Limfadenopati Dan Limfadenitis
November 27, 2017 | Author: Prematura Sri Anasary | Category: N/A
Short Description
PR Ujian kasus LNH...
Description
PR UJIAN UTAMA DOKTER MUDA SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FK UNUD/RSUP SANGLAH
Nama Dokter Muda : A.A.A. Putri Prematura Sri Anasary NIM
:0902005086
Nama Penguji
: dr. Ketut Agus Somia, Sp.PD-KPTI
1. Beda limfadenopati dan limfadenitis Limfadenopati merujuk pada kelenjar getah bening yang abnormal pada ukuran, jumlah atau konsistensi dan sering digunakan sebagai sinonim dari pembengkakan atau pembesaran kelenjar getah bening. Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) sering karena respon terhadap bakyeri, virus atau jamur. Kelenjar yang membengkak biasanya ditemuo di dekat daerah infeksi, tumor atau inflamasi. 2. Penyebab limfadenopati Infeksi Primer oleh Viral (HIV, CMV, Rubela, Campak); Bakteri (TB, Sifilis, Septicaemia); Protozoal (Toxoplasmosis); Parasit (Filariasis) Infeksi Sekunder, contoh: Tonsilitis dengan limfadenitis servikal, abses dengan limfadenitis regional Keganasan Primer (Acute lymphoblastic leukemia, Chronic lymphatic leukemia, Hodgkin’s disease, Non-hodgkin’s lymphoma) Keganasan Sekunder (Metastasis dari keganasan lokal) Autoimun (SLE, Rheumatoid arthritis) 3. Bila ada lemfadenopati di beberapa tempat namanya limfadenopati generalisata 4. Bila ada limfadenopati di leher dan hepatosplenomegali, kemungkinan diagnosanya: Non Hodgkin Limfoma low grade sering dengan adenopati perifer, splenomegaly, dan hepatomegaly. Pada ntermediet dan high grade sering ditemukan limfadenopati yang berkembang pesat dan besar, hepatosplenomegali, masa besar di abdomen (pada limfoma burkitt), masa di testikel, dan lesi kulit (pada T-cell limfoma). Hodgkin limfoma sering ditemukan limfadenopati yang asimtomatik, penurunan BB, demam, dan keringat malam yang tidak dapat dijelaskan, nyeri dada, sesak, pruritus, nyeri pada lokasi penyakit nodal, nyeri tulang, limfadenopati yang dapat diraba dan tidak nyeri pada area servikal, aksila, atau inguinal. Keterlibatan cincin Waldeyer atau epiroklear, pada pasien dengan limfadenopati mediastinal yang massif dapat muncul sindrom superior vena cava(distensi vena leher dan dinding dada, edema wajah, edema ekstremitas atas, perubahan mental, kebanyakan, sianosis, edema papil, pingsan, dan bahkan koma). 1
Limfadenitis tb ditandai dengan masa yang kronis, tidak nyeri, biasanya tumbuh seiring waktu, tidak ada perubahan warna atau hangat, disertai dengan demam, menggigil, malaise penurunan berat badan, dan ada bukti keterlibatan Mycobacterium tuberculosis. Massa dan dapat pecah, membentuk sinus dan luka terbuka. 5. Bila ada anemia, limfadenopati generalisata dan hepatosplenomegali, kemungkinan diagnosanya: Non Hodgkin Limfoma pada pemeriksaan lab sering ditemukan anemia sekunder, trombositopenia, leukopenia atau pansitopenia akibat infiltrasi sumsum tulang, limfositosis dengan sel malignan yang beredar dan trombositosis. Peningkatan lactate dehydrogenase (LDH), tes fungsi hati yang abnormal, dan hiperkalsemia. Hodgkin
limfoma
terjadi
anemia
limfopenia,
meutrofilia,
eosinophilia,peningkatan lactate dehydrogenase (LDH), kreatinin serum yang mungkin meningkat dalam kasus sindrom nefrotik yang terkait dengan limfoma Hodgkin. Kadar alkaline phosphatase (ALP) dapat meningkat karena adanya keterlibatan hati atau tulang. Temuan
laboratorium
jarang
lainnya
yang
termasuk
seperti
hiperkalsemia,
hipernatremia, dan hipoglikemia dapat terjadi karena adanya autoantibodi insulin. Leukemia akut biasanya muncul dengan manifestasi perdarahan, anemia, infeksi dan infiltrasi organ, trombositopenia, leukosit yang rendah, normal atau tinggi 6. Pemeriksaan fungsi hati a. SGOT(Serum Glutamic-Oxaloacetic Transaminase)/AST(Aspartate Transaminase) AST adalah enzim yang terdapat dalam sel jantung, hati, otot skeletal. Enzim ini juga ditemukan dalam jumlah yang lebih kecil pada jaringan lain, seperti ginjal, otak, pancreas, limpa, paru, leukosit dan eritrosit. Enzim ini akan dikeluarkan ke sirkulasi apabila terjadi kerusakan atau kematian sel. Enzim ini meningkat pada kerusakan hati akut, namun juga terdapat pada sel darah merah, jantung dan otot skelet sehingga tidak spesifik untuk hati. Sebagai contoh, tingkat dalam serum meningkat dengan serangan jantung dan dengan gangguan otot. Oleh karena itu, bukan merupakan indikator yang sangat spesifik dari perlukaan hati. Kerusakan sel akan diikuti dengan peningkatan kadar AST dalam 12 jam dan tetap meningkat selama 5 hari. Tes ini terutama dilakukan bersama dengan tes lainnya (seperti ALT, ALP, dan bilirubin) untuk mendiagnosis dan memantau penyakit hati b. SGPT(Serum Glutamic-Pyruvic Transaminase) /ALT (Alanine Transaminase) SGPT adalah suatu enzim yang terdapat pada jaringan hati, jantung, otot dan ginjal. Kadar yang tinggi terdapat pada jaringan hati. Cedera pada hati menghasilkan pelepasan substansi ini ke dalam darah. Sedangkan di jantung, otot
2
dan ginjal, enzim ini terdapat dalam kadar yang relative rendah. Oleh karena itu berfungsi sebagai indikator yang cukup spesifik pada penyakit hati. Tes ini digunakan untuk menentukan apakah pasien memiliki kerusakan hati. SGPT biasanya meningkat lebih tinggi dari SGOT pada obstruksi saluran empedu. Ratio SGOT:SGPT lebih dari 3:1 ditemukan pada penyakit hati alkoholik. Untuk penyakit hati, SGPT lebih spesifik daripada SGOT. c. Bilirubin Bilirubin merupakan pigmen kekuningan yang ditemukan pada cairan empedu, yang dihasilkan oleh hati. Bilirubin diproduksi sebagai hasil pemecahan sel darah merah dalam tubuh. Kadar bilirubin dapat meningkat jika hati tidak berfungsi atau ada kelebihan sel darah merah yang dihancurkan. Kadarnya juga dapat meningkat jika ada sumbatan pada saluran yang mengalirkan cairan empedu dari hati. Bilirubin tidak terkonjugasi adalah produk pemecahan heme, sangat hydrophobic, dan bergantung pada transportasi albumin yang beredar di darah. Sehingga, penambahan obat hidrophobik konsentrasi tinggi dapat menyebabkan peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi. Hati berperan dalam pembersihan darah dari bilirubin tidak terkonjugasi dan sekitar 30% bilirubin diambil setiap kali melewati hati. Peningkatan total bilirubin menyebabkan jaundice dan dapat mengindikasikan beberapa masalah:
Prehepatik: meningkatnya produksi bilirubin
Hepatik: masalah dengan hati, yang mana direfleksikan dengan defisiensi metabolism bilirubin
Poshepatik: Obstruksi saluran empedu, direfleksikan dengan defisiensi bilirubin d. Gama glutamyl Transferase Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) adalah tes untuk mengukur jumlah enzim GGT dalam darah. Enzim GGT terutama terdapat di hati, ginjal, saluran empedu dan pancreas. Enzim ini diperiksa untuk menentukan disfungsi sel hati atau saluran empedu dan mendeteksi penyakit hati yang diinduksi oleh alkohol. Aktivitas GGT meningkat pada semua bentuk penyakit hati, sehingga tidak selalu benar untuk mendeteksi penyakit hati alkoholik. Biasanya pada penyakit hati alkoholik, GGT serum dapat meningkat hingga > 10 kali nilai normal dengan ALP normal atau meningkat ringan. e. ALP (Alkaline Phosphatase) ALP merupakan enzim hati yang sering diukur, enzim ini juga ditemukan di semua jaringan tubuh. Jaringan dengan jumlah ALP tinggi terdapat pada hati, saluran empedu, plasenta dan tulang. Enzim ini terutama terlibat dalam diagnosis 3
obstruksi empedu dan biasanya ditemukan pada dinding duktus intra dan ekstra bilier di hati. Jika ditemukan dalam tulang dan plasenta sehingga terjadi peningkatan kadar ALP, mungkin hal ini disebabkan karena masalah di luar hati seperti keganasan. Pada kehamilan trimester ketiga, ALP dapat meningkat 2-3 kali. f. AFP (Alpha-Fetoprotein) Alpha-fetoprotein (AFP, α-fetoprotein, alpha-1-fetoprotein, alpha-fetoglobulin atau alpha fetal protein) adalah suatu protein yang pada kondisi normal diproduksi oleh hati (liver) dan yolk sac ketika terjadi pembentukan bayi selama proses kehamilan. Pengukuran AFP di dalam tubuh manusia umumnya dilakukan untuk membantu mendeteksi adanya kelainan atau penyakit hati, pemantauan terapi atau pengobatan beberapa jenis kanker, dan juga uji saring kelainan pada perkembangan bayi selama masa kehamilan. Pada pasien penderita kanker testis, kanker pankreas, kanker hati, kanker ovarium, dan kanker saluran empedu, kadar AFP di dalam tubuh pasien akan meningkat. Selain kanker atau tumor, kadar AFP yang meningkat di dalam darah juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit sebagai berikut : infeksi virus hepatitis dan sirosis hati. Pemeriksaan AFP tidak boleh dilakukan pada populasi umum, tetapi sebaiknya hanya dilakukan bila ada gejala atau hasil pemeriksaan lain menunjang kecurigaan ke arah kanker tertentu. Sebagai penanda tumor, AFP bukanlah protein yang spesifik terhadap keganasan penyakit tertentu dan nilanya dapat berbeda apabila diukur dengan metode yang berbeda antar laboratorium. Oleh karena itu diperlukan pendampingan dokter dalam menerjemahkan hasil AFP pasien g. Total Protein Mengukur albumin dan semua protein lain dalam darah, termasuk antibodi yang dibuat untuk membantu melawan infeksi. h. Globulin Globulin alfa dan globulin gama disintesis dalam hati. Globulin berfungsi sebagai pengangkut beberapa jenis hormon, lipid, logam, dan antibodi. Globulin gama dapat meningkat pada infeksi kronik, penyakit hati, arthritis rheumatoid, myeloma, dan lupus. Peningkatan ini terjadi karena peningkatan sintesis antibodi. Penurunan kadar globulin dapat dijumpai pada pasien dengan penurunan imunitas, malnutrisi, malabsorbsi, penyakit hati, dan penyakit ginjal. Rasio albumin/globulin yang terbalik dijumpai pada keadaan sirosis. i. Albumin Albumin merupakan substansi terbesar dari protein yang diproduksi oleh hati dari asam amino yang diambil dari makanan. Albumin tetap dalam darah untuk jangka waktu yang lama sehingga perubahan jumlahnya hanya terjadi pada 4
penyakit hati yang kronis. Kadar albumin yang menurun dapat terjadi pada penyakit hati kronis, seperti sirosis, atau pada sindrom nefrotik. Albumin berfungsi dalam mengatur tekanan onkotik, sebagai pengangkut nutrisi, hormon, asam lemak, dan zat sampah. Albumin juga membantu pergerakan molekulmolekul kecil dalam darah, termasuk bilirubin, kalsium, progesteron, dan obatobatan. Hal ini memainkan peran penting dalam menjaga cairan darah bocor keluar ke jaringan. Konsekuensi dari albumin rendah dapat terjadi edema karena tekanan intra-vaskular onkotik lebih rendah dari ruang ekstravaskuler. j. Vit K Tes PT dilihat pada protein khusus (faktor koagulasi) yang terlibat dalam pembekuan darah, dan menilai kemampuan faktor ini dalam membantu pembekuan darah. Faktor koagulasi tersebut yaitu : Faktor I (fibrinogen), Faktor II (protrombin), Faktor V, Faktor VII, Faktor X. Ada faktor koagulasi yang tergantung pada vitamin K (vitamin K dependent factor), yaitu faktor II, VII, IX, X. Pada penyakit obstruksi bilier, dimana empedu tidak sampai ke usus, akan terjadi kegagalan absorpsi lemak atau malabsorpsi lemak. Pada keadaan tersebut, kadar vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak akan berkurang. Pada kekurangan vitamin K, akan terjadi penurunan sintesis vitamin K dependent factor sehingga akan terjadi pemanjangan PT 7. Kegunaan CT-Scan pada kasus kecurigaan limfoma malignaadalah untuk mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening, hepatosplenomegali, atau melihat filling defect hati dan limpa. Saat ini, itu adalah tes yang paling banyak digunakan untuk staging awal, menilai respon pengobatan, dan melakukan perawatan lanjutan. 8. Regimen kemoterapi CHOP
Cyclophosphamid
Doxorubicin
Oncovin/vincristin
Prednison
5
9. Penatalaksanaan syok anafilaktik
Apabila setelah pemberian adrenalin 3x dan tidak ada perbaikan, berikan vasokontriktor dan norephineprine lalu rujuk ke fasilitas yang memiliki ICU dengan back up ventilator.
10. Penatalaksanaan hipoglikemia Stadium permulaan ( sadar ) o Berikan gula murni 30 gram ( 2 sendok makan ) atau sirop /permen atau gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diit /gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat o Hentikan obat hipoglikemik sementara o Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam o Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar) o Cari penyebab Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia ); o Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL)bolus intra vena , o Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam perkolf o Periksa GD sewaktu (GDs) ,kalau memungkinkan dengan glukometer ;
6
Bila GDs < 50 mg /dL-- + bolus dekstrosa 40% 50ml IV Bila GDs < 100 mg /dL --+ bolus dekstrosa 40 % 25mL IV o periksa GDs setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40% bila GDs < 50 mg/dL -- + bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV bila GDs 200 mg/dL – pertimbangan menurunkan kecepatan drip dekstrosa 10%
Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturut –turut ,pemantauan GDs setiap 2 jam ,dengan protocol sesuai diatas ,bila GDs >200 mg/dL – pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %
bila hipoglikemia belum teratasi ,dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti ; adrenalin ,kortison dosis tinggi ,atau glikagon 0,5-1 mg IV / IM ( bila penyebabnya insulin )
bila pasien belum sadar ,GDs sekitar 200 mg / dL .hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5 - 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam ,cari penyebab lain penurunan kesadaran
7
View more...
Comments