Lp Lumbar Spinal Canal Stenosis Docx
November 20, 2018 | Author: ini.rian | Category: N/A
Short Description
lp n askep lumbal stenosis...
Description
BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Defenisi
Lumbal spinal canal stenosis atau stenosis kanal lumbal adalah merupakan penyempitan osteoligamentous kanalis vertebralis vertebrali s dan atau foramen intervertebralis intervertebrali s yang menghasilkan penekanan pada akar saraf sumsum tulang belakang. Penyempitan kanal tulang belakang atau sisi kanal yang melindungi saraf sering mengakibatkan penekanan dari akar saraf sumsum tulang belakang. Saraf menjadi semakin terdesak karena diameter kanal menjadi lebih sempit. Prevalensinya 5 dari 1000 orang diatas usia 50 tahun di Amerika. Pria lebih tinggi insidennya daripada wanita, dan paling banyak mengenai L4L5 dan L3-L4. Stenosis tulang belakang lumbal (penyempitan pada ruang saraf) adalah penyakit yang terutama mengenai usia paruh baya dan usia lebih tua, dan terjadi akibat penyempitan kanal spinal secara secar a perlahan, mulai dari gangguan akibat penebalan ligamen li gamen kuning, sendi faset yang membesar, dan diskus yang menonjol. Biasanya seseorang dengan stenosis tulang belakang memiliki keluhan khas nyeri yang luar biasa pada tungkai atau betis dan punggung bagian bawah bila berjalan. Hal ini biasanya terjadi berulang kali dan hilang dengan duduk atau bersandar. Saat tulang belakang dibungkukkan, akan tersedia ruang yang lebih luas bagi kanal spinal, sehingga gejala berkurang. Meskipun gejala dapat muncul akibat penyempitan kanal spinal, tidak semua pasien mengalami gejala. Belum diketahui mengapa sebagian pasien mengalami gejala dan sebagian lagi tidak. Karena itu, istilah stenosis tulang belakang bukan merujuk pada ditemukannya penyempitan kanal spinal, namun lebih pada adanya nyeri tungkai yang disebabkan oleh penekanan saraf yang terkait.
B. Etiologi
Ada 3 faktor yang berkontribusi terhadap lumbal spinal canal stenosis, a ntara lain: 1. Pertumbuhan berlebih pada tulang. 2. Ligamentum flavum hipertrofi 3. Prolaps diskus Sebagian besar kasus stenosis kanal lumbal adalah karena progresif tulang dan pertumbuhan berlebih
jaringan lunak dari arthritis. Risiko terjadinya stenosis tulang
belakang meningkat pada orang yang: yang: 1.
Terlahir dengan kanal spinal yang sempit
2.
Jenis kelamin wanita lebih beresiko daripada pria
3.
Usia 50 tahun atau lebih (osteofit atau tonjolan tulang berkaitan dengan pertambahan usia)
4.
Pernah mengalami cedera tulang belakang sebelumnya
C. Patofisiologi
Tiga komponen biokimia utama diskus intervertebralis adalah air, kolagen, dan proteoglikan, sebanyak 90-95% total volume diskus. Kolagen tersusun dalam lamina, membuat diskus mampu berekstensi dan membuat ikatan intervertebra. Proteoglikan berperan sebagai komponen hidrodinamik dan elektrostatik dan mengontrol turgor jaringan
dengan mengatur pertukaran cairan pada matriks diskus. Komponen air
memiliki porsi sangat besar pada berat diskus, jumlahnya bervariasi tergantung beban mekanis yang diberikan pada segment tersebut. Sejalan dengan pertambahan usia cairan tersebut berkurang, akibatnya nukleus pulposus mengalami dehidrasi dan kemampuannya mendistribusikan tekanan berkurang, memicu robekan pada annulus. Kolagen memberikan kemampuan peregangan pada diskus. Nucleus tersusun secara eksklusif oleh kolagen tipe-II, yang membantu menyediakan level hidrasi yang
lebih tinggi dengan memelihara cairan, membuat nucleus mampu melawan beban tekan dan deformitas. Annulus terdiri dari kolagen tipe-II dan kolagen tipe-I dalam jumlah yang sama, namun pada orang yang memasuki usia 50 tahun atau lebih tua dari 50 tahun kolagen tipe-I meningkat jumlahnya pada diskus. Proteoglikan pada diskus intervertebralis jumlahnya lebih kecil dibanding pada sendi kartilago, proteinnya lebih pendek, dan jumlah rantai keratin sulfat dan kondroitin sulfat yang berbeda. Kemampatan diskus berkaitan dengan proteoglikan, pada nuleus lebih padat daripada di annulus. Sejalan dengan penuaan, jumlah proteoglikan menurun dan sintesisnya juga menurun. Annulus tersusun atas serat kolagen yang kurang padat dan kurang terorganisasi pada tepi perbatasannya dengan nukleus dan membentuk jaringan yang renggang dengan nukleus pulposus. Patofisiologi nyeri tidak semata-mata diakibatkan oleh kompresi akar saraf spinalis atau cauda equina, beberapa penelitian menyebutkan bahwa nyeri diakibatkan oleh klaudikasi neurogenik. Harus ada inflamasi dan iritasi pada akar saraf agar gejala muncul pada ekstremitas bawah. Kompresi pada akaf saraf normal memunculkan gejala paraestesia, defisit sensoris, penurunan motorik, dan reflex abnormal, tapi nyeri biasanya tidak timbul. Iritasi dan inflamasi bisa juga terjadi selama pergerakan ekstremitas bawah atau spina saat saraf dipaksa untuk memanjang dan menyimpang dari posisi istirahatnya.
D. Manisfestasi Klinik
Gejala yang dirasakan tiap pasien berbeda tergantung pola dan distribusi stenosis. Gejala bisa berhubungan dengan satu akar saraf pada satu level. Adapun manifestasi kliniknya adalah: 1. Kebanyakan pasien mengeluh pada nyeri pinggang bawah (95%) 2. Nyeri pada ekstremitas bawah (71%) berupa rasa terbakar yang sifatnya hilang timbul, kesemutan, berat, geli di posterior atau posterolateral tungkai
3. Kelemahan (33%) yang menjalar ke ekstremitas bawah memburuk dengan berdiri lama, beraktivitas, atau ekstensi lumbal yang biasanya berkurang pada saat duduk, berbaring, dan posisi fleksi lumbal.
E. Komplikasi
Karena lumbar stenosis lebih banyak mengenai populasi lanjut usia maka kemungkinan terjadi komplikasi pasca operasi lebih tinggi daripada orang yang lebih muda. Selain itu juga lebih banyak penyakit penyerta pada orang lanjut usia yang akan mempengaruhi proses pemulihan pasca operasi. Komplikasi dibagi menjadi empat grup yaitu , infeksi, vaskuler, kardiorespirasi, dan kematian. Kematian berkorelasi dengan usia dan penyakit komorbid. Peningkatan resiko komplikasi yang berkaitan dengan fusi meliputi infeksi luka, DVT (deep vein thrombosis) atau emboli paru, kerusakan saraf. Komplikasi pada graft, dan kegagalan pada instrumen. Komplikasi laminektomi bisa terjadi fraktur pada facet lumbar, dan spondilolistesis postoperatif.
F. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis spinal stenosis biasanya ditegakkan secara klinis. Penting selama evaluasi klinis untuk menyingkirkan adanya penyakit pembuluh darah perifer (berkurangnya aliran darah ke tungkai) sebagai kemungkinan diagnosis. Pemeriksaan untuk memastikan stenosis tulang belakang mencakup :
Sensasi kulit Anda, kekuatan otot, dan refleks
Romberg tes, uji pinggul ekstensi dan tes fungsi neuromuskuler
Foto polos x-ray Lumbosacral Merupakan penilaian rutin untuk pasien dengan back pain. Dibuat dalam posisi AP lateral dan obliq, dengan tampak gambaran kerucut lumbosacral junction, dan spina
dalam
posisi
fleksi
dan
ekstensi.
Diharapkan
untuk
mendapat
informasi
ketidakstabilan segmen maupun deformitas.
MRI (Magnetic Resonance Imaging). MRI adalah pemeriksaan gold standar diagnosis lumbar stenosis dan perencanaan operasi. Kelebihannya adalah bisa mengakses jumlah segmen yang terkena, serta mengevaluasi bila ada tumor, infeksi bila dicurigai. Selain itu bisa membedakan dengan baik kondisi central stenosis dan lateral stenosis.
CT Scan dapat menunjukkan taji tulang apapun yang dapat menempel ke tulang punggung dan mengambil ruang di sekitar saraf tulang belakang.
EMG (Elektromiogram). Dilakukan jika ada kekhawatiran tentang masalah neurologis. Ini dilakukan untuk memeriksa apakah jalur motor saraf bekerja dengan benar.
Somatosensori (SSEP) tes. Tes ini dilakukan untuk mencari lebih tepatnya di mana saraf tulang belakang tertekan. SSEP digunakan untuk mengukur sensasi saraf. Impuls sensorik perjalanan saraf, menginformasikan tentang sensasi tubuh seperti rasa sakit, suhu, dan sentuhan.
Tes darah untuk menentukan apakah gejala disebabkan dari kondisi lain, seperti arthritis atau infeksi.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif Apabila tidak terdapat keterlibatan saraf berat atau progresif, kita dapat menangani stenosis tulang belakang menggunakan tindakan konservatif berikut ini:
Obat antiinflamasi nonsteroid untuk mengurangi inflamasi dan menghilangkan nyeri
Analgesik untuk menghilangkan nyeri
Blok akar saraf dekat saraf yang terkena untuk menghilangkan nyeri sementara
Program latihan dan/atau fisioterapi untuk mempertahankan gerakan tulang belakang, memperkuat otot perut dan punggung, serta membangun stamina, semua hal tersebut membantu menstabilkan tulang belakang. Beberapa pasien dapat didorong untuk mencoba aktivitas aerobik dengan gerak progresif perlahan seperti berenang atau menggunakan sepeda latihan.
Korset lumbal untuk memberikan dukungan dan membantu pasien mendapatkan kembali mobilitasnya. Pendekatan ini terkadang digunakan pada pasien dengan otot perut yang lemah atau pasien berusia lanjut dengan degenerasi beberapa tingkat. Korset hanya dapat digunakan sementara, karena penggunaan jangka panjang dapat melemahkan otot punggung dan perut.
Akupunktur dapat menstimulasi lokasi-lokasi tertentu pada kulit melalui berbagai teknik, sebagian besar dengan memanipulasi jarum tipis dan keras dari bahan metal yang memenetrasi kulit.
2. Terapi operatif Indikasi operasi adalah gejala neurologis yang bertambah berat, defisit neurologis yang progresif, ketidakamampuan melakukan aktivitas sehari-hari dan menyebabkan penurunan kualitas hidup, serta terapi konservatif yang gagal. Prosedur yang paling standar dilakukan adalah laminektomi dekompresi. Tindakan operasi bertujuan untuk dekompresi akar saraf dengan berbagai tekhnik sehingga diharapkan bisa mengurangi gejala pada tungkai bawah dan bukan untuk mengurangi LBP (low back pain), walaupun pasca operasi gejala LBP akan berkurang secara tidak signifikan.
.
BAB II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP)
A. Pengkajian Keperawatan
Data yang diperoleh atau dikaji tergantung pada tempat terjadinya, beratnya, apakah akut/kronik, pengaruh terhadap struktur di sekelili ngnya dan banyaknya akar saraf yang terkompresi (tertekan). Adapun pengkajian keperawatan meliputi: 1. Aktivitas / Istirahat
Gejala
Meliputi riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama.
Membutuhkan papan/matras yang keras selam tidur
Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian tubuh
Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan
Tanda
Atrofi otot pada bagian yang terkena
Gangguan dalam berjalan
2. Eliminasi
Gejala
Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi
Adanya inkontinensia/retensi urine
3. Integritas Ego
Gejala
Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga
Tanda
Tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga/orang terdekat
4. Neurosensori
Gejala
Kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki
Tanda
Penurunan
reflex
tendon
dalam,
kelemahan
otot,
hipotonia.
Nyeri
tekan/spasme otot paravertebralis. Penurunan persepsi nyeri (sensori). 5. Nyeri / Kenyamanan
Gejala
Nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, membengkokkan badan, mengangkat, defekasi, mengangkat kaki atau fleksi pada leher, nyeri yang tidak ada hentinya atau adanya episode nyeri yang lebih berat secara intermiten, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong (lumbal) atau bahu/lengan, kaku pada leher (servikal).
Tanda
Sikap: dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang terkena. Perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang-pincang, pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena. Nyeri pada palpasi.
6. Keamanan
Gejala
Adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.
7. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
Gaya hidup: Monoton dan hiperaktif
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan agen pencedera fisik: Kompresi saraf, spasme otot. 2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidak nyamanan, spasme otot, terapi restriktif (tirah baring, traksi), kerusakan neuromuscular 3. Ansietas (uraikan tingkatan)/koping, individual tidak efektif (kronis) berhubungan dengan krisis situasi 4. Defisiensi pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan tindakan berhubungan dengan kesalahan informasi/kurang pengetahuan, kesalahan interpretasi informasi kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi. 5. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, penurunan aktivitas fisik, perubahan stimulasi saraf, ileus. 6. Risiko inkontinensia urine berhubungan dengan kebutuhan terhadap te tap berbaring di tempat tidur, perubahan stimulasi saraf
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
1. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan agen pencedera fisik: Kompresi saraf, spasme otot. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
Mengungkapkan metode penghilangan
Mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik (misalnya, keterampilan relaksasi, modifikasi perilaku) untuk menghilangkan nyeri
Intervensi : a. Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus/yang memperberat. Minta pasien untuk menetapkan pada skala 0-10 Rasional
: Membentu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi
b. Pertahankan tirah baring lama selama fase akut. Letakkan pasien pada posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi; posisi telentang dengan atau tanpa meninggikan kepala 10-30 derajat atau pada posisi lateral. Rasional
: Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasme otot, menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi terjadinya reduksi dan tonjolan diskus.
c. Gunakan Logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi Rasional
: Menurukan fleksi, perputaran, desakan pada daerah belakang tubuh
d. Bantu pemasangan brace/korset. Rasional
: Berguna selama fase akut dari rupture diskus untuk memberikan sokongan dan membatasi fleksi/terpelintir. Penggunaan dalam waktu panjang
dapat
menyebabkan
menambah
kelemahan
otot
dan
lebih
lanjut
degeneratif
e. Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan Rasional
: Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan pada struktur sekitar
diskus invertebralis yang terkena.
f. Letakkan semua kebutuhan, termasuk bel panggil dalam batas yang mudah dijangkau/diraih oleh pasien.
Rasional
: Menurunkan resiko peregangan saat meraih
g. Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi/visualisasi Rasional
: Memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
h. Instruksikan/anjurkan untuk melakukan mekanika tubuh/gerakan yang tepat Rasional
: Menghilangkan/mengurangi stress pada otot dan mencegah trauma lebih lanjut.
i.
Berikan kesempatan untuk berbicara/mendengarkan masalah pasien. Rasional
: Ventilasi rasa takut/cemas dapat membantu untuk menurunkan faktor-
faktor stress selama dalam keadaan sakit dan dirawat.
Kesempatan untuk memberikan informasi/membetulkan informasi yang kurang tepat. j.
Berikan tempat tidur ortopedik atau letakkan papan di bawah kasur/matras. Rasional
: Memberikan sokongan dan
menurunkan fleksi
spinal,
yang
menurunkan spasme. k. Kolaborasi pemberian terapi sesuai indikasi l.
Pasang penyokong fisik seperti brace lumbal kolar servikal Rasional
: Sokongan
anatomis/struktur
berguna
untuk
menurunkan
ketegangan/spasme otot dan menurunkan nyeri.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidak nyamanan, spasme otot, terapi restriktif (tirah baring, traksi), kerusakan neuromuscular. Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu
Mengungkapkan pemahaman tentang situasi/faktor risiko dan aturan pengobatan individual
Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang mungkin
Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit dan/atau kompensasi.
Intervensi : a. Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik Rasional
: Tergantung pada bagian tubuh yang terkena/jenis prosedur, aktivitas yang kurang berhati-hati akan meningkatkan kerusakan spinal (rujuk pada pembedahan diskus)
b. Catat respons-respons emosi/perilaku pada imobilisasi. Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien. Rasional
: Imobilitas yang dipaksakan dapat memperbesar kegelisahan, peka rangsang. Aktivitas pengalihan membantu dalam memfokuskan kembali
perhatian pasien dan meningkatkan koping dengan
keterbatasan tersebut. c. Ikuti aktivitas/prosedur dengan periode istirahat. Anjurkan pasien untuk tetap ikut berperan serta dalam aktivitas sehari-hari dalam keterbatasan individu. Rasional
: meningkatkan penyembuhan dan membentuk kekuatan otot dan kesabaran. Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian pasien dan perasaan control terhadap diri.
d. Berikan/bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif Rasional
: Memperkuat Memperbaiki
otot
abdomen
dan
fleksor
tulang
belakang.
mekanika tubuh
e. Anjurkan pasien untuk melatih kaki bagian bawah/lutut. Nilai adanya edema, eritema pada ekstremitas bawah, adanya tanda Homan.
Rasional
: Stimulasi sirkulasi vena/arus balik vena menurunkan keadaan vena yang statis dan kemungkinan terbentuknya thrombus.
f. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif. Rasional
: Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi yang khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.
g. Demonstrasikan penggunaan alat penolong, seperti alat bantu jalan, tongkat. Rasional
: Memberikan stabilitas gangguan
dan sokongan untuk
mengkompensasi
tonus/kekuatan otot dan keseimbangannya.
h. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah setiap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit di bawah brace dengan periode waktu tertentu. Rasional i.
: Menurunkan risiko iritasi/kerusakan pada kulit.
Kolaborasi pemberian obat untuk menghilangkan nyeri kira-kira 30 menit sebelum memindahkan/melakukan ambulasi pasien. Rasional
: Antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan ketegangan otot. Obat dapat merelaksasikan pasien, meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama
j.
pasien selama melakukan aktivitas.
Kolaborasi pemakaian stoking antiemboli sesuai kebutuhan Rasional
: Meningkatkan arus balik vena.
3. Ansietas (uraikan tingkatan)/koping, individual tidak efektif (kronis) berhubungan dengan krisis situasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu
Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat dapat diatasi.
Mengidentifikasi
ketidakefektifan
perilaku
koping
dan
konsekuensinya.
Mengkaji situasi terbaru dengan akurat.
Mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalah.
Mengembangkan rencana untuk perubahan gaya hidup yang perlu.
Intervensi : a. Kaji tingkat ansietas pasien. Tentukan bagaimana pasien menangani masalahnya dimasa yang lalu dan bagaimana pasien melakukan koping dengan masalah yang dihadapinya sekarang. Rasional
: Membantu dalam mengidentifikasikan kekuatan dan keterampilan yang mungkin membantu pasien mengatasi keadaannya sekarang dan/atau
kemungkinan lain untuk memberikan bantuan yang s
esuai. b. Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur. Rasional
: Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan atas pengetahuannya.
c. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya, seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungi seksual, perubahan dalam pekerjaan/finansial, perubahan peran dan tanggung jawab. Rasional
: Kebanyakan
pasien
mengalami
masalah
yang
perlu
untuk
diungkapkan dan diberi respons dengan informasi yang akurat untuk
meningkatkan
koping
terhadap
situasi
yang
sedang
dihadapinya. d. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin untuk menghalangi proses penyembuhannya.
Rasional
: Pasien mungkin secara tidak sadar memperoleh keuntungan, seperti: terlepas dari tanggung jawab, perhatian dan control dari yang lain. Ini
perlu untuk dikerjakan secara positif untuk meningkatkan
penyembuhan. e. Catat perilaku dari orang terdekat/keluarga yang meningkatkan “peran sakit” pasien. Rasional
: Orang terdekat/keluarga mungkin secara tidak sadar memungkinkan pasien mempertahankan ketergantungannya dengan melakukan sesuatu
yang pasien sendiri mampu melakukannya tanpa
bantuan orang lain. f. Rujuk pada kelompok penyokong yang ada, pelayanan sosial, konselor finansial/konselor kerja, psikoterapi dan sebagainya. Rasional
: Memberikan dukungan untuk beradaptasi pada perubahan dan memberikan sumber-sumber untuk mengatasi masalah.
4. Defisiensi pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan tindakan berhubungan dengan kesalahan informasi/kurang pengetahuan, kesalahan interpretasi informasi kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu
Mengungkapkan
pengetahuan
tentang
kondisi,
prognosis,
dan
tindakan.
Melakukan kembali perubahan gaya hidup
Berpartisipasi dalam aturan tindakan
Intervensi : a. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan, seperti hindari mengemudikan kendaraan dalam periode waktu yang lama.
Rasional
: Pengetahuan dasar yang memadai memungkinkan pasien untuk membuat pilihan yang tepat. Dapat meningkatkan kerjasama pasien mengenai program pengobatan dan mendapatkan penyembuhan yang optimal.
b. Berikan informasi tentang berbagai hal dan instruksikan pasien untuk melakukan perubahan “mekanika tubuh” tanpa bantuan dan juga melakukan latihan. Termasuk informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat, dan menggunakan sepatu penyokong. Rasional
: Menurunkan resiko terjadinya trauma berulang dari leher/punggung dengan menggunakan otot-otot bokong.
c. Diskusikan mengenai pengobatan dan juga efek sampingnya, seperti halnya beberapa obat yang menyebabkan kantuk yang sangat berat (analgetik, relaksasi otot), yang lain dapat memperberat penyakit ulkus (NSAID). Rasional
: Menurunkan resiko komplikasi/trauma.
d. Anjurkan untuk menggunakan papan/matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup. Rasional
: Dapat menurunkan regangan otot melalui dukungan structural dan pencegahan terhadap hiperekstensi dari tulang belakang.
e. Diskusikan mengenai kebutuhan diet. Rasional
: Diet tinggi serat dapat mengurangi konstipasi, kalori yang dibatasi dapat meningkatkan pengontrolan/penurunan berat badan yang dapat menurunkan tekanan pada diskus intervertebralis.
f. Hindari pemakainan pemanas dalam waktu lama.
Rasional
: Dapat meningkatkan kongesti pada jaringan lokal, penurunan sensasi panas dapat menimbulkan trauma karena panas.
g. Anjurkan pasien untuk melakukan evaluasi medis secara teratur Rasional
: Mengevaluasi
perkembangan
proses
degenerative,
memantau
perkembangan dari bagian tubuh yang terkena/komplikasi dari efek samping obat; mungkin juga menandakan adanya kebutuhan untuk mengubah aturan pengobatan h. Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu dilaporkan pada evaluasi berikutnya, seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi/kemampuan untuk berjalan. Rasional
: Perkembangan
dari
proses
penyakit
mungkin
memerlukan
tindakan/pembedahan lebih. 5. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, penurunan aktivitas fisik, perubahan stimulasi saraf, ileus. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu
Membuat kembali pola yang normal dari fungsi usus.
Mengeluarkan feses lunak/konsistensi agak berbentuk tanpa mengejan.
Intervensi : a. Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus. Rasional
: Distensi, hilangnya peristaltik usus merupakan tanda bahwa fungsi defekasi hilang yang kemungkinan berhubungan dengan kehilangan persarafan parasimpatik usus besar dengan tiba-tiba.
b. Gunakan bedpan ukuran kecil sampai pasien mampu untuk defekasi turun dari tempat tidur (ke toilet). Rasional
: Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan ketegangan pada otot.
c. Berikan privasi.
Rasional
: Meningkatkan kenyamanan secara psikologis.
d. Anjurkan untuk melakukan pergerakan/ambulasi sesuai kemampuan. Rasional
: Menstimulasi
peristaltik
terbentuknya
flatus.
yang
memfasilitasi
kemungkinan
e. Kolaborasi peningkatan diet pasien sesuai toleransi. Rasional
: Makanan padat akan dimulai pemberiannya sampai peristaltik kembali
timbul/sampai ada flatus dan adanya kemungkinan
bahaya ileus paralitik
dapat dipastikan tidak ada.
f. Kolaborasi pemberian selang rectal, supositoria, dan enema jika diperl ukan. Rasional
: Mungkin
perlu
meningkatkan
untuk
menghilangkan
distensi
abdomen,
kebiasaan defekasi yang normal.
g. Kolaborasi pemberian obat laksatif, pelembek feses sesuai kebutuhan. Rasional
: Melembekkan feses, meningkatkan fungsi defekasi sesuai kebiasaan, menurunkan ketegangan.
6. Risiko inkontinensia urine berhubungan dengan kebutuhan terhadap te tap berbaring di tempat tidur, perubahan stimulasi saraf Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien mampu:
Mengosongkan kandung kemih secara adekuat sesuai kebutuhan individu.
Intervensi : a. Observasi dan catat jumlah/frekuensi berkemih. Rasional
: Menentukan apakah kantung kemih dikosongkan dan saat kapan intervensi itu diperlukan.
b. Lakukan palpasi terhadap adanya distensi kandung kemih. Rasional
: Dapat menandakan adanya retensi urine.
c. Tingkatkan pemberian cairan Rasional
: Mempertahankan fungsi ginjal.
d. Berikan stimulasi terhadap pengosongan urine dengan mengalirkan air, letakkan air hangat dan dingin secara bergantian pada daerah suprapubis, letakkan tangan dalam air hangat sesuai kebutuhan. Rasional
: Meningkatkan proses perkemihan dengan merelaksasikan sfingter urine.
e. Kolaborasi tindakan kateterisasi terhadap residu urine setelah berkemih sesuai kebutuhan. Pasang/pertahankan kateter Folley sesuai kebutuhan. Rasional
: Kateter intermiten atau yang terus-menerus mungkin diperlukan selama
beberapa hari pascaoperasi sampai terjadi penurunan
pada proses pembengkakan.
DAFTAR PUSTAKA Doenges. E, Moorhouse and Geissler. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumetasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.
http://indonesian.orthopaedicclinic.com.sg/?p=739
http://kamuskesehatan.com/arti/lumbar-spinal-stenosis/
http://www.css.sg/bahasa/patient08.html
Indah, Putu, dkk. Lumbar Spinal Canal Stenosis Diagnosis dan Tatalaksana. Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RumahSakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Jefferey M. Spivak. Current Concepts Review - Degenerative Lumbar Spinal Stenosis.JournalBone Joint Surg Am.1998;80:1053-66.
View more...
Comments