LP ALI

June 11, 2018 | Author: Framita Rahman | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download LP ALI...

Description

BAB I KONSEP MEDIS A. DEFENISI Menurut Inter-Society (2007), Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemia (ALI) didefinisikan sebagai penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan nyeri istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi yang sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia tungkai kritis. Menurut IA- Khaffaf (2005), Acute Limb Ischemia merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya iskemia akut tungkai disebabkan oleh proses oklusi akut atau adanya aterosklerosis. Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan penurunan secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil dari iskemia akut adalah terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan perubahan ireversibel pada otot skelet dan saraf perifer. Perubahan ireversibel pada otot dan saraf terjadi biasanya setelah empat hingga enam jam setelah iskemia akut. Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala klaudikasio intermiten, yang merupakan tanda adanya oklusi. Apabila proses aterosklerosis berjalan terus maka iskemia akan makin hebat dan akan timbul tanda/gejala dari iskemia kritikal. Pasien dengan iskemia akut tungkai biasanya juga memiliki resiko lain yang disebabkan oleh proses aterosklerosis seperti stroke, miokard infark, atau kelainan kardiovaskular lainnya. Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun jumlahnya semakin meningkat. Semakin banyaknya masyarakat yang mengetahui tanda dan gejala ALI,

semakin berkurang masyarakat yang kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir dari kategori terparah dari gangguan arteri ini. B. ETIOLOGI Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI: 1. Trombosis. Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi, malignan, polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik, trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal. 2. Emboli Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrialmyxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat. FAKTOR RESIKO Rangkuti (2008) dan Al-Thani et al (2009) mengatakan bahwa beberapa faktor resiko untuk penyakit arteri perofer dapat diklasifikasikan menjadi faktor resiko tradisional dan faktor resikonon tradisional 1. Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah) a. Usia b. Merokok c. Diabetes Melitus d. Hiperlipidemia e. Hipertensi 2. Faktor resiko non tradisional (Dapat diubah) a. Ras/etnis b. Inflamasi c. Gagal ginjal kronik

d. Genetik e. Hiperkoagulasi KLASIFIKASI ALI Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu : 1. Kelas I

: Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan

atau tidak diperlukan. 2. Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi jaringan dari kerusakan. 3. Kelas III :

Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan

ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan. Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-obatan pada pemeriksaan doppler signal audible. 2. Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi. 3. Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti revaskularisasi atau embolektomi. 4. Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi. Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:

1. Onset o Acute : kurang dari 14 hari o Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari o Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari 2. Severity o Incomplit : tidak dapat ditangani o Complit : dapat ditangani. o Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal C. MANIFESTASI KLINIK Tanda dan Gejala dari kasus ALI adalah 6 P, yaitu: 1. Pain (nyeri): terjadi nyeri yang hebat, terlokalisasi di daerah ekstrimitas dan muncul tiba-tiba, intensitas nyeri tidak berhubungan dengan beratnya iskemia karena pasien yang mengalamineuropathy dimana sensasi terhadap nyeri menurun. 2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas) 3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas): adanya parasthesia dan paralysis merupakan pertanda yang buruk dan membutuhkan penanganan segera 4. Pallor (pucat) : tampak putih. pucat, dan dalam beberapa jam dapat menjadi kebiruan atau ungu/mottled 5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi): denyut nadi tidak teraba dibandingkan pada kedua ekstrimitas. 6. Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas). Terdapat manifestasi klinis yang berbeda pada akut limb iskemik yang disebabkan oleh thrombus dan emboli. 1. Manifestasi klinik ALI disebabkan karena emboli: 

Tanda dan gejala yang muncul tiba-tiba dalam beberapa menit.



Tidak terdapat klaudiokasi



Ada riwayat atrial fibrilasi



Ekstremitas yang terkena tampak kekuningan.



Pulsasi pada kolateral ekstrimitas normal.



Dapat terdiagnosa secara klinis dan dilakukan pengobatan dengan pemberian walfarin atau embolectony.

2. Manifestasi ALI disebabkan karena thrombus: 

Tanda dan gejala yang muncul dapat terjadi dalam beberapa jam sampai berhari-hari.



Ada klaudikasio



Ada riwayat ateroskerotik kronik



Ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam



Pulsasi pada kolateral ekstrimitas tidak ada



Dapat terdiagnosa dengan angiography dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan fibrinolitik.

D. PATOGENESIS Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang kala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya beretiologi trombosis.

DIAGNOSIS 1. Anamnesis Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala yang muncul pada ekstremitas yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota gerak dan mengkaji informasi terdahulu, menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran penyakit yang signifikan secara berbarengan. Pengkajian sebaiknya dilakukan pada fase pra koroner, pembuluh darah serebral, dan pembuluh darah sambungan (revaskularisasi). Pengkajian umum yang sebaiknya dilakukan yaitu mengenai pengkajian riwayat yang jelas mengenai kemungkinan penyebab dari iskemik pada tungkai, derajat iskemik, termasuk penjadwalan untuk bedah umum ataupun bedah vascular bila kondisi memungkinkan. 2. Pemeriksaan fisik. Bandingkan dengan ekstremitas kanan dengan kiri (yang terkena efek ALI dengan yang normal) o Pulsasi Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro embolisme yang mengarah pada disrupsi (penghancuran) plak aterosklerotik atau emboli kolestrol. o Lokasi Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan bifurkasio aorta. o Warna dan temperature Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur. Warna pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya waktu, sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin khususnya ekstremitas sebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang penting.

o Kehilangan fungsi sensoris. Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM dapat mempunyai defisit sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalam membuat hasil pemeriksaan. o Kehilangan fungsi motorik Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limbthtreatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi oleh otot proximal. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut tungkai adalah: 1. Faktor Risiko Kardiovaskular Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-kelainan kardiovaskular. Sekitar 30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami riwayat angina atau infark miokard. Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat merokok, riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid darah. 2. Pemeriksaan Tungkai Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai, adanya

kemerahan

khususnya

yang

bersamaan

dengan

sianosis. Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung). Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior dan posterior, dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-held Doppler. 3. Exercise challenge Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada pasien yang hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa gejala dan tanda lain. Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit berulang-ulang selama satu menit. Selanjutnya sambil berbaring dilakukan

pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi yang menghilang atau tapping, atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah. Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan 4. Ankle-Brachial Pressure Index Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis dengan menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi tekanan darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-1,2; angka dibawah 0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah range normal. ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal. 5. Waveform assessment Pemeriksaan

dengan

menggunakan continuous-wave Doppler

merupakan

pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan dengan pemeriksaan tekanan darah segmental oleh karena dapat memperkirakan dengan tepat area (segmen) yang mengalami gangguan. 6. Duplex Imagine Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan pemeriksaan

hemodinamik

dari

arteri

menggunakan

pencitraan grey

scale, colour-flow Doppler, dan pulse Doppler velocity profiles. Pencitraan greyscale akan menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik. Colorflow Doppler akan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler velocity profiles akan menghitung kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang diperiksa. 7. Angiografi Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam kelainan arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari angiografi konvensional yaitu teknik digital subtraction angiography yang dapat "mengaburkan" gambaran tulang sehingga citra arteri dan percabangannya menjadi lebih jelas dan tajam.

Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin pasien. Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh radiologis,

kardiologis,

atau

bedah

vaskular.

Pemeriksaan

angiografi

memberikan resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras. 8. Computed Tomography Angiography Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan CT-scan. Penggunaan CT-scan konvensional untuk pencitraan angiografi tidak memuaskan oleh karena dibutuhkan banyak potongan gambar yang membutuhkan waktu lama sehingga pencitraan yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-scan menghasilkan citra 3 dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa keseluruhan panjang pembuluh dalam waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan serupa dengan angiografi biasa hanya dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang memiliki struktur kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma aorta. Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras pada CTA diberikan melalui intravena. 9. Magnetic Resonance Angiography Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral atau kelainan perdarahan. MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup prostesis metal. F. PENATALAKSANAAN a. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh trombus angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik. b. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang

akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan. c. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada. Terapi : 1. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin 2. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support 3. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas 4. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon catheter, dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut sehingga membawa trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat lain, kebanyakan trombus distal. 5. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan heparin melalui intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat melawan perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologictelah di klaim untuk pemberian larutan hipertonik seperti manitol. 6. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia. Keadaan yang hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap pemberian terapi glukosa, insulin dancairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate secara bijaksana.

7. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi atau tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia akut dari episode emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase. 8. Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalisasikan penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang lama. Pada suatu penelitian angka amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam 13-24 jam, 20 % setelah >24 jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan intervensi. 9. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah terbentuknya bekuan darah. Namun, pada kasus embolisme arterial juga amitigasi melawan embolus lain G. KOMPLIKASI 1. Hiperkalemia 2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot, tidak mampu respon

terhadap

stimulasi

sentuhan, pucat,

nadi

lemah/tidak

teraba).

Pembengkakan jaringan dalam kaitannya dengan reperfusi menyebabkan peningkatan pada tekanan intra compartment tekanan, penurunan aliran kapiler, iskemia,

dan kematian

jaringan

otot

adalah dengan dilakukannya fasciotomy.

(pada >30 Terapi

mmHg).

Penanganannya

trombolitik, akan

menurunkan

risiko compartment syndrome dengan reperfusi anggota gerak secara berangsurangsur.

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Aktivitas/istirahat Gejala

: Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas.

Tanda

: Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.

2. Sirkulasi Gejala

: Adanya riwayat hipertensi ; IM akut. Klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

Tanda

: Takikardia. Perubahan tekanan darah postural ; hipertensi. Nadi yang menurun / tak ada Distritmia. Krekels ; DVJ (GJK). Kulit panas, kering, dan kemerahan ; bola mata cekung.

3. Integritas ego Gejala

: Stres; tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.

Tanda

: Ansietas, peka rangsang.

4. Eliminasi Gejala

: Perubahan pola berkemih , nokturia. Diare/konstipasi.

Tanda

: Urine pekat, kuning pekat hingga kecoklatan, poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat). Bising usus lemah dan menurun ; hiperaktif (diare).

5. Makanan/cairan Gejala

: Hilang nafsu makan. Mual / muntah. Tidak mengikuti diet ; peningkatan masukan glukosa / karbohidrat. Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari / minggu.

Haus. Penggunaan diuretik (tiazid). Tanda

: Kulit kering / bersisik, tugorjelek. Kekakuan / distensi abdomen, muntah. Pembesaran

tiroid

(peningkatan

kebutuhan

metabolic

dengan

peningkatan gula darah). Bau halItosis/manis, bau buah (napas aseton). 6. Neurosensori Gejala

: Pusing / pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas kelemhan pada otot. Parestesia. Gangguan penglihatan.

Tanda

: Disoreantasi; mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).

7. Nyeri / kenyamanan Gejala

: nyeri (sedang / berat).

Tanda

: Wajah meringis dengan palpitasi ; tampak sangat berhati-hatI.

8. Pernapasan Gejala

: Merasakekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi / tidak).

Tanda

: Batuk dengan/tanpa sputum purulen (infeksi). Frekuensi pernapasan.

9. Keamanan Gejala

: Kulit kering, gatal ; ulkus kulit.

Tanda

: Demam, diaforesis. Kulit rusak, lesi / ulserasi. Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak. Parestesia /paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

10. Seksualitas Gejala

: Rabas vagina (cenderung infeksi).

Masalah impoten pada pria ; kesulitan orgasme pada wanita. 11. Penyuluhan / pembelajaran Gejala

: Faktor resiko keluarga, penyakitjantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid); Dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).

Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetic sesuai pesanan. B. Diagnosa dan intervensi 1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, hipoksia, thrombus dan embolisme. Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal. Kriteria Hasil : 

Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler



Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis



Kulit sekitar luka teraba hangat



Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah



Sensorik dan motorik membaik

Intervensi : a) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah. b) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya. Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema. c) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi. Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.

d) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ). Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren. 2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik jaringan. Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang Kriteria hasil : 

Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .



Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .



Pergerakan penderita bertambah luas.



Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.

Intervensi : a) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. b) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri. Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi

ketegangan

pasien

dan

memudahkan

pasien

untuk

diajak

bekerjasama dalam melakukan tindakan. c) Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri. d) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien. e) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien. Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin. f) Lakukan massage saat rawat luka. Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus. g) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien. 3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antar suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miokard, kemungkinan dibuktikan oleh : gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam katifitas, terjadinya disritmia dan kelemahan umum. Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan. Kriteria : Frekuensi jantung 60-100 X/mnt, TD 120/80 mmHg Intervensi : a) Kaji faktor yang menimbulakan keletihan, anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, depresi Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat leletihan b) Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat Rasional: mengetahui sumber energy dan penyebab kelelahan c) Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas Rasional: mengetahui respon toleransi tubuh terhadap aktivitas d) Monitor pola tidur dan lamanya tidur pasien Rasional: Menyediakan informasi tentang istirahat pasien e) Anjurkan alternative aktivitas sambil istirahat. Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat f) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas Rasional: Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi 4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada ekstrimitas. Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal. Kriteria Hasil : 

Pergerakan paien bertambah luas



Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan ).



Rasa nyeri berkurang.



Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.

Intervensi : a) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien. Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien. b) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal. Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan. c) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan. Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik. d) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi. e) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi. Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar. 5. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang. Kriteria Hasil : 

Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.



Emosi stabil, pasien tenang.



Istirahat cukup.

Intervensi : a) Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien. Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat. b) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya. Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien. c) Gunakan komunikasi terapeutik. Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.

d) Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan. Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien. e) Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin. Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien. f) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian. Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu. g) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman. Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.

DAFTAR PUSTAKA Al-Khaffaf, Haytham &Dorgan Sharon.2005. Vascular Disease: A Handbook for Nurses. UK. Cambridge University Alonso, Alvaro., Mc Manus, D.David & Fisher, Z.Daniel. 2011. Peripheral Vascular Disease. USA. Jones & Bartlett Publisher, LLC. Creager, A Mark, et al. 2012. Acute Limb Ischemia, The New England Journal of Medicine, vol. 366;23, p 2198-2206 Zainal Abidin, Bt Izza. 2013. Referat Acute Limb Ischemic. Jakarta. Universitas Krida Wacana

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF