Makalah Asuhan Keperawatan Gingivitis

April 12, 2019 | Author: elis diyanti | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Makalah Asuhan Keperawatan Gingivitis...

Description

Makalah Asuhan Keperawatan Gingivit Gingivitis is STIKES NANI HASANUDDIN TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gingivitis adalah proses peradangan yang terbatas pada jaringan epitel mukosa yang mengelilingi bagian leher dari gigi dan proses alveolar. Gingivitis telah diklasifikasikan berdasarkan penampilan klinis (misalnya, ulseratif, hemorrhagic, necrotizing, bernanah), etiologi (misalnya, drug-induced, hormonal, nutrisi, infeksi, plaque-induced), dan durasi (akut, kronis). Jenis yang paling umum dari gingivitis adalah bentuk kronis yang disebabkan oleh plak. Gingivitis adalah suatu inflamasi pada gingiva yang biasanya disebabkan oleh akumulasi plak. Menurut profil kesehatan Indonesiatahun 2001 kelainan periodontal pada tahun 2001 terjadi sebesar 61%. Penyakit periodontal salah satunya gingivitis yang disebabkan infeksi bakteri, secara langsung melalui aliran darah (hematogen), ( hematogen), maupun tidak langsung dari respon imun sistemik infeksi melalui peningkatan mediator infeksi (PGE2, IL1, IL6 dan TNFα) oleh pertahanan tubuh. Jaringan periodonsium adalah jaringan penyokong gigi, terdiri atas gingiva, sementum, ligamentum periodontal dan tulang alveolar. Jaringan ini dapat mengalami kelainan akibat interaksi faktor pejamu, mikroba dan lingkungan misalnya gingivitis. Gingivitis adalah suatu proses peradangan jaringan periodonsium yang terbatas pada gingiva dan bersifat reversibel. B. TUJUAN 1. Mengetahui etiologi dan patofisiologi gingivitis et causa kalkulus. 2. Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan gingivitis et causa kalkulus

BAB II KONSEP DASAR MEDIS A. PENGERTIAN Gingivitis adalah suatu proses peradangan jaringan periodonsium yang terbatas pada gingiva dan bersifat reversibel. Inflamasi gingiva cenderung dimulai pada papilla interdental dan menyebar ke sekitar leher gigi. Gingivitis secara epidemiologis diderita oleh hampir semua populasi masyarakat di dunia. Lebih dari 80% anak usia muda dan semua populasi dewasa sudah pernah mengalami gingivitis. Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi dan derajat keparahan gingivitis adalah umur, kebersihan mulut, pekerjaan, pendidikan, letak geografis, polusi lingkungan, dan perawatan gigi. B. ETIOLOGI Gingivitis biasanya disebabkan oleh buruknya kebersihan mulut sehingga terbentuk plak atau karang gigi di bagian gigi yang berbatasan dengan tepi gusi. Penyebab utama gingivitis adalah bakteri plak, plak dan karang gigi mengandung banyak bakteri yang akan menyebabkan infeksi pada gusi. Bila kebersihan mulut tidak diperbaiki, gingivitis akan bertambah parah dan berkembang menjadi periodontitis. Gingivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik. Contohnya pada pasien penderita leukemia dan penyakit Wegner yang cenderung lebih mudah terkena gingivitis. Pada orang dengan diabetes atau HIV, adanya gangguan pada sistem imunitas (kekebalan tubuh) menyebabkan kurangnya

kemampuan tubuh untuk m elawan infeksi bakteri pada gusi. Perubahan hormonal pada m asa kehamilan, pubertas, dan pada terapi steroid juga menyebabkan gusi lebih rentan terhadap infeksi bakteri. Pemakaian obat-obatan pada pasien dengan tekanan darah tinggi dan paska transplantasi organ juga dapat menekan sistem imunitas sehingga infeksi pada gusi lebih mudah terjadi. C. PATOFISIOLOGI Penyebab paling utama dari radang gusi adalah akumulasi plak. Akumulasi plak berkaitan dengan bakteri yang jumlahnya meningkat. Hal ini terjadi karena sisa-sisa makanan yang tertinggal diantara sela-sela gigi atau di gusi. Jika dalam waktu 24 jam sisa makanan itu belum tersikat maka akan terbentuk plak. Hanya dalam beberapa hari plak yang tidak tersikat atau tidak terganggu sudah menimbulkan radang gusi tahap inisial . Ada tiga tahap radang gusi yaitu tahap inisial (2-4 hari), tahap lesi dini (4-7 hari) dan tahap lesi mantap (2-3 minggu). Pada tahap lesi mantap ini sudah terjadi kerusakan jaringan penyangga gigi. Selain plak sebagai faktor penyebab utama radang gusi, ada beberapa faktor penunjang yang memudahkan akumulasi plak seperti tersangkutnya makanan disela-sela gigi dan menimbulkan rasa sakit, gigi tiruan yang tidak baik, sikat gigi yang tidak bersih, atau tambalan yang tidak sempurna. Sedangkan faktor fungsional yang berpengaruh terhadap gigi pada saat berfungsi dan menyebabkan radang gusi dapat berupa gigi yang tidak beraturan, gigi hilang tidak diganti, atau kebiasaan buruk mengunyah disaat tidur. Selain itu faktor resiko yang menyebabkan radang gusi seperti umur, gender, ras, merokok, genetik, hormonal (masa pubertas atau hamil), kondisi penyakit sistemik (diabetes), pendidikan, obat-obatan, stress psikologis juga dapat berpengaruh. D. MANIFESTASI KLINIK Radang gusi merupakan kelainan jaringan penyangga gigi yang paling sering terjadi dan hampir selalu dapat ditemukan pada semua bentuk penyakit gusi. Radang gusi yang menetap dapat berkembang dan menyebabkan kerusakan jaringan penyangga gigi sehingga gigi menjadi goyang atau terlepas. Tanda-tanda dari gingivitis adalah : 1.

adanya perdarahan pada ginggiva

2.

terjadi perubahan warna pada ginggiva

3.

perubahan tekstur permukaan ginggiva

4.

perubahan posisi dari ginggiva

5.

perubahan kontur dari ginggiva

6.

adanya rasa nyeri

faktor lokal penyebab ginggivitis disebabkab oleh akumulasi plak. Bentuk penyakit gusi yang umum terjadi adalah ginggivitis kronis yang ditandai dengan pembengkakan gusi atau lepasnya epitel perlekatan. Ginggivitis mengalami perubahan warna gusi mulai dari kemerahan sampai merah kebiruan sesuai dengan bertambahnya proses peradangan yang terus menerus. Rasa sakit atau nyeri jarang dirasakan, rasa sakit yang merupakan gejala pembeda antara ginggivitis akut dan ginggivitis kronis. E. KOMPLIKASI Kemungkinan komplikasi dari gingivitis dapat mencakup: 1.  Abses pada gingival 2.  Abses di tulang rahang 3. Infeksi pada tulang rahang maupun gusi 4. periodontitis periodontitis –  ini adalah kondisi yang lebih serius yang dapat menyebabkan hilangnya gigi  – ini 5. Berulang gingivitis 6. Palung mulut – mulut – ulserasi  ulserasi pada gusi yang disebabkan oleh infeksi bakteri

F. PENATALAKSANAAN Untuk pencegahan radang gusi itu sebenarnya sangat mudah, cukup dengan menjaga kebersihan mulut kita. Karena penyebab utama radang gusi adalah plak, maka terapi keadaan tersebut diarahkan ke pembersihan plak serta mencegah pembentukkannya, disebut sebagai mengontrol plak adalah dengan prosedur mekanik termasuk penyikatan gigi, pemakaian benang gigi, dan tindakan pembersihan plak dan karang gigi. Kebersihan mulut yang buruk, caries serta adanya cavitas pada gigi akan menjadi predisposisi untuk terjadinya superinfeksi, nekrosis, rasa nyeri serta perdarahan pada gusi. Dengan sikat gigi yang lunak dan perlahan, anjuran kumur-kumur dengan antiseptic yang mengandung klorheksidin 0,2% untuk mengendalikan plak dan mencegah infeksi mulut. Pembersihan karang gigi supraginggiva dapat dilakukan bertahap.

BAB III KONSEP MEDIS KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin  Alamat Umur Pekerjaan Status Suku Bangsa Tanggal Periksa

: Tn. S : Laki-laki : Printis Kemerdekaan Km 6 : 46 tahun : Pedagang : Menikah : Makassar : 27 Oktober 2014

2. ANAMNESIS a) Keluhan Utama

: Nyeri

b) Riwayat Penyakit

: Menurut pasien sudah cukup lama kotoran berwarna melekat di

giginya. c) Riwayat Perawatan Gigi

: Pasien tidak pernah memeriksakan gigi.

d) Riwayat Kesehatan

:

1) Kelainan darah

: Pasien mengaku tidak ada kelainan

2) Kelainan endokrin

: Pasien mengaku tidak ada kelainan

3) Kelainan Jantung

: Pasien mengaku tidak ada kelainan

4) Gangguan nutrisi

: Pasien mengaku Nafsu makan kura Pasien Mengatakan Berat

Badan

Menurun. : Berat badan sebelumnya 65 Kg : Sekarang 60 kg

5) Kelainan kulit/kelamin

: Pasien mengaku tidak ada kelainan

6) Gangguan pencernaan

: Pasien mengaku Sulit untuk menelan

7) Kelainan Imunologi

: Pasien mengaku tidak ada kelainan

8) Gangguan respiratori

: Pasien mengaku tidak ada kelainan

9) Gangguan TMJ

: Pasien mengaku tidak ada kelainan

10) Tekanan darah

: Pasien mengaku tidak ada kelainan

11) Diabetes Melitus 12) Lain-lain

: Pasien mengaku tidak ada kelainan :-

13) Obat-obatan yang telah/sedang dijalani : – 14) Keadaan sosial/kebiasaan : menengah, pasien merupakan seorang perokok 15) Sistem Saraf

: Klien Mengatakan Nyeri pada Gusi

3. PEMERIKSAAN FISIK 1. Ekstra Oral -

Wajah

: tampak meringis,

-

Pipi kiri

: tidak ada kelainan

-

Pipi kanan

: tidak ada kelainan

-

Bibir atas

: tidak ada kelainan

-

Bibir bawah

: tidak ada kelainan

-

Sudut mulut

: tidak ada kelainan

-

Kelenjar submandibularis kiri

-

Kelenjar submandibularis kanan

: tidak teraba- tidak ada kelainan

-

Kelenjar submental

: tidak teraba- tidak ada kelainan

-

Kelenjar leher

:tidak teraba- tidak ada kelainan

-

Kelenjar sublingualis

: tidak teraba- tidak ada kelainan

-

Kelenjar parotis kanan

: tidak teraba- tidak ada kelainan

-

Kelenjar parotis kiri

: tidak teraba- tidak ada kelainan

: tidak teraba- tidak ada kelainan

2. Intra Oral -

Mukosa labial atas

: tidak ada kelainan

-

Mukosa labial bawah

: tidak ada kelainan

-

Mukosa kiri

: Tampak merah dan Bengkak

-

Mukosa kanan

: tidak ada kelainan

-

Bukal fold atas

: tidak ada kelainan

-

Bukal fold bawah

: tidak ada kelainan

-

Labial fold atas

: tidak ada kelainan

-

Labial fold bawah

: tidak ada kelainan

-

Gingival rahang atas

: tampak hiperemis, lesi (+)

-

Gingival rahang bawah

: tampak hiperemis, lesi (-)

-

Lidah

: tampak bercak putih

-

Dasar mulut

: tidak ada kelainan

-

Palatum

: tidak ada kelainan

-

Tonsil

: tidak ada kelainan

Pharynx B. DIAKNOSA

: tidak ada kelainan

1. Nyeri berhubungan dengan radang pada daerah gusi / gigi (gingivitis) 2. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) tubuh berhubungan dengan intake (asupan) yang tidak adekuat (cukup) akibat radang gigi / gusi (gingivitis) 3. Kurang pengetahuan tentang hygiene oral berhubungan dengan kesalah pahaman praktik hygiene. 4. infeksi berhubungan dengan trauma mukosa oral. C. INTERVENSI 1. Nyeri berhubungan dengan radang pada daerah gusi / gigi (gingivitis) Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks. Ds = Klien Mengatakan Nyeri pada gusi Do = Klien Nampak Meringis

INTERVENSI KEPERAWATAN Kaji lokasi,

keluhan

nyeri,

intensitas,

RASIONAL

perhatikan Mengindikasikan kebutuhan untuk

frekuensi

dan intervensi

dan

juga

tanda-tanda

waktu.

Tandai

gejala

nonverbal perkembangan komplikasi.

misalnya meringis. Kolaborasi Pemberian Analgetik

untuk mengurangi rasa nyeri

2. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) tubuh berhubungan dengan intake (asupan) yang tidak adekuat (cukup) akibat radang gigi / gusi (gingivitis) ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan.

Hasil yang harapkan

: mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat

badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy. Ds = Klien Mengatakan Nafsu makan Berkurang Do = Berat badan 60 kg

INTERIVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

Kaji kemampuan untuk mengunyah, Lesi perasaan dan menelan.

mulut,

tenggorok

dan

esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien

untuk

mengolah

dan

mengurangi

makanan

keinginan untuk makan. Rencanakan terdekat,

diet

dengan

Sediakan

makanan

orang yang

Melibatkan orang terdekat dalam rencana member perasaan

sedikit tapi sering berupa makanan control lingkungan dan mungkin padat nutrisi, tidak bersifat asam dan meningkatkan pemasukan.  juga minuman dengan pilihan yang Memenuhi kebutuhan akan disukai

pasien.

Dorong

konsumsi makanan nonistitusional

makanan berkalori tinggi dan makanan

mungkin juga meningkatkan

lunak yang dapat merangsang nafsu

pemasukan.

makan Batasi makanan yang Keras. Hindari Tindakan ini akan berguna untuk menghidangkan makanan yang panas

meningkatakan

dan yang susah untuk ditelan

makanan.

pemasukan

3. Kurang pengetahuan tentang hygiene oral berhubungan dengan kesalah pahaman praktik hygiene. Hasil Yang diharapkan : Memahami pentingnya hygiene oral terhadap kesehatan

Ds = Klien mengatakan tidak mengerti akan penyebab penyakitnya Do = Klien sering bertanya masalah penyakitnya

INTERIVENSI KEPERAWATAN Kaji Tingkat Pengetahuan

RASIONAL Untuk Mengetahui sejau mana pengetahuan

tentang

Hygien

mulut Beri

Penyuluhan

Akan

Pentingnya  Agar mengerti akan pentingnya

Hygien oral

hygien oral terhadap kesehatan

 Ajari tehnik Menggosok Gigi yang benar   Agar mengerti bagaimana cara menggosok gigi yang baik dan benar  4. Infeksi berhubungan dengan trauma mukosa oral. Hasil yang diharapkan : Bebas dari tanda gejala infeksi Ds = Klien mengatakan bengkak pada gusi Do = Nampak bengkak dan kemerahan pada gusi

INTERIVENSI KEPERAWATAN Monitor

Tanda

dan

gejala

infeksi Untuk mengetahui sejaumana

sistemik dan lokal  Anjurkan

Bilas

RASIONAL

infeksi yang timbul Mulut

dengan

obat Mencegah terjadinya infeksi

kumur antiseptik Kolaborasi pemberian antibiotic

Untuk membunuh bakteri penyebab infeksi

D. IMPLEMENTASI a. Nyeri berhubungan dengan radang pada daerah gusi / gigi (gingivitis)

IMPLEMENTASI

EVALUASI

Mengkaji keluhan nyeri

S = Klien mengatakan Sakit pada

Hasil : Nyeri Berada pada Skala gusi Berat yaitu pada angka 7 pada O = Klien Nampak Meringis skala 1-9

 A = Masalah Belum teratasi P = Lanjutkan intervensi

Berkolaborasi Pemberian Analgetik Hasil

= Klien

 Analgetik 3x 1

Meminum

S = Klien Mengatakan Nyeri Mulai

Obat Berkurang O = Klien Nampak Masi Meringis  A = Masalah Belum Teratasi

P = Lanjutkan Intervensi

b. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) tubuh berhubungan dengan intake (asupan) yang tidak adekuat (cukup) akibat radang gigi / gusi (gingivitis) ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan.

Hasil yang harapkan

: mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat

badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.

IMPLEMENTASI Mengkaji

kemampuan

EVALUASI untuk S = Klien mengatakan sulit

mengunyah, dan menelan.

mengunyah

Hasil = Tidak dapat mengunyah dengan

O = Klien tampak susah untuk

baik

mengunyah,Porsi makan tidak dihabiskan  A = Masalah Belum teratasi

Menyediakan makanan yang sedikit tapi

S = Klien makan dengan porsi

sering berupa makanan padat nutrisi, sedikit tp sering tidak bersifat asam dan juga minuman O = Porsi makan yang dengan pilihan yang disukai pasien. dihabiskan seper empat porsi Dorong konsumsi makanan berkalori  A = Masalah belum teratasi tinggi yang dapat merangsang nafsu

P = Lanjutkan Intervensi

makan Hasil = Klien Makan Sedikit Tapi sering Membatasi

makanan

yang

Keras. S = Klien Mengatakan Senang

Hindari menghidangkan makanan yang

makan makanan Lunak

panas dan yang susah untuk ditelan

O

=

Klien

Nampak

Hasil = Klien Makan Makanan yang makanan yang lunak

makan

Lunak

 A = Masalah Belum Teratasi

c. Kurang pengetahuan tentang hygiene oral berhubungan dengan kesalah pahaman praktik hygiene. Hasil Yang diharapkan : Memahami pentingnya hygiene oral terhadap kesehatan

IMPLEMENTASI

EVALUASI

Mengkaji Tingkat Pengetahuan Hasil

=

Klien

Mengatakan

S = Klien Mengatakan kurang Tidak mengerti akan penyakit gusinya

mengerti penyebab penyakitnya

O

=

Klien

Sering

bertanya

masalah penyakitnya  A = Masalah Belum Teratasi P = Lanjutkan Intervensi Memberi Penyuluhan Akan Pentingnya S = Klien Mengatakan Mengerti Hygien oral

akan Penyebab Penyakitnya

Hasil = Klien Mengerti akan penyebab O = Klien mampu manjelaskan penyakitnya

penyebab penyakitnya  A= Masalah Teratasi P=-

Mengajari tehnik Menggosok Gigi yang S = Klien Mengatakan mengerti benar 

cara menggosok gigi yang benar 

Hasil = Klien Mengerti cara menggosok O = Klien Nampak Menggosok gigi yang baik dan benar 

gigi dengan benar   A = Masalah Teratasi P=-

d. infeksi berhubungan dengan trauma mukosa oral. Hasil yang diharapkan : Bebas dari tanda gejala infeksi

IMPLEMENTASI

EVALUASI

Memonitor Tanda dan gejala infeksi S = klien Mengatakan Bengakak sistemik dan local

Pada gusi

Hasil = Terdapat tanda-tanda infeksi

O

=

Nampak

Bengkak

dan

kemerahan pada gusi  A = Masalah Belum teratasi P = Lanjutkan Intervensi Menganjurkan Bilas Mulut dengan obat P = Klien mengatakan akan kumur antiseptic

menggunakan obat kumur anti

Hasil = Klien mau menggunakan obat

septic

kumur antiseptik

O = Klien Nampak berkumur dengan obat anti septic  A = masalah teratasi P=-

Berkolaborasi pemberian antibiotic

S = Klien Mengatakan

Hasil = Pemberian Obat anti Biotik oleh mendapatkan Obat antibiotic Dokter 

dari Dokter  O = Infeksi masih Nampak pada gusi  A = Masalah belum teratasi P = Lanjutkan Intervensi

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Gingivitis adalah suatu proses peradangan jaringan periodonsium yang terbatas pada gingiva dan bersifat reversibel. Inflamasi gingiva cenderung dimulai pada papilla interdental dan menyebar ke sekitar leher gigi. Gingivitis secara epidemiologis diderita oleh hampir semua populasi masyarakat di dunia. Lebih dari 80% anak usia muda dan semua populasi dewasa sudah pernah mengalami gingivitis. Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi dan derajat keparahan gingivitis adalah umur, kebersihan mulut, pekerjaan, pendidikan, letak geografis, polusi lingkungan, dan perawatan gigi. Selain plak sebagai faktor penyebab utama radang gusi, ada beberapa faktor penunjang yang memudahkan akumulasi plak seperti tersangkutnya makanan disela-sela gigi dan menimbulkan rasa sakit, gigi tiruan yang tidak baik, sikat gigi yang tidak bersih, atau tambalan yang tidak sempurna. Sedangkan faktor fungsional yang berpengaruh terhadap gigi pada saat berfungsi dan menyebabkan radang gusi dapat berupa gigi yang tidak beraturan, gigi hilang tidak diganti, atau kebiasaan buruk mengunyah disaat tidur. Selain itu faktor resiko yang menyebabkan radang gusi seperti umur, gender, ras, merokok, genetik, hormonal (masa pubertas atau hamil), kondisi penyakit sistemik (diabetes), pendidikan, obat-obatan, stress psikologis juga dapat berpengaruh. Untuk pencegahan radang gusi itu sebenarnya sangat mudah, cukup dengan menjaga kebersihan mulut kita. B. SARAN 3.

Pemberian dental health education kepada masyarakat awam mengenai gingivitis

4.

Pembahasan yang lebih mendetail lagi tentang kemungkinan komplikasi dari gingivitis

DAFTAR PUSTAKA

1.

Julianti et al. Tutorial gigi dan mulut. 2008. fakultas kedokteran universitas Riau.

Pekanbaru 2.

Mustaqimah DN. Infeksi dalam bidang periodonsia. JKGUI 2002:14.

3.

Stephen

J.

Gingivitis.

[Online].

[2006?]

[cited

2007

Oct

4];

Available

from:URL: http://www.emedicinehealth.com. Diakses tanggal 21 desember 2010 4.

Siti

Anggraeni.

Plak

gigi

sumber

penyakit

http//www.google.com. Diakses tanggal 21 desember 2010

gigi

dan

mulut.

2007.

 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STOMATITIS 2.1 Definisi Stomatitis Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti tembakau;defisiensi vitamin; infeksi oleh bakteri, virus atau jamur;atau penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry,2005). Stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi,l angit-langit dan dasar mulut. (Donna L.Wong dkk). Stomatitis merupakan infeksi umum yang bisa meluas ke mukosa bukal, bibir dan palatum (William dan wilkins, 2008). Stomatitis ialah istilah umum yang mengacu pada reaksi inflamasi dan lesi ulseratif dangkal yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring 7 samapai 14 hari setelah pemberian agens kemoterpai tertentu dan setelah terapi radiasi pada kepala dan leher (Otto, 2003). Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring. SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang -orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama. SAR dapat membuat frustasi pasien dan perawat dalam merawatnya, karena kadangkadang sebelum ulser yang lama sembuh ulser baru dapat timbul dalam jumlah yang lebih banyak. 2.2 Epidemiologi Stomatitis Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Angka prevalensi SAR berkisar 15-25% dari populasi penduduk di seluruh dunia. Penelitian telah menemukan terjadinya SAR pada dewasa sekitar 2% di Swedia (1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di Malaysia (2000). SAR tampaknya jarang terjadi di Bedouins Kuwaiti yaitu sekitar 5% dan ditemukan 0,1% pada masyarakat India di Malaysia. Namun, SAR sangat sering terjadi di Amerika Utara. Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi SAR di masyarakat, tetapi dari data klinik penyakit mulut di rumah sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988 sampai dengan 1990 dijumpai kasus SAR sebanyak 26,6%, periode 2003-2004 didapatkan prevalensi SAR dari 101 pasien terdapat kasus SAR 17,3%. SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40 tahun, orang kulit putih, tidak merokok, dan pada anak-anak.9 Menurut Smith dan Wray (1999), SAR dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih sering ditemukan pada masa dewasa muda. SAR paling sering dimulai selama dekade kedua dari kehidupan seseorang. Pada sebagian besar keadaan, ulser akan makin jarang terjadi pada pasien yang memasuki dekade keempat dan tidak pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade kelima dan keenam. Epidemiologi stomatitis aftosa rekuren terjadi hampir pada 2%-6% pada populasi orang dewasa yang terinfeksi HIV dan lebih sering terjadi pada anak-anak yang terinfeksi HIV, khususnya disebabkan obat-obatan seperti didanosine (ddI) yang dapat menginduksi terjadinya lesi. (Sufiawati: 2009). 2.3 Klasifikasi Stomatitis Ada beberapa klasifikasi stomatitis, yaitu: a. Mycotic stomatitis Mycotic stomatitis adalah stomatitis yang disebabkan oleh adanya infeksi mulut atau rongga mulut oleh jamur Candida. Mycotic stomatitis, disebabkan oleh pertumbuhan Candida albicans , yang merupakan penyebab stomatitis yang luar biasa pada anjing dan kucing. Hal ini ditandai dengan adanya bercak putih kekuningan pada lidah atau membran mukosa. Mycotic stomatitis biasanya dihubungkan dengan penyakit mulut yang lain, penggunaan terapi antibiotik yang lama, atau pemberian immunosuppression. Pada mycotic stomatitis sering kali pada jaringan terjadi kemerahan dan timbul ulsor di bagian rongga mulut. b. Gingivostomatitis Gingivostomatitis merupakan infeksi virus pada gusi dan bagian mulut lainnya, yang menimbulkan nyeri. Gusi tampak berwarna merah terang dan terdapat banyak luka terbuka yang berwarna putih atau kuning di dalam mulut. c. Denture stomatitis atau Chronic stomatitis

Denture stomatitis adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan perubahanperubahan patologik pada mukosa penyangga gigi tiruan di dalam rongga mulut. Perubahanperubahan tersebut ditandai dengan adanya eritema di bawah gigi tiruan lengkap atau sebagian baik di rahang atas maupun di rahang bawah. Budtz-Jorgensenl mengemukakan bahwa denture stomatitis dapat disebabkan oleh bermacam- macam faktor yaitu: trauma, infeksi, pemakaian gigi tiruan yang terus-menerus, oral hygiene jelek, alergi, dan gangguan faktor sistemik. Oleh karena itu, gambaran klinis maupun gambaran histopatologis juga bervariasi, sehingga perawatannyapun perlu dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kemungkinan penyebabnya. d.  Aphthous stomatitis  Apthous stomatitis (sariawan) adalah stomatitis yang paling umum sering terjadi. Sariawan ini adalah jenis ulkus yang sangat nyeri pada jaringan lunak mulut, bibir, lidah, pipi bagian dalam, pharing, dan langit-langit mulut halus. Tipe sariawan ini tidak menular. Stomatitis aphtosa ini mempunyai 2 jenis tipe penyakit, diantaranya: 1. Sariawan akut bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan sebagainya. Pada sariawan akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari. 2. Sariawan kronis akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan apa-apa. Sariawan jenis ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan mulut kering, kuantitas saliva atau air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya pun juga akan berkurang. Penyebab dari xerostomia ini bisa disebabkan gangguan psikologis (stress), perubahan hormonal, gangguan pencernaan, sensitif terhadap makanan tertantu dan terlalu banyak mengonsumsi antihistamin atau sedatif.  Adapun secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi 3 subtipe, diantaranya: 1. Stomatitis aphtosa minor (MiRAS) Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor ini. Yang ditandai oleh luka (ulser) bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 5mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus. Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi bisa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam jangka waktu 10-14 hari tanpa meninggal bekas. 2. Stomatitis aphtosa major (MaRAS) Hanya sebagian kecil dari pasien yang terjangkit stomatitis aphtosa jenis ini. Namun jenis stomatitis aphtosa pada jenis ini lebih hebat daripada stomatitis jenis minor (MiRAS). Secara klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, dan berlangsung selama 4minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin. Stomatitis aphtosa major ini meninggalkan bekas, bekas pernah adanya ulser seringkali dapat dilihat penderita MaRAS;  jaringan parut terjadi karena keseriusan dan lamanya lesi. 3. Ulserasi herpetiformis (HU) Istilah ’herpetiformis’ digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes initidak mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi aphtosa.

2.4 Etiologi Stomatitis 2.4.1 Etiologi yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti : a. Kebersihan mulut yang kurang Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien. Apabila higiene gigi pasien buruk, sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang berulang. b. Makanan atau minuman yang panas dan pedas Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh terhadap mukosa yang ada didalam mulut yang berfungsi sebagai alat pertahanan dalam melawan infrksi. Selain itu, juga bserpengaruh terhadap bermacam-macam kuman yang merupakan bagian daripada “flora mulut” dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut apatogen. Daya tahan mulut dapat menurun karena termik. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai penyakit/infeksi. c. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan. bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat mengakibatkan stomatitis aphtosa. d. Infeksi jamur namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno). Berasal dari kadar imunoglobin abnormal. e. Infeksi virus

Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai utama atau infeksi tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering banyak terjadi. dua tipe HSV dapat diidentifikasikan : HSV tipe 2 dengan penyebab lesi genital dan HSV tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital. awal terjadinya virus merupakan hasil utama dari infeksi HSV biasa disebut stomatitis Herpes Akut. keseragaman ukuran gelembung frekuensinya lebih banyak terjadi dilidah, palatum dan mukosa bucal dan labial. gelembung burut terjadi setelah nyeri luka meninggalkan areanya yang mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. lesi ditingkat ini biasa terjadi di luka aphathous. area yang terkena luka 10 sampai 14 hari. Gelembung mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut gingiva, saat dengan lesi herpes. Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan klien mengatakan adanya bau busuk di pernafasannya. infeksi HSV utama dikarakteristikkan dari gejala yang timbul dari infeksi termasuk kelemasan, panas dan pembesaran dalam limpa. f. Letak susunan gigi atau kawat gigi Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sanagt berpengaruh terhadap kebersihan gigi. Dimana terjadi kesulitan dalam proses membersihkan kotoran yang tersangkut atau melekat pada baian yang sulit dijangkau oleh sikat gigi. 2.4.2 Etiologi yang berasal dari keadaan luar mulut seperti : a. Rokok  Asap rokok banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapat m enyebabkan berbagai macam penyakit terutama pada stomatitis. Pada penyakit ini, asap rokok yang mengandung zat-zat yang berbahaya masuk ke dalam tubuh melalui mulut yang banyak terdapat mukosa sebagai alat perlindungan tubuh terhadap infeksi. Zat-zat adaptif tersebut yang berasal dari asap rokok menyebabkan kerusakan pada mukosa-mukosa didalam mulut. Sehingga terjadi penurunan imun terutama pada bagian mulut yang menyebabkan mulut rentan terhadap penyakit. b. Pada penggunaan obat kumur Obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misalnya alkohol, lemon/gliserin) harus dihindari. Zat-zat seperti alkohol di atas dapat menyebabkan kerusakan yang pada sel-sel mukosa dalam mulut yang bertugas dalam menghasilkan sekret sebagai bentuk pertahanan tubuh. c. Reaksi alergi Sariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita. d.  Alergi bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara beberapa jenis makanan dan timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah penderita mengkonsumsi makanan tersebut e. Faktor psikologis (stress) Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh tubuh sebagai reaksi terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan tekanan darah dan mempersiapkan tubuh untuk respon melawan.  Akan tetapi apabila stres berlebih akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan berlebih sehingga respon tubuh dalam melawan bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri akan bekerja sehingga akan merusak sel-sel yang sehat). f. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita. g. Kekurangan vitamin C, mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan sariawan. h. Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan.. i. Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai timbulnya stomatitis apthosa. 2.5 Faktor Resiko Stomatitis Hingga saat kini, penyebab dari stomatitis atau sariawan belum dapat dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetus terjadinya stomatitis. Beberapa diantaranya adalah: 1. Trauma Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terj adinya luka penetrasi akibat trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi karena tergigit s aat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan

dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor  pendukung. 2. Defesiensi Nutrisi Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi dan 2 % defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari  pasien tersebut mengalami perbaikan. Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2 dan B6. Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi ketiganya. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang. Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi dengan 50 mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR yang p ersisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun. Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink pada  pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada umumnya normal.

3.  Alergi dan Sensifitas Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri. SAR dapat terjadi karena sensitifitas j aringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam  pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR. 4. Obat-obatan Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR. 5. Penyakit Sistemik Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcet’s, penyakit disfungsi ne utrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweet’s. 6. Merokok Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang menderita SAR  biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara  perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah  berhenti merokok. Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi. Sariawan juga identik dengan kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin itu memang mengakibatkan jaringan di dalam rongga mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya menyebabkan sariawan. Namun, kondisi tersebut dapat diatasi jika kita sering mengonsumsi buah dan sayuran. 7. Stress Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang  berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini.11 Faktor stres ini akan dibahas dengan lebih rinci pada subbab selanjutnya. 8. Gangguan Hormonal Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron. Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. P rogesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut

9. Gangguan Imunologi Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR, adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang  berlebihan pada pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut di mana pemicunya tidak diketahui.16 Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk,  pada SAR terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran saliva. Sedangkan menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR. 10. Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang mengiritasi jaringan lunak. 11. Genetik Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen(HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium.9,16,26 Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan ri wayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR. 2.6 Patofisiologi Tubuh manusia memiliki pertahanan tubuh alamiah yaitu sistem laktoperoksidase (LP-system) yang mampu mempertahankan tubuh terhadap serangan infeksi mikroorganisme. Sistem laktoperoksidase (LP-system) terdapat pada saliva atau ludah manusia. LP system mempertahankan tubuh dengan cara berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan bakteriosid terhadap bakteri (Rensburg:1995). Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tidak terkontrol karena sistem laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya rusak. Hal ini dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia (perasa, pewarna, pengawet) bahkan yang memakai zat pembasmi hama/antiseptik dan makanan panas atau pedas. Pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat merusakkan LP system, sebab antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri yang berada di dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan sekitar mukosa mulut menjadi rusak kemudian menghasilkan ulserasi local. Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan yang bersifat merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan diri dari masuknya berbagai jenis kuman ataupun berbagai pengaruh rangsangan antigenik yang bersifat merusak. Rangsangan perusak yang masuk dalam mulut akan ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik. Kemudian secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis. Reaksi tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi  jaringan amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan justru berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri terutama pada mukosa mulut. Dalam keadaan psikologis yang terganngu (trauma/stres) terjadi ketidak seimbangan immunologik yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi immunologi dengan efek kerusakankerusakan yang menyangkut komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini sistem imun (pelepasan mediator aktif dari aksi-aksi komplemen, makrofag, sel plasma, sel limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin )yang telah dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak seimbang akhirnya ikut merusak jaringan-jaringan sendiri disekitarnya. Stomatitis dapat terjadi akibat kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan stomatitis. 2.7 Tanda dan Gejala Stomatitis  Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1 sampai 2 hari di daerah yang akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di rongga mulut. Sariawan dimulai dengan adanya luka seperti melepuh di jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah beberapa hari, luka seperti melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna putih ditengahnya, dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan rasa yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih, dan aliran saliva (air liur) menjadi meningkat. Manifestasi klinis dari stomatitis secara umum yaitu:

a.

Masa prodromal atau penyakit 1 – 24 jam Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar b. Stadium Pre Ulcerasi  Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula pavula serta terjadi peninggian 1- 3 hari c. Stadium Ulcerasi Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas sisinya merah dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 – 16 hari. Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 – 5 minggu.

1.

2.

3.

a. 1) 2) 3) 4) 5) b. 1) 2) 3)

Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser minor, ulser mayor, dan ulser hepetiform. Ulser minor adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa menimbulkan jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas, dan biasanya dikelilingi oleh daerah yang sedikit kemerahan. Lesi biasanya hilang setelah 7-10 hari. Ulser mayor biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan jaringan parut setelah sembuh. Ulser herpetiform adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak. Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan tanda dan gejalanya, yaitu: Stomatitis hipertik akut Nyeri sperti terbakar di mulut Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek, dan membertuk sisik. Limfadenitis submaksilari Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan Stomatitis aftosis Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna keputihan dan berbatas merah Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3 minggu.

2.8 Komplikasi Stomatitis jarang menyebabkan komplikasi yang serius namun dapat terjadi infeksi luas di daerah bibir dan rongga mulut seperti abses dan radang. Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia, yaitu: 1. Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur 2. Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit 3. Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut 4. Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih.  Ada beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh penatalaksanaan medis yaitu: Komplikasi yang dapat timbula akibat penatalaksanaan medis diantaranya sebagai berikut:

1. Komplikasi akibat kemoterapi Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapik yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis yang tinggi atau berkombinasi dengan ionisasai penyinaran radiasi. 2. Komplikasi akibat radiasi Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tetapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hipoksia, berkurangnya suplai darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis. 3. Komplikasi oral

a. Mukositis Mukositis merupakan suatu respon inflamasi toksik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal dari mulut sampai anus. Tipikal mukositis termanifestasi sebagai suatu eritomatous, lesi seperti terbakar, dan lesi ulseratif. b. Infeksi Mukolitis Mukositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistem imun yang menurun. Tidak hanya mulut yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu sistem pertahanan barrier terjadi pada infeksi lokal dapat menghasilkan jalan bagi mikroorganisme pada sirkulasi sistemik. c. Xerrostomia Xerrostomia merupakan keadaan berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik xerrostomia adalah rasa kering, sensasi terbakar pada rongga oral dan lidah, bibir prcah-prcah, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, dan peningkatan akan kebutuhan cairan. Xerostomia dapat disebabkan oleh reaksi inflamasi dan efek degeneratif radiasi ionisasi. 2.9 Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis untuk mengatasi stomatitis adalah sebagai berikut: a. Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai b. Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya c. Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi d. Hindari stress e. Pemberian Atibiotik Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 – 3 ulcersi minor. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid. f. Terapi Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan antivirus. Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam (jangan menggunakan antiseptik karena menyebabkan iritasi) dan penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan stomatitis aphtosa terutama penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan jangka panjang yang efektif adalah menghindari faktor pencetus. Terapi yang dianjurkan yaitu: 1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan) untuk pasien dengan level serum vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropathy peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien berasal dari golongan sosioekonomi bawah. 2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. Tidak ada perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun. 2.10 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi. b. Pemeriksaan laboratorium : 1) WBC menurun pada stomatitis sekunder 2) Pemeriksaan kultur virus: cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis 3) Pemeriksaan cultur bakteri: eksudat untuk membentuk vincent’s stomatitis 2.11 Pencegahan Cara mencegah penyakit ini dengan mengetahui penyebabnya, apabila kita mengetahui penyebabnya diharapkan kepada kita untuk menghindari timbulnya sariawan ini diantaranya dengan : 1. Menjaga kebersihan mulut 2. Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12, vitamin C dan zat besi 3. Menghadapi stress dengan efektif 4. Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makananMenghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin 5. Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN STOMATITIS 4.1 Pengkajian

a.

Identitas (Data Biografi)

Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 20-40 tahun lebih cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita stres, atau mempunyai riwayat sariawan pada keluarga. b.

Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Keluhan utama yang muncul pada klien stomatitis adalah nyeri Karen mukosaoral mengalami peradangan, bibir pecah-pecah 2. Riwayat kesehatan sekarang

Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena kebersihan mulut yang buruk, intoleransi dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis, misalnya faringitis, panas dalam, mengkonsumsi makanan yang berlemak , kurang vitamin C, vitamin B12 dan mineral. 3. Riwayat penyakit dahulu

Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun sehingga lebih mudah terkena stomatitis, atau memang pernah menderita penyakit yang sama atau  penyakit oral lainnya 4. Riwayat penyakit keluarga.

Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya stomatitis. Karena ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) atau sariawan adalah keturunan. Dan berdasarkan hasil beberapa  penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR lebih rentan untuk mengalami SAR juga.

5.

Pengkajian Psikososial Kaji apakah keluarga tidak memperhatikan kebersihan mulut dan tempat bermain anak di lingkungan kumuh atau tidak. Kaji juga stres, gaya hidup (alkohol, perokok ) serta kaji fungsi dan penampilan dari rongga mulut terhadap body image dan sex.

6.

Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas Kaji lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.

7.

Riwayat nutrisi Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.

8.

Riwayat pertumbuhan perkembangan

a. Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang (energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses penyembuhan). b. Penurunan berat badan, biasanya pasien yang menderita stomatitis mengalami penurunan berat badan karena intake nutrisi yang kurang.

c. 1.

Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon Persepsi kesehatan dan Pola manajemen orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena sariawan yang tidak kunjung sembuh, namun keluarga psien tidak mengetahui bagaimana cara mengatasinya.

2.

Pola nutrisi dan metabolisme Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk

3.

Pola eliminasi pasien tidak mengalami gangguan eliminasi miksi dan defekasi.

4.

Pola aktivitas dan latihan dalam melakukan aktivitas, pasien biasanya mengalami gangguan akibat nyeri yang di rasa sehingga pasien akan rewel.

5.

Pola istirahat dan tidur  pasien mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan.

6.

Pola persepsi dan kognitif  pasien merasa lebih tengan apabila berada ditengah keluarga terutama ibu yang peduli pada kondisi pasien, dan pasien sedih apabila ditinggal keluarga.

7.

Pola konsep diri pasien merasa ragu-ragu untuk berkomunikasi karena tidak dapat berbicara dengan jelas akibat adanya ulserasi lokal.

8.

Pola peran dan hubungan hubungan sosial pasien dengan orang disekitarnya tidak kooperatif, pasien lebih banyak menangis dan rewel.

9.

Pola seksualitas dan reproduksi pasien tidak mengalami kelainan apapun.

10. Pola keyakinan dan nilai keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien. d.

Pemeriksaan fisik

1)

TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, skala nyeri)

2)

Bibir Dimulai dengan inspeksi terhadap bibir untuk kelembapan, hidrasi, warna,tekstur, simetrisitas dan adanya ulserasi atau fisura

3)

Gusi Gusi diinspeksi terhadap inflamasi, perdarahan, retraksi, dan perubahanwarna.

4)

Lidah Dorsal (punggung) di inspeksi untuk tekstur, warna dan lesi.

5)

Rongga Mulut Inspeksi bagian mutut terhadap adanya lesi, bercak putih terutama pada bagian mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah serta di langit-langit. 4.2 Diagnosa Keperawatan

a.

Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral

b.

Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan mucosa oral, penurunan keinginan untuk makan akibat rasa nyeri di mukosa mulut

c.

Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan (inflamasi)

d.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri di mukosa mulut

4.3 Intervensi Keperawatan  No Diagnosa Keperawatan 1 Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral

Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan: Setelah dilakukan tindakan nyeri dapat  berkurang atau hilang

Intervensi Kaji tingkat nyeri

Berikan makanan yang tidak merangsang, seperti makanan yang mengandung zat kimia Kriteria Hasil Menghindari makanan yang terlalu Hilangnya rasa sakit dan  panas dan terlalu dingin  perih di mukosa mulu Lesi berkurang dan Menghindari pasta gigi yang  berangsur sembuh merangsang Membran mukosa oral lembab Menghindari luka pada mulut saat Tidak bengkak dan menggosok gigi atau saat hiperemi menggigitmakanan Suhu badan normal Kolaborasi pemberian analgesic dan kortikosteroid Beri penjelasan  penyebab

tentang

faktor

Beri penjelasan keluarga terhadap  pentingnya kebersihan oral

2

Perubahan membran mukosa oral  berhubungan dengan  proses peradangan (inflamasi)

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan mukosa oral kembali normal dan lesi  berangsur sembuh Kriteria Hasil Mukosa oral kembali normal (tidak bengkak dan hiperemi) Lesi berkurang dan  berangsur sembuh

Mengeta dialami Makana menimb Makana dingin, d  pasta g menimb sariawan agar lu atau ma luka Analgesi mengura mengura Jika klie maka tersebut Keluarg  pentingn tidak terj Sayuran, zat besi sariawan akan  penyemb

Menganjurkan klien untuk memperbanyak mengkonsumsi  buah dan sayuran terutama vitamin B12, Vitamin C dan zat Besi Pantau aktivitas klien, cegah hal- Menceg hal yang bisa memicu terjadinya membua stomatitis Kaji adanya komplikasi akibat Stomatit kerusakan membran mukosa oral komplik  Kolaborasi pemberian antibiotik segera di dan obat kumur Antibiot infeksi d menghil sehingga Menghindari makanan dan obat- infeksi le obatan atau zat yang dapat Reaksi a menimbulkanreaksi alergi pada infeksi

Membran mukosa oral lembab

3

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan  perubahan mucosa oral,  penurunan keinginan untuk makan akibat rasa nyeri di mukosa mulut

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan statusnutrisi terpenuhi Kriteria Hasil: Status nutrisi terpenuhi  Nafsu makan klien timbul kembali Berat badan normal

rongga mulut Ajarkan oral hygene yang baik

Kaji status nutrisi pasien Beri nutrisi dalam keadaan lunak,  porsi sedikit tapi sering Pantau berat badan tiap hari

Kolaborasi dengan ahli gizi dalam  pemberian nutrisi Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat penting bagi keseimbangan metabolisme tubuh

4

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri di mukosa mulut, adanya kerusakan di mukosa oral akibat penyakit

Tujuan: Setelah tindakan gangguan verbal membaik teratasi

dilakukan keperawatan komunikasi berangsur dan dapat

Kriteria Hasil: Klien sudah dapat berkomunikasi dengan orang lain Klien mau bergaul dan  berkomunikasi dengan orang lain Klien mengalami  peningkatan harga diri dan konsep diri

4.4 Implementasi

Kaji warna, ukuran, bau, tekstur luka pada rongga oral pasien. Kaji kemampuan pasien dalam  berkomunikasi. Ajak pasien ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Libatkan keluarga dalam setiap kegiatan pasien. Diskusikan dengan tim kesehatan lain mengenai tindakan selanjutnya Berikan kondisi lingkungan yang nyaman untuk klien Pemberian analgesic dan kortikosteroid

Oral hyg timbulny Untuk Makana kerja mu makanan Mengev menurun meningk   badan Adanya memper  Dengan klien aka untuk tet dan nutri  penyemb mengeta yang dial mengeta  berkomu membia yang dial keluarga menentu akan dib

Lingkun membua Analgesi dan ko  peradang mukosa Beri penjelasan dan pengetahuan Agar kl mengenai penyakitnya menjadi Dorong klien untuk ikut sehingga  berpartisipasi dalam setiap kegiatan Dengan mudah kondisi mengura

 No 1.

Hari/Tanggal

DX 1

2.

2

3.

3

4.

4

Jam

Implementasi mengkaji tingkat nyeri Berikan makanan yang tidak merangsang, seperti makanan yang mengandung zat kimia Menghindari makanan yang terlalu panas dan terlalu dingin Menghindari pasta gigi yang merangsang Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigitmakanan Kolaborasi pemberian analgesic dan kortikosteroid Beri penjelasan tentang faktor penyebab Beri penjelasan keluarga terhadap pentingnya kebersihan oral Menganjurkan klien untuk memperbanyak mengkonsumsi buah dan sayuran terutama vitamin B12, Vitamin C dan zat Besi Pantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang bisa memicu terjadinya stomatitis Kaji adanya komplikasi akibat kerusakan membran mukosa oral Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat kumur Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkanreaksi alergi pada rongga mulut Ajarkan oral hygene yang baik Kaji status nutrisi pasien Beri nutrisi dalam keadaan lunak, porsi sedikit tapi sering Pantau berat badan tiap hari Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang sangat  penting bagi keseimbangan metabolisme tubuh Kaji warna, ukuran, bau, tekstur luka pada rongga oral  pasien. Kaji kemampuan pasien dalam berkomunikasi. Ajak pasien ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Libatkan keluarga dalam setiap kegiatan pasien. Diskusikan dengan tim kesehatan lain mengenai tindakan selanjutnya Berikan kondisi lingkungan yang nyaman untuk klien Pemberian analgesic dan kortikosteroid Beri penjelasan dan pengetahuan mengenai  penyakitnya Dorong klien untuk ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan

4.5 Evaluasi  No Hari/Tanggal 1.

DX 1

Jam

Evaluasi Pasien berkata, “Sus, sariawan di mulut saya sudah mulai mengecil dan nyeri pada mulut saya sudah  berkurang.” : Bengkak pada mukosa oral pasien sudah mengecil dengan diameter kurang dari ½ cm : Masalah pasien teratasi sebagian. : Pertahankan dan lanjutkan intervensi.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF