Lk Maternitas

June 12, 2018 | Author: Jordy | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Laporan kasus maternitas...

Description

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun kedalam jalan lahir. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi  pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir l ahir spontan dengan presentasi  belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawiroharjo, 2010, hlm.100). bentuk bentuk  persalinan ada dua yaitu, persalinan spontan dan bantuan. Persalinan spontan adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24  jam. Persalinan Pers alinan bantuan adalah proses persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi dengan forsep atau dilakukan operasi  section caesarea (Manuaba, caesarea (Manuaba, 2007, hlm.283).

Sectio caesarea  caesarea  merupakan salah satu persalinan bantuan. Sectio caesarea menurut Liu (2008, hlm.227) merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan uterus. Sectio caesarea  caesarea  adalah tindakan  pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan berat 500 g, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Section caesarea dilakukan pada ibu dengan indikasi cephalopelvic disproportion  disproportion  (CPD), disfungsi uterus, distosia jaringan lunak, plasenta previa, sedangkan indikasi pada anak adalah  janin besar, gawat janin dan letak lintang (Prawiroharjo, 2010, hlm.536). Sectio caesarea  caesarea  menurut Kasdu dalam Anonim (2013) umumnya dilakukan  bila ada indikasi medis tertentu sebagai tindakan mengakhiri kehamilan dengan komplikasi, salah satunya adalah komplikasi CPD.

CPD adalah disporposi antara ukuran janin dan ukuran pelvis, yakni ukuran  pelvis tertentu tidak cukup besar untuk mengakomodasi keluarnya janin tertentu melalui pelvis sampai terjadi kelahiran pervaginam (Varney, 2007, hlm.796). CPD menurut Cuningham (2006, hlm.479) timbul karena  berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin terlalu besar atau yang lebih umum dank arena kombinasi keduanya. Setiap penyempitan pada diameter  panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan me nyebabkan distosia saat  persalinan. Mungkin terdapat penyempitan pintu atas panggul, pintu bawah  panggul atau panggul menyempit seluruhnya akibat kombinasi hal-hal tersebut.

Hasil penelitian di dunia pada tahun 2008 didapatkan  section caesarea dengan caesarea dengan indikasi sebanyak 58,17% sedangkan  section caesarea non caesarea non indikasi sebanyak 41,38% (Depkes RI dalam Nurak, 2013). Angka kejadian  sectio caesarea di Indonesia menurut survey nasional tahun 200- adalah 921.000 dari 4.039.000  persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan (Kasdu dalam Anonim, 2013). Di Jawa Tengah menurut Yudoyono dalam Nurak (2013) tercatat dari 17.665 angka kelahiran terdapat 35,7% - 55,3% ibu melahirkan dengan proses  section caesarea. caesarea.

Masalah sering muncul pada pasien post pasien  post section secti on caesarea adalah caesarea adalah akibat insisi oleh robeknya jaringan pada dinding perut dan dinding uterus. Masalah yang sering muncul adalah nyeri. Nyeri ini membuat mobilisasi ibu menjadi terhambat oleh karena rasa sakit yang hebat saat ibu bergerak, akhirnya ibu memilih bedrest. Padahal pada kenyataannya mobilisasi dini sangat  berpengaruh untuk masa nifas ibu. Nyeri akut menjadi masalah utama karena  berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ibu yaitu mempengaruhi istirahat tidur. Hal ini menuntut perawat untuk memberikan asuhan keperawatan yang maksimal. Oleh karena pentingnya peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang maksimal, maka penulis tertarik untuk mengambil studi

kasus “Asuhan “Asuhan keperawatan  post section caesarea  pada Ny. S di Ruang Mawar RS Soewondo Kendal”. Kendal ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat diambil adalah “Bagaimana asuhan asuhan keperawatan pada ibu post ibu post section caesarea?” caesarea?”

C. Tujuan

Tujuan dari disusunnya laporan pembahasan ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan umum Melaporkan studi kasus mengenai asuhan keperawatan  post   section caesarea pada caesarea pada Ny. S di ruang Mawar RSUD Soewondo Kendal. 2. Tujuan khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian  post  section  section caesarea pada caesarea  pada Ny. S.  b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan  post   section caesarea pada caesarea pada Ny. S. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan  post  section  post  section caesarea pada caesarea pada Ny. S. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. S. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. S. f.

Penulis mampu menganalisa kondisi Ny. S.

D. Manfaat

1. Manfaat bagi pelayanan keperawatan Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan maternitas khususnya perawatan pada ibu post ibu post section caesarea. caesarea.

2. Manfaat bagi institusi a. Laporan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar dan bahan pustaka tentang asuhan keperawatan  post section caesarea. caesarea.  b. Laporan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, pengalaman dalam melakukan praktik, dan dapat menjadi aplikasi dari ilmu yang telah diperoleh selama proses pembelajaran. 3. Manfaat bagi penulis selanjutnya Laporan ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tambahan dan sebagai referensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sectio caesarea  caesarea  adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas at as 500 gram (Sarwono, 2009).

B. Jenis-Jenis 1. Sectio caesarea transperitonealis caesarea transperitonealis profunda 2. Sectio caesarea transperitonealis caesarea transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah: a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.  b. Bahaya peritonitis tidak besar. c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa  banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna. 3. Sectio caesarea klasik caesarea klasik atau Sectio caesarea korporal caesarea korporal Sectio caesarea  caesarea  klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk

melakukan

section

cacaria

transperitonealis

profunda. Insisi

memanjang pada segmen atas uterus. 4. Sectio caesarea ekstra caesarea ekstra peritoneal Sectio caesarea  caesarea  eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi  bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini i ni sekarang tidak t idak banyak lagi di lakukan. Rongga  peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pada pasien infeksi uterin berat. 5. Sectio caesarea hysteroctomi Setelah sectio Setelah sectio cesaria, cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi: a. Atonia uteri

 b. Plasenta accrete c. Myoma uteri d. Infeksi intra uteri berat

C. Etiologi Indikasi ibu dilakukan sectio dilakukan  sectio caesarea menurut Manuaba (2002) adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari  beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut: 1. CPD ( Chepalo Pelvic Disproportion) Disproportion) Chepalo Pelvic Disproportion  Disproportion  (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul  patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuranukuran bidang panggul menjadi abnormal. 2. PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah  perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi. 3. KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda  persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar

ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di  bawah 36 minggu. 4. Bayi Kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal. 5. Faktor Hambatan Jalan Lahir Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan  pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas. 6. Kelainan Letak Janin a. Kelainan pada letak kepala 1) Letak kepala tengadah Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar  panggul. 2) Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %. 3) Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak  belakang kepala.  b.

Letak Sungsang Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi

 bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

D. Patofisiologi SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat  janin. Janin J anin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin  bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk  pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret s ekret yan  berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi  proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas

yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).

E. Pathway Terlampir

F. Pemeriksaan Penunjang 1. Elektroensefalogram ( EEG ) Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang. 2. Pemindaian CT Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. 3. Magneti resonance imaging (MRI) Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah  –   daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT. 4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak. 5. Uji laboratorium a. Fungsi lumbal

: menganalisis cairan serebrovaskuler

 b. Hitung darah lengkap

: mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c. Panel elektrolit d. Skrining toksik dari serum dan urin e. AGD f.

Kadar kalsium darah

g. Kadar natrium darah h. Kadar magnesium darah

G. Komplikasi Yang sering terjadi pada ibu SC adalah : 1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi: a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari  b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan  perut sedikit kembung c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik 2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri. 3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang sangat jarang terjadi. 4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan  berikutnya bisa terjadi ruptur uteri. 5. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinat al

H. Penatalaksanaan 1. Perawatan awal a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan  b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam  pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi d. Transfusi jika diperlukan e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca  bedah 2. Diet Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10  jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

3. Mobilisasi Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam se telah operasi  b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler) e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan  belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi 4. Fungsi gastrointestinal a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair  b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik 5. Perawatan fungsi kandung kemih a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam  b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari atau urin jernih. d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 100 mg  per oral per hari sampai kateter dilepas e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak  pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan  perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita. 6. Pembalutan dan perawatan luka a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut

 b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan c. Ganti pembalut dengan cara steril d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC 7. Jika masih terdapat perdarahan a. Lakukan masase uterus  b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin 8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien  bebas demam selama 48 jam : a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam  b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam d. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan 9. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting a. Supositoria

= ketopropen sup 2x/ 24 jam

 b. Oral

= tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

c. Injeksi

= penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

10. Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C 11. Hal –  Hal –  Hal  Hal lain yang perlu diperhatikan a. Paska

bedah

penderita

dirawat

dan

diobservasi

kemungkinan

komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi  b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma. c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang. d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis. e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi

f.

Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.

g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra abdomen h.  pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma.

Selain itu juga penting untuk

mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 1015 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali. i.

Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.

 j.

Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya  penyimpangan

k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole

I. Asuhan Keperawatan -

Pengkajian Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi  janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.

a. Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan diagnosa keperawatan.  b. Keluhan utama c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus. 2) Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tandatanda persalinan. 3) Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien. d. Pola-pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam  perawatan dirinya 2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya. 3) Pola aktifitas Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti  biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga  banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.

4) Pola eleminasi Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB. 5) Istirahat dan tidur Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah  persalinan 6) Pola hubungan dan peran Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain. 7) Pola penagulangan sters Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas 8) Pola sensori dan kognitif Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka  janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat  bayinya 9) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebihlebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan konsep diri antara lain dan body body image dan ideal diri 10) Pola reproduksi dan sosial Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses  persalinan dan nifas. e. Pemeriksaan fisik

-

Diagnosa Keperawatan a.  Nyeri b.d pelepasan mediator nyeri akibat trauma jaringan dalam  pembedahan  b. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d. Ansietas b.d kurang pengetahuan

-

Intervensi a. Dx 1 Tujuan

: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri ibu berkurang sampai hilang

KH

: Pasien mengatakan nyeri berkurang sampai hilang, skala nyeri 0-1, tidak merasakan nyeri saat aktivitas

Intervensi : 1) Kaji skala nyeri R : Mengidentifikasi kebutuhan dan intervensi yang tepat 2) Ajarkan dan anjurkan pasien menggunakan teknik relaksasi dan distraksi R : Untuk mengalihkan perhatian pasien 3) Motivasi untuk mobilisasi sesuai indikasi R : Mempercepat pengeluaran lochea, involusi dan mengurangi nyeri secara bertahap 4) Kolaborasi pemberian analgesic R : Melonggarkan system saraf perifer sehingga nyeri berkurang

 b. Dx 2 Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24  jam diharapkan infeksi tidak terjadi pada pasien

KH

: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi

Intervensi : 1) Kaji lochea (warna, bau, jumlah), kontraksi uterus, dan kondisi  jahitan operasi

R : Untuk mendeteksi infeksi secara dini 2) Anjurkan pada pasien untuk mengganti pembalut setiap 4 jam R : Pembalut yang lembab dan banyak darah merupakan tanda media untuk berkembangbiaknya kuman 3) Observasi TTV R : Peningkatan suhu merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi 4) Ganti balut R : Menjaga luka tetap bersih

c. Dx 3 Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24  jam diharapkan pasien toleransi terhadap aktivitasnya

KH

: Pasien mampu melakukan aktivitasnya

Intervensi : 1) Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas R : Mungkin pasien tidak mengalami perubahan berarti 2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi tubuh R : aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi 3) Bantu pasien memenuhi kebutuhan aktivitasnya R : Mengistirahatkan pasien secara optimal 4) Evaluasi perkembangan kemampuan pasien beraktivitas R : Menilai kondisi umum pasien

d. Dx 4 Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan rasa cemas pasien berkurang.

KH

: Pasien tenang, kooperatif, tidak gelisah.

Intervensi : 1) Observasi tingkat kecemasan pasien. R : mengetahui hal yang membuat pasien cemas.

2) Jawab setiap pertanyaan dengan baik dan benar. R : membantu mengurangi kecemasan pasien. 3) Berikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga mengenai masa nifas. R : menambah pengetahuan pasien dan keluarga mengenai masa nifas. 4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian informasi lebih lanjut. R : mengurangi kecemasan pasien

BAB III RESUME

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai laporan kasus asuhan keperawatan pada  Ny. S dengan  post sectio caesarea. caesarea. Asuhan keperawatan terlampir dalam lampiran.  No Hari/tanggal

Data

Etiologi

1

Ds : pasien mengatakan

Luka (insisi)

Nyeri akut

Tindakan

Resiko tinggi

Minggu,

20

 juni 2014

nyeri

pada

luka

Masalah

di

 perutnya. P : luka post SC Q : seperti disayat S : skala nyeri 4 T : saat bergerak dan di  pagi hari Do : -  pasien tampak nyeri -  pasien tampak tidak rileks -

td : 120/80 mmhg

-

nadi

:

80x/menit 2

Minggu,  juni 2014

2

Ds : pasien mengatakan terdapat

jahitan

luka invasif

 post SC di perutnya Do : -

terdapat

jahitan

infeksi

 pada luka post SC -

wbc

(lekosit)

12,3 High -

terdapat balutan  pada luka SC

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien Ny. S adalah pasien  post SC dengan diagnosa G 1P0A0. Kesadaran pasien composmentis. composmentis. Pada abdomen kuadran 3 dan 4 terdapat jahitan karena dilakukan  pembedahan. SC adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim (Sarwono, 2009). Tujuan dilakukan SC adalah untuk mengeluarkan janin. Bayi Ny. S mempunyai berat 2.090 gram.

 Ny. S sedang menjalani periode  periode  early postpartum  postpartum  (1 minggu pertama setelah  persalinan) (Coad&Dunstall, 2006). Pada saat pengkajian, tinggi fundus uteri didapatkan 1,5 cm dibawah umbilikus. Hal ini normal karena menurut Bobak, Lowdermilk, dan Jensen (2004), 12 jam setelah persalinan terjadi involusi uteri yang ditandai dengan fundus uteri teraba 1 cm dibawah pusar.

Tidak terjadi konstipasi pada Ny. S. Hal ini dikarenakan mobilisasi Ny. S setelah melahirkan sangat bagus. Ny. S mengalami fase dependen karena pasca SC Ny. S mengalami nyeri pada luka operasinya. Penyebab persalinan yang dialami oleh  Ny. S adalah distensi uterus dan tekanan janin sehingga timbul kontraksi. Ny. S tidak mengalami gangguan emosional. Hal ini disebabkan karena Ny. S memiliki kecerdasan emosional yang baik sehingga dapat mengendalikan emosinya dengan  baik dan adanya dukungan dukungan dari keluarga.

 Ny. S tidak mengalami perdarahan  postpartum karena darah yang dikeluarkan < 500 cc. Insisi pembedahan mengakibatkan abdomen Ny. S dijahit sehingga timbul masalah nyeri akut dan resiko infeksi (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004).

Pemeriksaan penunjang  post natal tidak dilakukan oleh Ny. S. Pemeriksaan laboratorium sebelum persalinan yang dilakukan oleh Ny. S hanya pemeriksaan hematokrit, leukosit, dan hemoglobin. Hasil pemeriksaan hematokrit, leukosit, dan hemoglobin Ny. S normal. Hal ini dikarenakan makanan yang dikonsumsi  Ny. S selama kehamilan cukup bagus. Ny. S tidak mengalami komplikasi  postpartum,  postpartum, hanya saja dokter memberikan terapi antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi. Penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah pemberian analgetik dan antibiotik.

Berdasarkan data pada pengkajian dan setelah dilakukan analisa data, diperoleh masalah keperawatan yang muncul yaitu nyeri dan resiko infeksi. Diagnosa nyeri diangkat karena saraf  –   saraf tepi tertekan. Intervensi yang direncanakan pada nyeri akut adalah observasi nyeri dengan PQRST, berikan posisi nyaman, ajarkan  pada pasien dan keluarga teknik relaksasi dan distraksi, dan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik. Pada saat dilakukan evaluasi hari kedua masalah keperawatan sudah teratasi.

Diagnosa resiko infeksi diangkat karena adanya jahitan abdomen dan adanya  pemasangan infus. Intervensi yang direncanakan pada resiko infeksi adalah observasi tanda  –  tanda vital

dan tanda  –   tanda infeksi, lakukan ganti balut,

ajarkan pada pasien dan keluarga cara mencegah infeksi, dan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antibiotik. Pada saat dilakukan evaluasi hari kedua masalah keperawatan sudah teratasi.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa,  penyusunan perencanaan, implementasi, dan evaluasi mengenai asuhan keperawatan  post section caesarea  caesarea  pada Ny. S di ruang Mawar RSUD Soewondo Kendal, disesuaikan dengan tujuan khusus penulisan, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Pengkajian post Pengkajian post sectio caesarea pada caesarea pada Ny. S adalah nyeri yang diakibatkan oleh insisi pembedahan. Nyeri timbul akibat jahitan di abdomen seperti ditusuk-tusuk dengan skala 5 yang bersifat hilang timbul. Pasien beresiko terkena infeksi karena ada jahitan pada abdomen dan adanya pemasangan infus. 2. Perumusan diagnosa keperawatan post keperawatan  post sectio caesarea pada caesarea pada Ny. S adalah nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis dan resiko infeksi  berhubungan dengan trauma jaringan. 3. Perencanaan asuhan keperawatan  post sectio caesarea pada caesarea pada Ny. M untuk nyeri, tujuannya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasilnya pasien rileks, dapat beristirahat dengan nyaman, dan tanda  –   tanda vital stabil. Intervensinya adalah observasi nyeri dengan PQRST, berikan posisi nyaman, ajarkan pada pasien dan keluarga teknik relaksasi dan distraksi, dan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik. Tujuan untuk diagnosa resiko infeksi adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi. Kriteria hasilnya tidak ada tanda  –   tanda infeksi dan tanda  –   tanda vital stabil. Intervensinya observasi tanda  –  tanda vital dan tanda  –   tanda infeksi, lakukan vulva

hygiene, hygiene, ajarkan pada pasien dan keluarga cara mencegah infeksi, dan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antibiotik. 4. Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan. 5. Evaluasi keperawatan didapatkan masalah teratasi karena kriteria hasil sudah terpenuhi.

B. Saran

1. Penulis Penulis mampu meningkatkan tingkat asuhan keperawatan yang lebih  berkualitas,

memberikan

memperhatikan

isu

dan

tingkat etika

pelayanan

yang

sedang

keperawatan berkembang

yang dengan

memodifikasi tindakan keperawatan tanpa meninggalkan konsep dan etika keperawatan. 2. Rumah sakit Bagi institusi pelayanan kesehatan, diharapkan rumah sakit khususnya RSUD

Soewondo

Kendal

dapat

memberikan

pelayanan

dan

mempertahankan hubungan kerja sama yang baik antara tim kesehatan dan klien yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan pada pasien  post sectio caesarea  caesarea  khususnya. Diharapkan rumah sakit mampu memberikan  pelayanan optimal yang dapat mendukung mendukung pemulihan pasien. 3. Profesi keperawatan Dapat digunakan sebagai referensi dan pengetahuan yang selanjutnya mampu dikembangkan untuk memberikan pelayanan pada pasien  post  sectio caesarea  caesarea  yang lebih berkualitas dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa meninggalkan kaidah dan konsep keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2013).  Jurnal Sectio Caesarea dengan Indikasi (http://repository.usu.ac.id/) Diakses (http://repository.usu.ac.id/)  Diakses tanggal 26 Juni 2014

CPD. CPD .

Carpenito. (2001). Rencana (2001). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif . Jakarta: EGC

Cuningham, F.Gary. (2006). Obstetri Williams. Williams. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. (2000). Nursing (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second  Edition.  Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Liu, David T.Y. (2008).  Manual Persalinan. Persalinan. Jakarta: EGC

Mansjoer, A. (2002). Asuhan (2002). Asuhan Keperawatn Maternitas. Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, Ida Bagus Gede. (2002). Ilmu (2002).  Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan  Keluarga Berencana. Berencana. Jakarta : EGC

Mc Closkey, C.J., C.J ., et all. (1996). Nursing (1996). Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. Edition . New Jersey: Upper Saddle River

Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I . Jakarta : EGC

 Nurak, Maria Trivina. (2012).  Indikasi Persalinan Sectio Caesarea Berdasarkan Umur dan Paritas Di RS DKT Gubeg Surabaya . (http://jurnal.unimus.ac.id/).. Diakses tanggal 26 Juni 2014 (http://jurnal.unimus.ac.id/)

 Nurjannah Intansari. (2010).  Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC . Yogyakarta : mocaMedia

Santosa, Budi. (2007). Panduan  Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 . Jakarta: Prima Medika

Saifuddin, AB. (2002). Buku (2002).  Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal . Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Prawiroharjo, Sarwono. (2009). Ilmu (2009).  Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Varney, Helen. (2008). Buku (2008).  Buku Ajar Asuhan Kebidanan Kebidanan.. Jakarta: EGC

LAMPIRAN

LAPORAN KASUS POST SECTI O CAE SARE A ASUHAN KEPERAWATAN POST

PADA NY. S DI RUANG MAWAR RSUD SOEWONDO KENDAL

Disusun oleh: Wylda Widyaningrum 1.11.092

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEMARANG 2014

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF