Lupus Eritematosus Kutaneus Yudi Una

December 12, 2017 | Author: Yudi Pratama | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Lupus Eritematosus Kutaneus Yudi Una...

Description

Referat

LUPUS ERITEMATOSUS KULIT

Disusun Oleh: NURUL HUSNA

: 0907101050039

YUDI PRATAMA

: 0907101010065

Pembimbing : dr. FITRIA SALIM, M.Sc, Sp.KK

BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan karena atas berkah dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Shalawt dan salam penulis junjungkan kepada junjungan besar nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarga beliau. Referat ini berjudul “Lupus Eritematosus Kulit” yang merupakan salah satu tugas penulis dalam menjalani pendidikan kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Fitria Salim, M.Sc, Sp. KK selaku dokter pembimbing yang telah berkenan membimbing penulis untuk menyempurnakan tulisan ini. Penulis sangat berharap kritik dan saran dari pembaca untuk kebaikan tulisan seperti ini di kemudian hari. Akhirnya penulis berharap tulisan kecil ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi para pembaca.

Banda Aceh, Maret 2014

Penulis

ii

DAFTAR ISI Halaman JUDUL ............................................................................................................. i KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv DAFTAR TABEL .............................................................................................v

1. Pendahuluan ...............................................................................................1 2. Definisi ........................................................................................................1 3. Epidemiologi ...............................................................................................2 4. Klasifikasi ...................................................................................................2 5. Etiopatogenesis ..........................................................................................4 6. Manifestasi Klinis .......................................................................................6 7. Diagnosis ...................................................................................................12 8. Diagnosis Banding ...................................................................................15 9. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................16 10. Penatalaksanaan .......................................................................................16 11. Komplikasi ...............................................................................................18 12. Prognosis ..................................................................................................19 13. Kesimpulan ..............................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................21

iii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Interaksi antara sel T dengan Antigen Presenting Cell .................. 4 Gambar 2. Interaksi sel T dengan sel B ............................................................5 Gambar 3. Induksi Permukaan Blebs selama Apoptosis ....................................... 5 Gambar 4. Patogenesis SLE ................................................................................6 Gambar 5. Karakteristik perbedaan sistemik lupus eritematosus dan diskoid lupus eritematosus ..........................................................................7 Gambar 6. Lupus eritematosus akut lokalisata ......................................................8 Gambar 7. Lupus eritematosus akut generalisata ..............................................8 Gambar 8. Lupus eritematosus kutaneus subakut (SCLE) ...............................9 Gambar 9. Lupus eritematosus klasik diskoid .....................................................10 Gambar 10. Lupus eritematosus diskoid.............................................................11

iv

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Klasifikasi Gilliam untuk lesi kulit yang berhubungan dengan Lupus Eritematous ............................................................................ 3 Tabel 2. Kriteria Diagnosis SLE .....................................................................12 Tabel 3. Perbandingan dari jenis umum kelainan kulit spesifik lupus eritematosus .................................................................................... 14 Tabel 4. Diagnosis Banding Lupus Eritematosus ...........................................15 Tabel 5. Terapi pilihan untuk penyakit kulit lupus eritematosus spesifik.......17

v

1. Pendahuluan Lupus Eritematosus Sisemik (LES) adalah penyakit autoimun kompleks yang dapat mengenai hampir semua sistem organ dan memiliki manifestasi klinis yang bervariasi. Pasien dapat memiliki keluhan pada kulit, membran mukosa, sendi, ginjal, komponen hematologik, sistem saraf pusat, sistem retikuloendotelial, sistem pencernaan, jantung, dan paru. Lupus Eritematous Sistemik (LES) digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun 1800-an, dan diberi nama lupus karena sifat ruamnya yang berbentuk “kupu-kupu”, melintasi tonjolan hidung dan meluas pada kedua pipi yang menyerupai gigitan serigala (lupus adalah kata dalam bahasa latin yang berarti serigala).1,2 Penyakit ini dapat mengenai berbagai usia dan jenis kelamin, terutama pada perempuan usia produktif (20-40 tahun). Di antara berbagai organ yang terlibat, kulit merupakan organ terluar tubuh yang dapat dilihat secara kasat mata sehingga seringkali menjadi salah satu kondisi yang dikeluhkan oleh pasien. Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis kedua yang paling sering tampak pada LES setelah peradangan pada sendi. Sekitar 85% dari penderita LES mengenai kulit yang disebut Lupus Eritematous Kutaneus (CLE). Lupus Eritematous Kulit dibagi menjadi tiga kategori mayor yaitu LE kutaneus akut (ACLE), LE kutaneus subakut (SCLE) dan LE kutaneus kronik (CCLE).1,3,4 Prinsip pertama dalam tata laksana pasien lupus eritematosus adalah pencegahan dengan menghindari faktor pencetus, misalnya pajanan matahari, terapi estrogen dosis tinggi dan konsumsi obat yang menyebabkan kulit menjadi lebih fotosensitif (hidroklorotiazid, griseofulvin, tetrasiklin, dan piroxicam). Terapi konvensional yang diberikan pada pasien lupus eritematosus antara lain adalah pengobatan dengan glukokortikoid, metotreksat, antimalaria, retinoid, dapson, azatrioprin, atau thalidomide.5 2. Definisi Lupus eritematosus (LE) adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang jaringan penyangga (connective tissue disease) dimana penyakit ini dapat mengenai berbagai sistem organ dengan manifestasi klinis dan prognosis yang bervarias.6,7

1

2

3. Epidemiologi Penyakit lupus dapat ditemukan pada semua kelompok usia dimana banyak mengenai usia produktif yaitu antara usia 21 sampai 50 tahun. Prevalensi SLE ditemukan 17 sampai 48 dalam 100.000 penduduk pada suku Afro-Karibia. Di Amerika Serikat 14-124 kasus per 100.000 penduduk. Di Eropa Utara, prevalensi penyakit lupus berkisar 40 kasus per 100.000 penduduk dan 200 kasus per 100.000 penduduk ditemukan pada orang dengan kulit hitam. SLE lebih sering ditemukan pada suku Afrika-Amerika, Afro-Karibia dan Asia dibandingkan dengan suku Kaukasia.6,7 Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis kedua yang paling sering tampak pada SLE setelah peradangan pada sendi. Sekitar 85% dari penderita SLE mengenai kulit yang disebut Lupus Eritematous Kutaneus (CLE). CLE dibagi menjadi tiga kategori mayor yaitu LE kutaneus akut (ACLE), LE kutaneus subakut (SCLE) dan LE kutaneus kronik (CCLE) jurnal manifestasi kulit pada SLE.4 Ruam malar atau butterfly (ACLE Lokalisata) dilaporkan terjadi 20%-60% pada studi kohort pada pasien LE. ACLE generalisata terjadi pada 35%-60% dari pasien LE. Pasien dengan lesi SCLE meliputi 7%-27% pada populasi pasien. Bentuk CCLE yang paling sering adalah lesi kulit DLE klasik, terjadi pada 15%30% dari populasi SLE. DLE dapat terjadi pada bayi dan orang tua, tetapi paling banyak terjadi pada individu antara usia 20-40 tahun. Perbandingan wanita dan lakilaki DLE adalah 3:2 sampai 3:1.1 4. Klasifikasi Nomenklatur dan sistem klasifikasi ditemukan oleh James N. Gilliam yang membagi manifestasi kutaneus dari LE hingga lesi kulit yang menunjukkan ciri perubahan histologi dari LE (kelainan kulit LE spesifik) dan terdiri dari histopatologi yang dibedakan untuk LE dan atau dapat terlihat sebagai gambaran dari proses penyakit lain (kelainan kulit LE non spesifik). Pola LE kutaneus (LE) sering disamakan dengan kelainan kulit LE yang spesifik sebagai istilah dari tiga kategori mayor dari kelainan kulit LE yang spesifik yaitu LE kutaneus akut/acute cutaneous lupus erythematosus (ACLE), LE kutaneus subakut/subacute cutaneous lupus erythematosus (SCLE), dan LE kutaneus kronik/chronic cutaneous LE

3

(CCLE). Hal ini akan digunakan sebagai kerangka dalam diskusi berbagai macam kelainan kulit yang terjadi pada pasien dengan LE (tabel 1). 4

Tabel 1. Klasifikasi Gilliam untuk lesi kulit yang berhubungan dengan Lupus Eritematous4 Kelainan kulit LE spesifik (LE kutaneus)

Kelainan kulit LE non spesifik

A. LE kutaneus akut (ACLE) 1. ACLE lokalisata (malar rash, butterfly rash) 2. ACLE generalisata (lupus makulopapular, lupus rash, SLE rash, lupus dermatitis fotosensivitas) B. Lupus eritematosus subakut (SCLE) 1. SCLE anular (sinonim Lupus marginatus, eritema marginatum simetris, eritema anulare autoimun, lupus eritematosus giratum repens) 2. SCLE papuloskuamosa (sinonim DLE diseminata, LE subakut diseminata, LE superfisial diseminata, LE psoriasiform, LE pitiriasiform, LE fotosensitif makulopapular) C. LE kutaneus kronik (CCLE)

A. Penyakit vaskular kutaneus

1.

2. 3. 4.

5. 6. 7.

LE klasik diskoid  DLE lokalisata  DLE generalisata DLE hipertrofik/verukosa Lupus profundus/lupus panikulitis DLE mukosal  DLE oral  DLE konjungtiva Lupus Tumidus (LE plak urikarial) LE Chilblain (lupus chilblain) DLE likenoid (LE/liken planus overlap, lupus planus)

1. Vaskulitis a. Leukositoklastik (1) Purpura palpabel (2) Urtikaria vaskulitis b. Lesi kulit periarteritis nodosa 2.Vaskulopati a. Lesi menyerupai Degos disease b. Atrofi sekunder (sinonim livedoid vaskulitis, livedo vaskulitis) 3. Telengiektasis periungual 4. Livedo retikularis 5. Thromboflebitis 6. Fenomena Raynaud 7. Eritromelalgia (eritermalgia) B. Alopesia Non skar 1.” Lupus hair” 2. Telogen effluvium 3. Alopesia areata C. D. E. F. G. H. I. J.

Sklerodaktili Nodul rheumatoid Kutis kalsinosis Lesi bula LE non spesifik Urtikaria Musinosis papulonodular Kutis laxa/anetoderma Akantosis nigrikans (resisten insulin tipe B) K. Eritema multiforme L. Ulkus kaki M. Liken planus LE; lupus eritematosus; SLE , sistemik lupus eritematosus Dari Sontheimer RD : The lexicon of cutaneous lupus erythematosus-A Review dan personal perspective on the nomenclature and classification of the cutaneous of lupus erythematosus. Lupus 6: 84, 1997, dengan ijin dari Stockton Journals, Macmillan Press, Ltd.

4

5. Etiopatogenesis Etiopatogenesis dari SLE masih belum diketahui secara jelas. Patogenesis dari kelainan kulit spesifik LE saling terkait dengan patogenesis SLE. Secara singkat, SLE adalah kelainan dimana terdapat pengaruh antara faktor pejamu (genetik, hormonal, dll) dan faktor lingkungan (radiasi UV, virus dan obat-obatan) yang berperan pada hilangnya toleransi dan menginduksi autoimunitas.8 Studi mengenai faktor genetik yaitu studi yang berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C1q, C2, C4. Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel fagosit gagal membersihkan sel apoptosis sehingga komponen nuklear akan menimbulkan respon imun yang abnormal. Respon tersebut terdiri dari pertolongan sel T hiperaktif pada sel B yang hiperaktif pula, dengan aktivasi poliklonal stimulasi antigenik spesifik pada kedua sel tersebut. Pada penderita SLE mekanisme yang menekan respon hiperaktif seperti itu, mengalami gangguan. Hasil dari respon imun abnormal tersebut adalah produksi autoantibodi dan pembentukan imun kompleks yang merusak berbagai organ bila mengendap. Bagian terpenting dari patogenesis ini adalah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas. 8

Gambar 1. Interaksi antara sel T dengan Antigen Presenting Cell9

5

Gambar 2. Interaksi sel T dengan sel B9

Radiasi UV mungkin merupakan faktor lingkungan yang paling penting untuk menginduksi tahap dari SLE dan terutama kelainan kulit LE spesifik. Sinar matahari berperan pada imunitas alami dan hilangnya toleransi disebabkan oleh apoptosis dari keratinosit. Radiasi UV dapat menunjukkan perpindahan autoantigen seperti Ro/SS-A dan autoantigen yang terkait, La/SS-B dan calreticulin, dari lokasi normalnya di dalam keratinosit epidermal ke permukaan sel. Sinar UV menginduksi keluarnya CCL27 (sel T kutaneus yang menginduksi kemokin) yang dapat meningkatkan ekspresi dari kemokin yang mengaktivasi autoreaktif dari sel T dan interferon alfa, memproduksi sel dendritik (DCs), yang berperan penting pada patogenesis lupus (gambar 3). 4, 9

Gambar 3. Induksi Permukaan Blebs selama Apoptosis9

6

Gambar 4. Patogenesis SLE10

6. Manifestasi klinis Sangat penting untuk membedakan subtipe dari kelainan kulit LE spesifik, oleh karena keterlibatan kulit pada LE dapat mencerminkan aktivitas dasar dari SLE. Kenyataannya, sebutan akut, subakut dan kronis yang berhubungan dengan CLE, menunjukkan kecepatan dan tingkat keparahan yang berhubungan dengan SLE dan tidak berhubungan dengan berapa lama lesi individu terjadi sebelumnya. Sebagai contoh, ACLE hampir selalu terjadi pada keadaan kekambuhan dari SLE, dimana CCLE sering terjadi dengan tidak adanya SLE atau adanya SLE yang ringan. SCLE menempati posisi tengah dari spektrum klinis. Subklasifikasi walaupun penting untuk menentukan faktor risiko, terkadang sulit, yang mana tidak jarang terlihat lebih dari satu subtipe dari kelainan kulit spesifik LE pada pasien yang sama, terutama pada pasien dengan SLE.1

7

Gambar 5.

karakteristik perbedaan sistemik lupus eritomatosus dan diskoid lupus eritematosus11

a. Lupus Eritematosus Kutaneus Akut (ACLE) Walaupun ACLE yang lokalisata pada daerah wajah merupakan pola gambaran yang biasa terjadi, tetapi dapat terjadi penyebaran yang generalisata. ACLE yang terlokalisata umumnya disebut sebagai klasik butterfly rash atau malar rash dari SLE (gambar 6). Pada ACLE yang lokalisata, eritema yang bergabung dan simetris dengan edema terpusat pada peninggian malar dan melewati bagian atas hidung (telah dijelaskan keterlibatan unilateral pada ACLE). Ditandai tanpa adanya keterlibatan lipatan nasolabial. Kening, dagu, dan area V dari leher dapat terkena, dan terjadi edema wajah yang berat. Terkadang, ACLE dimulai dengan makula kecil dan atau papul pada wajah yang pada akhirnya menyatu dan hiperkeratosis. ACLE generalisata tampak morbiliform yang menyebar atau erupsi eksematosa, biasanya terdapat pada bagian lengan ekstensor dan tangan tanpa keterlibatan ruas-ruas tangan (gambar 7). ACLE generalisata sering disebut ruam makulopapular dari SLE, dermatitis lupus fotosensitif, dan ruam SLE. 4

8

Gambar 6.. Lupus eritematosus akut lokalisata. Eritematosus, edema ringan, eritema dengan batas tegas terdapat pada area malar dengan distribusi seperti “ butterfly”. 4

Gambar 7. Lupus eritematosus akut generalisata A. Bercak dengan batas yang jelas dari eritema dengan skuama tipis diatas dari tangan bagian dorsal, jari dan area periungual. 4

ACLE biasanya dicetuskan oleh paparan sinar matahari. Bentuk dari CLE ini tidak berlangsung lama, hanya bertahan beberapa jam, hari atau minggu, walaupun pengalaman pada beberapa pasien dapat memiliki periode aktivitas yang lama. Tidak terjadi jaringan parut pada ACLE kecuali pada prosesnya disertai dengan komplikasi infeksi bakteri. 4 b. Lupus Eritematosus Kutaneus Subakut (SCLE) Gambaran klinis yang didominasi oleh lesi SCLE menandai adanya bagian berbeda dari LE yang memiliki gambaran klinis, serologi dan fitur genetik. Walaupun ditemukannya autoantibodi Ro/SS-A ribonukleoprotein sangat mendukung diagnosis dari SCLE, adanya autoantibodi spesifik ini tidak

9

diperlukan untuk membuat diagnosis SCLE. SCLE terutama tampak sebagai makula

eritematosus

dan/atau

papul

yang

menjadi

papuloskuamosa

hiperkeratotik atau plak polisiklik/anular (Gambar 8). Walaupun sebagian besar pasien SCLE menunjukkan gambaran anular atau papuloskuamosa, beberapa unsur dapat berkembang pada kedua jenis morfologi. Lesi SCLE bersifat fotosensitif dan terjadi terutama pada area yang terpapar sinar matahari. Lesi SCLE secara khas menyembuh tanpa jaringan parut tapi dapat sembuh dalam jangka waktu yang lama. Beberapa varian dari SLE telah dijelaskan. Kadang-kadang, lesi SCLE awalnya tampak gambaran eritema multiforme. Sebagai hasil dari kerusakan hebat pada sel basal epidermis, tepi aktif dari lesi SCLE anular terkadang mengalami perubahan vesikobulosa yang selanjutnya membentuk gambaran krusta yang jelas. Tidak seperti lesi kulit ACLE, lesi SCLE mempunyai kecenderungan lebih bersifat sementara daripada lesi ACLE dan menyembuh dengan perubahan warna. Kelainan ini juga lebih sedikit edematosa dan lebih hiperkeratotik daripada lesi ACLE, SCLE lebih sering melibatkan leher, bahu, ekstrimitas atas dan dada, dimana ACLE lebih sering mengenai daerah malar dari wajah. Bila lesi SCLE mengenai wajah, lebih sering pada wajah lateral tanpa melibatkan bagian sentral, area malar. Dibandingkan dengan lesi SCLE, lesi DLE umumnya berhubungan dengan derajat hiper dan hipopigmentasi yang lebih tinggi, atrofi dermal dengan jaringan parut, follicular plugging, dan skuama yang melekat.

Gambar 8.

Lupus eritematosus kutaneus subakut (SCLE). A. SCLE anular pada bagian punggung atas pada wanita usia 38 tahun. Perhatikan area tengah dari hipopigmentasi yang mana tidak terlihat atrofi dermal. B. SCLE papuloskuamosa pada bagian lengan ekstensor pada wanita usia 26 tahun.4

10

c. Lupus Eritematosus Kutaneus Kronik (CCLE) Lesi klasik DLE merupakan bentuk paling sering dari CCLE, dimulai dengan makula berwarna merah keunguan, papul atau plak kecil dan berkembang dengan cepat menjadi permukaaan hiperkeratotik. Lesi awal DLE berkembang menjadi plak eritematosus berbentuk koin, berbatas tegas yang ditutupi dengan skuama yang melekat dan meluas ke orifisium dari folikel rambut yang melebar (Gambar 9). Lesi DLE meluas dengan eritema dan hiperpigmentasi dibagian tepi, meninggalkan tanda atrofi jaringan parut pada bagian tengah, telengiektasia, dan hipopigmentasi (Gambar 10). Lesi DLE pada tahap ini dapat bergabung untuk membentuk plak yang besar dan berkonfluen. Pada permukaan kulit yang berambut (kulit kepala, batas kelopak mata, dan alis), DLE menyebabkan alopesia, yang dapat menyebabkan kerusakan dan memberi dampak pada kualitas hidup pasien. Keterlibatan folikular pada DLE merupakan gambaran utama. Sumbatan keratotik terakumulasi pada folikel rambut yang berdilatasi dan menyebabkan hilangnya rambut.

Gambar 9. Lupus eritematosus klasik diskoid. Ditandai dengan plak eritematosus pada bagian dahi menunjukkan hiperkeratosis dan menekankan pada orifisium folikel pada laki-laki usia 60 tahun dengan riwayat mengalami lupus eritematosus kutaneus selama 25 tahun. Lesi kulit telah tampak selama 3 bulan, tidak tampak atrofi dermal pada tahap ini. 4

11

Gambar 10.

Lupus eritematosus diskoid. Plak eritematosus pada leher dan wajah, berbatas tegas, bentuk bulat sampai oval, sedikit meninggi. Sebagian besar plak menunjukkan derajat ringan dari hiperkeratosis, dan beberapa menunjukkan atrofi dermal. Area hipopigmentasi yang tidak mengalami inflamasi dan skar sebagai pertanda lesi sebelumnya yang telah menyembuh.4

Lesi DLE lebih sering ditemui pada wajah, kulit kepala, telinga, area V dari leher, dan bagian ekstensor dari lengan. Berbagai area pada wajah, termasuk alis, kelopak mata, hidung dan bibir dapat terkena. Plak DLE yang simetris, hiperkeratotik, bentuk seperti kupu-kupu terkadang ditemukan pada area malar pada wajah dan melewati hidung. Beberapa lesi seharusnya tidak sulit dibedakan dengan sifatnya yang tidak menetap, edematus, ACLE dengan reaksi eritema dan skuama yang minimal yang terjadi pada area yang sama. DLE pada wajah, seperti ACLE dan SCLE, biasanya tidak mengenai lipatan nasolabial.4 Lesi DLE lokalisata terjadi hanya pada kepala atau leher, dimana DLE generalisata terjadi pada leher bagian atas dan bawah. Lesi DLE dibawah dari leher sebagian besar terjadi pada bagian ekstensor dari lengan, lengan bawah, dan tangan, walaupun dapat tampak pada beberapa bagian dari tubuh. Telapak tangan dan kaki dapat menjadi bagian yang nyeri dan sering terjadi kecacatan pada lesi DLE yang erosif. Terkadang, lesi DLE yang kecil terjadi hanya di sekitar orifisium folikular, muncul pada siku dan bagian lain (DLE folikular). Telah diamati bahwa siku/ekstensor dari lengan dapat terjadi bersamaan dengan lesi akral jari dari DLE, dan pasien dengan kombinasi ini sering memiliki kelainan sistemik. Hubungan antara lesi klasik DLE dan SLE menjadi bahan perdebatan. Beberapa poin dapat disimpulkan: (1) 5 % pasien DLE klasik

12

berkembang menjadi SLE dan (2) pasien DLE yang generalisata (yaitu lesi pada bagian atas dan bawah dari leher) mempunyai risiko lebih tinggi untuk berkembang menjadi manifestasi yang berat dari SLE dibandingkan dengan DLE lokalisata. 4 7. Diagnosis Diagnosis SLE dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan laboratorium. Batasan operasional diagnosis SLE yang dipakai dalam rekomendasi mengacu pada kriteria dari the American College of Rheumatology (ACR) revisi tahun 1997. Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria (tabel 2)8,12 Tabel 2. Kriteria Diagnosis SLE8,12 Kriteria

Batasan

Ruam malar

Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipatan nasolabial.

Ruam diskoid

Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan folikuler. Pada SLE lanjut dapat ditemukan parut atrofik.

Fotosensitifitas

Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari.

Ulkus mulut

Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri.

Artritis

Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusia.

Serositis/Pleuritis

Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat bukti efusi pleura. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial friction rub atau terdapat bukti efusi perikardium.

Gangguan renal

a. Proteinuria menetap >0,5 gram per hari atau >3+ bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif. b. Terdapat silinder seluler berupa silinder eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran.

13

Gangguan neurologi

a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik (uremia, ketoasidosis, ketidakseimbangan elektrolit). b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik (uremia, ketoasidosis, ketidakseimbangan elektrolit).

Gangguan hematologi

a. Anemia hemolitik dengan retikulosis b. Lekopenia
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF