Literatur Tentang Konservasi Dan Preservasi

August 13, 2018 | Author: Ahmad Akbar Yashin | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Literatur Tentang Konservasi Dan Preservasi...

Description

LITERATUR TENTANG KONSERVASI DAN PRESERVASI PENDAHULUAN Dewasa ini kota-kota di dunia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat pesat, dalam perubahan tersebut, bangunan, kawasan maupun objek budaya yang perlu dilestarikan menjadi rawan untuk hilang dan hancur, dan dengan sendirinya akan digantikan dengan bangunan, kawasan ataupun objek lainnya yang lebih bersifat ekonomiskomersial. Gejala penurunan kualitas fisik tersebut, dengan mudah dapat diamati pada kawasan kotakota tersebut pada umumnya berada dalam tekanan pembangunan. Dengan kondisi pembangunan yang ada sekarang, budaya membangun pun telah mengalami perbedaan nalar, hal ini terjadi karena kekuatan-kekuatan masyarakat tidak menjadi bagian dalam proses urbanis yang pragmatis. Urbanisasi dan industrialisasi menjadikan fenomena tersendiri yang menyebabkan pertambahan penduduk yang signifikan serta permintaan akan lahan untuk permukiman semakin meningkat di perkotaan. Bagian dari permasalahan itu, akan membuat kawasan kota yang menyimpan nilai kesejarahan semakin terdesak dan terkikis. Pertentangan atau kontradiksi antara pembangunan pembangunan sebagai kota “modern” dengan mempertahankan kota budaya yang masih mempunyai kesinambungan dengan masa lalu, telah menjadikan realitas permasalahan bagi kawasan kota.

Pendekatan

perancangan kota yang

banyak

dilakukan

pun

jarang

mengakomodasi

keberagaman struktur sosio-kultural yang telah terbentuk di kawasan tersebut. Para perancang kota lebih sering melihat kota sebagai benda fisik ( physical ( physical artifact ) ketimbang sebagai benda budaya (cultural ( cultural artifact ). ). Perangkat rencana kota yang ada saat ini, selain masih belum banyak dipakai secara sempurna untuk mengendalikan wujud kota, secara umum

pun

belum

dapat

memberikan

panduan

operasional

bagi

terbentuknya

ruang kota yang akomodatif akomodatif terhadap fenomena urban, baik situasi dan kondisi serta masyarakat yang menikmatinya. Atau dengan k ata lain, masih terdapat adanya kesenjangan antara rencana tata ruang yang bersifat dua dimensi dengan rencana fisik yang bersifat t iga demensi.

Dengan demikian, konservasi/pelestarian bukanlah romantisme masa lalu atau upaya mengawetkan mengawetka n kawasan kota yang bersejarah, berse jarah, namun nam un lebih ditujukan untuk menjadi menj adi alat dalam mengolah transformasi melalui pemahaman tentang sejarah perkotaan dan aspekaspek dalam pelestarian yang dijadikan dasar dalam merancang sebuah kota.

Sejarah Kota dan Kawasan (What is Urban History and Urban A rea?  ) Kota adalah wadah dan wajah masyarakat yang akan terus bertahan atau dipertahankan. Rumusan tersebut perlu adanya suatu penegasan, yaitu bahwa:setiap kota pasti mempunyai sejarah;

di

mana,

mengapa

dan

kapan

didirikan,

dibangun

dan

dipertahankan;

Bagaimana kota, kegiatan perencanaan teknis dan non-teknis (simbolis dan nilai budaya).

Sejarah perkotaan (urban history ) pada dasarnya merupakan bidang studi internasional yang ingin mencoba menjawab beberapa pertanyaan dasar mengenai nature of our societies, dengan menggunakan pendekatannya yang cenderung multidisiplin, maka dalam sejarah perkotaan tidaklah luar biasa untuk dapat menemukan beberapa ahli di antaranya, adalah ahli sejarah, arsitektur, geografi, perencana, atau kritikus sastra, dan mereka semua dapat dinamakan sebagai ahli sejarah perkotaan. Di sisi lain sejarah perkotaan mempunyai hubungan erat denganlocal history , dan studi tersebut difokuskan pada masalah lokal, atau beberapa aspek dari kehidupan di komunitas lokal serta dilakukan dengan sebuah analisa dan penjelasan.

 Ada empat pendekatan dalam bidang sejarah perkotaan yang dapat diidentifikasi:Pertama, secara umum ditekankan pada proses urbanisasi termasuk elemen demografi, struktur atau pendekatan

sistem,

biography merupakan

dan

aspek

tempat bersejarah

perilaku

urbanisasi. Kedua,

adalah urban

yang istimewa, dan berhubungan dengan

beberapa segi dari sebuah kota, seperti transportasi, pemerintah kota, perkembangan fisik, masyarakat dan organisasi sosial. Ketiga, memperlakukan beberapa tema, seperti ekonomi, sosial, arsitektur, dan sebagainya dalam konteks sebuah kota. Keempat, cultural studies, merupakan jalan baru dalam“reading” cities, dan memperkenalkan konsep untuk “read” communities.

Belajar dari Sejarah Awal Berkembangnya Perkotaan Dengan mempelajari sejarah kota, kita akan dapat melihat pengejawantahan pemikiran jujur tentang penataan kota masa lampau, dari tata cara penataannya, sampai pada sumber kehidupan warisan sejarah sebagai tempat beraktivitas. Banyak hal yang dapat dipetik dengan mempelajari sejarah perkotaan dari Majapahit-Kota Indis-Kota Islam dan dari negara lain seperti India-Cina-Jepang, akan dapat memberikan tambahan pemahaman arti sejarah perkotaan yang lebih mendalam.

Konservasi Perkotaan Pemahaman tentang konservasi Jika kita ingin bergerak untuk menyelesaikan masalah pelestarian, ada tigapertanyaan kunci yang harus diajukan: (1) Apa yang ingin kita lestarikan?(Bangunan?, Karakter kota?, Kehidupan?); (2) Mengapa kita ingin melestarikan? (Karena aspek-aspek tersebut merupakan bagian dari warisan kota?, Untuk meningkatkan lingkungan dan penduduk?, Untuk menarik uang dari wisatawan?); dan (3) Untuk siapa kita lakukan pelestarian? (Pengguna saat ini?, Keseluruhan negara?, Warisan umat manusia?).

 Ada beberapa pemahaman dan pengertian mengenai conservation (konservasi), adalah tindakan untuk memelihara sebanyak mungkin secara utuh dari bangunan bersejarah yang ada, salah satunya dengan cara perbaikan tradisional, dengan sambungan baja, dan atau dengan bahan-bahan sintetis. Pendapat lain mengenai konservasi: adalah, upaya untuk melestarikan bangunan, mengefisienkan penggunaan dan mengatur arah perkembangan di masa

mendatang. Dari Piagam

Burra, pengertian konservasi dapat

meliputi

seluruh

kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dan dapat pula mencakup: preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi. Untuk itu, alangkah baiknya kalau kegiatan konservasi/preservasi pun haruslah dapat memberikan manfaat yang tidak sedikit terhadap kota dan komponen-komponen yang ada di dalamnya. Manfaat tersebut antara lain sebagai atraksi yang menarik bagi wisatawan mancanegara, merupakan media untuk mempelajari perkembangan arsitektur dan kota, dan sebagai wadah pembelajaran sejarah kota bagi masyarakat. Usaha-usaha untuk preservasi akan memberikan manfaat praktis bila manfaat k egiatan tersebut, adalah sebagai berikut: 1. preservasi lingkungan/kawasan lama akan memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat kesinambungan, memberikan tautan bermakna dengan masa lampau, dan memberikan pilihan untuk tetap tinggal dan bekerja di dalam bangunan maupun lingkungan/kawasan lama; 2.

di

tengah

perubahan

dan

pertumbuhan

yang

pesat

sekarang

ini,

lingkungan/kawasan lama akan menawarkan suasana permanen yang menyegarkan; 3. untuk mempertahankan bagian kota akan membantu hadirnya sense of place, identitas diri dan suasana kontras;

4. kota dan lingkungan/kawasan lama adalah satu aset terbesar dalam industri wisata, sehingga perlu dipreservasi; 5. salah satu upaya generasi masa kini untuk dapat melindungi dan menyampaikan warisan berharga kepada generasi mendatang; 6. membuka kemungkinan bagi setiap manusia untuk memperoleh kenyamanan psikologis dan merasakan bukti fisik suatu tempat di dalam tradisinya; dan 7. membantu terpeliharanya warisan arsitektur, yang dapat menjadi catatan sejarah masa lampau.

Dalam konteks pembangunan kota, tindakan untuk melestarikan warisan budaya perkotaan (urban heritage) diperlukan adanya motivasi. Motivasi tersebut antara lain adalah: 1. motivasi   untuk mempertahankan warisan budaya atau warisan sejarah; 2.motivasi untuk menjamin terwujudnya atau terpeliharanya tata ruang kota yang khas; 3. motivasi   untuk mewujudkan adanya suatu identitas tertentu yang dikaitkan dengan kelompok masyarakat tertentu yang pernah menjadi bagian dari kota; dan 4.motivasi   ekonomi, suatu bentuk peninggalan tertentu yang dianggap memiliki nilai atau

daya

tarik

dan

perlu

dipertahankan

sebagai

modal

lingkungan/kawasan.

Konservasi dalam lingkup bangunan dan lingkungan: Konservasi atau pelestarian dalam bidang arsitektur dan lingkungan binaan, mula-mula berawal dari konsep preservasi yang bersifat statis, kemudian dari konsep yang statis tersebut berkembang menjadi konsep konservasi yang bersifat dinamis dengan cakupan yang lebih luas lagi. Sasarannya tidak terbatas pada objek arkeologis saja, melainkan meliputi juga karya arsitektur lingkungan dan kawasan, dan bahkan kota bersejarah dan pada akhirnya, konservasi menjadi payung dari segenap kegiatan pelestarian lingkungan binaan yang mencakup preservasi, restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi. Tujuan dari itu semua adalah untuk memelihara bangunan atau lingkungan sedemikian rupa, sehingga makna kulturalnya yang berupa: nilai keindahan, sejarah, keilmuan, atau nilai sosial untuk generasi lampau, masa kini dan masa datang akan dapat terpelihara.

Apa yang dimaksud dengan konservasi area? ( What is a Conservation A rea?  ) Konservasi area sebenarnya dapat meliputi beberapa hal, seperti perdesaan ( rural ), perkotaan (urban), arkeologi (archeology ), atau natural area yang mempunyai kualitas spesial, dan patut untuk dilindungi. Konservasi area direncanakan/ditentukan berdasarkan beberapa alasan: 1. untuk

melindungi lingkungan atau

konteks

dari

kelompok elemen-elemen

kultural, bersejarah (historical ), estetik (aesthetic ) atau nilai keilmuan(scientific value); 2. untuk menuntun dan mengatur perkembangan baru; 3. untuk mengurangi atau mengeliminasi

ancaman yang spesifik seperti,pengembangan

skala-besar, jalan-jalan, penzoning an kembali atau tekanan perkembangan; 4. untuk memberi insentif pengembangan dengan perlindungan bagi benda-bendayang mempunyai nilai dan menetapkan kriteria desainnya; 5. untuk mendapatkan pengakuan pada sebuah area dan mempromosikan nilai-nilainya; atau 6. untuk melindungi lingkungan, atau dilihat dari pandangan national monument . Kemudian bagaimana dengan pemahaman arti area itu sendiri? Penentuan dari konservasi area

tersebut

diartikan

bahwa kualitas

yang

spesial dari

area

itu dilindungidan

pengembangannya layak untuk diberikan. Pemilik, pengembang, arsitek,perencana, dan pemerintah yang berwenang akan menjaga bahwa pengembangan area itu sangat sensitif, dan bahwa perubahan tidak akan menghancurkan kualitas spesial yang diberikan sebagai makna budaya, dengan demikian konservasi area dapat diidentifikasi setelah survei komprehensif dan analisis kualitas pada area itu dilakukan.

Konsep Konservasi Konsep awal dari pelestarian adalah konservasi, yaitu pengawetan benda-benda monumen dan sejarah (lazimnya dikenal sebagi preservasi), dan akhirnya hal itu berkembang pada lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaanyang menjadi dasar bagi suatu tindakan konservasi. Pada dasarnya, makna suatukonservasi dan preservasi tidak dapat terlepas dari makna budaya (Kerr, 1992). Untuk itu, konservasi merupakan upaya memelihara suatu

tempat berupa lahan,

kawasan,

gedung maupun kelompok

gedung termasuk lingkungannya

(Danisworo,

1991). Di

samping

itu,

tempat

yang

dikonservasi akan menampilkan makna dari sisi sejarah, budaya, tradisi, keindahan, sosial, ekonomi,

fungsional,

iklim maupun fisik

lingkungan kota, unit

dari

(Danisworo,

1992). Dalam perencanaan suatu

konservasi dapat

wilayah kota bahkan keseluruhan kota sebagai

sistem

berupa

sub

kehidupan

bagian

yang

memang

memiliki ciri atau nilai khas. Dengan demikian, Peranan konservasi bagi suatukota bukan semata bersifat fisik, namun mencakup upaya mencegah perubahan sosial. Konsep yang dirumuskan untuk melakukan pekerjaan konservasi hendaklah disusun dalam suatu rencana (conservation plan) berdasarkan: 1. Penetapan

objek

budaya suatu

konservasi,

objek

dengan

suatu tolok

upaya

pemahaman

dalam

menilai aspek

ukur estetika, kesejarahan, keilmuan, kapasitas

demonstratif serta hubungan asosiasional; dan 2. Perumusan kebijakan konservasi suatu upaya merumuskan informasi tentang nilainilai yang

perlu

dilestarikan untuk

kemudian

dijadikan

sebagailandasan penyusunan

strategi pelaksanaan

konservasi.

Konservasi merupakan bagian integral dari perancangan kota, menurut Sirvani (1985), meliputi rumusan kebijakan, rencana, pedoman, dan program. Dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kebijakan Perancangan Kota, merupakan kerangka strategi pelaksanaan yang bersifat spesifik. 2. Rencana Perancangan Kota, merupakan produk penting dalam perancangan kota yang berorientasi pada produk maupun proses; 3. Pedoman Perancangan Kota, dapat berupa pengendalian ketinggian bangunan, bahan, setback , proporsi, gaya arsitektur, dan sebagainya; dan 4. Program Perancangan Kota,biasanya mengacu pada proses pelaksanaan atau pada seluruh proses perancangan.Menurut Shirvani (1985), menggunakan terminologi tersebut untuk

mengacu

pada

dapat memelihara dan melestarikan hendak diciptakan.

aspek perencanaan dan perancangan yang lingkungan yang telah

ada maupun

yang

Dengan demikian diharapkan akan didapatkan: a. Kegiatan konservasi dan preservasi -sebagai bagian dari pelestarian merupakan usaha meningkatkan

kembali kehidupan

lingkungan

kota

tanpa

meninggalkan makna

kultural maupun nilai sosial dan ekonomi kita; b. Arahan

konservasi

suatu

kawasan

berskala lingkungan maupun bangunan,

perlu

dilandasi motivasi budaya, aspek estetis, dan pertimbangan segi ekonomi; dan c. Preservasi dan konservasi yang mengejawantahkan simbolisme, identitas suatu kelompok ataupun aset kota, perlu dilancarkan.

Pada bagian lain, sasaran konservasi perlu dirumuskan secara tepat di antaranya (Budihardjo, 1989): - Mengembalikan wajah objek konservasi; - Memanfaatkan objek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini; - Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu yang tercermin dalamobjek pelestarian; dan - Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota dalamwujud fisik tiga dimensi.

 Akan tetapi dalam penjabaran konsep di atas, perlu dirumuskan: - Tolok ukur, kriteria, dan motivasi dari konservasi; dan - Bagian-bagian

bangunan atau tempat yang akan dikonservasi,

atau bagian kota yang

akandilestarikan.

Beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam proses penentuan konservasi adalah sebagai berikut: a. Kriteria Arsitektural, suatu kota

atau kawasan yang akan dipreservasikan

atau

dikonservasikan memiliki kriteria kualitas arsitektur yang tinggi, di samping memiliki proses pembentukan waktu yang lama atau keteraturan dankeanggunan ( elegance);

b. Kriteria

Historis, kawasan

yang

akan

dikonservasikan

memiliki nilai

historis dan kelangkaan yang memberikan inspirasi dan referensi bagi kehadiran bangunan baru, meningkatkan vitalitas bahkan menghidupkan kembali keberadaannya yang memudar; c. Kriteria

Simbolis, kawasan

yang

memiliki makna

simbolis paling

efektif

pembentukan citra suatu

bagi kota.

Kategori mempertimbangkan objek yang akan dikonservasi dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Nilai (value) dari objek, mencakup nilai estetik yang didasarkan pada kualitas bentuk maupun detailnya. Suatu objek yang unik dan karya yang mewakili gaya zaman tertentu, dapat digunakan sebagai contoh, suatu objek konservasi; 2. Fungsi objek dalam lingkungan kota, berkaitan dengan kualitas lingkungan secara menyeluruh. Objek merupakan bagian dari kawasan bersejarah dan sangat berharga bagi kota. Objek juga merupakan landmark yang memperkuat karakter kota yang memiliki keterkaitan emosional dengan warga setempat; dan 3. Fungsi lingkungan dan budaya, penetapan kriteria konservasi tidak terlepas dari keunikan pola hidup suatu lingkungan sosial tertentu yang memiliki tradisi kuat, karena suatu objek akan

berkaitan

erat

dengan

fase

perkembangan

wujud

budaya

tersebut.

Revitalisasi Kawasan Kota Salah satu kegiatan dari konservasi adalah revitalisasi atau upaya untuk mendaur-ulang (recycle) yang tujuannya untuk memberikan vitalitas baru, dan meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkan kembali vitalitas (re-vita-lisasi) yang pada awalnya pernah ada namun telah memudar. Kegiatan revitalisasi muncul karena adanya permasalahan yang muncul sejalan dengan perkembangan kota yang begitu cepat dan membawa perubahan yang cukup drastis. Perubahan tersebut seringkali mengakibatkan timbulnya masalah yang pembenahannya seringkali memaksa kota untuk mengabaikan pihak-pihak tertentu dengan mengatasnamakan program peremajaan kota, penggusuran permukiman kumuh yang dilakukan dengan alasan demi keindahan kota, perubahan tatanan perdagangan tradisional menjadi tatanan modern, penghancuran bangunan-bangunan lama dan diganti dengan bangunan baru dengan dalih tidak memberikan kontribusi ekonomi bagi daerah. Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Skala upaya revitalisasi biasa terjadi pada tingkat

mikro kota, seperti sebuah jalan, atau bahkan skala bangunan, akan tetapi juga bias mencakup kawasan kota yang yang lebih luas.

Revitalisasi kawasan diarahkan untuk memberdayakan daerah dalam usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasan yang layak huni (livable), mempunyai daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota. Karakteristik dari kawasan yang membutuhkan revitalisasi, adalah kawasan mati (tidak berkembang lagi), kawasan yang perkembangannya melesat dari arah semula, dan kawasan-kawasan yang “ditinggalkan”. Sejarah perkembangan kota di Barat mencatat bahwa memang kegiatan revitalisasi ini diawali dengan pemaknaan kembali daerah pusat kota setelah periode tahun 1960-an. Bahkan ketika isu pelestarian di dunia Barat meningkat pada periode pertengahan tahun

1970-an,

kawasan

(pusat) kota tua

menjadi

fokus

kegiatan

revitalisasi.

Dilihat dari pengertian di atas, maka revitalisasi dapat menjadi alternatif dalam memecahkan masalah

pelestarian

meminimalisasikan

wajah kota lama, pudarnya

dan

kebutuhan

eksistensi kota lama.

ruang

Pada

teratasi

dengan

dasarnya

proses

revitalisasi kota terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: intervensi fisik; rehabilitasi ekonomi; dan revitalisasi sosial/institusional. Revitalisasi adalah salah satu pendekatan dalam meningkatkan vitalitas suatu kawasan kota yang bias berupa penataan kembali pemanfaatan lahan dan bangunan, renovasi kawasan maupun bangunan-bangunan yang ada, sehingga dapat ditingkatkan dan dikembangkan nilai ekonomis dan sosialnya, rehabilitasi kualitas lingkungan hidup, peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dan bangunannya (Sujarto dalam Farma, 2002:23).

Oleh karena itu, revitalisasi kawasan kota dapat juga disebut sebagai konsep pelestarian yang terintegrasi dengan “wajah” kota lama akan tetap terpelihara, aktivitas saat ini dapat tertampung dan dapat memberikan keuntungan ekonomi. Proses ini memerlukan dukungan dan peran aktif masyarakat, sehingga segala usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah setempat tidak dipatahkan lagi oleh masyarakat. Disamping hal itu, pemerintah diharapkan dapat bertindak dengan lebih tegas, yaitu dengan memperjelas konsep-konsep konservasi kotanya, mempunyai produk-produk berkekuatan hukum, menindak oknum-oknum yang melanggar, serta mampu memotivasi partisipasi masyarakat.

Mengapa Warisan Budaya? (Why heritage?)

 Adanya

pengakuan

bahwa warisan

terdapat konservasi, adalah

budaya (cultural

merupakan

bagian

heritage)

yang

di

dalamnya

dari tanggungjawab seluruh tingkatan

pemerintahan, dan anggota masyarakat, sedangkan heritage itu sendiri, adalah bukan sekedar mendata masa

lampau,

tetapi

merupakan

bagian integral dari identitas

perkotaan saat ini dan masa mendatang. Warisan budaya sebuah kota dapat dilihat dalam tiga bagian faktor: - Social factors  , termasuk di dalamnya menambah citra dan identitas kota, integrasi ke dalam kehidupan sehari-hari, dan pengembangan sistem nilai dari masyarakat. - Politico-economic , menyertakan peran dari heritage  pada pariwisata, dan kepentingan arkeologi dan kesejarahan. - Planning factors , terutama dipergunakan pada architectural heritage, redevelopmen dan regenerasi

objek heritage untuk

pengembangan

yang

dipreservasi

lebih

besar

serta

integrasinya

ke

dalam

pada kota secara

proses

keseluruhan.

Untuk meletakkan isu dari heritage conservation dengan melihat seluruh proses dari pengembangan kota, baik itu berhubungan dengan isu yang lain, seperti pengembangan wisata, revitalisasi dari ekonomi daerah dan pemerintah daerah. Beberapa contoh dari kota-kota yang telah melakukan heritage

conservation 

Kathmandu: It’s the People’s Heritage (Participation and Aw areness-Build ing ) - Penanggungjawab adalah pemerintah daerah Kathmandu Municipal Corporation(KMC) yang merealisasikan keinginan untuk mengintegrasikan konservasi warisan budaya ke dalam proses yang lebih luas dari komunitas dan partisipasi masyarakat. - Keterlibatan komunitas sangat penting untuk keberhasilan dari beberapa langkah heritage, dan implikasinya untuk kebanggaan masyarakat dan citra kota. - Preservasi warisan budaya secara langsung berhubungan dengan ekonomi kota, dan pariwisata menjadi aktivitas yang utama. - KMC mendirikan Heritage

and

Tourism

Department tahun

1977.

Mengembangkan

beberapa strategi heritage conservation  di antaranya: program pendidikan dan kesadaran untuk publik; heritage tour untuk anak-anak sekolah, media radio dan televisi; partisipasi masyarakat; kerjasama publik-privat; dan financial incentives.

Penang: Preserving for the Future (Institutional and Policy Environm ent  ) - kehidupan kota dengan arsitektur tradisional yang utuh, streetscape  dan aktivitas sosioekonomi –menjaga nilai jual sebagai „produk wisata‟. - untuk mengembangkan dan menjaga identitas urban yang unik, kota difokuskan dengan memperhubungkan

perencanaan

fisik,

kerangka

kebijakan,

dan master

plan untuk

menciptakan wilayah urban yang berkelanjutan dan dipertahankan untuk generasi mendatang. - inisiatif program dan studi yang mengkombinasikan konservasi dengan tujuan luas dari local sustainability . - mempersatukannya ke dalam rencana dan projek pariwisata, pada dasarnya menambah nilai ekonomi daerah, tetapi lebih untuk masa mendatang. - inisiatif ekonomi yang berkelanjutan dijamin oleh kerjasama dengan sektor privat dalam bangunan potensi wisata untuk pengunjung dan penduduk setempat. Manila: Getting the Framew ork Right  (Docum entation and Preservation  ) - Untuk Pilipina, Intramuros (berarti, di kelilingi dinding) merepresentasikan permulaan dari pendataan sejarah mengenai perkembangan perkotaan ( urban development ). - Usaha dalam restorasi dan redevelopmen dari Intramuros dimulai tahun 1965 untuk mencegah kerugian selanjutnya dan menggabungankan ke dalam mainstream dari urban development . - Usaha dari preservasi Intramuros  dilakukan dengan memisahkan urban planning dan biro pengembang bagi kawasan bersejarah. Intramuros Administration  (IA) adalah bertanggung  jawab untuk redevelopmen dan restorasi. - Tindakan lain juga telah dilakukan, mengklasifikasi Intramuros sebagai „cultural zone‟, merencanakan master plan  kawasan yang terintegrasi, menghapus tata guna tanah yang tak sesuai, petunjuk perancangan dan peraturan urban streetscape  untuk pengembangan mendatang, restorasi bangunan bersejarah, dan sebagainya.

: The Case of Imai-cho , Japan Urban Conservation  Dentoteki Kenzobutsu Gun Hozon Chiki atau preservasi untuk kolompok bangunan bersejarah – Den Ken Chiki –  adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Jepang, di bawah badan perlindungan benda cagar budaya. Istilah „preservasi‟, mencerminkan pandangan statis dari pekerjaan pemerintah   terhadap bangunan kuno dan kawasan bersejarah, sedangkan Den Ken Chiki, lebih dinamis secara alami, dengan konservasi kawasan bersejarah meliputi di dalamnya preservasi, restorasi, rekonstruksi dan penataan ulang, pertimbangan ekonomi, sosio-kultural, aspek hukum dan administratif. Perlu untuk diketahui, bahwa di kawasan tersebut, lebih dari 80% rumah tinggalnya sampai saat ini masih bertahan, yang rata-rata dibangun pada era Edo (1596 ~1868).

Konservasi dan pembangunan berkelanjutan di kota bersejarah Vigan Kota Vigan merupakan kota yang terletak di Propinsi Ilocos Sur, Filipina, yang memiliki banyak bangunan bersejarah, yang terdiri dari 180 buah gedung pemerintahan dan rumah ibadah, gudang, taman, yang memiliki arsitektur abad ke-18 dan ke-19, yang merupakan percampuran antara arsitektur Spanyol, Mexico, Cina, dan arsitektur lokal. Penataan Kota Vigan memiliki ciri tata kota Hispanic. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat bertahan dari kerusakan, yang antara lain disebabkan oleh alam, perang dunia dan kebakaran besar yang terjadi pada tahun 1950 hingga 1970 yang menghancurkan banyak bangunan bersejarah. Kebudayaan yang dilestarikan juga termasuk industri tradisional, seperti pembuatan guci, batu bata dan ubin, perabotan kayu, garam, maguey rope, tukang besi, pemotong batu, dan hand-woven abel fabrics.

Untuk melindungi warisan budaya sejarah Kota Vigan, maka dilakukan upaya preservasi dan konservasi. Pada awalnya (awal tahun 1990-an), usaha pelestarian ini banyak mendapat halangan dari pemerintah lokal dan para pengusaha, untuk mendukung hal tersebut UNESCO memberikan solusi preservasi dan konservasi Kota Vigan, sehingga dapat merubah seluruh kultur masyarakat untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut. Untuk mendukung kegiatan preservasi dan konservasi, para stakeholder lokal perlu meninjau kembali arah pembangunan daerahnya untuk di arahkan ke budaya, yang antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut: menarik para wisatawan, pemanfaatan kembali bangunan-bangunan kuno untuk berbagai macam kegiatan (museum, toko, penginapan,

kantor, rumah makan, dan sebagainya), revitalisasi seni dan kerajinan tradisional, perbaikan dan pembangunan kembali bangunan untuk melestarikan budaya, mengembalikan keaslian di daerah pusat pelestarian pusat pelestarian ( historic core), dan merehabilitasi jalur sungai kuno di sekeliling Kota Vigan untuk menghidupkan kembali industri di sekitar sungai dan mendukung kegiatan pariwisata. Pada kegiatan preservasi dan konservasi akan selalu berkoordinasi dengan badan-badan yang terlibat dalam kegiatan ini, seperti badan internasional, nasional, dan lokal.

Penutup Menampilkan kembali atau mempertahankan ruang kota masa lalu berarti memperhatikan elemen-elemen jalan (street-furniture) dan pembentuk ruangnya, baik tata hijau (softlandscape) maupun perkerasannya (hard-landscape). Banyak contohkota di dunia yang sudah membagi area/kawasan mana yang perlu dipreservasi dan mana yang tidak. Ke arah mana preservasi kawasan tersebut berjalan, perangkat apa saja yang dibutuhkan, jadi pelestarian bukanlah ceritera masa lalu, atau upaya untuk mengawetkan suatu kawasan bersejarah, namun lebih ditujukan sebagai alat dalam mengolah transformasi kawasan. Upaya tersebut merupakan langkah yang bertujuan untuk memberikan kualitas kehidupan bagi masyarakat agar lebih baik, dan berdasarkan pada kekuatan-kekuatan aset sejarah lama yang terdapat di kawasannya. Hal ini sebaiknya dititikberatkan pada upaya pemanfaatan yang kreatif melalui pelaksanaan program partisipasi melalui kegiatan ekonomi dan budaya kawasan. Untuk itu, perancangan kota harus menjadi perangkat pengarah dan pengendalian untuk mewujudkan lingkungan binaan yang akomodatif terhadap tuntutan kebutuhan

dan

fungsi

baru.

Dengan

demikian,

tanggung

jawab

terhadap

pelestarian kota adalah tanggung jawab bersama yang membutuhkan tanggung jawab sektoral, multi dimensi, dan disiplin, serta berkelanjutan ( sustainable).

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF