Lapsus Endoftalmitis

January 24, 2018 | Author: Fery Rahmatussafri Granat | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Oftalmologi...

Description

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Endoftalmitis termasuk kegawatdaruratan dalam bidang oftalmologi. Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat infeksi setelah trauma atau bedah atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif di dalam rongga mata dan struktur didalamnya. Peradangan supuratif didalam bola mata akan memberikan abses didalam badan kaca. Penyebab endoftalmitis supuratif adalah kuman dan jamur yang masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau sistemik melalui peredaran darah (endogen). Endoftalmitis merupakan kejadian yang jarang namun merupakan komplikasi yang membahayakan. Endoftalmitis sering terjadi setelah trauma pada mata termasuk setelah dilakukannya operasi mata yang merupakan faktor risiko masuknya mikroorganisme ke dalam mata. Mikroorganisme ini menyebabkan infeksi intraokuler yang disebut endoftalmitis. Insiden endotalmitis bakteri dilaporkan mencapai 0,06% pada level terendah dan tertinggi sebanyak 0,5%. Pada penelitian yang dilalukan oleh Weinstein dkk terhadap 22 kasus endotalmitis pada anak-anak, ditemukan bahwa 86% infeksi disebabkan oleh trauma pada bola mata, dan pada hasil kultur ditemukan kuman gram positiv sebanyak 75%. Pada pasien yang diterapi imunosupresan, alkoholik, penderita diabetes mellitus dan penyakit berhubungan dengan sistem imun berisiko terjadi septikemia bakteri yang akan menjadi endotalmitis. Diagnosis endoftalmitis selalu berdasarkan kondisi klinis. Ini biasanya ditandai dengan edema palpebra, kongesti konjungtiva, dan hipopion atau eksudat pada COA. Visus menurun bahkan dapat menjadi hilang. Prognosis penglihatan menjadi jelek pada pasien-pasien dengan endoftalmitis. Karena hasil pengobatan akhir sangat tergantung pada diagnosis awal, maka penting untuk melakukan diagnosis sedini mungkin. Penelitian tentang endoftalmitis pada beberapa tahun terakhir telah menunjukkan beberapa cara sebagai profilaksis yang terjadinya endoftalmitis. Berikut akan diuraikan lebih jauh mengenai endoftalmitis.

1

1.2.

Tujuan 1.2.1. Mengetahui etiologi dan patofisiologi endoftalmitis 1.2.2. Cara mendiagnosis dan penatalaksanaan endoftalmitis

2

BAB II LAPORAN KASUS 2.1.

IDENTITAS PASIEN Nama

: Aq. M

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 75 tahun

Alamat

: Kabar Selatan

Pekerjaan

:-

Status

: Menikah

Suku Bangsa

: Sasak

Tanggal Periksa

: 12 Mei 2014

2.2 ANAMNESIS a. Keluhan Utama

: Mata sebelah kanan merah dan penglihatan kabur

b. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli mata dengan keluhan mata sebelah kanan merah dan penglihatannya kabur sejak ± 1 bulan yang lalu. Pasien mengeluh penglihatannya kabur secara tiba-tiba. Selain itu pasien juga mengeluh mata sebelah kanannya terasa nyeri dan silau jika terkena cahaya. Pasien juga mengeluhkan matanya sering berair dan terdapat kotoran mata. Dua minggu yang lalu pasien juga mengeluh demam. Awalnya pasien mengatakan mata sebelah kanan tiba-tiba merah setelah kelilipan debu saat disawah. Sejak kelilipan, pasien mengeluh penglihatannya mulai tidak jelas. Sebelumnya penglihatan pasien dirasa baik-baik saja. c. Riwayat Penyakit Dahulu

:

-

Riwayat post operasi katarak pada mata kiri ± 4 tahun yang lalu

-

Riwayat kelilipan benda asing (+)

-

Sakit yang sama (-), HT (-), DM (-), Asma (-)

-

Alergi makanan dan obat (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga -

:

Tidak ada keluarga yang mengalami sakit yang sama dengan pasien (-)

e. Riwayat Pengobatan

: obat tetes mata (-)

3

2.3 STATUS GENERALIS (12 Mei 2014) Kesadaran : compos mentis (GCS E4V5M6) Vital sign : Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 88x/menit (dalam batas normal)

Pernafasan

: 18x/menit (dalam batas normal)

Suhu

: 36,4o C (dalam batas normal)

2.4 STATUS OFTALMOLOGIS (12 Mei 2013) Pemeriksaan

OD

OS

1/300

15/400

Tidak dilakukan N/P

Tidak dilakukan N/P

Visus : Tanpa koreksi Dengan koreksi TIO Pergerakan

Palpebra -

edema

+

+

-

hiperemi

-

-

-

-

+

+

- trikiasis Konjungtiva -

bulbi: injeksi konjungtiva

-

hiperemi

+

+

-

injeksi silier

+

+

+

+

Keruh

Jernih

Cembung

Cembung

-

Makula

Tidak terlihat

Dalam

-

-

- sekret Kornea -

warna

-

permukaan

-

sikatrik

COA -

kedalaman

-

hifema

4

- hipopion Iris / pupil

+

-

-

warna iris

Tidak terlihat

Coklat

-

bentuk pupil

Tidak terlihat

Bulat, central

-

+

Tidak terlihat

IOL ditempat

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

- reflek cahaya Lensa -

warna

- Iris shadow Vitreus Retina

2.5 DIAGNOSIS Diagnosa kerja

: OD Endoftalmitis

Diagnosa banding

:

a. Keratitis b. Ulkus kornea c. Uveitis d. Panoftalmitis

2.6 PENATALAKSANAAN a. Planning Diagnosis

: Slitlamp, Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi

b. Planning Therapy

:

-

Gentamisin ed fl no I ʃ 3 dd gtt I OD 5

-

Asam mefenamat cap 500 mg no X ʃ 3 dd I pc

-

Bila dengan terpai farmakologi gagal → OD Eviserasi

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Anatomi dan Fisiologi Vitreous 6

Vitreous atau badan kaca menempati daerah belakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat. Berfungsi mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftamoskopi.

Gambar anatomi mata 3.2.

Definisi Endoftalmitis Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata yang biasanya akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau edogen akibat sepsis. Bentuk radang supuratif di dalam rongga mata dan struktur di dalamnya. Peradangan supuratif ini akan memberikan abses di dalam badan kaca. Endoftalmitis merupakan radang purulen pada seluruh jaringan intraokuler, disertai dengan terbentuknya abses di dalam badan kaca. Bila terjadi peradangan lanjut yang mengenai ketiga dinding bola mata, maka keadaan ini disebut panoftalmitis. Penyebab dari endoftalmitis disebabkan oleh kuman dan jamur. Kuman dan jamur ini akan masuk dengan cara eksogen dan endogen. Eksogen yaitu masuknya jamur dan kuman ini bersamaan dengan adanya trauma tembus, sedang yang endogen yaitu melalui peredaran darah. Pasien terlihat sakit disertai dengan demam, dan pada mata timbul gejala berupa mata sakit, merah, kelopak bengkak, edema kornea, keratik presipitat, disertai hipopion, 7

refleks fundus hilang akibat adanya nanah di dalam badan kaca. Tajam penglihatan sangat menurun. Tekanan bola mata sangat merendah dan kadang-kadang meninggi akibat massa supuratif yang tertumpuk di dalam bola mata. 3.3. Etiologi dan patologi Penyebab endoftalmitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan oleh imunologis atau autoimun (non infeksi). Endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dapat bersifat: a. Endogen Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur ataupun parasit dari fokus infeksi di dalam tubuh, yang menyebar secara hematogen ataupun akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya endocarditis. Endogen akibat sepsis, selulitis orbita, dan penyakit sistemik lainnya b. Eksogen Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi sekunder / komplikasi yang terjadi pada tindakan pembedahan yang membuka bola mata, reaksi terhadap

benda

asing

dan

trauma

tembus

bola

mata.

Bakteri

gram

positivemenyebabkan 56-90% dari seluruh kasus endoftalmitis. Beberapa kuman penyebabnya dalah staphylococcus epidermidis, staphylococcus aureus, dan spesies streptococcus. Bakteri gram negatif seperti pseudomonas, escherichia coli dan enterococcus dapat ditemukan dari trauma tembus bola mata. c. Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan endoftalmitis unilakteral ataupun bilateral yang merupakan reaksi uvea granulomaosa terhadap lensa yang mengalami ruptur. Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan suatu penyakit autoimun terhadap jaringan tubuh (lensa) sendiri, akibat jaringan tubuh tidak mengenali jaringan lensa yang tidak terletak di dalam kapsul. Pada tubuh terbentuk antibodi terhadap lensa sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang akan menimbulkan gejala endoftalmitis fakoanafilaktik Endoftalmitis infeksi menyebabkan pembengkakan akut seluruh mata dalam termasuk uvea, retina, dan vitreus. Terjadi penghancuran menyolok pada susunan retina. Bila tidak diobati akat mengakibatkan ptosis bulbi. Pada dasarnya abses intra ocular terbentuk sebagai akibat dari endoftalmitis infeksi. Abses inilah yang diperhitungkan sebagai prognosisnya yang buruk. Endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri akan terjadi peradangan dimana pada gambaran kliniknya terdapat rasa sakit yang sangat, kelopak mata merah dan bengkak, kelopak sukar dibuka, konjungtiva kemotik dan sukar dibuka, kornea keruh, bilik mata 8

depan keruh yang kadang-kadang disertai dengan hipopion. Hipopion adalah terdapatnya nanah dalam bilik mata depan bagian bawah atau nanah dalam gelembung di bagian terendah. Hipopion ini terbentuk pada penyakit radang kornea, iris dan badan siliar akibat dari sel radang yang masuk ke dalam bilik mata depan. Bila sudah terlihat hipopion keadaan sudah lanjut sehingga prognosisnya buruk. Endoftalmitis yang disebabkan jamur, masa inkubasinya lambat berlangsung 1 atau 2 minggu setelah pembedahan atau trauma dengan gejala mata merah dan sakit. Di dalam badan kaca ditemukan masa putih abu-abu, hipopion ringan bentuk abses satelit di dalam badan kaca dengan proyeksi sinar yang baik. Jamur yang sering mengakibatkan terjadinya endoftalmitis adalah aktinomises, aspergilus, fitomikosis, sportrikum dan kokidoides. Selain endoftalmitis yang disebabkan karena bakteri, kuman dan jamur juga terdapat endoftalmitis yang disebabkan karena penyakit autoimun terhadap jaringan tubuh (lensa) sendiri, akibat jaringan tubuh tidak mengenai jaringan lens yang tidak terletak di dalam kapsul (membrane basalis lensa). Ini disebut endoftalmitis fokoanafilaktik. Pada endoftalmitis fokoanafilaktik, di badan kaca akan terbentuk antibodi terhadap lensa sehingga terjadi reaksi antigen. 3.4.

Epidemiologi Angka kejadian endoftalmitis, setelah operasi terbuka bola mata di Amerika adalah 5-14% dari semua kasus endoftalmitis1. Sedangkan endoftalmitis yang disebabkan oleh trauma sekitar 10-30%, dan endoftalmitis yang disebabkan oleh reaksi antibody terhadap pemasangan lensa yang dianggap sebagai benda asing oleh tubuh adalah 7-31%. Endophthalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari semua kasus endophthalmitis. Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per 10.000 pasien yang dirawat. Dalam beberapa kasus, mata kanan dua kali lebih mungkin terinfeksi sebagai mata kiri, mungkin karena lokasinya yang lebih proksimal untuk mengarahkan aliran darah ke arteri karotid kanan. Sejak tahun 1980, infeksi Candida dilaporkan pada pengguna narkoba suntik telah meningkat. Jumlah orang yang beresiko mungkin meningkat karena penyebaran AIDS, sering menggunakan obat imunosupresif, dan lebih banyak prosedur invasif (misalnya, transplantasi sumsum tulang). Sebagian besar kasus endophthalmitis eksogen (sekitar 60%) terjadi setelah operasi

intraokular.

Ketika

operasi

merupakan

penyebab

timbulnya

infeksi,

endophthalmitis biasanya dimulai dalam waktu 1 minggu setelah operasi. Di Amerika 9

Serikat, endophthalmitis postcataract merupakan bentuk yang paling umum, dengan sekitar 0,1-0,3% dari operasi menimbulkan komplikasi ini, yang telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Walaupun ini adalah persentase kecil, sejumlah besar operasi katarak yang dilakukan setiap tahun memungkinkan untuk terjadinya infeksi ini lebih tinggi. Post traumatic Endophthalmitis terjadi pada 4-13% dari semua cedera penetrasi okular. Insiden endophthalmitis dengan cedera yang menyebabkan perforasi pada bola mata di pedesaan lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah perkotaan. Keterlambatan dalam perbaikan luka tembus pada bola mata berkorelasi dengan peningkatan resiko berkembangnya endophthalmitis. 3.5.

Patofisiologi Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier) memberikan ketahanan alami terhadap serangan dari mikroorganisme. Dalam endophthalmitis endogen, mikroorganisme yang melalui darah menembus sawar darah-mata baik oleh invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan dalam endotelium vaskular yang disebabkan oleh substrat yang dilepaskan selama infeksi. Kerusakan jaringan intraokular dapat juga disebabkan oleh invasi langsung oleh mikroorganisme dan atau dari mediator inflamasi dari respon kekebalan. Endophthalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris, retina, atau koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan okular, mengarah kepada eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu, peradangan dapat menyebar ke jaringan lunak orbital. Setiap prosedur operasi yang mengganggu integritas bola mata dapat menyebabkan endophthalmitis eksogen.

3.6. Manifestasi klinis Manifestasi klinis endoftalmitis dapat diketahui dari gejala subjektif dan objektif yang didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. a. Subjekif Secara umum, gejala subjektif dari endoftalmitis adalah : - Fotofobia - Nyeri pada bola mata 10

-

Penurunan tajam penglihatan Nyeri kepala Mata terasa bengkak Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai

dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena adanya kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen maka penderita perlu di anamnesis mengenai ada atau tidaknya riwayat penyakit sistemik yang dideritanya. Penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di antaranya adalah diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan dengan imunitas yang rendah. Sedangkan beberapa penyakit infeksi yang dapat menyebabkan endoftalmitis endogen akibat penyebarannya secara hematogen adalah meningitis, endokorditis, infeksi saluran kemih, infeksi paru-paru dan pielonefritis. untuk endoftalmitis fakoanafilaktik, dapat ditanyakan tentang adanya riwayat segala subjektif katarak yang diderita pasien sebelumnya.

b. Objektif Kelainan fisik yang ditemukan berhubungan dengan struktur bola mata yang terkena dan derajat infeksi/peradangan. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan luar, slit lamp dan funduskopi kelainan fisik yang dapat ditemukan dapat berupa : - Udem Palpebra Superior - Reaksi konjungtiva berupa hiperemis dan kemosis - Injeksi siliar dan injeksi konjungtiva - Edema Kornea - Kornea keruh - Keratik presipitat - Bilik mata depan keruh - Hipopion - Kekeruhan vitreus - Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat ataupun hilang sama sekali. Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam badan kaca ditemukan masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca, dengan proyeksi sinar yang baik. 3.7. Klasifikasi Endoftalmitis Berdasarkan penyebab terjadinya endoftalmitis dapat dibagi menjadi 2 antara lain : 11

a. Endoftalmitis Supuratif - Endoftalmitis bakteri Endotalmitis bakteri merupakan suatu peradangan supuratif jaringan intraokuler yang disebabkan oleh kuman piogenik yaitu ; Staphylococcus aereus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus,Baccilus, Pseudomonas aeruginosa. Masuknya mikroorganisme kedalam rongga intra ocular dapat secara eksogen sesudah suatu trauma, operasi mata ataupun ulkus kornea yang menembus, dapat pula secara endogen melalui septikemi atau bakteremi yang berasal dari focus di tempat lain. Umumnya endotalmitis bakteri bersifat hiperakut dan disebabkan oleh kuman yang pathogen yang menghasilkan toksin dan enzim dan mengakibatkan timbulnya nekrosis yang berat. Gejala subjektifnya antara lain : onset 72 jam setelah pembedahan, dapat juga terjadi kemudian secara perlahan-lahan, rasa nyeri dan penurunan penglihatan. Sedangkan gejala objektifnya antara lain : tampak edem palpebra, kimosis dan hiperemi konjungtiva, edem kornea dan infiltrasi struma, hipopion, dan kekeruhan pada badan kaca berupa massa berwarna kuning dibagian anterior retrolental. Kadang-kadang pasien tidak mengeluh rasa nyeri, tetapi merasa tidak nyaman dan fotofobia. Ketajaman visus harus selalu diperiksa. Perubahan pada vitreus, reaksi ruang anterior, Hipopion dan gejala yang tidak khas lainnya merupakan tanda yang signifikan dalam menegakkan diagnosis endotalmitis bacterial. Sumber infeksi pada post operasi mata disebabkan oleh pasien itu sendiri, instrumen, cairan, obat-obatan yang terkontaminasi yang digunakan pada operasi. Ahli bedah juga dapat menjadi sumber infeksi yang terjadi oleh karena pemakaian masker yang tidak benar sehingga mememungkinkan penularan melalui hidung dan mulut. Namun berbagai cairan yang tidak tertutup rapat akan terkontaminasi dengan udara di ruang operasi sebelum cairan tersebut dimasukkan kedalam mata. Sumber infeksi yang berasal dari trauma pada segmen anterior yang terinfeksi biasanya timbul infiltrasi selular di sekitar area luka, dan berhubungan dengan iritis berat dan hipopion. Bila terinfeksi oleh organisme pathogen virulen akan mengakibatkan endotalmitis, panoptalmitis, dan selulitis yang diperberat oleh benda asing yang tertinggal di dalam mata dan mengakibatkan nidus infeksi. Oleh sebab itu trauma tembus pada mata harus diobati secara rutin dan bersifat profilaksis untuk memastikan bahwa tidak ada pertumbuhan mikroorganisme di dalam mata.

12

Pemeriksaan laboratorik yaitu kultur cairan bilik mata depan dan badan kaca dilakukan apabila telah terdiagnosis endotalmitis bakteri untuk menentukan etiologi sehingga dapat memberikan terapi antibiotik spesifik. Pengobatan secara umum dengan pemberian antibiotik sesuai dengan jenis kuman penyebab; bila kuman penyebab adalah Staphylococcus maka diberikan antibiotic basitrasin (topical), metisilin (subkonjungtiva dan IV), sedangkan bila Pneumokokus, Streptococcus dan Staphylococcus berikan antibiotic penisilin G (topical,subkonjungtiva dan intravena). Bila kuman penyebab adalah Pseudomonas maka diberikan gentamisin, tobramisin dan karbesilin (topical,subkonjungtiva, dan IV) , kuman batang gram lainnya diberi Gentamisin (topical, subkonjungtiva, dan IV). Sikloplegik diberikan 3 kali sehari tetes mata, apabila pengobatan gagal dapat dilakukan eviserasi. Penyulit; apabila sclera dan tenon terkena maka akan terjadi panoftalmitis.

-

Endoftalmitis jamur Jarang menyebabkan infeksi pada intra ocular, onset infeksi jamur pos operasi atau trauma lambat biasanya 2 bulan atau lebih, hal ini berhubungan dengan masa inkubasi jamur. Biasanya disebabkan

oleh

aktinomices,

aspergilus,

Fitomikosis,

Sporotrikum dan koksideus, yang menyebabkan gejala mata merah dan sakit. Pengobatan diberikan obat-obatan anti jamur yaitu ; Amphoterisin B 150 mikrogram sub konjungtiva, Natamycin, Miconazole. b. Endoftalmitis non supuratif Merupakan peradangan non supuratif jaringan intra ocular yang disebabkan oleh kuman non piogen. Secara histopatologik pada jenis non granulomatosa terdapat destruksi jaringan yang lebih ringan daripada peradangan supuratif, selalu ditemukan sebukan sel radang baik secara difus ataupun berupa fokus-fokus pada koroid. Pada endotalmitis granulomatosa terdapat infiltrasi sel mononuklir makrofag dan sel epiteloid. Kemudian akan terjadi nekrosis jaringan yang diakhiri dengan fibrosis jaringan. Pada endotalmitis non granulomatosa proses ini dimulai dengan sebukan sel leukosit PMN yang segera diikuti oleh sel limfosit dan sel plasma. 13

Gambaran klinis biasanya berupa uveitis berat tanpa supurasi, berjalan lambat walaupun peradangan non granulomatosa berjalan lebih cepat daripada jenis granulomatosa. Pada jenis granulomatosa terdapat granuloma yang bentuk dan letaknya tergantung penyebabnya. Selain peradangan koroid, juga terdapat peradangan dari iris dan badan siliar. Oleh karenanya selain abses badan kaca, disertai pula gejala-gejala dari iridosiklitis, seperti injeksi perikornea, kornea yang keruh, keratik presipitat, mungkin ada hipopion, nyeri tekan pada bola mata, sakit kepala dan sakit pada mata. Gerak mata masih baik. Visus lenyap dan tidak kembali lagi, disebabkan koroid yang memberi makanan pada batang dan kerucut di retina rusak oleh karena degenerasi atau hanya persepsi cahaya dengan proyeksi yang buruk. Gejala umum seperti pada penyakit infeksi akut yang lain, rasa sakit, demam, badan lemah, mual dan muntah. Pus yang ada didalam badan kaca dan jaringan uvea, kemudian mengalami organisasi jaringan fibrotik, yang disebut retinitis proliferans dan bila menciut menyebabkan ablasi retina. Tekanan intraokuler mula-mula dapat meninggi, kemudian menurun. Tekanan yang tinggi dapat pula menyebabkan visus menjadi 0 karena tekanan pada nervus II. Berdasarkan cara terjadinya endoftalmitis dapat dibagi menjadi 3 antara lain : a. Endoftalmitis Akut Pasca Bedah Katarak Merupakan bentuk yang paling sering dari endoftalmitis, dan hampir selalu disebabkan oleh infeksi bakteri. Tanda-tanda infeksi dapat muncul dalam waktu satu sampai dengan enam minggu dari operasi. Namun, dalam 75-80% kasus muncul di minggu pertama pasca operasi. Sekitar 56-90% dari bakteri yang menyebabkan endoftalmitis akut adalah gram positif, dimana yang paling sering adalah Staphylococcus epidermis, Staphylococcus aureus dan Streptococcus. Pada pasien dengan endoftalmitis akut pasca operasi biasa ditemui Injeksi silier, hilangnya reflek fundus, hipopion, pembengkakan kelopak mata, fotofobia, penurunan visus dan kekeruhan vitreus.

14

Gambar endoftalmitis akut pasca bedah katarak a) Endoftalmitis Pseudofaki Kronik Endoftalmitis pseudofaki kronik biasanya berkembang empat minggu hingga enam minggu. Biasanya, keluhan pasien ringan dengan tanda-tanda mata merah, penurunan ketajaman visus dan adanya fotofobia. Sedangkan tanda-tanda yang dapat ditemui yaitu adanya eksudat serosa dan fibrinous dari berbagai derajat dapat diamati, dihubungkan dengan adanya hipopion dan tanda-tanda moderat dari kekeruhan dan opacity dalam vitreous body. Salah satu yang khas dari endoftalmitis pseudofaki kronik adalah adanya plak kapsul putih dan secara proporsional tingkat kekeruhan badan vitreous yang lebih rendah dibandingkan dengan endophthalmitis akut. Hal ini dianggap bahwa penyebab endoftalmitis pseudofaki kronik adalah adanya beberapa bakteri yang memiliki virulensi rendah, dengan tanda-tanda inflammation yang berjalan lambat. Frekuensi paling sering yang menjadi penyebab dari chronic endiphthalmitis adalah Propionibacterium acnes dan Corynebacterium species.

Gambar endoftalmitis pseudofaki kronik b) Endoftalmitis pasca operasi filtrasi antiglaukoma Diantara semua kasus endoftalmitis pasca operasi, komplikasi ini terjadi pasca operasi filtrasi antiglaukoma yang terjadi sebanyak 10% dari kasus. Dari total jumlah kasus dengan operasi filtrasi antiglaukoma, endoftalmitis terjadi dalam persentase 15

yang sama seperti di Katarak (0,1%). Trabeculectomy dan trepanotrabeculectomy, sebagai metode yang tersering, membentuk filtrasi fistula yang mengarahkan cairan ke ruang bawah konjungtiva. Akumulasi cairan ini memungkinkan menjadi tempat peradangan yang dapat disebabkan oleh inokulasi bakteri selama operasi, atau bisa terjadi selama periode pasca operasi. Tanda-tanda endoftalmitis muncul empat minggu setelah operasi pada 19% pasien, atau bahkan kemudian dalam sebagian besar kasus. Infeksi juga dapat terjadi satu tahun berikutnya setelah operasi. Manfestasi klinis yang terjadi sangat mirip dengan salah satu endoftalmitis akut dengan tanda-tanda kumpulan pus di tempat akumulasi cairan dan kerusakan nekrotik dari sclera sebagai konsekuensi dari efek toksik. Bakteri penyebab paling umum adalah jenis Streptococcus dan Staphylococcus aureus, disamping itu Haemophilus influenza juga menjadi salah satu penyebabnya.

b. Endoftalmitis Pasca Trauma Setelah terjadinya cedera mata, endoftalmitis terjadi dalam persentase tinggi (20%), terutama jika cedera ini terkait dengan adanya benda asing intraokular. Dengan temuan klinis berupa luka perforasi, infeksi berkembang sangat cepat. Tanda-tanda infeksi biasanya berkembang segera setelah cedera, tapi biasanya diikuti oleh reaksi post-traumatic jaringan mata yang rusak. Informasi yang sangat penting dalam anamnesis adalah apakah pasien berasal dari lingkungan pedesaan atau perkotaan, cedera di lingkungan pedesaan lebih sering diikuti oleh endoftalmitis (30%) dibandingkan dengan pasien dari lingkungan perkotaan. (11%). Secara klinis, Endoftalmitis pasca-trauma ditandai dengan rasa sakit, hiperemi ciliary, gambaran hipopion dan kekeruhan pada vitreous body. Dalam kasus endoftalmitis pasca-trauma, agen causative paling umum adalah bakteri dari kelompok Bacillus dan Staphylococcus. Dalam Endoftalmitis post-traumatik, khususnya dengan masuknya benda asing, sangat penting untuk dilakukan vitrekomi sesegera mungkin, dengan membuang benda asing intraokular dan aplikasi terapi antibiotik yang tepat. c. Endoftalmitis Endogen Pada bentuk endoftalmitis ini tidak ada riwayat operasi mata ataupun trauma mata. Biasanya ada beberapa penyakit sistemik yang mempengaruhi, baik melalui penurunan mekanisme pertahanan host atau adanya fokus sebagai tempat potensial 16

terjadinya infeksi. Dalam kelompok ini penyebab tersering adalah; adanya septicaemia, pasien dengan imunitas lemah, penggunaan catethers dan Kanula intravena kronis. Agen bakteri yang biasanya menyebabkan endoftalmitis endogen adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan spesies Streptococcus. Namun, agen yang paling sering menyebabkan Endoftalmitis endogen adalah jamur (62%), gram positive bakteri (33%), dan gram negatif bakteri dalam 5% dari kasus.

Gambar endoftalmitis endogen 3.8. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium - Endoftalmitis eksogen: sampel vitreous (vitreous tap) diambil untuk diteliti mikroorganisme penyebab dari endoftalmitis. - Endoftalmitis endogen: darah lengkap dan kimia darah mengetahui sumber infeksi b. Studi Imaging - B-scan (USG): tentukan apakah ada keterlibatan peradangan vitreous. Hal ini juga penting untuk mengetahui dari ablasi retina dan Choroidal, yang nantinya penting dalam pengelolaan dan prognosis. - Chest x-ray - Mengevaluasi untuk sumber infeksi - USG Jantung - Mengevaluasi untuk endokarditis sebagai sumber infeksi c. Prosedur Diagnosa (evaluasi ophtalmologi) - Pemeriksaan visus - Slit lamp - Tekanan intraokular - Funduscopy - ultrasonografi 3.9. Terapi Pengobatan tergantung pada penyebab yang mendasari endophthalmitis. Hasil akhir ini sangat tergantung pada penegakan diagnosis dan pengobatan tepat waktu. Tujuan dari terapi endophthalmitis adalah untuk mensterilkan mata, mengurangi kerusakan jaringan dari produk bakteri dan peradangan, dan mempertahankan penglihatan. Dalam

17

kebanyakan kasus terapi yang diberikan adalah antimikroba intravitreal, periokular, dan topikal. sedangkan dalam kasus yang parah, dilakukan vitrectomy. a. Non Farmakologi - Menjelaskan bahwa penyakit yang diderita memiliki prognosa yang buruk -

yang mengancam bola mata dan nyawa apabila tidak tertangani. Menjelaskan bahwa penyakit tersebut dapat mengenai mata satunya, sehingga perlu dilakukan pengawasan yang ketat tentang adanya tanda-tanda inflamasi pada mata seperti mata merah, bengkak, turunnya tajam penglihatan, kotoran

-

pada mata untuk segera untuk diperiksakan ke dokter mata. Menjelaskan bahwa penderita menderita diabetes yang memerlukan pengontrolan yang ketat baik secara diet maupun medikamentosa. Hal ini disebabkan oleh karena kondisi hiperglikemia akan meningkatkan resiko terjadinya bakteriemi yang dapat menyerang mata satunya, atau bahkan dapat

-

berakibat fatal jika menyebar ke otak. Perlunya menjaga kebersihan gigi mulut, sistem saluran kencing yang memungkinkan menjadi fokal infeksi dari endoftalmitis endogen.

b. Farmakologi a) Antibiotik Terapi antimikroba empiris harus komprehensif dan harus mencakup semua kemungkinan patogen dalam konteks pengaturan klinis. 

Intravitreal antibiotik : Pilihan pertama : Vancomicin 1 mg dalam 0.1 ml + ceftazidine 2.25 mg dalam 0.1ml Pilihan kedua

: Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + amikacin 0.4 mg

dalam 0.1 ml Pilihan ketiga

: Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + gentamicin 0.2 mg

dalam 0.1 ml 

Antibiotik topikal Vancomicin (50 mg/ml) atau cefazolin (50 mg/ml), dan Amikacin (20 mg/ml) atau tobramycin (15mg%)

b) Terapi steroid  Dexamethasone intravitreal 0.4 mg dalam 0.1 ml  Dexamethasone 4 mg (1 ml) OD selama 5 – 7 hari  Steroid sistemik. Terapi harian dengan prednisolone 60 mg diikuti dengan 50 mg, 40

mg, 30 mg, 20 mg, dan 10 mg selama 2 hari 18

c) Terapi suportif  Siklopegik. Disarankan tetes mata atropin 1% atau bisa juga hematropine 2% 2 – 3 hari sekali. Obat-obat antiglaucoma disarankan untuk pasien dengan peningkatan



tekanan intraokular. Acetazolamide (3 x 250 mg) atau Timolol (0.5 %) 2 kali sehari c. Operatif Vitrectomy adalah tindakan bedah dalam terapi endophthalmitis. Bedah debridemen rongga vitreous terinfeksi menghilangkan bakteri, sel-sel inflamasi, dan zat beracun lainnya untuk memfasilitasi difusi vitreal, untuk menghapus membran vitreous yang dapat menyebabkan ablasio retina, dan membantu pemulihan penglihatan. Endophthalmitis vitrectomy Study (EVS) menunjukkan bahwa di mata dengan akut endophthalmitis operasi postcataract dan lebih baik dari visi persepsi cahaya. Vitrectomy juga

memainkan peran penting dalam

pengelolaan endoftalmitis yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa. 3.10. Pencegahan a. Identifikasi keadaan pasien yang memiliki faktor resiko sebelum operasi (blepharitis, kelainan drainase lakrimal, adanya infeksi yg aktif) b. Persiapan operasi, termasuk : -

Povidon Iodine 5-10% Sarung tangan steril Profilaksis topikal / perikoular antibiotik Profilaksis intravitreal (pada kasus – kasus trauma)

3.11. Prognosis Prognosis dari endoftalmitis sendiri bergantung durasi dari endoftalmitis, jangka waktu infeksi sampai penatalaksanaan, Virulensi bakteri dan keparahan dari trauma. Diagnosa yang tepat dalam waktu cepat dengan tatalaksana yang tepat mampu meningkatkan angka kesembuhan endoftalmi.

19

BAB IV PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan status oftalmologis dari pasien diatas, kami menyimpulkan bahwa diagnosa pasien tersebut adalah endoftalmitis pada mata sebelah kanan dan pseudofakia pada mata sebelah kiri. Endophthalmitis adalah adanya peradangan hebat intraokular, yang diakibatkan oleh bakteri, jamur atau keduanya. Tanda dan gejala yang ditunjukan antara lain adanya penurunan visus, hiperemi konjungtiva, nyeri, pembengkakan, dan hipopion. Konjungtiva chemosis dan edema kornea. Penyebab endoftalmitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan oleh imunologis atau autoimun (non infeksi). Berdasarkan penyebab terjadinya endoftalmitis dapat dibagi menjadi 2 antara lain : Klasifikasi endoftalmitis berdasarkan penyebabnya ada 2 yaitu endoftalmitis Supuratif dan non supuratif. Endoftalmitis supuratif dibagi menjadi 2 yaitu endoftalmitis bakteri endoftalmitis jamur. Sedangkan berdasarkan cara terjadinya endoftalmitis dapat dibagi menjadi 4 yaitu

endoftalmitis akut pasca bedah katarak, endoftalmitis pasca trauma,

endoftalmitis endogen, dan fungal endoftalmitis. Prosedur diagnosa (evaluasi ophtalmologi) pada endoftalmitis antara lain pemeriksaan visus, slit lamp, pemeriksaan tekanan intraocular, funduscopy, dan ultrasonografi.

20

DAFTAR PUSTAKA Bannerman Tl, Rhoden D, McAllister SK, Miller JM, Wilson LA. The source of coagulase negative staphylococciin the Endophtalmitis Vitrectomy Study. A comparasion of eylid and intraocular isolates using pulsed field gel electrophoresis. Arch Ophtalmol1997; 115: 357-61. Benz MS, Scott IU, Flunn HW. Endophtalmits isolates and antibiotic sensitivites: A 6 years review of culture proven cases. Am J Ophtalmol 2004; 137:1:38-42. Callegan MC, Elenbert M, Parke DW. Bacterial endophthalmitis: Epidemiology, therapeutics, and bacterialhost interactions. Clin Microbiol Rev 2002;15:1:111-24. Cooper Ba, Holekamp Nm, Bohigian G, Thompson PA. Case- control study of endophthalmitis after cataract surgery comparing scleral and corneal wounds. Am J Ophtalmol 2003; 136: 300-5. Gordon Y. Vancomycin prophylaxis and emerging resistance: Are ophtalmologists the villains ? The heroes? Am J Ophtalmol 2001; 131:3:371-6. Gan IM, Ugahary LC, van Dissel JT, Feron E, PeperkampE, Veckeneer M et al. Intravitreal dexamethasone as adjuvant in the treatment of postoperative endophthalmitis:a prospective randomized trial. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol.2005;243(12):1200-5. Hanscom TA. Postoperative edophthalmitis. Clin Infect Dis 2004; 38:4:542-6. Hatch WV, Cernat G, Wong D, Devenyi R, Bell CM. Risk factors for acute endophthalmitis after cataract surgery: a population-based study. Ophthalmology 2009;116(3):425-30. Ilyas S. Dalam: Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta, FKUI: 1998; 5 Kalamalarajah S, Silvestri G, Sharma N. Surveillance of endophthalmitis following cataract surgery in the UK. Eye 2004; 18:6: 580-7. Lunstrom M, Wejde G, Stenevi U. Endophthalmitis after cataract surgery: a nationwide prospective study avaluating incidence in relation to incision type and location. Ophthalmology 2007;114: 1004-9. Maguire JI. Postoperative endophthalmitis: optimal management and the role and timing of vitrectomy surgery. Eye 2008;22(10):1290-300. Miller JJ,Scott IU, Flynn HW. Endophthalmitis caused by Streptococcus pneumoniae. Am J Ophtalmol 2004; 138:2:231-6. 21

Mistlberger A, Ruckhofer J, Raithel E. Anterior chamber contamination during cataract surgery with intraocular lens implantation. J Cataract Refract Surg 1997;23:1064-9. Prajna NV, Sathish S, Rajalakshmi PC, George C. Microbiological profile of anterior chamber aspirates

following

uncomplicated

cataract

surgery.

Indian

J

Ophthalmol

1998;46(4):229-32. Scheidler V, Scott IU, Flun HW. Culture-proven endogenous endophtalmitis: Clinical features and visual acuity outcomes. Am J Ophtalmol 2004;137:4 Sherwood Dr, Rich WJ, Jacob JS. Bacterial contamination of intraocular and extraocular fluids during extracapsular cataract extraction. Eye 1989;3:308-12. Smith MA, Sorenson JA, D'Aversa G, Mandelbaum S, Udell I, Harrison W. Treatment of experimental methicillin-resistant Staphylococcus epidermidis endophthalmitis with intravitreal vancomycin and intravitreal dexamethasone.J Infect Dis 1997; 175(2):4626. Smith SR, Kroll AJ, Lou PL, Ryan EA. Endogenousbacterial and fungal endophthalmitis. Int OphthalmolClin 2007;47(2):173-83. Trofa D, Gácser A, Nosanchuk JD. Candida parapsilosis,an emerging fungal pathogen. Clin Microbiol Rev 2008;21(4):606-25. Vaughan D, Asbury T. Korpus Vitreum Dalam:. Oftalmologi Umum (General Opthalmology). Edisi 14. Jakarta, Widya Medika: 1994; 195 – 96 Wejde G, Montan P, Lundström M, Stenevi U, ThorburnW. Endophthalmitis following cataract surgery in Sweden: national prospective survey 1999-2001. Acta Ophthalmol Scand 2005;83(1):7-10.

22

LAPORAN KASUS

ENDOFTALMITIS

OLEH: TITIN ANDRIYANI

(09.06.0014)

DIAN MAR’ATUSHOLIHAH

(09.06.0040)

PEMBIMBING: dr. SRI SUBEKTI, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN PENYAKIT OFTALMOLOGI/MATA RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR SELONG 2014

23

KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan tepat waktu. Laporan kasus ini saya buat sebagai pembelajaran bagi saya agar tujuan proses balajar dapat tercapai dengan maksimal. Dalam laporan kasus kami yang membahas mengenai topik “ENDOFTALMITIS”. kami menyadari masih banyak kekurangan maka dari itu kami mohon bimbingan dari para pengajar akan kedepanya laporan kasus yang akan kami buat dapat lebih baik dari sebelumnya. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Besar harapan kami agar pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan laporan kasus yang kami buat ini Selong, 20 Mei 2014

Penyusun

24

ii DAFTAR ISI Halaman Judul................................................................................................................ Kata Pengantar................................................................................................................ Daftar Isi......................................................................................................................... BAB I Pendahuluan........................................................................................................ 1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1.2 Tujuan...........................................................................................................

i ii iii 1 1 2

BAB II Laporan Kasus................................................................................................... 2.1 Identitas Pasien.......................................................................................... 2.2 Anamnesis.................................................................................................. 2.3 Status General............................................................................................ 2.4 Status Oftalmologi..................................................................................... 2.5 Diagnosa.................................................................................................... 2.6 Penatalaksaaan...........................................................................................

3 3 3 4 4 5 5

BAB III Tinjauan Pustaka............................................................................................... 3.1..................................................................Anatomi dan Fisiologi Vitreous .................................................................................................................6 3.2.................................................................................Definisi Endoftalmitis .................................................................................................................6 3.3...................................................................................Etiologi dan patologi .................................................................................................................7 3.4...............................................................................................Epidemiologi .................................................................................................................8 3.5................................................................................................Patofisiologi .................................................................................................................9 3.6.......................................................................................Manifestasi Klinis ...............................................................................................................10 3.7...................................................................................................Klasifikasi ...............................................................................................................11 3.8..............................................................................Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................................................17 3.9..........................................................................................................Terapi ...............................................................................................................17 3.10..............................................................................................Pencegahan ..............................................................................................................19 3.11.................................................................................................Prognosis ..............................................................................................................19

6

BAB III Penutup............................................................................................................. Kesimpulan.......................................................................................................

20 20

Daftar Pustaka.................................................................................................................

21

25

iii

26

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF