Makalah Al-Qur'an & Sains
May 13, 2018 | Author: Achmad Chelsea Fc | Category: N/A
Short Description
Download Makalah Al-Qur'an & Sains...
Description
PENETAPAN AWAL BULAN RAMADHAN DENGAN RU¶YAH HILÂL Makalah Ini Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Materi: Al-Qur¶an dan Sains Program Doktoral (S3) Pengkajian Islam Pascasarjana Institut PTIQ - Jakarta
Oleh: ADE BUDIMAN Nomor Nomor Test: 11.S3.011
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR¶AN (PTIQ) JAKARTA 1432 H/2011 M
PENETAPAN AWAL BULAN RAMADHAN DENGAN RUKYAH HILAL
A. PENDAHULUAN Ramadhan merupakan salah satu bulan dalam kalender Hijriyah. Kalender Hijriyah adalah kalender yang mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Oleh sebab itulah kalender ini sering disebut dengan kalender Qamariyyah. Ada banyak kalender lain yang juga mengacu pada peredaran bulan, misalnya kalender jawa, cina, yahudi dan lain sebagainya. Sebutan Hijriyah disandarkan pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW, dan peristiwa tersebut juga dijadikan sebagai batas startnya kalender Hijriyah, sebab peristiwa peristiwa besar tentang Islam bermula sejak hijrah. Mengapa bukan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, atau saat pengangkatanya sebagai seorang Nabi dan Rasul..?, karena menurut para sahabat, peristiwa tersebut atau peristiwa lainnya dianggap tidak memiliki pengaruh yang besar bagi kebangkitan Islam1. Kalender Hijriyah berbeda dengan kalender nasional (Masehi) yang menggunakan acuan musim atau peredaran semu matahari sehingga sering disebut dengan kalender Syamsiyyah.
Kalender nasional mengawali harinya saat pukul 00 tengah malam dan bersifat
tetap, sedangkan kalender Hijriyah mengawali harinya pada sore hari saat matahari terbenam disuatu tempat; waktu dan posisinya berubah-ubah dari hari kehari. Karena itu, jumlah harinya dalam sebulan juga selalu berubah, bisa menjadi 29 hari atau 30 hari. Ketidakpastian jumlah hari dalam sebulan ini disebabkan oleh periode putaran bulan dalam sebulan yang memerlukan waktu sekitar 29,5 hari. Dan hal ini berbeda dengan jumlah
1
Atiah Bin Muhammad Salim, Syarh http://www.islamweb.net , diakses tgl. 10-11-2011,
Bulughul
Marâm,
Juz.
A43, h.
6,
dikutip dari
hari dalam sebulan pada kalender nasional (Masehi) yang sudah diatur secara tetap, kecuali pada bulan pebruari setiap tahun kabisat/29 hari jumlahnya tetap 28 hari. Perbedaan jumlah hari dalam sebulan menyebabkan adanya perbedaan jumlah hari dalam setahun. Dibandingkan kalender nasional (Masehi), jumlah hari dalam setahun pada kalender Hijriyah lebih sedikit, berkisar antara 11 hari-an. Awal bulan bagi kalender Hijriyah ditandai dengan munculnya bulan sabit atau yang biasa diistilahkan dengan H ilâl . Dalam Al-Qur¶an H ilâl disebutkan sebagai tanda-tanda waktu.
" F(] B b4SQe FM[UWT ; /lWS$ _rF S!U! DT o _kUWT [FrSI
B$
o
U!
B$
B$
8Sl S!WT
8Sk BUWT S!WT [IWST
ESU! 0[U Artinya:´Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung (QS.
189).
Al-Baqarah [2]:
Maksudnya adalah disamping sebagai masuknya awal bulan, juga sebagai waktu dimulai dan berakhirnya ibadah puasa. Waktu ibadah haji dan bilangan µI ddah para isteri2. Dalam hadits Nabi Muhammad SAW secara khusus mengemukakan tentang H ilâl
)
(
sebagai persyaratan dimulai dan diakhirinya berpuasa Ramadhan,
sebagaimana sabdanya:
, , , Artinya: Allah SWT telah menjadikan bulan sabit sebagai tanda-tanda waktu bagi manusia, maka berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika awan menghalangi kalian, genapkanlah bilangan hari menjadi tiga puluh (hari)
(HR. Abdurrazzâq, dari Abdul µAziz dari Rawwâd, dari Nâfi¶ dari Ibnu
µUmar)3.
Sepintas, frasa ³melihat bulan sabit´ itu sangat sederhana. Benarkah sederhana..?, ternyata setelah diteliti secara seksama tidak sesederhana yang dibayangkan, sebab perkembangan ilmu astronomi, teknologi dan sains telah menghandarkan pada pengertian ³melihat bulan sabit´ (Ru¶yah Al- H ilâl) juga berkembang. Melihat H ilâl tidak semata-mata melihat dalam artian secara inderawi, tetapi juga ditinjau secara ilmiah, maka tidak mungkin untuk melihat H ilâl tanpa mengetahui secara persis akan posisinya. Jika posisi hilâl sudah diketahui menurut perhitungan astronomi, maka masih perlu-kah melihat Hilâl secara
2
Ibnu Katsir, Tafsîr Al-Qurân Al-µ Azhim, (Kairo: Dâr Thayyibah Li An-Nasyr Wa At-Tawzi¶ , 1999), Juz.
I, h. 522
3
Abu Bakr Ahmad Al-Baghdâdy, Thurûq H adits Abdillah Bin µU mar, (Beirut: Dâr Al-Basyâir AlIslâmiyyah, 2000), t.p, t.t, h. 214
inderawi..?. dari sinilah kemudian muncul landasan teori yang menjadikan dasar peletak hukum untuk menetapkan kapan awal bulan itu terjadi, yaitu berupa kriteria-kriteria seperti: 1. Ru¶yah Bil Fi¶li 2. Wujûdul H ilâl 3. I mkânu Ar-Ru¶yah 4. Mathla¶ Al-Badr (Ru¶yah Global) Hanya saja, karena tidak adanya kriteria yang disepakati bersama, tak pelak telah meniscayakan munculnya penetapan hukum yang berbeda pula, dan beberapa kali kita telah menyaksikan sekaligus menjalani perbedaan hari pertama berpuasa ramadhan dan perbedaan hari mendirikan sholat Iedul Fithri, meski kita berada dalam wilayah hukum dan ³kampung´ yang sama.
B. BATASAN BEBERAPA ISTILAH a. Hilal Hilal dalam bahasa Arab merupakan kata benda Mashdar dalam bentuk tunggal
). Bentuk jamaknya ( ) yang artinya :
berasal dari kata kerja (
4
1). Bulan yang muncul pada awal bulan Qamariyyah hingga malam ketujuh 2). Bagian dari bulan yang terlihat bercahaya setiap awal bulan. Dalam ensiklopedia bebas, Wikipedia Bahasa Indonesia, dalam H ilâl diartikan sebagai penampakan bulan dengan mata telanjang yang paling awal terlihat menghadap bumi setelah bulan mengalami konjungsi ( I jtima¶ ). Dan secara astronomi, kata I jtima¶ atau konjungsi terjadi jika matahari dan bulan berada pada bujur ekleptika5 yang sama. I jtima¶ 4
Muhammad Rawwâs dan Hâmid Shâdiq, Mu¶jam Lughah Al-Fuqahâ, (Beirut: Dâr An-Nafâis, 1988), Cet. I, Jilid 2, h. 106 5 Orbit atau lingkaran yang seakan-akan dilalui oleh matahari, jika dilihat dari bumi, jalan peredaran matahari diwaktu satu tahun (KBBI dalam jaringan)
terjadi setiap 29,531 hari sekali, atau disebut dengan ³ Satu Bulan Sinodik´. Pada saat I jtima¶ , bulan tidak dapat terlihat dari bumi, karena permukaan bulan yang nampak dari bumi tidak mendapatkan sinar matahari, sehingga dikenal dengan istilah ³Bulan Baru´. Pada petang pertama kali setelah I jtima¶ , bulan terbenam sesaat sesudah terbenamnya matahari. Dalam kalender H ijriyyah ³ I jtima´ berperan utama dalam proses penetapan awal bulan6.
. Ru¶yah
b
Ru¶yah adalah aktifitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang pertama kali setelah terjadinya I jtima¶ (konjungsi). Ru¶yah dilakukan pada akhir bulan (Sya¶ban) setelah matahir terbenam, bisa dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Hilal hanya nampak setelah matahari terbenam (maghrib), karena instensitas cahaya hilal sangat redup dibandingkan dengan cahaya matahari, serta ukurannya sangat tipis7. Penetapan ru¶yah hilal sebagai dasar penetapan awal pada bulan Qamariyyah setidaknya akan bersentuhan pada beberapa keadaan baku yang menjadi karakteristik hilal awal bulan, yaitu: 1. Bulan terbenam lebih dahulu dari matahari (Hilal masih/sudah berada dibawah ufuk, alias ³Hilal Negatif´). Dalam keadaan ini, Hilal mustahil dapat dilihat, dan setiap kesaksian pasti akan tertolak. 2. Bulan terbenam setelah terbenamnya matahari. Dalam hal ini, ada kemungkinann Hilal terlihat, namun bergantung ketinggian diatas ufuk.
6 7
Lebih lanjut lihat di (http://id.wikipedia.org/wiki/hilal) Lebih lanjut lihat di (http://id.wikipedia.org/wiki/hilal)
3. Hilal terlihat setelah terbenamnya matahari sebelum terjadinya I jtima¶ (kongjungsi). Hal ini belum terhitung awal bulan dan masih terhitung sebagai hilal akhir bulan8. 4. Terjadinya konjungsi ketika terbenamnya matahari dalam keadaan tertutup (Kâsyifah) ,
maka dapat dipastikan Hilal akan terlihat karena kekontrasan cahaya
matahari. 5. Bulan terbenam setelah terbenamnya matahari, sementara itu diwilayah lain sebaliknya, yaitu bulan terbenam sebelum terbenamnya matahari.
Manurut Thomas Djamaluddin 9 , ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan ru¶yah (pengamatan) Hilal, yaitu sebagai berikut10: 1. Hilal adalah objek yang redup dan mungkin hanya tampak sebagai segores cahaya.
Sedapat
mungkin
mengkonfirmasikan
dengan
menggunakan
binokuler/teropong bila melihat objek terang yang mirip bulan sabit tipis atau segaris. 2. Pengamatan dari bangunan tinggi ditengah kota mempunyai resiko gangguan pengamatan akibat polusi asap, debu dan cahaya kota. 3. Lokasi pengamatan dengan arah pandang kebarat yang tidak terbuka atau dipenuhi oleh pepohonan bukanlah lokasi yang baik untuk pengamatan Hilal. Aerah pantai yang terbuka kearah barat adalah lokasi yang terbaik. 4. Hal penting bagi ru¶yah Hilal adalah kemampuan untuk membedakan antara Hilal dan bukan Hilal. Sumpah memang penting untuk membuktikan dan menunjukan 8
(fenomena ini terhitung sebagai kejadian yang ganjil dan jarang terjadi) Peneliti matahari dan antariksa (LAPAN - Bandung), dan Dosen Pascasarjana S3 PTIQ - Jakarta 10 T. Djamaluddin, Ru¶yatul H ilal Awal Ramadhan dan I edul Fithri 1995, dikutip dari: 9
H ttp://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/27/ru¶yatul-hilal-awal-ramadhan-dan-iedul-fitri/
kejujuran pengamat, akan tetapi belum cukup untuk memastikan objek yang dilihatnya itu benar-benar Hilal atau bukan Hilal. Saat ini faktor penyebab kesalahan pengamatan Hilal makin banyak.
. Hisab
c
H isab
artinya perhitungan. Dalam dunia Islam term H isab digunakan dalam ilmu
falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu sholat. Sementara posisi bulan untuk mengetahui hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah11. Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi matahari dan bulan, maka sejak awal peradaban, Islam menaruh perhatian besar terhadap astronomi. Dewasa ini, metode H isab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (Softwere) yang praktis juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum ru¶yah dilakukan. Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan I jma¶ terjadi.
11
Dalam Al-Qur¶an surat Yunus [10] ayat 5:
n[,UWT =Wl =, "[[A WSF [k[j S,P( #Q;$ PWrjUWT ;rS4 bUm P[] $ \^UWT
View more...
Comments