekatan hubungan pesantren dan masyarakat, sebagai kedekatan emosional. Hubungan Kiai dengan masyarakat, lambat laun atau dengan sendirinya membentuk kultur –tradisi, jaringan komunitas dan masyarakat secara tradisional. Kultur tradisional ini berkembang, justru ketika peranan alumni pesantren di namis dalam aktifitasaktifitas keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam pola hubungan ini, dengan sendirinya pesantren tumbuh dan berkembang secara mandiri bersama

15

kepercayaan (trust) masyarakatnya. Sekalipun tak tertutup kemungkinan timbulnya kecurigaan tertentu (prejudice) terhadap pesantren, jika pesantren banyak dikesankan negatif dalam langkah-langkah aktifitas sosialnya selama ini. Jika timbul kesan semacam itu sebenarnya merupakan bagian dari tantangan yang lumrah terjadi dari bagian sikap sadar manusia dalam menjalani perjuangan aktifitas kemasyarakatan. Dengan kata lain adanya hambatan dalam proses melakukan pengabdian pada masyarakat tetap kembali pada semangat dan tujuannya.

16

17

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan Di sisi lain, sebagai sebuah institusi keagamaan yang menekankan pendidikan secara intens terhadap moral dan karakter, Pesantren mampu memberikan sumbangan penting dan krusial dalam proses transmisi ilmu-ilmu Islam, reproduksi ulama, pemeliharaan ilmu dan tradisi Islam, serta pembentukan dan ekspansi masyarakat Muslim santri. Kenyataan ini membuat lembaga Pesantren memiliki keunggulan yang cukup signifikan. Di samping itu, pengaruh Pesantren yang sangat besar di kalangan masyarakat, solidaritas dan toleransi di antara para santri, serta pengorbanan dan pengabdian yang cukup besar bagi kepentingan umum, menjadikan Pesantren memiliki potensi besar sebagai agen pembangunan. Ini menjadikan keberadaan Pesantren sebagai lembaga dan sistem pendidikan alternatif, jika dirumuskan secara baik, akan terwujud dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh.

4.2 Saran Lembaga pesantren diharapkan harus menjadi jembatan agar para santri pondok pesantren siap menghadapi objek dakwah yang nantinya para santri alumni pondok pesantren tidak lagi dianggap hanya bisa baca doa pada waktu tahlilan orang meninggal dan jadi khotib jum’at saja, namun santri akan menjadi vioner terdepan dalam melakukan perubahan segala bidang di masyarakat mereka.Oleh karena keberadaan pesantren sebagai jembatan untuk mencetak agen perubahan, maka system pengajaran yang diterapkan seharusnya mengacu kepada system pendidikan yang tepat guna sesuai kebutuhan di era sekarang.

17

DAFTAR PUSTAKA Thoha, Drs. H.M As’ad, M.Ag, dkk.2006.Pendidikan ASWAJA dan Ke NUan untuk MA/SMA/SMK kelas XI.Surabaya : PWLP Ma’arif NU Jawa Timur

http://tamanhikmah.blogspot.com/2011/09/pesantren-nu-dan-aswaja.html (diakses pada tanggal 10 Juli 2012)

http://www.perkuliahan.com/kurikulum-pendidikan-pesantren/#ixzz20CN2lXIT (diakses pada tanggal 10 Juli 2012)

http://fahmina.or.id/kecirebonan/seni-dan-tradisi/120-aswaja-di-antara-duakutub-ekstrimitas.html?start=5 (diakses pada tanggal 10 Juli 2012)

18

LAPORAN PRAKTIK ASWAJA IV DI PESANTREN “DARUL HIKMAH” TAHUN AKADEMIK 2011/2012

Sri Lestari NIM: 10034060143

TIM KAJIAN ASWAJA UNIVERSITAS ISLAM JEMBER 2012

19

Gambar 1.Asrama putrid tampak dari belakang

Gambar 2. Tausiyah agama bersama mahasiswa dengan ustadz

20

Gambar 3. Dzikir bersama setelah sholat berjama’ah

Gambar 4. Diskusi Bersama mahasiswa dengan pengasuh pesantren

21

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF