LP Skull Defect
April 21, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download LP Skull Defect...
Description
RESUME KASUS KEPERAWATAN PADA Tn “R” DENGAN DIAGNOSA MEDIS SKULL DEFECT DI RUANG GILI TERAWANGAN RSUD PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TANGGAL 21 OKTOBER 2019
OLEH
FITRI ROHMAYANI (P07120317008)
( TINGKAT III SEMESTER V ) KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MATARAM 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN SKULL DEFECT I. KONSEP PENYAKIT A. DEFINISI Skull defect menjadi suatu masalah sejak awal periode kehidupan manusia. Skull defect sudah dapat ditemukan pada jaman neolitikum. Skull defect adalah kelainan pada kepala dimana tidak adanya tulang cranium/tulang tengkorak. Skull deffect adalah adanya pengikisan pada tulang cranium yang disebabkan oleh adanya pengikisan yang disebabkan massa ekstrakranial atau intrakranial, atau juga bisa berasal dari dalam tulang (Burgener & Kormano, 1997). Skull defect dapat terjadi dari lahir atau kongenital pada bayi yang biasanya disebut dengan anenchephaly dan juga skull defect yang dilakukan secara sengaja untuk membantu pengeluaran cairan atau pendarahan atau massa yang ada di kepala atau otak. B. ETIOLOGI Penyebab terjadinya skull defect diantara lain: 1. Fraktur cranium 2. Tumor 3. Penipisan tulang 4. Kelainan kongenital (enchephalocele) 5. Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial 6. Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997) 7. Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah 8. Reseksi tumor tengkorak 9. Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)
C. PATOFISIOLOGI Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan merupakansuatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisamengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudahatau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantaranya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorikyang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas. Mekanisme yang paling umum dari trauma tumpul dada yaitu
kecelakaan mobil atau jatuh dari sepeda motor sedangkan untuk trauma tembus dada yaitu lukatusuk dan luka tembak. Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan mengakibatkan satu atau lebih mekanisme patologi seperti hipoksemia akibat gangguan jalan nafas,cedera pada parenkim paru, sangkar iga, otot-otot pernapasan, kolaps paru, dan pneumothoraks. Hipovolemia juga sering timbul akibat kehilangan cairan masif daripembuluh besar, ruptur jantung, atau hemothoraks. Gagal jantung akibat tamponadejantung yaitu kompresi pada jantung sebagai akibat terdapatnya cairan di dalam sakusperikardial. Mekanisme ini seringkali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusiyang mengarah pada gagal napas akut, syok hipovolemia, dan kematian (Smeltzer,2001).
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS Gejala yang nampak pada pasien skull defect dapat berupa: 1. Bentuk kepala asimetris 2. Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak 3. Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya denyutan atau fontanela Sedangkan manifestasi klinis dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala yaitu berupa: a) Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale). Pada cedera kepala berat nilai GCS nya 3-8. b) Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil. c) Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia). d) Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi,
stridor,
terdesak,
ronchi,
mengi
positif
(kemungkinan karena aspirasi), gurgling. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto polos kepala Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran.
Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan oblique. 2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) Indikasi CT Scan adalah : a) Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang setelah pemberian obat–obatan analgesia/anti muntah. b) Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi intrakranial dicebandingkan dengan kejang general. c) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock, febris, dll). d) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan. e) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru f) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS. g) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit). Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. 3. MRI Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. 4. Cerebral Angiography Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. Serial EEG Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis 6. BAER Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil 7. PET Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak 8. CSF, Lumbal Punksi Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. 9. Analisis Gas Darah Mendeteksi
keberadaan
ventilasi
atau
masalah
pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial 10. Kadar Elektrolit Untuk
mengkoreksi
keseimbangan
elektrolit
sebagai
akibat
peningkatan tekanan intrkranial. G. PENATALAKSANAAN 1. Observasi 24 jam 2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. 3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. 4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring. 5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. 6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. 7. Pemberian obat-obat analgetik. 8. Pembedahan bila ada indikasi. Pembedahan yang dilakukan untuk pasien cedera kepala adalah pelaksanaan operasi trepanasi atau cranioplasty. Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan untuk mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitive (seperti adanya SDH (subdural hematoma) atau EDH (epidural hematoma) dan kondisi lain pada kepala yang memerlukan tindakan kraniotomi). Cranioplasty
adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastic atau metal plate. Epidural Hematoa (EDH) adalah suatu pendarahan yang terjadi diantara tulang dang dan lapisan duramater; Subdural Hematoa (SDH) atau pendarahan yang terjadi pada rongga diantara lapisan duramater dan dengan araknoidea. Pelaksanaan operasi trepanasi ini diindikasikan pada pasien 1) Penurunan kesadaran tiba-tiba terutama riwayat cedera kepala akibat berbagai faktor,2) Adanya tanda herniasi/lateralisasi,3) Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan. Perawatan pasca bedah yang penting pada pasien post trepanasi adalah memonitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. Terapi konservatif meliputi bedrest total, pemberian obat-obatan, observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran). Prioritas perawatan adalah maksimalkan perfusi/fungsi otak, mencegah komplikasi, pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal, mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga, pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi. Penatalaksanaan adanya skull defect yaitu dengan melakukan operasi kraniotomi yang kemudian dilakukan cranioplasty. Cranioplasty adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastik atau metal plate. Cranioplasty adalah perbaikan defek kranial dengan menggunakan plat logam atau plastik. Setelah dilakukan operasi cranioplasty perawatan selanjutnya adalah dengan pemberian antibiotik selama 3 hingga 5 hari, dan memonitor drain untuk membantu
pengeluaran darah dan mencegah hematoma hingga cairan atau darah berkurang 2 hingga 3 cc. Instruksi penting selanjutnya adalah tidak melakukan dan tidak memberikan tekanan pada area yang telah dioperasi selama 3 sampai 4 minggu. Proses pembentukan dan penyambungan tulang akan terjadi selama 6 hingga satu tahun (Ramamurthi, et al, 2007). H. KOMPLIKASI 1. Koma Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita pada
masa
vegetative
statesering
membuka
matanya
dan
mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh 2. Seizure Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurangkurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy 3. Infeksi Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain 4. Kerusakan saraf Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau
kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda 5. Hilangnya kemampuan kognitif Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran.
II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajiaan a. Data subjektif : 1) Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama, umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan,
alamat,
dan
hubungan
pasien
dengan
keluarga/pengirim). 2) Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain? 3) Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam), lokasi/tempat mengalami cedera. 4) Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien menjadi cedera. 5) Allergi (alergi): Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan (jenisnya), obat, dan lainnya. 6) Medication (pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan pengobatan pertama setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani proses pengobatan terhadap penyakit tertentu? 7) Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien menderita penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah penyakit tersebut menjadi penyebab terjadinya cedera? 8) Last Oral Intake (makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir sebelum cedera? Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk mempermudah mempersiapkan bila harus dilakukan tindakan lebih lanjut/operasi. 9) Event Leading Injury (peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien mengalami sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?
b. Pengkajian ABCD FGH 1) AIRWAY
Cek jalan napas paten atau tidak
Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh kebelakang, terdapat cairan, darah, benda asing, dan lainlain.
Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan seperti snoring, gurgling, crowing.
2) BREATHING
Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
Gerakan dinding dada simetris atau tidak
Irama napas cepat, dangkal atau normal
Pola napas teratur atau tidak
Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
Ada sesak napas atau tidak (RR)
Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan
3) CIRCULATION
Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
Tekanan darah
Sianosis, CRT
Akral hangat atau dingin, Suhu
Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
Turgor kulit
Diaphoresis
Riwayat kehilangan cairan berlebihan
4) DISABILITY
Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
GCS : EVM
Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
Ada tidaknya refleks cahaya
Refleks fisiologis dan patologis
Kekuatan otot
5) EXPOSURE
Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema
Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
6) FIVE INTERVENTION
Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi)
Saturasi oksigen
Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine, NGT
Pemeriksaan laboratorium
7) GIVE COMFORT
Ada tidaknya nyeri
Kaji nyeri dengan
o P : Problem o Q : Qualitas/Quantitas o R : Regio o S : Skala o T : Time 8) H 1 SAMPLE
Keluhan utama
Mekanisme cedera/trauma
Tanda gejala
9) H 2 HEAD TO TOE
Fokus pemeriksaan pada daerah trauma
Kepala dan wajah
2. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi a) Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK b) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perubahan fungsi neurologis c) Perubahan persepsi sensori visual berhubungan dengan gangguan persepsi, transmisi d) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan saraf e) Cemas berhubungan dengan ancaman kematian Intra Operasi a) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan Post Operasi a) Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik b) Resiko cedera berhubungan dengan trauma intracranial c) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3. Intervensi keperawatan
No
Diagnosa Keperawat an
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi Keperawatan
Rasional
Pre Operasi 1
2
Nyeri berhubunga n dengan peningkatan TIK
NOC : Perilaku Mengendali kan Nyeri Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima pasien
Kriteria hasil : a. Tidak menunjukkan adanya nyeri atau minimalnya bukti-bukti ketidaknyama nan b. TIK dalam batas normal c. Tidak menunjukkan bukti-bukti peningkatan TIK d. Belajar dan mengimplem entasikan strategi koping yang efektif.
NIC : Menejemen Nyeri Intervensi : 1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (misal lampu ruangan redup, tidak ada kebisingan, tidak ada gerakan tibatiba). 2. Berikan analgesia sesuai ketentuan, observasi adanya efek samping. 3. Lakukan strategi sesuai non farmakologi untuk membantu mengatasi nyeri. 4. Gunakan strategi yang dikenal pasien atau gambarkan beberapa strategi dan biarkan pasien memilih. 5. Libatkan keluarga dalam pemilihan strategi 6. Ajarkan pasien untuk menggunakan strategi non farmakologi sebelum terjadi nyeri atau sebelum menjadi lebih berat. Resiko NOC : Kriteria hasil : NIC : Mencegah Jatuh cedera Keamanan a. Bebas dari 1. Tekankan pentingnya berhubunga Sosial cedera mematuhi program n dengan Tujuan : b. Pasien dan terapeutik perubahan Pasien tidak keluarga 2. Dampingi pasien
1. Meminimalkan rasa nyeri yang dirasakan pasien 2. Mengurangi rasa nyeri 3. Mengurangi rasa nyeri 4. Pasien bisa mimilih teknik yang tepat untuk mengurangi nyeri 5. Dukungan keluarga dapat memotivasi pasien 6. Mengantisipasi nyeri yang berulang
1. Pasien mengetahui tujuan perawatan 2. Memberikan dukungan 3. Mencegah terjadi
fungsi neurologis
mengalami cedera
menyetujui selama aktivitas yang aktivitas atau diijinkan modifikasi 3. Jaga agar penghalang aktivitas yang tempat tidur tetap tepat terpasang 4. Bantu ambulasi dan aktivitas hidup seharihari dengan tepat Kriteria hasil : NIC : Pengelolaan a. Pasien Lingkungan menyesuaika 1. Berikan lingkungan n diri pada yang mendorong rasa defisit akrab dan rasa aman sensoris / 2. Dorong partipasi dalam persepsi bermain aktif b. Pasien 3. Diskusikan bersama menunjukkan keluarga pentingnya sikap dan membatasi lingkungan rasa aman dalam lingkungan
cedera 4. Mencegah terjadinya dekubitus
3
Perubahan persepsi sensori visual berhubunga n dengan gangguan persepsi, transmisi
NOC : Pengendalia n Ansietas Tujuan : Pasien menunjukka n tandatanda penyesuaian terhadap defisit sensoris / persepsi
4
Gangguan komunikais verbal berhubunga n dengan tumor otak
Neurogical Status Tujuan : Pasien menunjukka n komunikasi verbal yang efektif.
Kriteria hasil : a. Fungsi neurologis b. TIK dbn c. Komunikasi d. TTV dbn
1. Informasi bisa dapat dipahami 2. Pasien paham maksud dan tujuan 3. Memberikan pemahaman yang jelas 4. Memudahkan komunikasi 5. Pasien dapat menyampaikan keluhan 6. Memberikan dukungan selama perawatan
5
Konflik
NOC:
Kriteria Hasil:
NIC : Pengelolaan Lingkungan 1. Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan 2. Berbicara kepada pasien dengan suara yang jelas 3. Menggunakan kata dan kalimat yang singkat 4. Instruksikan pasien dan keluarga untuk menggunakan bantuan berbicara 5. Anjurkan pasien untuk mengulangi pembicaraannya jika belum jelas 6. Beri pujian positif ketika pasien bisa bicara NIC: Family Support
1. Memberikan rasa nyaman pada pasien 2. Dukungan pasien selama perawatan 3. Dukungan keluarga memberikan dampak positif pada pasien
1. Keluarga
pengambila n keputusan berhubunga n dengan kurang informasi yang relevan
6
1
Cemas berhubunga n dengan ancaman kematian
Resiko kekurangan volume cairan berhubunga n dengan kehilangan
Decision a. Identifikasi Making informasi Tujuan: yang relevan Setelah b. Identifikasi dilakukan alternative tindakan c. Memilih keperawatan berbagai selama alternatif proses keperawatan diharapkan tidak terjadi konflik dalam keluarga.
NOC : Kontrol Cemas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau berkurang.
1. Informasikan kepada keluarga tentang alternatif pilihan atau solusi 2. Bantu keluarga mengidentifikasi keuntungan dan kerugian alternatif lain 3. Tawarkan informasi 4. Bantu keluarga dalam menjelaskan keputusannya pada anggota keluarga yang lain, jika diperlukan 5. Berikan dukungan secara penuh
Kriteria hasil : NIC : Enhancement a. Monitor Coping intensitas 1. Sediakan informasi kecemasan yang sesungguhnya b. Rencanakan meliputi diagnosis, strategi treatment dan koping untuk prognosis mengurangi 2. Tetap dampingi kien stress untuk menjaga c. Gunakan keselamatan pasien dan teknik mengurangi relaksasi 3. Instruksikan pasien untuk untuk melakukan ternik mengurangi relaksasi kecemasan 4. Bantu pasien d. Kondisikan mengidentifikasi situasi lingkungan yang menimbulkan nyaman ansietas. Intra Operasi
NOC : Fluid Kriteria hasil : balance a. Kulit dan Tujuan : membran Pasien tidak mukosa mengalami lembab dehidrasi b. Tidak terjadi atau cairan demam, TTV
2.
3. 4.
5. 1.
2. 3. 4.
memahami tindakan selama perawatan Keluarga dapat mengetahui keuntungan dan kelebihan alternatif yang lain Memberikan informasi Memberikan dukungan dalam pemberian keputusan yang tepat yang diambil Memberikan dukungan selaman perawatan Memberikan informasi selama perawatan yang didapatkan pasien Memberikan rasa nyaman Memberikan rasa nyaman pada pasien Mengurangi ansietas
NIC : Manajemen cairan 1. Mengetahui 1. Catat intake dan output balance cairan 2. Monitor status hidrasi 2. Antisipasi tanda seperti membran dehidrasi mukosa, nadi, tekanan 3. Mengatur balance darah dengan cepat. cairan 3. Beri cairan yang sesuai
2
cairan
tubuh pasien adekuat.
normal
dengan terapi
Resiko infeksi berhubunga n pertahan tubuh primer tidak adekuat
NOC : Pengenalian Resiko Tujuan : Pasien tidak mengalami infeksi atau tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien.
Kriteria hasil : Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
NIC : Pengendalian Infeksi 1. Pantau tanda / gejala infeksi 2. Rawat luka operasi dengan teknik steril 3. Memelihara teknik isolasi, batasi jumlah pengunjung 4. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai dengan protap
1. Mencegah terjadinya infeksi 2. Mencegah invasi mikroorganisme 3. Mencegah inos 4. Mencegah inos
Post Operasi 1
2
Nyeri berhubunga n dengan prosedur bedah
NOC : Kriteria hasil : Tingkat a. Tidak Nyeri menunjukkan Tujuan : tanda-tanda Pasien tidak nyeri mengalami b. Nyeri nyeri, antara menurun lain sampai penurunan tingkat yang nyeri pada dapat tingkat yang diterima dapat diterima
NIC : Menejemen Nyeri Intervensi : 1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (misal ruangan tenang, batasi pengunjung). 2. Berikan analgesia sesuai ketentuan 3. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur 4. Cegah peningkatan TIK Resiko NOC : Kriteria hasil : NIC : Positioning tinggi Pengendalia a. Stress 1. Konsul dengan ahli cedera n Resiko minimal pada bedah mengenai berhubunga Tujuan : sisi operasi pemberian posisi, n dengan Pasien b. Pasien tetap termasuk derajat fleksi trauma mengalami pada posisi leher. intrakranial stress yang 2. Posisikan pasien datar minimal diinginkan dan mirirng, bukan
1. Mengurangi stressor yang dapat memperparah nyeri 2. Mengurangi nyeri 3. Meminimalkan nyeri 4. Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien
1. Menerikan posisi yang tepat sehingga mengurangi risiko cedera 2. Mengurangi peningkatan TIK 3. Mencegah
pada sisi operasi
3
Resiko infeksi berhubunga n dengan luka post operasi
NOC : Pengenalian Resiko Tujuan : Pasien tidak mengalami infeksi atau tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien.
Kriteria hasil : Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
5
Cemas berhubunga n dengan ancaman kematian
NOC : Kontrol Cemas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau berkurang.
Kriteria hasil : e. Monitor intensitas kecemasan f. Rencanakan strategi koping untuk mengurangi stress g. Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan h. Kondisikan lingkungan nyaman
terlentang atau tinggikan kepala 3. Balikkan pasien dengan hati-hati 4. Hindari posisi trendelenburg NIC : Pengendalian Infeksi 5. Pantau tanda / gejala infeksi 6. Rawat luka operasi dengan teknik steril 7. Memelihara teknik isolasi, batasi jumlah pengunjung 8. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai dengan protap
terjadinya cedera 4. Mencegah peningkatan TIK
NIC : Enhancement Coping 5. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatment dan prognosis 6. Tetap dampingi kien untuk menjaga keselamatan pasien dan mengurangi 7. Instruksikan pasien untuk melakukan ternik relaksasi 8. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas.
5. Memberikan informasi selama perawatan yang didapatkan pasien 6. Memberikan rasa nyaman 7. Memberikan rasa nyaman pada pasien 8. Mengurangi ansietas
5. Mencegah terjadinya infeksi 6. Mencegah invasi mikroorganisme 7. Mencegah inos 8. Mencegah inos
DAFTAR PUSTAKA Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung. Cetakan I. Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC. Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. PriceS.A., Wilson L. M. 2006. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3 volume 8. Jakarta: EGC. Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
View more...
Comments