LP ivh
April 20, 2017 | Author: Ahmad Riva'i | Category: N/A
Short Description
Download LP ivh...
Description
LAPORAN PENDAHULUAN CVA-IVH A. Pengertian Pengertian IVH secara singkat dapat diartikan sebagai perdarahan intraserebral non traumatik yang terbatas pada sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari ventrikel. (Donna, dkk, 2011). Dari pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kejadian IVH yang menimbulkan serangan stroke merupakan salah satu dari jenis stroke (CVA) hemoragik yang berasal dari intra cranial atau sumber permasalahannya adalah peredaran vaskuler otak. Kejadian IVH memang sangat jarang. Hal ini menjadi alasan atas pemahaman yang buruk terhadap gejala klinis, etiologi, dan prognosis jangka pendek maupun panjang pada pasien IVH. Sepertiga pasien IVH tidak bertahan pada perawatan di rumah sakit (39%). Angka kejadian IVH di antara seluruh pasien dengan perdarahan intrakranial adalah 3,1% dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis pasien perdarahan intraventrikel sekunder. IVH menginduksi morbiditas, termasuk perkembangan hidrosefalus dan menurunnya kesadaran. Dilaporkan terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan PIVH, namun hipertensi merupakan faktor yang paling sering ditemukan. (Donna, dkk, 2011). Sanders telah menunjukkan bahwa perdarahan intraventrikuler dapat terjadi dalam setiap rentang usia, namun dengan puncak antara usia 40-60 tahun, dengan rasio angka kejadian pada pria:wanita=1,4:1. Gambaran klinik pada kasus PIVH yang ringan bervariasi dan mungkin berkaitan dengan banyaknya perdarahan. (Donna, dkk, 2011). B. Etiologi Penyebab pasti terjadinya pecah pembuluh darah (perdarahan) pada ruangan ventrikel pada otak belum diketahui,namun keadaan Hipertensi sering kali disebut sebagai penyebab yang paling mungkin, walaupun abnormalitas arteri-vena otak dapat juga menyumbang kejadian perdarahan ini. (Donna, dkk, 2011). Tekanan darah yang melebihi kapasitas elastisitas vaskuler otak merupakan pemicu terjadinya perdarahan pada otak, terutama bila memang pasien adalah penderita hipertensi parah. (Adria, luis dkk 2012).
1
Dari penjelasan diatas, kita dapat menarik kesimpulan kecil bahwa penyebab yang paling memungkinkan dari terjadinya IVH yang dapat menimbulkan serangan stroke adalah hipertensi yang bersifat kronik, selain itu abnormalitas formasi vaskuler juga turut menyumbang kejadian IVH ini. C. Patofisiologi abnormalitas formasi vaskuler otak
Hipertensi
Menyebabkan vaskuler mudah ruptur karena formasi vaskuler sendiri
Tek. Vaskuler melebihi tek. Maksimal vaskuler otak
Perdarahan yang terjadi menyebabkan penekanan pada area otak (desak ruang) Penekanan pada area sensitif nyeri
Nyeri kepala
Peningkatan TIK Apabila dibiarkan akan terjadi edema otak Gangguan kesadaran (penurunan)
Penekanan pada area tertentu pada otak dapat menybabkan gangguan fisiologis otak seperti :gangguan bicara (area broca), gangguan gerak, dll
D. Tanda dan gejala Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hiiangnya fungsi batang otakdapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan kesadaran dlam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral (Ropper, 2005 Dalam khoirul 2009). Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau perdarahan intraserebellar karena amyloid angiopathybiasanya telah menderita penyakit Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannnya perdarahan dapat memasukirongga subarakhnoid.(Gilroy, 2000, Dalam khoirul 2009). Secara mendetail gejala yang muncul diantaranya (Isyan, 2012) :
2
1. Kehilangan Motorik. Disfungsi motor paling umum adalah : a. Hemiplegia yaitu paralisis pada salah satu sisi yang sama seperti pada wajah, lengan dan kaki (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan). b. Hemiparesis yaitu kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang sama seperti wajah, lengan, dan kaki (Karena lesi pada hemisfer yang berlawanan). 2. Kehilangan atau Defisit Sensori. a. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi) Kejadian seperti kebas dan kesemutan pada bagian tubuh dan kesulitan dalam propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh). b. Kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan auditorius. 3. Kehilangan Komunikasi (Defisit Verbal). Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut : a. Disartria adalah kesulitan berbicara atau kesulitan dalam membentuk kata. Ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. b. Disfasia atau afasia adalah bicara detektif atau kehilangan bicara, yang terutama ekspresif atau reseptif (mampu bicara tapi tidak masuk akal) . c. Apraksia adalah ketidak mampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya, seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. d. Disfagia adalah kesulitan dalam menelan. 4. Gangguan Persepsi. Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan : a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. b. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) 3
c. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial). 5. Defisit Kognitif. a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang. b. Penurunan lapang perhatian. c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi. d. Alasan abstrak buruk. e. Perubahan Penilaian. 6. Defisit Emosional. a. Kehilangan kontrol-diri. b. Labilitas emosional. c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress. d. Depresi. e. Menarik diri. f.
Rasa takut, bermusuhan, dan marah.
g. Perasaan Isolasi. E. Pemeriksaan diagnosa 1. Pemeriksaan Klinis Melalui anamnesis dan pengkajian fisik (neurologis): a. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya serangan, gejala yang timbul). b. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, jantung, DM, disritmia, ginjal, pernah mengalami trauma kepala). c. Riwayat penyakit keluarga(hipertensi, jantung, DM). d. Aktivitas (sulit beraktivitas, kehilangan sensasi penglihatan, gangguan tonus otot, gangguan tingkat kesadaran). e. Sirkulasi (hipertensi, jantung, disritmia, gagal ginjal kronis). f. Makanan/ cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase akut, hilang sensasi pengecapan pada lidah, obesitas sebagai faktor resiko). g. Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan berkurang atau ganda, hilang rasa sensorik kotralateral, afasia motorik, reaksi pupil tidak sama).
4
h. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan otot). i.
Pernafasan (merokok sebagai faktor resiko, tidak mampu menelankarena batuk).
j.
Interaksi social (masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi).
2. Pemeriksaan Penunjang a. Angiografi Serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri. b. Computed Tomography-Scanning (CT- scan). CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume perdarahan. c. Magnetic resonance imaging (MRI). MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin. d. USG Doppler (Ultrasonografi dopple) Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis(aliran darah atau timbulnya plak) dan arteiosklerosis. e. EEG (elekroensefalogram) Mengidentifikasi masalah pada otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. f.
Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari
massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid. 3. Pemeriksaan Laboratorium a. Darah Rutin 5
b. Gula Darah c. Urine Rutin d. Cairan Serebrospinal e. Analisa Gas Darah (AGD) f.
Biokimia Darah
g. Elektrolit F. Penanganan Penatalaksanaan Stroke Hemoragik diantaranya adala sebagai berikut : a. Sarankan menjalani operasi diikuti dengan pemeriksaan b. Masukkan klien ke unik perawatan saraf untuk dirawat di bagian bedah saraf c. Penatalaksanaan umum dibagian saraf d. Penatalaksanaan khusus pada kasus :
Subarachnoid hemorrhage dan intraventricular hemorrhage,
Kombinasi antara parechymatous dan subarchnoid hemorrhage,
Parenchymatous hemorrhage.
e. Neurologis 1) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya 2) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak f.
Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah. 1) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil.
Aminocaproic
Antagonis (Gordox) untuk pencegahan permanen
2) Natrii Etamsylate (Dynone) 3) Kalsium mengandung obat ; Rutinium 4) Profilaksis Vasospasme
Calcium-channel
Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-20mg, koreksi gangguan irama jantung
Lakukan perawatan respirasi, jantung, penatalaksanaan cairan dan elektrolit
Kontrol terhadap tekanan edema jaringan otak dan peningkatan TIK, perawatan klien secara umum, dan penatalaksanaan pencegahan komplikasi.
Terapi Infus, pemantauan (monitoring) AGD, tromboembolisme arteri pulmonal, keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan urine, pemeriksaan biokimia darah, 6
g. Pemberian Diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral. 1) Diuretik osmotik menurunkan tekanan intrakranial dengan menaikkan osmolalitas serum sehingga cairan akan ditarik keluar dari sel otak. 2) Manitol dapat digunakan dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB IV selama 20 menit, tiap 6 jam. Tidak dianjurkan menggunakan manitol untuk jangka panjang. Manitol diberikan bila osmolalitas serum tidak lebih dari 310 mOsm/ l. Furosemid 40 mg IV/hari dapat memperpanjang efek osmotik serum manitol. h. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular. i.
Medikasi anti-trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentuka thrombus dan embolisasi.
7
View more...
Comments