LP Kejang Demam Pada Anak

May 10, 2019 | Author: Francesca Abraham | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

LP dari mahasiswa STIKES Yarsi Pontianak...

Description

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejang demam merupakan gangguan neurologis yang paling sering terjadi pada anak terutama pada kelompok usia 6 bulan sampai 4 tahun, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan, anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem kekebalan tubuh belum terbangun secara sempurna (Harjaningrum, 2011 & Wulandari & Erawati, 2016). World Health Organitation (WHO), memperkirakan pada tahun 2005 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang demam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain itu di Kuwait dari 400 anak berusia 1 bulan  –   13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam sekitar 77% (WHO, 2005). Di Indonesia, diilaporkan angka kejadian kejang demam 3-4% dari anak yang berusia 6 bulan sampai 5 tahun (Wibisono,2015). Pada tahun 2012-2013, di provinsi Jawa Tengah mencapai 2-3% dari anak yang berusia 6 bulan sampai 5 tahun pada pada tahun 2012-2013 (Dinkes, Jateng, 2013). 2013). Angka kejadian kejang demam di Indonesia sendiri mencapai 2-4% tahun 2008 dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berdasarkan  penelitian Nuhayati (2017), yaitu pengukuran suhu tubuh di rumah, mempunyai riwayat demam, dan pemberian obat anti kejang di rumah sakit. Kejang demam dapat berdampak serius seperti defisit

neurologis, epilepsi, retardasi mental, atau perubahan perilaku

(Wong, 2009). Kejang demam anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian, Kerusakan saraf otak sehingga menjadi epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental (Aziz, 2008). Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama , tergantung nilai ambang kejang masing-masing, oleh karena itu setiap serangan kejang harus mendapatkan penangan yang cepat dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung lama dan  berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur bias mengakibatkan gejala sisa  pada anak, bahkan bias menyebabkan menyebabkan kematian (Fida & Maya, 2012). Peran perawat pediatrik sangat berperan dalam aspek dalam memberikan pelayanan kesehatan dan bekerjasama dengan anggota tim lain, dengan keluarga terutama dalam membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengn perawatan anak. Peran perawat dalam mengatasi kejang demam yaitu sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di mana 1

dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan anak pada kasus kejang demam. Sebagai advokat membantu keluarga untuk memberikan informasi kejang demam untuk antisipasi jika anak mulai demam. Perawat sebagai edukator dengan mengajarkan keluarga bagaimana pemberian obat dan kompres yang efektif seperti mengajarkan tehnik TWS (tepid water sponge) dalam menurunkan suhu tubuh. Berdasarkan latar belakang di atas, kelompok tertarik untuk membahas materi tentang kejang demam, untuk mengetahui secara mendalam tentang kejang demam dan cara  penanganan kejang demam dengan tepat sesuai Asuhan Keperawatan yang ditentukan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan  pada Anak dengan Kejang Demam. 2. Tujuan Khusus a) Mampu memahami dan menjelaskan tentang definisi kejang demam.  b) Mampu memahami dan menjelaskan tentang klasifikasi kejang demam. c) Mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi kejang demam. d) Mampu memahami dan menjelaskan tentang tanda dan gejala kejang demam. e) Mampu memahami dan menjelaskan tentang patofisiologi kejang demam. f) Mampu memahami dan menjelaskan tentang pathway tentang  pathway kejang  kejang demam. g) Mampu memahami dan menjelaskan tentang komplikasi kejang demam. h) Mampu memahami dan menjelaskan tentang penatalaksanaan klinis kejang demam. i) Mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang pada kejang demam.  j) Mampu memahami dan menjelaskan tentang hasil penelitian tentang kejang demam. k) Mampu memahami dan menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut : a. Apakah yang dimaksud dengan definisi kejang demam ?  b. Apa saja klasifikasi dari kejang demam ? 2

c. Apa saja etiologi dari kejang demam ? d. Apa saja tanda dan gejala kejang demam ? e. Bagaimana proses patofisiologi pada kejang demam ? f. Bagaimana pathway dari kejang demam ? g. Apa saja komplikasi dari kejang demam ? h. Bagaimana penatalaksanaan klinis pada kejang demam ? i.

Apa saja pemeriksaan penunjang pada kejang demam ?

 j.

Bagaimana hasil penelitian terhadap kejang demam ?

k. Bagaimana asuhan keperawatan pada kejang demam ?

D. Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan menggambarkan dan memaparkan konsep teori dan serta asukan keperawatan serta hasil penelitian dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, internet, dan diskusi dari kelompok.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam makalah ini, sebagai berikut : BAB I

: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, rumusan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan

BAB II

: Tinjauan teori yang yang terdiri dari definisi kejang demam, klasifikasi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pathway, komplikasi, penatalaksanaan klinis, dan pemeriksaan penunjang, hasil penelitian, asuhan keperawatan teoritis.

BAB III : Asuhan Asuhan Keperawatan yang terdiri dari, kasus, pengkajian, pengkajian, diagnosa dan  perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi. BAB IV : Penutup Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

3

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Kejang demam adalah gangguan neurologis yanng paling sering ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Berbagai kesimpulan telah dibuat oleh para peneliti bahwa kejang demam bisa berhubungan dengan usia, tingkatan suhu tubuh serta kecepatan peningkatan suhu tubuh, termasuk faktor hereditas  juga berperan terhadap bangkitan kejang demam lebih banyak dibandingkan dengan anak normal (Sodikin, 2012). Kejang demam merupakan bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38-38,9˚C) dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kejang demam sederhana (simple febris convulsion) biasanya berlangsung beberapa detik dan jarang sampai 15 menit, serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam komplek (complekfebris convulsion) adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, terjadi kembali dalam waktu 24 jam. Kejang demam komplek dan kelainan structural otak  berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinyae pilepsi (Widagdo, 2008). Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktifitas yang abnormal serta adanya  pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihan. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38˚C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Bararah & Jauhar, 2013). Menurut Wulandari & Erawati (2016), kejang demam memberikan kelainan neorologis yang paling sering ditemukan pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Kejang demam merupakan gangguan trensien pada anak-anak terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering di jumpai pada masa kanak-kanak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada ana-anak yang berusia kurang dari 18 bulan (Wong,2008) .

4

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa kejang demam merupakan gangguan neurologis yang terjadi pada anak yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38˚C) yang biasanya terjadi pada anak dengan usia 4 bulan- 4 tahun.

B. Klasifikasi

Menurut (Ridha,2017 ; Wulandari & Erawati, 2016), kejang demam dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Kejang demam sederhana a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi  b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyakit apapun. c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan sampai 6 tahun d. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 20 menit. e. Kejang tidak bersifat tonik klonik f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang g. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurology atau abnormalitas  perkembangan h. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat i.

Tanpa gerakan fokal dan berulang dalam 24 jam.

2. Kejang demam kompleks Kejang demam lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial, kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (Wulandari & Erawati, 2016).

C. Etiologi

Menurut Ridah (2014), penyebab kejang demam yaitu: 1. Faktor genetika Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam. 2. Penyakit infeksi a) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis, tonsillitis, otitis media.  b) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab demam berdarah.

5

3. Demam Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam tinggi. 4. Gangguan metabolisme Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah kurang dari 30 mg% pada neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan berat  badan lahir rendah atau hiperglikemia. 5. Trauma Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala. 6.  Neoplasma, toksin  Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun mereka merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia pertengahan dan kemudian ketika insiden penyakit neoplastik meningkat. 7. Gangguan sirkulasi 8. Penyakit degeneratif susunan saraf.

D. Tanda dan gejala

Menurut Djamaludin (2010), tanda dan gejala anak yang mengalami kejang demam adalah sebagai berikut: 1.

Demam

2.

Saat kejang, anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang nafas dapat berhenti  beberapa saat.

3.

Tubuh, termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai ke belakang, disusul gerakan kejut yang kuat.

4.

Warna kulit berubah pucat, bahkan dapat membiru, dan bola mata naik ke atas.

5.

Gigi terkatup dan kadang disertai muntah

6.  Nafas dapat berhenti beberapa saat 7.

Anak dapat dapat mengontrol buang air besar dan kecil

8.

Takikardia diatas 150-200x/menit

9.

Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung Menurut Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul pada

 penderitaan kejang demam : 1.

Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38˚C 6

2.

Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi  beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.

3.

Saat kejang anak tidak berespon terhadap ransangan seperti panggilan, cahaya (penurunan kesadaran).

E. Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan energi dan bantuan enzim  NA-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel (Judha & Rahil, 2011). Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Ransangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1˚C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kallium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik (Judha & Rahil, 2011). Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebuthan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolis anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh

7

meningkat yang disebabkan makin

meningkatkan aktivitas otot dan mengakibatkan

metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011). Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,  bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen (Price, 2005). Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan meransang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot (Price, 2005).  Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai  pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat meransang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan  potensial inilah yang meransang perpindahan ion natrium, ion kaliun dengan cepat dari luar sel menuju kedalam sel. Peristiwa inilah yang dapat menikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang (Price, 2005). Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasme sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasme bronkus (Price, 2005).

8

F. Pathway

Infeksi ekstrakranial

Reaksi Inflamasi

Proses demam

Peningkatan Metabolisme Basal

Suhu Hipotalamus Menin kat

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator (epinefrin &  prostaglandin) Peningkatan potensial aksi

RESIKO INJURI

Difusi ion kalium maupun natrium Lepas muatan listrik RESIKO KEJANG BERULANG

Lidah tergigit

Kejang Penutupan lidah dan spasme otot

Peningkatan fase depolarisasi dan otot dengan cepat

GANGGUAN VENTILASI SPONTAN

Ekspansi paru

Input O2 menurun Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2 POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF

Peningkatan kerja  pernapasan

Skema 2.1 Pathway kejang demam (Judha &Rahil, 2011)

9

G. Komplikasi

Komplikasi pada kejang demam menurut (Waskitho (2013), Garna &  Nataprawira, (2005)), yaitu : 1.

Kerusakan neurotransmiter Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan pada neuron.

2.

Epilepsi Kerusakan pada daerah medial lobus temporal setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.

3.

Kelainan anatomi di otak Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan –  5 tahun.

4.

Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai demam.

5.

Aspirasi Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.

H. Penatalaksamaam Klinis

Menurut Wulandari & Erawati (2016), penatalaksanaan kejang demam yaitu : 1. Penatalaksanaa keperawatan a. Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah ABC (Airway, Breathing, Circulation).  b. Setelah ABC aman. Baringkan pasien ditempat yang rata untuk mencegah terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah Danger. c. Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah dibungkus kasa. d. Singkarkan benda-benda yang ada disekitar pasien yang bisa menyebabkan  bahaya. e. Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan. f. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat. g. Setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum air hangat. h. Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit akan dilepas.

10

2. Penatalaksanaan medis a. Bila pasien datang dalam keadaan kejang obat utama adalah diazepam untuk membrantas kejang secepat mungkin yang diberi secara IV (intravena), IM (intra muskular), dan rektal. Dosis sesuai BB  b. Untuk mencegah edema otak, berikan kortikosteroid dengan dosis 20-30 mg/kg BB/hari dan dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukortikoid misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam. c. Setelah kejang teratasi dengan diaz d. epam selama 45-60 menit disuntikan antipiletik dengan daya kerja lama misalnya fenoberbital, defenilhidation diberikan secara intramuskuler. Dosis awal neonatus 30 mg: umur satu bulan-satu tahun 50 mg,umur satu tahun keatas 75mg.

I. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Pudjiadi, 2013), pemeriksaan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah : 1. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untuk mencari etiologi dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan yang dilakukan  bergantung pada kondisi klinis pasien. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien kejang lama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, darah perifer lengkap, dan masa protrombin. Pemeriksaan laboratorium tersebut bukan pemeriksaan rutin  pada kejang demam. Jika dicurigai adanya meningitis bakterialis perlu dilakukan  pemeriksaan

kultur

darah

dan kultur

cairan

serebrospinal.

Pemeriksaan

 polymerase chain reaction ( PCR) Terhadap virus herpes simpleks dilakukan pada kasus dengan kecurigaan ensefalitis. 2. Pemeriksaan

cairan  serebrosphinal   dilakukan

untuk

menegakkan

atau

kemungkinan terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi kklinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal, fungsi lumbal dilakukan pada : a) Bayi usia 18 bulan tidak perlu dilakukan. 3. Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) 11

Pemeriksaan

EEG

digunakan

untuk

mengetahui

adanya

gelombang

epileptiform. Pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan, khususnya interiktal EEG. Beberapa anak tanpa kejang secara klinis ternyata memperlihatkan gambaran EEG epileptiform, sedangkan anak lain dengan epilepsi berat mempunyai gambaran interiktal EEG yang normal.Sensitivitas EEG interiktal  bervariasi. Hanya sindrom epilepsi saja yang menunjukkan kelainan EEG yang khas. Abnormalitas EEG berhubungan dengan manifestasi klinis kejang, dapat  berupa gelombang paku, tajam dengan/atau tanpa gelombang lambat. Kelainan dapat bersifat umum, multifokal, atau fokal pada daerah temporal maupun frontal. Pemeriksaan EEG segera dalam 24-28 jam setelah kejang atau  sleep deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan. Beratnya kelainan EEG tidak selalu berhubungan dengan beratnya klinis. Gambaran EEG yang normal atau memperlihatkan kelainan minimal menunjukkan kemungkinan pasien terbebas dari kejang setelah obat antiepilepsi dihentikan.

J. Hasil Penelitian

1. Yulia Dasmayanti, Imran, Bakhtiar, & Tristia Rinanada. (2015). Hubungan kadar hemoglobin dengan kejang demam pada anak usia balita. Hasil : Terdapat hubungan antara kadar hemoglobin dengan kejang demam. Sementara itu, perbedaan juga didapatkan antara kadar hemoglobin kejang demam dan demam tanpa kejang. Implikasi : Untuk meningkatkan hemoglobin anak dengan cara transfusi darah merah. Transfusi merupakan metode utama untuk meningkatkan hemoglobin pada kondisi tubuh, dimana tubuh yang tidak dapat membuat hemoglobin dengan baik. 2.  Nurhayati, H.K,Fepi Susilawati & Gustop Amatiria. (2017). Faktor-faktor yang  berpengaruh dengan kejadian kejang demam pada pasien anak di rumah sakit dalam wilayah Provinsi Lampung. Hasil : Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang berpengaruh dengan kejadian kejang demam yaitu pengukuran suhu tubuh di rumah, mempunyai riwayat demam, dan pemberian obat anti kejang di rumah sakit. Selanjutnya terdapat 5 faktor yang tidak berpengaruh terhadap kejang demamm yaitu genetik, jenis kelamin, usia, pemberian obat di rumah, dan peningkatan suhu tubuh di rumah sakit.

12

Implikasi : Faktor kejang demam dari keturunan dan usia enam bulan sampai lima tahun lebih berisiko terkena kejang demam. Perawat melakukan pemberian informasi yaitu informasi yang sesuai dengan perawatan kejang demam di rumah dan upaya penurunan suatu suhu tubuh di rumah. 3. Rofiqoh. (2014). Tingkat kecemasan ibu pada anak kejang demam. Hasil : Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan bahwa sebagian besar ibu pada anak yang mengalami kejang demam mengalami cemas berat. Implikasi : Melakukan pendidikan kesehatan kepada ibu untuk memberikan dan mengajarkan bagaimana cara pertolongan pertama saat berada di rumah jika panas anak mulai meningkat berikan obat penurun panas dan segera bawa ke rumah sakit. 4. Erfiani Mail (2017). Penatalaksanaan Kejang Demam pada Anak di Poli Anak Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya. Hasil : Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan awal kejang demam di Poli Anak Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya pada tanggal 18 Februari- 5 Maret

2011 dapat di simpulkan bahwa paling banyak

responden mempunyai pengetahuan baik yaitu 16 responden (47%). Implikasi : Lakukan diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB bolus pelan 1-2 mg/menit (3-5 menit), dosis maksimal 20 mg, kemudian berikan diazepan rektal 0,5-0,75 mg/kgBB atau 5 mg atau BB10 kg,  pemberian diazepam rektal dapat diulang selama dua kali dengan interval 5 menit. 5. Sri Haryani, Eka Adimayanti, Ana Puji Astuti. (2018). Pengaruh Tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada anak pra sekolah yang mengalami kejang demam di RSUD Ungaran. Hasil : Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil yang menunjukkan sebagian usia responden pada umur 4-5 tahun (50%). Sebelum dilakukan Tepid sponge suhuh berada pada 38-39˚C. Setelah dilakukan tepid sponge didapatkan hasil suhu  berada pada 37-38˚C. Setelah dilakukan kompres biasa menunjukkan bahwa sebagian besar pada suhu 38-39˚C.  Jadi pemberian kompres water tepid sponge  berpengaruh terhadap penurunan suhu. Implikasi : Pemberian kompres water tepid sponge berpengaruh untuk penurunan, anjurkan kepada orang tua untuk memberikan kompres water tepid sponge anak

13

yang mengalami demam untuk mencegah peningkatkn serta menurunkan suhu tubuh. 6. Arie Kusumo Dewi. (2016). Perbedaan penurunan suhu tubuh antara pemberian kompres air hangat dengan tepid sponge bath pada anak demam. Hasil : Berdasarkan hasil penelitian bahwa ada perbedaan yang signifikan, antara suhu tubuh sebelum dilakukan kompres air hangat dengan suhu sesudah dilakukan kompres air hangat. Ada perbedaan yang signifikan, antara suhu sebelum dilakukan tepid sponge bath dengan suhu sesudah dilakukan tepid sponge bath. Ada perbedaan penurunan suhu tubuh antara kompres air hangat dan tepid sponge  bath pada ank demam di ruang Hijr Ismail RSI A Yani Surabaya. Implikasi : Lakukan kompres air hangat dengan tepid sponge bath akan ada  penurunan suhu tubuh sebelumnya. Metode ini efektif untuk penurunan suhu agar tidak terjadi kejang demam. Perawat dapat juga mengajarkan tehnik ini kepada ibu agar dapat dilakukan di rumah.

K. Asuhan Keperawatan

Menurut Wong (2009), asuhan keperawatan pada anak dengan kejang yaitu : 1. Pengkajian a. Anamesis 1) Identitas Pasien Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua. Pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. 2) Riwayat Kesehatan a) Keluhan utama Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh kurang dari 38,0˚C Pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang

demam

kompleks

biasanya

mengalami

penurunan

kesadaran.  b) Riwayat penyakit sekarang Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa  panas, nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang  biasanya tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak. c) Riwayat kesehatan 14

(1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan kejang demam

kompleks

mengalami

 perkembangan dan intelegensi

gangguan

keterlambatan

pada anak serta

mengalami

kelemahan pada anggota gerak (hemifarise). (2) Riwayat imunisasi : biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza. (3) Riwayat nutrisi Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntahnya.  b. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum biasanya anak rewel dan kesadaran compos mentis 2) TTV : Suhu

: Biasanya kurang dari > 38,0˚ C

Respirasi

: Pada usia 2 - < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit  pada usia 12 bulan sampai < 5 tahun: biasanya > 40 kali/menit.

 Nadi

: Biasanya kurang dari 100 x/i

3) BB Biasanya pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan  berat badan yang berarti 4) Kepala Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak 5) Mata Biasanya simetris kiri kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.

6) Mulut dan lidah Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor. 7) Telinga Biasanya bentuk simetris kiri kanan, normalnya pili sejajar dengan katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid. 8) Hidung 15

Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung,bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda 9) Leher Biasanya terjadi pembesaran KGB 10) Dada a) Thoraks (1) Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada  penggunaan otot bantu pernafasan (2) Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama (3) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronkhi.  b) Jantung Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung I : Ictus cordis tidak terlihat P : Ictus cordis di SIC V teraba P : Batas kiri jantung disekitar ruang intercosta III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan. A : BJ II lebih lemah dari BJ I 11) Abdomen Biasanya lemas dan datar, kembung 12) Anus Biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak 13) Ekstermitas a) Atas : Biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.  b) Bawah : Biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin. c. Penilaian tingkat kesadaran 1) Compos Mentis, yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertannyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai : 15-14. 2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS : 13-12. 16

3) Delirium,

yaitu

gelisah,

disorientasi

(orang,

te,pat,

waktu

),

memberontak, berteriak-teriak, berhalisinasi kadang berhayal, nilai GCS : 11-10. 4) Somnolen, yaitu kesadaran menurun, respon psikomotori yang lambat, mudah tertidur namun kesadaran dapat pulih bila di rangsang ( mudah di bangunkan ) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberikan jawaban verbal, nilai GCS : 9-7. 5) Stupor, yaitu kesadaran seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS : 6-4. 6) Coma, yaitu tidak bias dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apaun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS : ≤ 3 d. Penilai kekuatan otot

Penilaian Kekuatan Otot Respon

Skala

Kekuatan otot tidak ada

0

Tidak dapat di gerakan, tonus otot ada

1

Dapat di gerakan, mampu terangkat sedikit

2

Terangkat sedikit < 45̊, tidak mampu melawan gravitasi

3

Bias terangkat, bisa melawan gravitasi namun tidak

4

mampu melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkondinasi Kekuatan otot normal

5

Table 2.2 ( Sumber : Wijaya dan yessi, 2013 ) e. f.

Pemeriksaan penunjang

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang akan muncul a) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

17

 b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis atau kejang. c) Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan gangguan kejang. d) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi  perfusi. e) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan sirkulasi otak. f) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

3. Intervensi Keperawatan  No

Nanda

NIC

1.

Hipertermia

Perawatan demam

Batasan karakteristik

1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital

a. Apnea

lainya

 b. Bayi tidak dapat

2. Monitor warna kulit dan suhu

mempertahankan menyusu

3. Monitor

asupan

dan

keluaran,

c. Gelisah

sadari perubahan kehilangan cairan

d. Hipotensi

yang tak dirasakan

e. Kulit kemerahan

4. Beri obat atau cairan IV

f.

5. Tutup pasien dengan selimut atau

Kulit terasa hangat

g. Latergi

 pakaian ringan

h. Kejang

6. Dorong konsumsi cairan

i.

Koma

7. Fasilitasi

 j.

Stupor

 pembatasan

k. Takikardia l.

istirahat, aktivitas

terapkan jika

di

 perlukan

Takipnea

8. Berikan oksigen yang sesuai

m. Vasodilatasi

9. Tingkatkan sirkulasi udara

Faktor yang berhubungan

Pengaturan suhu

a. Peningkatan laju metabolisme

1. Monitor suhupaling tidak setiap 2

 b. Penyakit

 jam sesuai kebutuhan

c. Sepsis

2. Monitor dan laprkan

adanya

tanda gejalahipotermia/hipertermia 3. Tingkatkan intake cairandan nutrisi

18

adekuat 4. Berikan

pengobatan

antipiretik

sesuai kebutuhan. Manajemen pengobatan

1. Tentukan

obat

apa

yang

di

 perlukan, dan kelola menurut resep dan/atau protocol 2. Monitor efektivitas cara pemberian obat yang sesuai. Manajemen kejang

1. Pertahankan jalan nafas 2. Balikkan badan pasien ke satu sisi 3. Longgarkan pakaian 4. Tetap disisi pasien selama kejang 5. Catat lama kejang 2.

Ketidakefektifan

Terapi oksigen

pola napas

1. Bersihkan

Batasan Karakteristik

mulut,

hidung

dan

secret trakea dengan tepat

a. Bradipnea

2. Pertahankan kepatenan jalan nafas

 b. Dispnea

3. Berikan oksigen tambahan seperti

c. Penggunaan

otot

bantu

 penapasan

yang diperintahkan 4. Monitor aliran oksigen

d. Penurunan kapasitas vital

5. Periksa

perangkat

e. Penurunan tekanan ekspirasi

oksigen

f. Penurunan tekanan inpsirasi

memastikan

g. Pernapasan bibir

yang telah di tentukan sedang

h. Pernapasan cuping hidung

diberikan

i.

Pola nafas abnormal

 j.

Takipnea.

secara

 pemberian

6. Pastikan

berkala

bahwa

untuk 

kosentrasi

penggantian

masker

oksigen/kanul nasal setiap kali  perangkat diganti

Faktor yang berhubungan

a. Cedera medulla spinalis

7. Pantau

adanya

tanda-tanda

 b. Gangguan neurologis

keracunan oksigen dan kejadian

c.  Nyeri

atelektasis.

19

Monitor neurologi

1. Pantau

ukuran

pupil,  bentuk

kesimetrisan dan reaktivitas 2. Monitor tingkat kesadaran 3. Monitor GCS 4. Monitor status pernapasan. Monitor tanda-tanda Vital

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR  2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor kualitas nadi 4. Monitor

frekuensi

dan

irama

 pernapasan 5. Monitor suara paru 6. Monitor

pola

 pernapasan

abnormal 7. Monitor

suhu,

warna,

dan

kelembapan kulit. 3.

Gangguan pertumbuhan dan

Stimulasi Tumbuh

perkembangan

Kembang

1. Kaji

tingkat

tumbuhkembang

anak  2. Ajarkan untuk intervensi dengan terapi rekreasi dan aktifitas 3. Berikan aktivitas yang sesuai, menarik, dan dapat dilakukan oleh anak 4. Rencanakan aktivitas

dan

bersama sasaran

anak yang

memberikan kesempatan untuk keberhasilan 5. Berikan

20

pendidikan

kesehatan

stimulasi tumbuh kembang anak  pada keluarga Manajemen nutrisi

1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk  menentukan jumlah kalori dan 3.  Nutrisi yang dibutuhkan pasien. 4. Anjurkan

pasien

untuk 

meningkatkan intake Fe 5. Anjurkan

pasien

untuk 

meningkatkan protein dan vitamin C 6. Berikan substansi gula 7. Yakinkan

diet

yang

dimakan

mengandung tinggi serat untuk  mencegah konstipasi 8. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 9. Monitor

jumlah

nutrisi

dan

kandungan kalori 10. Berikan informasi 11. Tentang kebutuhan nutrisi 4

Gangguan berhubungan

pertukaran

gas dengan

Monitor vital sign

Tindakan keperawatan 1. Memonitor tekanan darah, nadim

ketidakseimbangan ventilasi

suhu, dan status pernapasan 2. Memonitor denyut jantung 3. Memonitor suara paru-paru 4. Memonitor warna kulit 5. Menilai CRT Monitor Pernapasan

Tindakan keperawatan:

21

1. Memonitor

tingkat

irama,

kedalaman, dan respirasi 2. Memonitor gerakan dada 3. Monitor bunyi pernapasan 4. Asukultasi bunyi paru 5. Memonitor dyspne dan hal yang meningkatkan dan memperburuk 5

Ketidakefektifan perfusi jaringan

Terapi oksigen

perifer

1. Monitor kemampuan pasien dalam mentoleransi

kebutuhan

oksigen

saat makan 2. Observasi cara masuknya oksigen yang menyebabkan hipoventilasi 3. Monitor perubahan warna kulit  pasien 4. Monitor

posisi

pasien

untuk

membantu masuknya oksigen 5. Memonitor

penggunaan

oksigen

saat pasien beraktivitas Menajemen sensasi perifer

1. Memonitor perbedaan rasa tajam, tumpul, panas, atau dingin 2. Monitor adanya mati rasa, rasa geli 3. Diskusikan

tentang

adanya

kehilangan sensasi atau perubahan sensasi 4. Minta keluarga untuk memantau  perubahan warna kulit setiap hari

22

23

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus

Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi selama 3 hari, kejang dengan durasi sekitar 3-5 menit, dan malas makan dan minum. Hasil  pengkajian klien tampak lemah, suhu 39,5˚C, nadi 112 x/m, pernafasan 14 x/m. Mukosa bibir pasien tampak kering dan pucat. Klien mendapat terapi antipiretik.

B. Pengkajian

Data Subjektif : 1. Keluarga mengatakan An. A demam tinggi selama 3 hari 2. Keluarga mengatakan mengalami kejang dengan durasi sekitar 3-5 menit 3. Keluarga mengatakan An.A malas makan dan minum Data Objektif : 1. Pasien tampak lemah 2. Suhu 39,5˚C 3.  Nadi 112x/menit 4. Pernafasan 14x/m 5. Mukosa bibir tampak kering 6. Pucat C. Analisa Data No

Data Fokus

Diagnosa keperawatan

1

Ds:

Hipertermi Keluarga mengatakan



demam tinggi selama 3 hari Keluarga mengatakan



An.A mengalami kejang sekitar 3-5 menit Do: 



Suhu tubuh 39,5˚C  Nadi : 112x/menit

24

Sudah diberikan obat



antipiretik 2

Ds:

Resiko kekurangan volume Keluarga mengatakan An.



cairan

A tidak mau minum Keluarga mengatakan



An.A tidak mau makan Do: 

Pasien tampak lemah



Mukosa bibir tampak kering

3

DO :

Ketidakefektifan pola napas



RR : 14x/m



Mukosa bibir tampak  pucat

D. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi b.d infeksi bakteri virus dan parasit. 2. Resiko kekurangan volume cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat. 3. Ketidakefektifan pola napas b.d ganguan neurologis atau kejang.

E. Perencanaan No 1

Diagnosa

Hipertermi

b.d

Intervensi

infeksi 1. Monitor dan pantau TD, nadi dan

 bakteri virus dan parasit.

Pernapasan 2. Berikan Tappid Water Sponge 3. Monitor suhu setiap 2 jam sekali 4. Kompres

pasien

menggunakan

air

hangat pada bagian ubun-ubun, axilla,  perut, leher, dan lipat paha 5. Sesuaikan lingkungan pasien 6. Anjurkan

keluarga

klien

untuk

memberikan pakaian yang tipis yang 25

dapat menyerap keringat 7. Tingkatkan istirahat yang cukup 8. Kolaborasi pemberian cairan intravena 9. Berikan antipiretik 2

Resiko kekurangan volume 1. Pantau warna, jumlah dan frekuensi cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat.

kehilangan cairan 2. Identfikasikan faktor pengaruh terhadap  bertambah buruknya dehidrasi (mis; demam) 3. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan 4. Pantau

status

kelembapan

dehidrasi membran

(mis; mukosa,

keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik) 5. Berikan minum air putih yang banyak untuk mencegah dehidrasi 6. Kolaborasi

pemberikan

cairan

IV

(intravena) 3

Ketidakefektifan pola napas 1. Monitor TTV (suhu, TD, pernapasan  b.d

ganguan neurologis

atau kejang.

dan nadi) 2. Monitor status pernapasan 3. Pantau pola pernapasan (bradipnea, takipnea, hiperventilasi) 4. Pantau tingkat kegelisahan, ansietas 5. Anjurkan

tehnik

relaksasi

untuk

memperbaiki pola napas (dengan tehnik  pernapasan

bibir

 pernapasan terkontrol) 6. Berikan terapi oksigen 7. Atur posisi pasien

26

mencucu

dan

F. Implementasi No.

Hari/Tangg

Dx

al/ Jam

1

Rabu, 31

Implementasi 

Respon

Mengukur suhu , TD,



S: 39,5˚C

Oktober

nadi dan pernapasan

 N: 112x/menit

2018.

 pasien (suhu monitor

RR: 14x/menit

09.0 WIB

setiap 2 jam).

09.20 WIB





Mengajarkan

ibu

Ibu pasien mengatakan sudah

 pasien cara TWS.

 paham dan akan melakukan TWS saat anaknya demam tinggi.

10.00 WIB



Memberikan

terapi



PCT.

Ibu pasien mengatakan An.A masih demam muncul pada malam hari

10.10 WIB



Anjurkan



Ibu pasien

menggunakan

mengatakan bahwa

 pakaian yang tipis.

anaknya sudah diberikan pakaian yang tipis.

10.10 WIB



Memperbanyak



istirahat.

Ibu mengatakan  bahwa anaknya sudah mengurangi aktivitas dan memperbanyak istirahat.

12.00 WIB



Mengukur

suhu



S: 38˚C

cairan



Sudah

tubuh 2

Rabu, 31



Oktober 2018

Memberikan IV.



infus

Mengukur

TTV 27



S: 39,5˚C

terpasang

TTD

09.00 WIB

 pasien

09.10 WIB

TD dan pernapasan).

10.00 WIB



(suhu,

nadi

Memonitor pengaruh

 N: 112x/menit RR: 14x/m 

faktor dehidrasi.

Ibu pasien mengatakan anaknya demam.

10.10 WIB



Memonitor

status



dehidrasi anak. 10.15 WIB



Mukosa bibi  pasien kering.

Anjurkan

untuk

mengkonsumsi



air

Ibu pasien mengatakan sudah

minum yang banyak.

memberikan anaknya minum  banyak.

3

Rabu,

31



Mengukur

TTV



S: 39,5˚C

Oktober

(suhu, nadi, TD dan

 N: 112x/menit

2018

 pernapasan)

RR: 14x/m

09.00WIB



09.15 WIB 09.25 WIB

Memonitor

status



 pernapasan 

tampak

sesak

Mengajarkan

orang

tua

tehnik

pasien

Pasien

relaksasi



pasien

mengatakan

pola

 pernapasan

Ibu

akan

melakukan tehnik

untuk

 pola napas

mengurangi sesak 10.00 WIB



Kolaborasi



 pemberian 10.15 WIB



terapi

Pasien terpasang

sudah alat

oksigen

 bantu

Anjurkan posisi semi

sesak berkurang

fowler



Ibu

oksigen,

pasien

mengatakan An.A setelah

diberikan

 posisi duduk semi fowler

merasa

nyaman dan dapat mengurangi sesak 28

1

Kamis, 1  November



Mengukur suhu.



S: 37˚C



Mengevaluasi



Ibu

2018

 pemahaman

07.30 WIB

tentang TWS

ibu

pasien

mengatakan belum melakukan

07.45 WIB

TWS

karena An.A tidak mengalami demam.

10.00 wib



Memberikan

terapi



PCT.

Ibu

pasien

mengatakan An.A tidak

mengalami

demam. 13.00 WIB



Memberikan



Ibu

mengatakan

 pendidikan kesehatan

 paham menangani

tentang

kejang demam.

kejang

demam 2

Kamis,

1

 November



Mengukur suhu



S: 37˚C



Memonitor pengaruh



Ibu pasien

2018

faktor dehidrasi.

mengatakan An. A

07.30 WIB

sudah tidak

07.35 WIB

demam.

08.15 WIB



Memonitor

status



dehidrasi anak.

Ibu pasien mengatakan mukosa bibir An.A masih kering.

08.30 WIB



Mengevaluasi

ibu



Ibu pasien

apakah An.A sudah

mengatakan masih

diberikan air minum

kurang minum air.

yang banyak. 3

Kamis.

1



Mengukur

TTV



S: 37˚C

 November

(suhu, nadi, TD dan

 N: 112x/m

2018

 pernapasan)

RR: 16x/m

07.30 WIB 07.50 WIB



Memonitor

status

 pernapasan



Ibu

pasien

mengatakan AN.A 29

masih

mengalami

sesak 09.00 WIB



Mengajarkan

orang

tua

tehnik

mengatakan sudah

pola

melakukan tehnik

pasien

relaksasi  pernapasan



untuk

Ibu

pasien

relaksasi

mengurangi sesak

pola

napas,

sehingga

sesak berkurang 

Kolaborasi



 pemberian

terapi

Pasien

sudah

terpasang

oksigen

alat

 bantu

oksigen,

sesak berkurang 

Anjurkan posisi semi



fowler

Ibu

pasien

mengatakan An.A setelah

diberikan

 posisi duduk semi fowler

merasa

nyaman dan dapat mengurangi sesak 1

Jumat,

2

 November



Mengukur suhu.



S: 36,5˚C



Mengevaluasi



Ibu pasien dapat

2018

 pemahaman

07.30 WIB

tentang WSD

07.45 WIB



10.00 WIB

ibu

mempraktekkan cara TWS.

Memberikan



Ibu pasien dapat

 pendidikan kesehatan

menjelaskan

tentang

kembali

penangan

kejang demam

 penanganan kejang demam.

2

Jumat,  November 2018

2



Mengukur suhu



Memonitor

status

dehidrasi anak.



S: 36˚C



Ibu pasien mengatakan bahwa

07.30 WIB

 bibir An.A sudah

07.40 WIB

tidak kering. 30

08.00 WIB



Mengevaluasi

ibu



Ibu pasien

apakah An.A sudah

mengatakan An.A

diberikan air minum

sudah mau minum

yang banyak.

air putih yang  banyak.

3

Jumat,

2



 November 2018

Mengukur suhu dan



 pernapasan 

07.30 WIB

36,5˚C RR: 22x/m

Memonitor

status



 pernapasan

Ibu pasien mengatakan An.A

07.40 WIB

tidak mengalami sesak

08.15 WIB



Mengevaluasi



 pemahaman terkait

Ibu pasien dapat

ibu

mempraktekkan

tehnik

tehnik relaksasi

relaksasi pada pola

dengan benar

 pernapasan

G. Evaluasi No.

Hari/Tanggal/

Dx

Jam

1

SOAP

TTD

Rabu, 31

S: Ibu pasien mengatakan An.A

Oktober 2018

sudah tidak mengalami demam,

14.00 WIB

namun demam mumcul ketika malam hari, ibu pasien mengatakan sudah paham dengan tehnik cara TWS. O: S: 39,5˚C N: 112x/menit RR: 14x/menit, ketika ibu pasien ditanya tentang penanganan kejang demam

beliau

tampak

kebingungan. A: Masalah hipotermi belum teratasi

31

P: lanjutkan intervensi (monitor suhu tubuh, ajarkan tehnik TWS dan berikan pendidikan kesehatan tentang penanganan kejang demam) 2

Rabu, 31

S: Ibu pasien mengatakan An.A

Oktober 2018

masih tidak mau minum air yang

14.00 WIB

 banyak dan tidak mau makan O: pasien tampak lemah, mukosa  bibir kering A:

Masalah

resiko

kekurangan

cairan belum teratasi P: lanjutkan intervensi (monitor tanda dehidrasi) 3

Rabu, 31

S: -

Oktober 2018

O: RR:112x/menit, tampak pucat

14.00 WIB

A: Masalah ketidakefektifan pola napas belum teratasi P: Lanjutkan intervensi (ajarkan tehnik relaksasi dan pemberian alat  bantu oksigen jika anak kembali sesak)

1

Kamis, 1

S: Ibu pasien mengatakan An.A

 November

sudah tidak demam, ibu pasien

2018

mengatakan tidak melakukan TWS

14.00 WIB

karena anak tidak mengalami demam. O: S: 37˚C, A: Masalah hipertermi teratasi P: Lanjutkan intervensi (berikan  pendidikan kesehatan kejang demam, ajarkan tehnik TWS)

2

Kamis, 1

S: Ibu mengatakan anak sudah

 November

tidak demam, ibu mengatakan

32

2018

An.A masih kurang minum air

14.00 WIB

O: Mukosa bibir tampak kering. A: Masalah resiko kekurangan cairan belum teratasi P: Lanjutkan intervensi

3

Kamis, 1

S: Ibu mengatakan An.A ada

 November

mengalami sesak.

2018

O: S: 37˚C, N: 112x/m, RR: 16x/m,

14.00 WIB

 pasien masih tampak pucat A: Masalah ketidakefektifan pola napas belum teratasi P: Lanjutkan intervensi (pantau  pernapasan, lakukan relaksasi dan  pemberian terapi oksigen)

1

Jumat, 2

S: Ibu pasien mengatakan An.A

 November

sudah tidak demam

2018

O: S: 36,5˚C

14.00 WIB

A: Masalah hipotermi teratasi P: Hentikan intervensi

2

Jumat, 2

S: Ibu pasien mengatakan An.A

 November

sudah mau minum air yang banyak.

2018

O: Mukosa tampak lembab, tidak

14.00 WIB

tampak lemas A: Masalah resiko kekurangan cairan teratasi P: Hentikan Intervensi

3

Jumat, 2

S: Ibu pasien mengatakan An.A

 November

tidak mengalami sesak

2018

O: RR: 22x/m

14.00 WIB

A: Masalah teratasi P: Hentikan intervensi

33

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa kejang demam merupakan gangguan neurologis yang terjadi pada anak yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38˚C) yang biasanya terjadi pada anak dengan usia 4 bulan- 4 tahun. Diagnosa yang dapat di ambil dari kasus di atas Hipertermi b.d infeksi bakteri virus dan parasit dan resiko kekurangan volume cairan b.d asupan cairan yang tidak adekuat. Diagnosa utama pada kasus d atas adalah hipertermi. Hasil penelitian pada kasus kejang demam didapatkan hasil yang menunjukkan sebagian usia responden pada umur 4-5 tahun (50%), didapatkan hasil suhu berada  pada 37-38˚C,terdapat hubungan anatara kadar hemoglobin dengan kejang demam. Ada3 (tiga) faktor yang berpengaruh dengan kejadian kejang demam yaitu  pengukuran suhu tubuh di rumah, mempunyai riwayat demam, dan pemberian obat anti kejang di rumah sakit.Sebagian besar ibu pada anak yang mengalami kejang demam mengalami cemas berat.Ada hubungan yang signifikan anatara pengetahuan ibu dengan penatalaksanaan kejang demam. Pada kejang demam bisa berian kompres water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu.

B. Saran

Perawat berperan dalam memberikan pengarahan kepada keluarga tentang  penyakit kejang demam dan memberikan serta menjelaskan bagaimana cara  penanganan pada anak yang mengalami kejang demam.sehingga dapat meningkatkan kesehatan optimal si anak. Bagi orangtua pasien sebaiknya sering memeriksakan kondisi anaknya secara rutin sehingga dapat membantu mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Dan memperoleh informasi terkait penanganan awal jika si anak mengalami kejang demam.

34

DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi  Perawat Profesional . Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Dasmayanti, Y., Anidar., Imran., Bakhtiar., & Rinanda, T. (2015). Sari Pediatri.  Hubungan Kadar Hemoglobin Dengan Kejang Demam Pada Anak Usia  Balita, Vol 6, 351-355.

Dewi, A.k. (2016). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. Perbedaan Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian Kompres Air Hangat dengan Tepid Sponge  Bath pada Anak Demam. 63-71.

Donna, L.W.(2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong . Jakarta: EGC.

Harjaningrum, A. (2011). Smart Patient: Menghapus Rahasia Menjadi Pasien Cerdas. Jakarta: PT Lingkar Pena Kreativa.

Judha, M., & Rahil, H.N. (2011). Sistem Persyarafan dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Kakalang, J.P., Masloman, N., & Manoppo, J.I.Ch. (2016). Jurnal e-Clinic (eCl).  Profil kejang Demam di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D.  Kandou Manado, Vol 4.

Langging, A., Wahyuni, T.D., & Sutriningsih, A. (2018). Nursing News.  Hubungan  Antara Pengetahuan Ibu Dengan Penalataksanaan Kejang Demam Pada  Balita di Posyandu Anggrek Tlogomas Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo  Kota Malang, Vol.3, 643-652.

Lumbatobing.(2007). Kejang Demam Febrile Convulsions. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI.Mail, E. (2017). Hospital Majapahit. Penatalaksanaan Awal Kejang Demam  Pada Anak di Poli Anak Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya , Vol 9, 97-108. 35

Mohammadi, M. (2010). Febrile seizures: Four Steps Alogarithmic Clinical  Approach. Iranian Journal of Pediatrics, Vol 20 (No 1), page 5-15.

Mail, E. (207). Hospital Majapahit. Penatalaksanaan Kejang Demam Pada Anak di  Poli Anak Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, Vol.9, 97-108.

 Nurhayati, H.K., Susilawati, F., & Amatiria, G. (2017). Jurnal Keperawatan. Faktor Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Kejang Demam Pada Pasien  Anak di Rumah Sakit dalam Wilayah Porvinsi Lampung , Vol 9, 94-102.

Pudjiaji, A.H., Latief, A., & Budiwardhana, Novik. (2013). Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat . Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Ridha, N.H. (2017). Buku Ajar Keperawatan Anak . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riyadi, S., & Sukirman. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak . Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rofiqoh. (2014). Jurnal Ilmu Kesehatan. Tingkat Kecemasan Ibu Pada Anak Kejang  Demam, Vol. VI.

Sodikin. (2012). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak . Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soetomenggolo, T.S.(2007). Kejang Demam. Jakarta : BP IDA

Waskitho, P. A. (2013). Asuhan Keperawatan Hipertermi. Jakarta: Sakemba Medika.

Widagdo. (2012). Masalah Dan Tatalaksana Penyakit Anak Demam. Jakarta : Seto Sagung

Wilkinson, J.M. (2016). Diagnosa Keperawatan NANDA-I, Intervensi NIC, Hasil  NOC . Jakarta: EGC.

36

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF