Lean Six Sigma Journal Review
December 30, 2017 | Author: Dede Sudrajattulloh | Category: N/A
Short Description
A review of lean Six Sigma journal...
Description
TUGAS BESAR III LEAN SIX SIGMA JOURNAL REVIEW
SISTEM PENGUKURAN KINERJA
DEDE SUDRAJATTULLOH
411110023
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS MA CHUNG MALANG 2013
JOURNAL REVIEW REDUCING PROCESS VARIABILITY BY USING DMAIC MODEL: A CASE STUDY IN BANGLADESH Ripon Kumar Chakrabortty, Tarun Kumar Biswas dan Iraj Ahmed International Journal for Quality Research 7(1) 127–140 ISSN 1800-6450
Tulisan ini merupaka review dari jurnal yang berjudul Reducing Process Variability by Using DMAIC Model: A Case Study in Bangladesh. Dalam jurnal ini implementasi Lean Six Sigma dilakukan pada perusahaan yang bergerak di industri makanan di Bangladesh yaitu Pran Agro Limited (PAL). Penelitian yang dilakukan oleh penulis jurnal hanya pada departermen Ice-Pop, karena pada departermen ini ada lima jenis cacat yang sering muncul, antara lain adanya kebocoran,
munculnya
partikel
hitam,
meninggalkan
botol
tanpan
memberi
kode,
kelebihan/kekurangan saat mengisi material, dan longgarnya tutup atau segel. Penyelesaian masalah di atas dilakukan dengan penerapan Lean Six Sigma dengan melakukan pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve dan Control). Berikut merupakan ulasan tahapan DMAIC yang dilakukan penulis:
1. Define Define merupakan tahapan Six Sigma yang digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik kualitas produk yang sangat penting bagi pelanggan atau Critical to Customers (CTQs). Penulis membuat diagram Quality Function Deployment (QFD) untuk mengidentifikasi hubungan antara cacat dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang terkadang berbeda daripada identifikasi dengan model tradisional. Berikut ini merupakan diagram QFD yang menunjukan hubungan antara cacat dan kemungkinan penyebab-penyebabnya:
Gambar 1. Diagram QFD Cacat dan Penyebab-Penyebabnya
Penilaian kepentingan di atas, didapatkan berdasarkan cacat yang terjadi tiap 10 produk. Pada diagram di atas, nilai 1 menunjukan hubungan yang lemah, nilai 3 menunjukan hubungan yang sedang dan nilai 9 menunjukan hubungan yang kuat. Dapat dilihat pada diagram di atas bahwa kurangnya perhatian pekerja memiliki skor tertinggi yaitu 364.
2. Measure Tahap measure ini memiliki tujuan utama yaitu untuk mengukur seberapa sering cacat pada produk muncul dan pada produk keberapa cacat itu muncul serta untuk memutuskan apakah proses produksi keluar dari kendali atau tidak. Untuk mengetahui apakah proses produksi masih ada pada batas kendali atau tidak, dapat dilihat dengan menggunakan sebuah tool, yaitu control chart. Control chart ini dapat berperan sebagai alat untuk mendiagnosa kemungkinan adanya proses yang keluar dari kendali. Pada tahap ini, ntuk melakukan pengukuran terhadap data-data yang berada di luar batas kendali menggunakan P type control chart.
Tabel 1. Jumlah Non-Conforming Potongan-Potongan dari 26 Hari Pengamatan dengan Ukuran Sampel n = 810 Buah
Untuk membuat P type control chart, penulis mengasumsikan ρ adalah fraksi nonconforming, kemudian (1 - ρ) adalah fraksi conforming. Mean dari fraksi non- conforming
untuk data pada tabel adalah 0.00699. Karena fraksi populasi non-conforming tidak diketahui, maka nilai p dapat digunakan untuk menghitung batas kendalai atas (UCL) dan batas kendali bawah (LCL) p(1-p)
UCL1 = p+3√ CL1
n
= 0.0157
= p = 0.00699 p(1-p)
LCL1 = p-3√
n
= - 0.00179 = 0
Gambar 2. P Type Control Chart untuk Fraksi Non-Conforming
Nilai LCL1 yang didapatkan adalah negatif sehingga nilai tersebut dianggap tidak layak, karena fraksi non-conforming tidak boleh negatif, sehingga nilai LCL1 dianggap nol. Batasbatas kendali dapat dilihat pada grafik di atas, dimana penulis sudah memplotkan 26 fraksi. Dari grafik tersebut diketahui bahwa sampel nomer 8 dan 18 berada di luar atau dekat dengan batas kendali atas. Kemungkin ada beberapa alasan khusus yang menyebabkan hal ini terjadi, oleh karena itu diperlukan adanya investigasi lanjutan untuk mengidentifikasi penyebabnya. Setelah berkonsultasi dengan departemen QC ditemukan bahwa cuaca buruk seperti badai itu yang menyebabkan adanya partikel hitam yang berlebihan selama dua hari. Sehingga dau data tersebut (sampel nomer 8 dan 18) dapat diabaikan. Setelah mengabaikan dua data tersebut, maka mean untuk yang berarti fraksi non-conforming menjadi 0.0064 dan batas kendali diubah menjadi: p(1-p)
UCL2 = p+3√ CL2
n
= 0.0148
= p = 0.0064 p(1-p)
LCL2 = p-3√
n
= - 0.0084 = 0
Gambar 3. P Type Control Chart untuk Fraksi Non-Conforming Setelah Mengabaikan 2 Sampel
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa data nomor 4 & 13 adalah dua data yang mendekati UCL2. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi akar penyebab titik-titik tersebut cenderung mendekati UCL2.
3. Analyze Tahap analyze ini mencakup identifikasi pada variabel input dan output yang saling memperngaruhi CTQs dengan menggunakan process map atau flowchart, dan membuat fishbone diagram untuk memahami hubungan antara CTQs. Pada tahap ini biasanya perlu dicari sumber masalah yang bertanggung jawab terhadap masalah yang sudah diidentifikasi pada tahap define. Berikut ini merupakan fishbone diagram untuk setiap permasalahan yang sudah diidentifikasi:
Gambar 4. Fishbone Diagram untuk Kebocoran
Gambar 5. Fishbone Diagram untuk Meninggalkan Botol Tanpa Memberi Kode
Gambar 6. Fishbone Diagram untuk Adanya Partikel Hitam
Gambar 7. Fishbone Diagram untuk Kelebihan /Kekurangan Mengisis Bahan
Gambar 8. Fishbone Diagram untuk Tutup yang Longgar
Kemudian dilakukan analisis mendalam menggunakan diagram pareto dari kelima masalah/cacat yang ada pada departermen Ice-Pop ini. Semua kategori cacat diringkas dalam tabel 2 dan digambarkan dalam gambar 9. Dari gambar 9 didapat bahwa kebocoran & kehadiran partikel hitam berkontribusi sekitar 83% dari jumlah produk yang rusak & tiga hal lainnya adalah hal ringan (cacat ringan) yang dianggap tidak terlalu mengkhawatirkan.
Tabel 2. Persentase untuk Masing-Masing Cacat
Gambar 9. Diagram Pareto untuk Cacat yang Terjadi
Pada langkah terakhir di tahap analisis ini penulis menggunakan teknik Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk memperkuat keputusan berdasarkan tingkat kepentingan. Alasan sekunder dibalik penggunaan teknik AHP ini adalah untuk memprioritaskan tingkat cacat & memberikan beberapa panduan kepada PAL tentang area cacat yang mana yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu untuk ditangani.
Gambar 10. Diagram Model Penilaian AHP Tabel 3. Tingkat Bobot untuk Model AHP
Berdasarkan gambar 10 dimana semua hirarki yang saling berkaitan ditampilkan, penulis mengembangkan beberapa perhitungan matematis di sini untuk membangun hubungan antara berbagai alternatif atau kriteria cacat dan penyebabnya masing-masing pada atribut tingkat 1 & 2. Evaluasi ini dilakukan pertama pada level 1(ditunjukkan dalam tabel 4), di mana semua empat penyebab menghasilkan barang cacat bisa diperhatikan dan prioritas masing-masing nilai ditempatkan sesuai prioritas pada tabel 3. Untuk semua atribut mean geometris dan bobot normal dihitung dengan beberapa rumus yang dikembangkan oleh penulis. Rasio konsistensi juga dihitung dengan menggunakan tabel 5 dimana data indeks acak (random index) diambil untuk nomor masing-masing atribut.
Tabel 4. Evaluasi pada Level 1
Tabel 5. Rata-rata Random Index (RI) Berdasarkan Ukuran Matriks (Diadaptasi oleh Saaty)
Pada tahap akhir AHP ini dapat dilihat seperti pada tabel di bawah yang menunjukan bahwa setelah dilakukan perhitungan dan pembobotan hasil analisis sama dengan hasil analisis dengan menggunakan diagram pareto. Cacat pertama dan kedua (adanya kebocoran dan adanya partikel hitam) merupakan cacat yang paling sering timbul dan harus ditanganin terlebih dahulu.
Tabel 6. Tingkat Bobot untuk Model AHP
4. Improve Pada tahap improve ini penulis menyarankan untuk mengimplementasikan filsafat 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) untuk mengurangi partikel hitam karena area kerja/lingkungan merupakan penyebab utama adanya partikel hitam yang terbawa ke dalam kemasan produk. Metode kerja perlu diperbarui dan operator juga perlu diberi
pelatihan untuk mengurangi masalah kebocoran. Tutup tabung yang digunakan di departermen Ice-Pop dari supplier perlu diperiksa dengan benar karena tingkat ketebalan tabung adalah salah satu faktor kebocoran. Jika perlu, perusahaan bisa mengganti supplier.
5. Control Tahap control ini merupakan tahap akhir dari DMAIC yang berorientasi untuk menghindari potensi masalah dalam CTQs dengan manajemen resiko dan kesalahan pemeriksaan, standardisasi proses perubahan yang sukses dan mengendalikan CTQs kritis, pengembangan rencana proses dan dokumentasi rencana proses. Hal tersebut di atas merupakan solusi dan perbaikan terus-menerus yang perlu untuk dipertahankan, dijaga dari waktu ke waktu. Dalam tahap control ini yang tujuan yang paling utama adalah untuk mengontrol aktivitas yang harus dilakukan sesuai dengan direncanakan sebelumnya. Dalam tahap ini yang juga dilakukan adalah membuat penjadwalan pelatihan pegawai yang diiringi dengan pembaharuan standar dokumentasi kerja yang baru (meliputi pembuatan standard operating procedure (SOP), metode inspeksi kerja baru dan sebagainya).
Kesimpulan dari bahasan pada jurnal ini adalah bahwa proses penerapan Lean Six Sigma menggunakan metode DMAIC dilakukan dengan menggunakan beberapa tools dan dilakukan secara berurutan dengan benar. Dari 5 tipe cacat yang ditemukan, ternyata kebocoran dan timbulnya partikel hitam merupakan 2 tipe cacat yang paling sering muncul dan memiliki persentase terbesar dari total cacat produksi pada departermen Ice-Pop di PAL. Keterbatasan yang ada dalam jurnal ini adalah penulis tidak menghitung sigma dari hasil penelitian yang dilakukan, sehingga tidak diketahui PAL berada pada tingkat sigma yang mana. Penggunaan filosofi 5S dalam rangka mengimplementasikan lean manufacturing process di PAL merupakan tindakan tepat, karena sebagai perusahaan manufaktur yang bergerak di industri makanan, kondisi lingkungan kerja di PAL harus selalu bersih dan higienis.
View more...
Comments