Makalah Ali Syariati

October 10, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Makalah Ali Syariati...

Description

 

TEORI SOSIOLOGI ISLAM Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Teori Sosiologi Modern II Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Zuldin, Drs., M.Si. Oleh Amin Fuady (1168030021) Andi Sandean (1168030023) Anis Ilahi Wahdati (1168030026) (1168030026) Cucu Nur’asih

(1168030041 )

SOSIOLOGI 5A FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

BANDUNG 2018 M/1439 H

1

 

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, Tabiin tabiatnya serta kepada kita selaku umatnya. Makalah ini membahas mengenai “Teori “Teori Sosiologi Islam”, Islam”, guna memenuhi mem enuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah Teori Sosiologi Modern II, dengan dosen pengampu Bapak Dr. Muhammad Zuldin, Drs., M.Si. Sebelumnya penyusun mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang  berkenan.

Bandung, 26 Oktober 2018

Penyusun

i

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................... ................................................................ ............................................ ............................................ ........................................... ................................... ..............i DAFTAR ISI .......................................... ................................................................ ............................................ ........................................... ........................................... ............................................ ................................ ..........ii

BAB I PENDAHULUAN A.  Latar Belakang............................................................ .................................................................................. ............................................. .......................1  B.  Rumusan Masalah ........................................... ................................................................. ............................................ .................................. ............ 2 C.  Tujuan ............................................. ................................................................... ............................................ ............................................ .............................. ........2

BAB II PEMBAHASAN A.  Biografi.......... Biografi................................. ............................................. ............................................ ............................................. ......................................... ..................3 B.  Akar Pemikiran................................................ ...................................................................... ............................................ .................................. ............4 C.  Substansi Pemikiran ............................................ .................................................................. ............................................ .............................. ........5 D.  Kritik Terhadap Marxisme ......................... ................................................ .............................................. ..................................... .............. 11 BAB III PENUTUP A.  Kesimpulan ............................................ .................................................................. ............................................ ............................................. .......................13 B.  Saran ........................................... ................................................................. ............................................ ............................................ .................................. ............14 DAFTAR PUSTAKA.......................................................... ................................................................................. .............................................. .......................... ...15

ii

 

BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Dibandingkan dengan kepustakaan agama-agama lain yang sudah mapan dan  berkembang baik secara sistematis serta kebudayaan-kebudayaan yang relevan,  pengkajian tentang Islam merupakan pengkajian yang terlantar. Baik pada bidang fenomenologi maupun sejarah agama-agama. Memang nyaris tidak terdapat sesuatu  penyelidikan penting tentang Islam dan dan masyarakat Islam. Dalam dunia keilmuan Islam, Ali Syari’ti merupakan sosiolog yang membuka ketelantaran kajian sosiologi dalam Islam. Dia adalah sosiolog yang sangat  berpengaruh dalam dunia dunia ilmu pengetahuan. pengetahuan. Ia menggunakan Al-Qur’an Al-Qur’an sebagai pisau analisis untuk mengkaji ilmu-ilmu kemanusiaan dan kemasyarakatan, banyak kontribusinya dalam essai-essai pemikiran tentang sosiologi yang berlandaskan pada konsep-konsep Al-Qur’an. Al-Qur’an.   Islam tandasnya adalah ajaran yang sangat mengapresiasi dan toleran dalam memberikan kebebasan umatnya untuk berfikir menggunakan kecerdasannya dan  berbuat segenap kemampuannya, selama semua itu dapat dipertanggungjawabkan sesuai ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur’an Al-Qur’an dan Hadits.  Hadits.  Ilyas Ba-Yunus menguraikan ruang lingkup sosiologi dalam proses-proses yang lebih luas yang dihasilkan dalam masyarakat manusia meliputi seluruh aspek kehidupan ; politik, ekonomi, pendidikan, migrasi, kematian, rekreasi, pendeknya apa saja yang mengenai urusan manusia dalam hubungan dengan sesamanya. (Yunus, 1996 ; 16). Dalam konsep sosiologi Ali Syari’ati lebih mengadopsi konsep-konsep konsep -konsep atau istilahistilah keislaman yaitu yaitu ‘adil, tauhid, syirik, hijrah, an-nas, an -nas, ummah maupun imamah. Islam –  Islam  –  Al-Qur’an  Al- Qur’an seperti yang diyakini Ali Syari’ati adalah sumber serba ide, suatu teori dalam kerangka filosofis yang sangat komprehensif, (Syari’ati, t.th. ; 50) tinggal bagaimana umatnya mempelajari garis-garis besar seluruh ilmu dan hukum yang tergambar dalam Al-Qur’an Al-Qur’an dan dihubungkan dengan ayat-ayat ayat -ayat yang nyata (ayatayat kauniyah).

1

 

B.  Rumusan Masalah

1.  Bagaimana biografi Ali Syari’ati?  Syari’ati?   2.  Bagaimana akar pemikiran Ali Syari’ati?  Syari’ati?   3.  Bagaimana substansi substansi pemikiran Ali Syari’ati dan Ilyas Ba-Yunus? Ba -Yunus? 4.  Apa saja kritik terhadap teori sosiologi Islam? C.  Tujuan

1.  Untuk mengetahui bagaimana bagaimana biografi Ali Syari’ati?  Syari’ati?  2.  Untuk mengetahui bagaimana bagaimana akar pemikiran Ali Syari’ati?  Syari’ati?  3.  Untuk mengetahui bagaimana substansi  pemikiran Ali Syari’ati dan Ilyas BaBaYunus? 4.  Untuk mengetahui apa saja kritik terhadap teori sosiologi Islam?

2

 

BAB II PEMBAHASAN

A.  Biografi

Ali Syariati merupakan anak pertama dari pasangan Muhammad Taqi dan Zahra, Ia dilahirkan pada tanggal 24 November 1933 di sebuah desa kecil di Kahak, sekitar 70 kilometer dari Sabzevar, Iran bagian Tenggara. Keluarga Zahra tinggal di Kahak dan Ali dilahirkan dirumah kakeknya dari pihak Ibu. Dia anak pertama sekaligus anak laki-laki satu-satunya didalam keluarga, dengan tiga orang saudaranya, Tehereh, Tayebeh, dan Batul (Afsanah). Ali Syariati hidup dalam masyarakat urban kelas menengah kebawah.1  Ali Syariati kecil hidup dimasa perang besar dunia II sedang berkecamuk, tidak terkecuali di Iran. Pada musim semi tahun 1941, sebulan setelah sekutu menginvasi Iran, Ali memasuki tahun pertama di sekolah dasar. Setelah selesai menyelesaikan  pendidikan sekolah dasar di Ibnu Yamin, pada bulan September 1947, Ali memasuki sekolah menengah Firdausi. Ali menyelesaikan tingkat kesembilannya di Firdausi. Meskipun demikian, sebagai ganti meneruskan sekolahnya ke tingkat diploma, dia mengambil jalan lain. Pada tahun 1950, atas permintaan ayahnya, Muhammad Taqi, dia mengikuti ujian masuk di Institut Keguruan (Danesyara-ye Moqadimati) yang ketat. Keterlibatan aktif Ali dalam politik dimula dari periode ini. Dia sudah mengenal  politik dan wacana kenegaraan walaupun hanya terbatas pada ranah-ranah diskusi. Ali lulus dari Institut Keguruan pada tahun 1952. Semenjak musim gugur pada tahun yang sama, dia bekerja di Kementrian Pendidikan dan dikirim ke sekolah dasar Ketabpur di Ahmadabad. Selain menulis, Ali Syari’ati mulai pula menyampaikan berbagai ceramah dan kuliah di dan kaum terpelajar. Lembaga ini memainkan peran yang sangat besar dalam menyebarkan pemikiran- pemikiran  pemikiran Ali Syari’ati, dan sebaliknya.  sebaliknya.  Ketika berumur 23 tahun, Ali Syari’ati masuk Fakultas Sastra Universitas Masyhad. Di sinilah Syari’ati untuk pertama kali masuk penjara selama 8 bulan sebagai

1

 Ali

Syari’ati, Biografi Syari’ati,  Biografi Politik Intelektual Revolusioner. Terj. Ali Rahmena (Jakarta: Erlangga, 2000), hlm. 53.   3

 

akibat gerakan oposisinya melawan rezim, di bawah pimpinan Gerakan Perlawanan  Nasional (NRM) Cabang Masyhad. Setelah lulus dari Universitas Masyhad ia melanjutkan pendidikan tingginya ke Universitas Paris atas beasiswa pemerintah Iran. Di Prancis sendiri, Ali Syariati menemukan lebih banyak sumber ilmu pengetahuan yang tidak ada di Iran pada waktu itu. Disertasi doktoralnya berjudul ‘Fadhil al Balkh’ sebuah essai terjemahan teks Persia abad pertengahan. Ia menunjukkan keorisinilan  berpikir dan mengabaikan nuansa-nuansa nuansa-nuansa sosiologi Barat resmi. Keberadaan Keberada an Syari’ati di Paris bersamaan pula dengan masa-masa masa -masa munculnya kebangkitan baru dalam mengembangkan sayap-sayap kemajuan gerakan keagamaan di dalam negeri Iran. Tidak memakan waktu lama, muncullah gelombang gerakan kebebasan yang melanda Iran. Dan penguasapun segera melakukan penangkapan penangkapan terhadap tokoh-tokoh gerakan kebebasan negeri ini. Sebagian di antara mereka ditembak mati, dan sebagian lagi dijebloskan ke dalam penjara dan disiksa secara keji, yang ditujukan pula untuk menghancurkan gerakan nasionalis dan keagamaan, khususnya para tokoh gerakan kebebasan Iran. 2  Pada usia 44 tahun dia meninggal dunia di Inggris dan kiprah keilmuannya berjalan sekitar 10 tahun. B.  Akar Pemikiran

Ayah Ali Syari’ati, Muhammad Taqi Syari’ati adalah seorang ulama y ang mempunyai silsilah panjang keluarga ulama dari Masyhad, kota tempat pemakaman Ali Al-Ridha. AlRidha. Kehidupan Syari’ati atau Ali Mazinani Mazi nani berakar di pedesaan dan disanalah  pandangannya pertama kali dibentuk. Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri yang menjadi seorang pengajar di kota Masyhad. Pada awal 1940-an, ayah Ali Mazinani atau Ali Syari’ati mendirikan usaha penerbitan bernama “Pusat Penyebaran Kebenaran Islam” (The Center for Propagation of Islamic Truth) yang bertujuan untuk kebangkitan Islam sebagai agama yang sarat dengan kewajiban dan komitmen sosial. Ayah Ali Syari’ati adalah orang dengan pemahaman Islam yang progresif. Sementara progresif.  Sementara dari pihak ibu, kakeknya, Akhun Hakim adalah sosok ulama yang kisah hidupnya turut menginspirasi Ali Syari’ati. Syari’ati . Pamannya adalah murid dari ulama terkemuka Adib  Nishapuri, yang setelah belajar filsafat, fiqh, dan sastra, mengikuti jejak leluhurnya memilih kembali ke Mazinan.

2

 Ibid.,

hlm. 55-60.  4

 

Syari'ati mengetahui bahwa tradisi Islam yang sedang berkembanng sudah  banyak di selewengkan oleh penguasa menjadi sekedar ritualitas ritualita s sempit.bagi Syari'ati, Islam harus di ekspresikan dalam tindakan. Realitas abadi yang di pelajari kaum Muslim untuk memahami hakikat kehidupan itu harus di hidupkan. Dalam pandangan Ali Syari’ati, agama sebagai ideologi di ar tikan tikan sebagai suatu keyakinan yang di pilih secara sadar untuk menjawab keperluan-keperluan yang timbul dan memecahkan masalah dalam masyarakat. Ideologi di butuhkan untuk mengarahkan suatu masyarakat atu bangsa dalam mencapai cita-cita dan alat perjuangan. Syari'ati sangat konsen dengan nasib dunia di mana banyak negara di jajah secara ekonomi, politik, ultural olh barat. ide-ide syari'ati pun banyak di pengaruhi oleh gagasan tokoh lain di belahan dunia ketiga seperti Frantz Fanon dari Aljazair, yang  pada saat itu sedang menghadapi perlawanan sama. s ama. Syari'ati menyadari bahwa dunia ketiga yang mayoritas Muslim harus keluar dari kemelut hegemoni Barat.

Ali Syari’ati lahir ditengah kondisi dimana degradasi peran agamawan (ulama) yang hanya menjadikan agama sebagai ritual batin antara hamba dan sang pencipta tanpa peduli terhadap keterpurukan masyarakatnya. ulama tidak memainkan perannya sebagai pemimpin yang tercerahkan yang akan memandu masyarakat menggapai kebahagiaan spiritual dan material. kekeritisannya dalam praktek islam is lam yang seperti itu  banyak didasari dari ide-ide ide -ide Ahmad Kasravi seorang ulama tradisional tr adisional yang awalnya reformer syi’ah namun berubah menjadi anti syi’ah.  syi’ah.   Selama menempuh pendidikan di Paris, Syariati berkenaan dengan d engan karya-karya dan gagasan-gagasan baru yang mencerahkan, yang mempengaruhi pandangan hidup dan wawasannya mengenai dunia. Dia mengikuti kuliah-kuliah para akademisi, filosof,  penyair, militan, dan dan membaca karya-karya karya-karya mereka, terkadang bertukar pikiran dengan dengan mereka, serta mengamati karya-karya seniman dan pemahat. Dari masing-masing mereka ia mendapat sesuatu, dan kemudian mengaku berutang budi kepada mereka. Di sinilah Syariati berkenalan dengan banyak tokoh intelektual barat antara lain Louis Massignon yang begitu dihormatinya, Frantz Fanon, Jacques Berque dan lain-lain. C.  Substansi Pemikiran

1.  Habil dan Qabil Konsep Ali Syariati tentang manusia sangat menarik dan autentik. Di samping menjelaskan sejarah awal penciptaan manusia dengan tafsir yang sangat progresif, 5

 

Syariati juga mengeksplorasi gagasan tentang manusia ideal dan tanggung jawabnya.  Namun dari perspektif sosiologi, terdapat paling tidak 2 eksplanasi terkait dengan konsep manusia yang dijelaskan melalui pendekatan sosiologi. Pertama tentang kisah Habil dan Qabil, dan kedua terkait dengan kedudukan wanita dalam Islam. Melalui perspektif sosiologi, Syariati memberi pemahaman baru terhadap  peristiwa yang dilukiskan oleh Al-Quran dalam ayat ayat 27 Surat Al-Maidah. “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". Dalam pandangan Syariati, pembunuhan Qabil terhadap Habil, tidak sematamata bisa dijelaskan melalui kacamata kecemburuan seorang pria (Qabil) terhadap saudaranya sendiri (Habil) dalam pilihan pili han jodoh mereka berdua. Bagi Syariati, Habil dan Qabil menjelaskan struktur masyarakat dari mana mereka berasal. Habil adalah wakil dari masyarakat penggembala, sebuah sosialisme primitif yang tidak dan belum mengenal hak milik pribadi. Sedangkan Qabil merupakan representasi masyarakat dengan sistem sosial masyarakat pertanian, yang sudah mengenal hak milik pribadi yang monopolistik. Cerita Habil dan Qabil bagi Syariati merupakan simbol dari  pertarungan antar kelas, kelas yang berkuasa (Qabil) dengan kelas yang dikuasai (Habil). (Ali Syariati, 1989) Tampak dalam menjelaskan kisah anak Nabi Adam ini, Syariati menggunakan pendekatan teori kelas Karl Marx. 2.  Agama Syariati jelas seorang mukmin, menerima seluruh ajaran Islam yang diwahyukan kepada Nabi. Tapi Syariati juga adalah seorang intelektual, yang dalam  bahasanya disebut dengan raushankfikr, yang menerima agamanya setelah melakukan me lakukan  pergulatan intelektual yang hebat di dalam dirinya. Sebagai raushanfikr, Syariati merasa bertanggungjawab secara intelektual untuk memberikan landasan rasionalfilosofis atas penerimaannya terhadap agama Islam. Dalam perspektif ini, Syariati S yariati telah melakukan

dua

pendekatan

yang

rasional

dalam

mempertanggungjawabkan

 penerimaannya atas Islam sebagai bagian yang paling mendasar dalam tata kehidupan individual, sosial dan bangsa Iran. Yang pertama, Syariati menerima Islam, setelah 6

 

melakukan kajian dan perbandingan dengan berbagai ideologi lainnya, apakah itu dengan Marxisme, Eksistensialisme, Liberalisme, dan nasionalisme Iran sendiri. (A Syariati, 1995) Sehingga kemudian Syariati mengatakan bahwa dalam seluruh  pencariannya itu, dia menemukan Islam, bukan Islam sebagai budaya yang memacu me macu kemunculan ahli-ahli teologi, melainkan Islam sebagai ideologi yang memacu kemunculan kaum mujahid (Ali Syariati, 1989). Yang kedua, Syariati melakukan kajian dan perbandingan Islam dengan den gan agamaagama lainnya, baik dengan Laotse, Konghucu, Hindu, Budha, Jainisme, Yahudi dan Kristen. Mempergunakan teori Pendulum, Syariati melihat bahwa agama dalam sejarah  peradaban manusia manusia tidak ubahnya ubahnya sebuah pendulum yang yang selalu bergerak bergerak dari satu titik ekstrem kiri menuju ke titik ekstrem kanan. Pada posisi ekstrem kirinya, Syariati menyebutnya dengan Materialisme Ekstrem, sedangkan pada posisi ekstrem kanan, disebut dengan Spiritualisme Ekstrem. Sepanjang sejarahnya, agama selalu berayun dari salah satu titik ekstrem itu. Suatu waktu, dalam upaya menyeimbangkan masyarakat, ayunan itu mengarah pada Materialisme Ekstrem (diwakili oleh agama Musa, Konfusius, dan Zoroaster) dari titik Spiritualisme Ekstrem (yang diwakili oleh agama Laotse, Buddhisme, Vedik dan Kristen), dan sebaliknya. Ketika masyarakat menjadi sangat menyimpang ke satu titik ekstrem, maka munculah Nabi dengan kekuatan agamanya yang menerapkan suatu gaya yang berlawanan dengan arah  penyimpangan. Kekuatan ini terus dilancarkan sehingga masyarakat kembali pada  posisi keseimbangan keseimbangan dengan keberhasilan yang yang positif, untuk kemudian pada gilirannya kekuatan ini berubah menjadi kekuatan yang negatif dan menyimpang. Kemudian  pendulum bergerak lagi dengan kehadiran seorang Nabi dengan kekuatan dan gaya yang berlawanan dari yang sebelumnya, demikian seterusnya sejarah agama-agama. (A Syariati, 1983). Jika contoh sejarah agama-agama di atas (Taoisme menuju Konghucu dan Yahudi menuju Kristen), merupakan pola-pola pergerakan agama dunia, yang jika dilihat dalam kerangka analisa teori Dialektika Historis, maka pergerakan pendulum selalu bergerak dari sebuah tesa menuju anti-tesa tanpa sekalipun berhasil menemukan sintesa yang baik dan sempurna di antara keduanya. Maka baru pada agama Islamlah, menurut Ali Syariati, yang menjadi mata rantai terakhir dari sejarah agama-agama, kombinasi ideal itu tercapai. Islam Isl am mengajak umat manusia “dari kerendahan bumi ke ketinggian surga, dari perbudakan satu sama lain ke arah pengabdian kepada Tuhannya 7

 

alam semesta, dan dari penindasan agama ke arah keadilan Islam.” (A Syariati, 1983) Dalam perjalanan sejarahnya, Islam tidak dapat melepaskan mel epaskan diri dari gerakan pendulum yang sudah menjadi hukum sejarah itu. 3.  Masyarakat Menurut Syariati, istilah Ummah dalam al-Quran memiliki 3 (tiga) (ti ga) makna yang saling berkaitan, yaitu; gerakan, tujuan dan ketetapan hati yang sadar. (A Syariati, 1995) Lebih jelasnya, umat mengandung pengertian; kumpulan manusia yang para anggotanya memiliki tujuan yang sama, yang satu sama lain l ain saling bahu-membahu agar  bisa bergerak menuju tujuan

yang mereka cita-citakan,

berdasarkan

suatu

kepemimpinan kolektif. Dalam istilah umat itu, dengan demikian terkandung tiga konsep, yakni; Kebersamaan dalam arah dan tujuan; gerakan menuju arah dan tujuan tersebut; dan, keharusan adanya pemimpin dan petunjuk kolektif. (A Syariati, 1995). Untuk memperjelas makna konsep Ummah ini, Syariati kemudian melakukan  perbandingan dengan konsep-konsep lainnya yang memiliki memil iki pengertian yang hampir h ampir sama seperti; nation, qabilah, qaum, sya’b, thabaqah, mujtama’, tha’ifah, ras, massa dan  people. Berbeda dengan istilah nation, qabilah, qaum dan sya’b, istilah Ummah memiliki muatan nilai-nilai kemanusiaan yang dinamis. Dan seluruh istilah-istilah itu menurut Syariati mengandung makna adanya komunitas manusia yang menonjolkan  bentuk, karakteristik dan kondisi-kondisi lokalnya lokalnya dan statis. (A Syariati, Syariati, 1995) Dalam  pandangan Syariati, dan ini tampaknya paralel dengan Karl Marx, kerangka dasar umat adalah ekonomi. Sistem sosialnya didasarkan atas kesamaan dan keadilan, serta hak milik yang ditempatkan di tangan rakyat. Dengan konsep begini, Syariati ingin membangkitkan kembali ”sistem Habil”, yakni masyarakat yang ditandai dengan kesamaan dan persaudaraan, sebuah masyarakat tanpa kelas. (Ali Syariati, 1982). Dalam konsep umat, kekuatan yang menjadi pengikat paling penting bukanlah hal-hal yang bersifat lokal dan primordial seperti yang terkandung dalam contoh-contoh di atas, tetapi oleh ikatan i katan akan samanya jalan yang dilalui. Seti Setiap ap orang, apa pun rasnya, nationnya, qabilahnya dan bahasanya dapat dimasukkan ke dalam pengertian dan kelompok Ummat jika  jalan yang dilaluinya sama. (A Syariati, 1995) Makna “jalan yang dilalui” ini kembali pada pengertian Din (agama), sebagai jalan bersama bagi orang-orang yang beragama Islam. Dengan demikian, dalam konsep Ummah dan  praktiknya tercermin dan dan memancar sinar ajaran Islam. Aktualisasi ajaran agama Islam di bawah bimbingan dan arah oleh Imam. Maka konsep Ummah tidak dapat dilepaskan 8

 

dari konsep Imamah, sebuah pengertian yang tidak dimiliki oleh konsep-konsep yang telah disebut di atas. (A Syariati, 1995). 4.  Ideologi Ali Syariati, sebagaimana diakuinya sendiri adalah seorang sosiolog. Tetapi  bagi Syariati, menjadi sosiolog saja tidaklah cukup. Sosiologi hanya menjelaskan realitas kehidupan masyarakat dan sejarahnya. Ibarat cermin, katanya, sosiologi hanya memantulkan objek yang ada di hadapan cermin itu tanpa mempengaruhi atau mengubah objek itu sendiri. Hubungannya bersifat pasif dan negatif. (Ali Syariati, 1982) Dalam pemikiran Syariati, memahami dan menjelaskan realitas tidaklah  bermakna apaapa bagi masyarakat. Makna itu baru tampak jika ada perubahan, dan dan itu tidak dapat dilakukan hanya oleh sosiologi. Dari sinilah kemudian Syariati menegaskan  betapa pentingnya pentingnya ideologi, sebuah konsep yang yang selalu muncul muncul dalam setiap penggalan  pemikirannya tentang aspek apa pun juga.

Jika dalam pandangan Antoine Destutt de Tracy (1754-1836), ideologi dilihat secara positif dan Karl Marx, memandang ideologi secara negatif, (Takwin, 1999), maka dalam pemikiran Syariati, ideologi bisa bermakna positif sekiranya ideologi itu dapat mewadahi sifat multi-dimensi dari kehidupan manusia. Hal ini hanya ada dalam agama Islam. Tetapi ideologi juga bisa bermakna negatif apabila ideologi tersebut terjebak ke dalam titik ekstrem kutub pemikiran tertentu tanpa bisa mengapresiasi kutub  pemikiran lainnya. Ideologi yang yang mereduksi sifat multi-dimensi kehidupan manusia ini akan bermakna negatif bagi manusia. Dan semua ideologi di luar Islam, menurut Syariati terjebak pada ekstremitas ini. 5.  Perubahan Sosial “Faktor dasar apakah yang menyebabkan suatu masyarakat tiba-tiba berubah dan berkembang, atau tiba-tiba tiba-tiba rusak dan merosot?” (Ali Syariati, 1982) Inilah  pertanyaan Syariati tentang perubahan sosial yang terjadi dalam sejarah. Dalam menjawab pertanyaan ini, Syariati terlebih dahulu menjelaskan beberapa faktor yang menentukan dalam sebuah perubahan sosial dalam versi kajian Sosiologi Barat. Namun  penjelasan sosiologi Barat terhadap persoalan ini belum memuaskan Syariati. Pencariannya terhadap ayat-ayat suci al-Qur’an al-Qur’an dan Sunnah Nabilah yang mengantarkannya mengantarkan nya pada suatu teori perubahan sosial “yang lebih segar dan lebih tepat”. (Ali Syariati, 1982). 9

 

Menurut Syariati, ada satu faktor perubahan sosial yang disebutnya dengan annas (rakyat) yang disebutkan dalam al-Quran. “Pada umumnya, setiap ajaran, setiap agama, setiap Nabi, dialamatkan kepada mereka yang sekaligus juga merupakan faktor perubahan sosial yang fundamental dan efektif di dalam ajaran itu. Demikianlah al-Qur’an al- Qur’an dialamatkan kepada an-nas, an-nas, yakni rakyat. Rasul diutus kepada an-nas, beliau berbicara kepada an-nas; an-nas lah yang bertanggungjawab atas perbuatan mereka sendiri; an-nas-lah yang menjadi faktor dasar kemerosotan rakyat  –  – ringkasnya ringkasnya an-nas-lah yang memikul seluruh tanggung jawab terhadap masyarakat dan sejarah.” (Ali Syariati, 1982).  1982).   Islam-lah yang pertama kali menjadikan rakyat sebagai faktor penting dalam setiap perubahan sosial. Berbeda dengan Nietzsche, Nietzs che, yang menganggap manusia terpilih sebagai faktor dasar perubahan sosial; berbeda dengan Plato yang menganggap kalangan aristokrat dan ningrat sebagai faktor perubahan sosial; berbeda dengan Carlyle dan Emerson yang menganggap tokoh-tokoh besarlah yang menjadi faktor fundamental dalam perubahan sosial; dan berbeda pula dengan Alexis Carel yang menganggap manusia yang berdarah murni saja yang dapat menjadi faktor perubahan sosial, maka Islam menganggap bahwa faktor fundamental dalam perubahan sosial itu adalah rakyat sendiri, an-nas sendiri. Rakyatlah yang menjadi poros dan faktor dasar setiap perubahan, meskipun ketiga faktor yang telah disebut di atas, menurut Syariati,  juga mempengaruhi nasib masyarakat. (Ali Syariati, 1982) 6.  Kepemimpinan Imamah, secara filologis memiliki akar kata yang sama dengan Ummah, dan oleh karena itu secara sosiologis juga merupakan konsekuensi logis dari keberadaan Ummah itu sendiri. Imamah menurut Syariati adalah sifat dan atribut istimewa dan luhur yang terdapat pada diri seorang manusia super (Imam), yang berfungsi sebagai teladan, syahid, dan contoh praktis serta aktualisasi dari risalah. Imamah memiliki sifat yang abadi, tidak terikat oleh ruang dan waktu tertentu. (Ali Syariati, 1982). Imamah yang secara historis terwujud te rwujud dalam diri seorang Imam, memiliki ruang lingkup tugas dan tanggung jawab yang sangat luas, bahkan bisa dikatakan seluas  persoalan kehidupan manusia yang multi-dimensional. Imamah bukan hanya sekedar kepemimpinan politik seperti Khalifah dan Amir, yang mengurus, mengatur dan memimpin dunia politik dan pemerintahan. Tugas Imamah menjangkau semua aspek 10

 

kehidupan manusia; politik, ekonomi, sosial, militer, dan semua aspek kehidupan manusia lainnya. (A Syariati, 1995) Imamah merupakan: “Manifestasi dari risalah kepemimpinan dan bimbingan individu dan masyarakat’ dari ‘apa yang kini ada’ (dassein) menuju ‘apa yang seharusnya ada’ (das solen) semaksimal yang bisa dilakukan, dil akukan, bukan berdasarkan pada keinginan pribadi seorang Imam, melainkan atas dasar konsep yang baku yang menjadi kewajiban bagi Imam lebih dari individu lainnya. Itu sebabnya, maka Imamah berbeda dari kepemimpinan diktator,

sekaligus

menantang

kepemimpinan

revolusioner

ideologis

dan

diktatorindividual.” (A Syariati, 1995).  1995).   Konseptualisasi Imamah yang secara historis diwujudkan dalam diri seorang Imam bisa jadi melahirkan gambaran tentang sosok yang serba suci, hero, deskripsi yang penuh mitologis, karismatik dan supra-manusia. Sadar akan kerancuan yang mungkin timbul dari pemahaman akan konsep Imamah ini, Syariati menegaskan bahwa seorang Imam tetaplah “seorang manusia yang wajar sebagaimana manusia lain”. (A Syariati, 1995) Keyakinan ideotik akan kesucian intrinsik para Imam, ditambah lagi dengan kekebalan Imam dari berbuat dosa, bagi Syariati merupakan sesuatu yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.(A Syariati, 1995) Oleh karena itu, ia bukan makhluk supra-manusia, sebab yang di atas manusia hanyalah Allah. Menolak pandangan ini  berarti Syirik. Dengan demikian, Imam itu bukan Tuhan, juga bukan perwujudan metafisik, dan bukan pula malaikat, melainkan manusia, yakni manusia teladan, syahid dan perwujudan real dari manusia konsepsional. (A Syariati, 1995) Seorang Imam, tetaplah manusia biasa seperti manusia lainnya. Dari dalam diri Imam terdapat  perwujudan-perwujudan dan teladan dari semua karakter manusia yang sempurna, karakter yang menghimpun sepenuhnya sifat manusia sejenisnya pada tingkat yang  paling puncak. (A Syariati, Syariati, 1995) D.  Kritik Terhadap Marxisme

 Pertama, Marxisme adalah suatu paham sosial-ekonomi-politik yang mengacu  pada pemikiran utama Karl Marx. Pada gilirannya Marxisme dibekukan menjadi Sosialisme, yang merupakan perkembangan pemikiran yang berorientasi pada politik dan ekonomi. Pada awalnya Sosialisme dibentuk oleh dua pemikir Jerman, yaitu Karl Marx dan F. Engels. Kedua perumus dan pemikir ini yang bersama-sama secara kompak membentuk Sosialisme menjadi aliran utama di segala tempat dan waktu. 11

 

Sudut pandang yang digunakan Marxisme adalah memandang alam realitas sebagai fenomena misteri belaka. Segala yang berbau spiritual dan mistik mis tik ditolak. Sehingga ide dan gagasan tentang agama apapun tidak dapat diterima keberadaannya.  Kedua, dengan pengetahuan Islam yang kuat dan realitas sosial di Iran yang disaksikan oleh Syari’ati ternyata malah menjauh dari akar sejarahnya sendiri, maka Syari’ati mendiagnosa bahwa Marxisme salah satu yang punya andil menghancurkan  jati diri kondisi di negerinya. negerinya. Oleh karena itu, Syari’ati dengan gigih dan ambisius mencari kelemahan dan membeberkan kelemahan dan bahayanya Marxisme apabila dijadikan filsafat hidup. Syari’ati megkritik Marxisme dari banyak sudut. Tiga hal yang paling banyak dikritiknya adalah:  pertama, kritik terhadap materialisme dan sejarahnya. Menurut Syari’ati mengenai materialisme, Marx kurang memahami unsur universal dalam kehidupan. Materialisme hanya memandang manusia secara sepotong, dan akibatnya sistem Marxisme itu sendiri banyak menemukan rintangan. Mengenai filsafat sejarah, menurut Syari’ati filsafat sejarah Marx tidak ilmiah, malah omong kosong belaka. Karena ada tiga hal yaitu bentuk hak milik, bentuk hubungan kelas, dan bentuk alat  produksi yang tidak berubah sama sekali meski jaman sudah jauh berubah.  Kedua, kritiknya terhadap Marxisme atas sikapnya terhadap agama. Menurut Syari’ati, Marx telah salah memahami agama. Ia hanya pandai menggeneralisir semua agama menjadi satu kebencian. Ketiga, kebencian.  Ketiga, kritik atas teori dan praksis Marxisme. Marxisme . Bagi Syari’ati, secara teoritis, Marxisme tidak kokoh dalam membangun ideologi mengenai landasan ideologinya. Lainnya, Syari’ati menlai, bahwa pada prinsipnya Marxisme dan kapitalisme tidak jauh berbeda. Yang membedakan hanya pemegang modal. Maka, secara sistem beda, secara filsafat sama, yaitu sama-sama memandang materi yang unggul.  Keempat, Islam sangat menentang Marxisme, karena bertentangan dengan  prinsip Islam yang memandang realitas dengan totalitas (tauhid). Marxisme hanya menyimpulkan manusia dari materi saja. Syari’ati tegas menyatakan bahwa Marxisme yang berdasarkan materialis adalah atheis, dan atheis itu kafir, kafir itu pendosa, amoral, picik, dan anti Tuhan.

12

 

BAB III PENUTUP

A.  Kesimpulan

Kehidupan Syari’ati atau Ali Mazinani berakar di  pedesaan dan disanalah  pandangannya pertama kali dibentuk. Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri yang menjadi seorang pengajar di kota Masyhad. Ali Syari’ati juga terlahir dari keluarga yang saat dalam beragama. Melihat banyak negeri kaum Muslim yang tertindas oleh Barat serta banyak pemaknaan yang salah terhadap Islam membuat Ali Syari’ati menjadi seorang yang revolusioner dan terus menyuarakan pemikirannya. Ali Syari’ati juga mengibaratkan kisah Qabil dan Habil sebagai gambaran struktur masyarakat darimana mereka berasal dari sebagai simbol pertarungan antar kelas. Lalu agama sebagai ideologi, solusi dalam setiap permasalahan kehidupan manusia. Ummah dengan adanya kebersamaan dalam arah dan tujuan; gerakan menuju arah dan tujuan tersebut; dan, keharusan adanya pemimpin dan petunjuk kolektif. Ideeologi di luar Islam, menurut Syariati terjebak pada ekstremitas tanpa bisa mengapresiasi kutub pemikiran lainnya. Lalu mengenai perubahan sosial Islam-lah yang pertama kali menjadikan rakyat sebagai faktor penting dalam setiap perubahan sosial. Berbeda dengan Nietzsche, yang menganggap manusia terpilih sebagai faktor dasar perubahan sosial; berbeda dengan Plato yang menganggap kalangan aristokrat dan ningrat sebagai faktor perubahan sosial; berbeda dengan Carlyle dan Emerson yang menganggap tokoh-tokoh besarlah yang menjadi faktor fundamental dalam perubahan sosial. Kemudian yang terakhir konsep Imamah, seperti yang dikatakan dalam  pembahasan Ummah mengenai keharusan keharusan adanya adanya pemimpin pemimpin dan petunjuk kolektif, dari dalam diri Imam terdapat perwujudan-perwujudan dan teladan dari semua karakter manusia yang sempurna, karakter yang menghimpun sepenuhnya sifat manusia sejenisnya pada tingkat yang paling puncak. Sebagai orang yang sangat mengilhami ajaran Islam, banyak kritik yang dilancarkan kepada pemikiran Barat oleh Ali Syari’ati. Seperti kritiknya kepada Marxisme yang intinya mengatakan bahwa Marxisme tidak menjadikan manusia menjadi manusia seutuhnya karena cara pandang materialismenya. Juga mengingat

13

 

Marxisme tidak kokoh dalam pembentukan ideologinya, akan sangat berbahaya apabila sistem ini dijadikan filsafat hidup, ucap Ali Syari’ati.  Syari’ati.   B.  Saran

Melalui makalah ini diharap pembaca dapat menambah wawasan dan  pengetahuan mengenai teori sosiologi Islam, khususnya pemikiran Ali Syaria’ti. Tentu  perlu adanya pengkajian lebih lanjut mengenai mengenai teori sosiologi Islam ini, meng mengingat ingat Ali Syari’ati saja mempunyai banyak pemikiran yang cukup kompleks mengenai  bagaimana seharusnya Islam diposisikan dalam kehidupan. Penyusun juga berharap  pembaca dapat memahami semua penjelasan yang diberikan pada makalah ini, sehingga apabila ada yang kurang jelas atau at au kesalahan dalam penyusunan makalah ini,  pembaca dapat memberi masukan demi sempurnanya makalah ini. Penyusun sangat menghargai apabila pembaca memberikan kritik yang membangun.

14

 

DAFTAR PUSTAKA

Ba-Yunus, I., & Ahmad, F. (1996). Sosiologi Islam: Sebuah Pendekatan. Pendekatan. Bandung: Mizan. Syari’ati, Syari’ ati, Ali, (t.th). On Sociology of Islam, Terj. Hamid Algar . Mizan Press. Barkeley. Syariati, Ali. (1989). Membangun (1989). Membangun Masa Depan Depan Islam, Pesan untuk Para Para Intelektual Muslim, Terj. Rahmani Astuti. Astuti. Bandung: Mizan. Syariati, Ali. (1983). Kritik (1983). Kritik Islam atas Marxisme dan Sesat Sesat Pikir Barat lainnya, lainnya, terj. Husin Anis al-Habsyi.. Bandung: Mizan. al-Habsyi

Syariati, Ali. (1995). Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, terj. Oleh M.S. Nasrulloh dan Afif Muhammad . Bandung: Mizan. Syariati, Ali. (1982). Tentang Sosiologi Islam, Terj Syaifullah Mahyudin. Ananda. Yogyakarta.

15

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF