laprak Bo Prak_cek Karies
June 29, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download laprak Bo Prak_cek Karies...
Description
Laporan Praktikum Biologi Oral
Isolasi Bakteri Penyebab Karies Gigi dan Tes/Uji Kepekaan Karies
Oleh: Kelompok A4 Alisawati Hilda A
021611133042 021611133042
Viola Stevy S
021611133049 021611133049
Mifta Izha A R
021611133043 021611133043
Ni Wayan E D
021611133050 021611133050
Daniel S
021611133044 021611133044
Dalila R
021611133051 021611133051
Salsalia Siska A
021611133045 021611133045
Lela Rizky A
021611133052 021611133052
Intan Savina N A
021611133046 021611133046
Aisyah Ekasari R
021611133053 021611133053
Anisa Nur A
021611133047 021611133047
Jeveline A
021611133054 021611133054
Tata Prasantat M
021611133048 021611133048
Maidel S
021611133055 021611133055
DEPARTEMEN DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA
Semester GASAL – GASAL – 2017 2017 / 2018
1. Tujuan
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan mengisolasi bakteri penyebab karies gigi yaitu S. mutans dan Lactobacillus. Mahasiswa mengetahui cara untuk melakukan tes kepekaan karies gigi dengan Tes SNYDER dan Tes Cariostat.
2. Alat dan Bahan 2.1 Isolasi Bakteri Penyebab Karies Gigi
Alat: -
Media; TYC (Tryptone Yeast Cystine) dan Media Rogosa
-
Ekskavator
-
Tabung dengan media BHI ( Brain Heart Infusion)
-
Inkubator
-
Mikropipet
-
Eksikator atau anaerobik jar
-
Tabung saliva
Bahan: -
Plak
-
Saliva
2.2 Uji Kepekaan Bakteri
Alat: -
Media SNYDER cair
-
Media Cariostat
-
Tabung steril
-
Ekskavator
- Eppendorf pipette -
Inkubator
-
Colour guide
Bahan: -
Saliva
-
Plak
3. Cara Kerja 3.1 Isolasi Bakteri Penyebab Karies Gigi 3.1.1
-
Bahan Plak (Isolasi S.mutans)
Plak diambil dengan ekskavator kemudian dimasukan dalam tabung berisi media BHI
-
Tabung dilakukan vibrasi/homogenisasi
-
Tabung dimasukkan kedalam inkubator selama 15-30 menit
-
Bahan dalam tabung diambil 0,3 ml dengan mikropipet, lalu dimasukkan ke media BHI 2,7 ml kemudian ditipiskan sampai 3x penipisan = 10-3
-
Dari penipisan terakhir diambil 0,1 ml lalu ditanam di media TYC dengan teknik spreader
-
Media TYC berisi bahan isolasi dimasukkan ke dalam eksikator atau anaerobic jar selama 2x24 jam
-
Kultur diamati secara makroskopis
-
Satu koloni dari kultur diambil lalu ditanam di media BHI kemudian diinkubasi selama 1x24 jam. Kemudian dilakukan pengamatan secara mikroskopis
-
Indentifikasi dilanjutkan secara biokimiawi yaitu 0,1 ml kultur diambil lalu dimasukkan ke media gula-gula
3.1.2
-
Bahan Saliva (Isolasi Lactobacillus)
Saliva sebanyak 2 ml ditampung dalam tabung lalu dipusingkan (centrifuge) selama 5 menit
-
Seupernatan (lapisan paling atas) dibuang sehingga hanya tersisa bagian sedimen yang keruh sebanyak kurang lebih 1 ml
-
Penanaman Lactobacillus sp. dilakukan mulai tanpa pengenceran sampai pengenceran 10-3 dengan menggunakan larutan garam fisiologis steril sebagai pengencer
-
Dari sedimen yang keruh diambil 0,1 ml dengan mikropipet, kemudian
dituang
di
media
padat
yang
spesifik
untuk
Lactobacillus sp yaitu Rogosa S.L. agar (Oxoid) dengan volume 17,5 ml. Lalu diratakan dengan spreader kemudian dikeringkan
-
Pengenceran berikutnya dari sedimen yang keruh diambil 0,5 ml dengan mikropipet , lalu dimasukkan dalam tabung reaksi berisi larutan garam fisiologis
-
Larutan yang sudah diencerkan 10-1 diambil 0,1 ml kemudian dituang pada media Rogosa SL agar diratakan dengan spreader, kemudian dikeringkan
-
Setelah kering dituang lagi dengan Rogosa SL agar sebanyak 2,5 ml yang suhunya 45℃ sampai menutupi seluruh permukaan dan dibiarkan sampai pada (overlay)
-
Kemudian dimasukkan kedalam eksikator atau candle jar , lalu disimpan dalam inkubator pada suhu 37℃ selama 2x24 jam
-
Setelah dikeluarkan dari inkubator, dilakukan identifikasi koloni.
3.2 Uji Kepekaan Bakteri 3.2.1
-
Tes SNYDER
Media SNYDER disiapkan dengan komposisi Bouillon, Nutrient Broth 2%, Glukosa 1%, Indikator Broom Cresol Green 4%, hingga volume mencapai 5 ml, pH dibuat 5,4. Untuk media SNYDER padat perlu ditambahkan 3% agar, bila akan digunakan media padat dicairkan dahulu pada suhu ± 50℃
-
Saliva ditampung dalam tabung steril ± 1 ml
-
Dari tabung tersebut diambil saliva sebanyak 0,1 ml degan eppendorf pipette dan dimasukkan dalam media SNYDER cair
-
Tabung diinkubasi pada suhu 37℃ selama 1 -3 x 24 jam
-
Perubahan warna yang terjadi diamati setelah inkubasi selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam.
-
Perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan colour guide
-
Kepekaan atau aktivitas karies yang terjadi ditentukan .
3.2.2
-
Tes Cariostat
Media Cariostat disiapkan dengan komposisi sukrosa 2%, tryptose, sodium azide dengan indikator Broom Cresol Green (BCG), dan Broom Cresol Purple (BCP)
-
Saliva ditampung dalam tabung steril ± 1 ml atau plak ± 1 ujung ekskavator
-
Saliva diambil sebanyak 0,1 ml atau plak gigi dan dimasukkan dalam media Cariostat
-
Lalu diinkubasi pada suhu 37℃ selama 2x24 jam
-
Perubahan warna yang terjadi diamati dan dicocokkan dengan colour guide .
4. Hasil 4.1 Hasil isolasi bakteri penyebab karies gigi
S.mutans pada media TYC
Identifikasi makroskopis(bentuk koloni) :
Warna koloni putih jernih
Konsistensi keras
Melekat erat pada media
Diameter 0.5-1 ml
Hal ini menunjukkan bahwa bahan plak yang diambil mengandung bakteri S.mutans karena bahan yang ditanam pada media Trytpone Yeast Cystine(TYC) memiliki ciri-ciri sesuai dengan bentuk koloni bakteri S.mutans.
4.2 Hasil tes/uji kepekaan karies
Hasil Tes Synder
Perubahan Warna
Aktivitas Karies
pH
Hijau Kebiruan
Ringan
4.7
(Setelah 72 jam)
(Slight Caries Activity)
Pada praktikum uji kepekaan karies menggunakan media synder dan sampel berupa saliva dari salah satu mahasiswa. Media synder digunakan untuk mengetahui adanya bakteri Streptococcus dengan melihat kemampuan bakteri penyebab karies untuk membentuk asam melalui perubahan warna media synder. Setelah 72 jam, didapatkan hasil pada media synder beruapa tidak adanya perubahan warna yaitu hijau kebiruan yang menandakan bahwa tes negative , karies non aktif atau aktivitas karies ringan dengan pH 4,7.
5. Pembahasan 5.1 Tinjauan Pustaka 5.1.1 Karies Gigi 5.1.1.1 Definisi Karies Gigi
Karies gigi merupakan penyakit periodontal yang terdapat pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang mengalami proses kronis regresif. Karies gigi terjadi karena adanya interaksi antara bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm dan diet, terutama komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam, terutama asam laktat dan asetat. Yang ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi dan rusaknya bahan organik
akibat
terganggunya
keseimbangan
email
dan
sekelilingnya,
menyebabkan terjadinya invasi bakteri serta kematian pulpa bakteri dapat berkembang ke jaringan periapeks sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri pada gigi (Putri, 2011; Houwink, 2000). 5.1.1.2 Etiologi Karies gigi
Etiologi karies bersifat multifaktorial, sehingga memerlukan faktor-faktor penting seperti host , agent , mikroorganisme, substrat dan waktu (Kidd, 2002). Host
Untuk dapat terjadinya proses karies pada gigi diperlukan adanya faktor host yaitu gigi dan saliva. Struktur dari anatomi gigi terdiri dari lapisan enamel yang terdapat pada bagian luar gigi dan lapisan dentin yang terletak dibawah lapisan enamel (Brotosoetarno, 1997). Kandungan
bahan
organik
dan
anorganik
enamel
dapat
mempengaruhi kerentanan permukaan gigi terhadap terjadinya karies. Apatit dan karbohidrat mengisi kurang lebih 97% bahan anorganik, apatit berperan terhadap penambahan resistensi enamel terhadap serangan asam, sedangkan karbohidrat dapat mengurangi resistensi terhadap serangan asam. Struktur lapisan enamel pada gigi berperan dalam proses terjadinya karies.
Plak yang mengandung bakteri
merupakan awal bagi terbentuknya suatu karies. Oleh karena itu kawasan gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat mungkin diserang karies. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies tersebut adalah (Panjaitan, 1997): a. Pit dan fisure pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan pit palatal insisif. b. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak c. Email pada tepian didaerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva d. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak
pada
periodontium.
pasien
dengan
resesi
ginginva
karena
penyakit
e. Tepi tumpatan terutama yang kurang. f. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi ti ruan dan jembatan. Selain
keadaan
gigi,
saliva
juga
berperan
penting
dalam
terbentuknya karies. Saliva tersusun atas komponen organik dan anorganik. Komponen utama anorganik saliva adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida, dan fosfat. Sedangkan komponen organik seperti musin, lipid, asam lemak dan ureum yang dapat pula berasal dari sisa makanan dan pertukaran zat bakterial. Komponen Ion kalsium fosfat dan fluor yang terkandung dalam saliva mampu memineralisasi karies yang masih dini. Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme didalam plak saliva juga mempengaruhi pH. Karena itu, aliran saliva yang berkurang dapat menyebabkan karies gigi yang tidak terkendali. Komponen-komponen tersebut dipengaruhi oleh derajat hidrasi, posisi tubuh, paparan cahaya, irama siang-malam, obat, usia, efek psikis, hormonal dan jenis kelamin (Panjaitan, 1997).
Agent
Faktor agent dipengaruhi oleh jumlah bakteri dan plak dalam rongga mulut. Plak gigi berperan penting dalam proses terjadinya karies. Plak merupakan lapisan lunak yang melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan, terdiri dari kumpulan mikroorganisme beserta produk-produknya. Proses pembentukan plak diawali dengan absorbsi glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi yang disebut pelikel, perlekatan bakteri pada pelikel dan peningkatan plak pada permukaan
gigi dipengaruhi oleh jumlah bakteri.
Streptococcus mutans dan lactobacillus merupakan kuman kariogenik karena dapat dengan cepat membuat asam dari karbohidrat yang diragikan. Kuman-kuman tersebut tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi. Penebalan plak yang semakin
menumpuk
dapat
menghambat
menetralkan pH (Panjaitan, 1997).
fungsi
saliva
dalam
Penumpukan plak akan mendorong jumlah perlekaan bakteri yang semakin banyak. Bakteri-bakteri ini banyak memproduksi asam dengan tersedianya karbohidrat yang mudah meragi seperti sukrosa dan glukosa, menyebabkan pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam waktu 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi dan dimulai proses karies (Panjaitan, 1997).
Substrat
Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme pada permukaan enamel. Karbohidrat memiliki peran penting dalam pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Sintesa polisakharida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat daripada glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik. Karena sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikosumsi.Makanan dan minuman yang mengandung gula dapat menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat mengakibatkan demineralisasi pada email. Konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email terus terjadi (Kidd, 1992).
Waktu
Karies
merupakan
suatu
penyakit
kronis
progresif
yang
membutuhkan waktu beberapa bulan bahkan tahun untuk dapat berkembang (Kidd, 1992). 5.1.2 Streptococcus Mutans Penyebab Karies
Streptococcus mutans termasuk kelompok Streptococcus viridans yang merupakan anggota floral normal rongga mulut yang memiliki sifat α-hemolitik dan komensal oportunistik (Arora, 2009). Streptococcus mutans memiliki sifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik, mampu
tinggal
pada
lingkungan
asam,
dan
menghasilkan
suatu
polisakarida yang lengket disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini,
Streptococcus mutans memiliki sifat lengket dan mendukung bakteri lain menuju ke email gigi, serta membantu pertumbuhan bakteri asidodurik yang lainnya, dan bersifat asam yang dapat melarutkan email gigi (Nugraha, A., 2010). Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans adalah karies gigi, beberapa hal yang menyebabkan karies gigi bertambah parah adalah seperti gula, air liur, dan juga bakteri pembusuknya. Setelah memakan sesuatu yang mengandung gula, terutama adalah sukrosa, dan bahkan setelah beberapa menit penyikatan gigi dilakukan, glikoprotein yang lengket (kombinasi molekul protein dan karbohidrat) bertahan pada gigi untuk mulai pembentukan plak pada gigi. Pada waktu yang bersamaan berjuta-juta bakteri yang dikenal sebagai Streptococcus mutans juga bertahan pada glycoprotein tersebut. Walaupun banyak bakteri lain yang juga melekat, hanya Streptococcus mutans yang dapat menyebabkan rongga atau lubang pada gigi (Nugraha, A., 2010). Selanjutnya, bakteri menggunakan fruktosa dalam metabolisme glikolosis untuk memperoleh energi. Hasil akhir dari glikolisis di bawah kondisi-kondisi anaerobic adalah asam laktat. Asam laktat ini menciptakan kadar keasaman yang tinggi sehingga menurunkan pH yang dapat menghancurkan atau melarutkan zat kapur fosfat di dalam email gigi, dalam jangka watu yang lama dapat membentukan suatu rongga atau lubang (Nugraha, A., 2010). Streptococcus mutans memiliki suatu enzim yang disebut glukosil transferase di atas permukaannya, enzim ini dapat menyebabkan polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan pelepasan dari fruktosa, sehingga dapat mensintesa molekul glukosa yang memiliki berat molekul yang tinggi yang terdiri dari ikatan glukosa alfa (1-6) dan alfa (1-3). Pembentukan alfa (1-3) ini sangat lengket, sehingga tidak larut dalam air. Hal
ini
dimanfaatkan
oleh
bakteri
Streptococcus
mutans
berkembang dan membentuk plak pada gigi (Angela, A., 2015).
untuk
Enzim yang sama melanjutkan untuk menambahkan banyak molekul glukosa ke satu sama lain untuk membentuk dextran yang mana memiliki struktur sangat mirip dengan amylose dalam tajin. Dextran bersama dengan bakteri melekat dengan erat pada gigi enamel dan menuju ke pembentukan plak pada gigi.Hal ini merupakan tahap dari pembentukan rongga atau lubang pada gigi (Angela, A., 2015). 5.1.3 Isolasi Streptococcus mutans
Media yang paling umum digunakan untuk isolasi Streptococcus adalah media agar TYC (Trypticase, Yeast Extract, Cystine) dan MS ( Mitis Salivarius) yang mengandung sukrosa. Media ini memungkinkan bakteri membentuk karakteristik koloni yang berbeda pada setiap spesies sebagai hasil pembentukan ekstraseluler polisakarida dari substrat. Komposisi agar TYC 5% sukrosa adalah: (Hardie, JM and Whiley, RA. 2006).
Beberapa
spesies
Streptococcus
memberikan
karakteristik
morfologi koloni pada agar TYC yang digunakan sebagai identifikasi. Namun, untuk memperkuat identifikasi seharusnya dilakukan uji biokimia. Morfologi koloni Streptococcus mutans pada medium agar TYC adalah kasar, menumpuk, koloni tidak beraturan, seperti kaca buram. Meskipun rapuh, seluruh koloni dapat diambil dari agar. Koloni berwarna putih, hijau atau kuning dengan diameter 0,5-2,0 mm dan mungkin memiliki drop of liquid (glukan larut air) di bagian atas atau genangan polisakarida sekitar koloni. (Hardie, JM and Whiley, RA. 2006) .
5.1.4 Morfologi Streptococcus mutans
Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positf (+), bersifat non motil (tidak bergerak), berdiameter 1-2 μm, bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk kokus, berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun seperti rantai dan Bakteri ini tumbuh optimal pada suhu sekitar 18º-40ºC . Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi (Rakhmawati, 2012).
Gambar......Sediaan S.mutans terlihat berwarna ungu pada pemeriksaan mikroskopik sesuai sifat bakteri, gram positif berbentuk bulat membentuk pasangan atau rantai (Pengecatan Gram,pembesaran 1000x) (Rakhmawati, 2012). 5.1.5 Snyder test
Prinsip : Mengukur kemampuan mikroorganisme saliva untuk membentuk asam organik dari medium karbohidrat. Media berisi zat warna indikator seperti Bromocresol hijau.Merupakan tes untuk mengukur bakteri pembentuk asam (bakteri asidogenik) dan bakteri tahan asam (bakteri asidurik). Cara kerja : 1. Saliva pagi hari sebelum sarapan dikumpulkan dengan stimulasi paraffin wax selama 3 menit kemudian diambil 0,2 ml.
2. Spesimen saliva dimasukkan ke dalam tabung agar glukosa snyder yang mengandung indikator warna Brom Cresol Green. 3. Spesimen dikocok dan diinkubasi pada suhu 37’C selama 72 jam.
Kelebihan: 1. Relatif mudah untuk dilakukan 2. Biaya relatif murah
Kekurangan: 1. Membutuhkan waktu yang lebih lama 2. Perubahan warna kadang-kadang tidak jelas 3. Berpotensi mengukur sifat asidogenik bakteri tetapi terbatas pada nilai prediksi saja karena tidak semua bakteri ada pada sampel. Nanti
akan
terlihat
aktivitas
bakteri Streptococcus dengan
perubahan warna dari hijau ke kuning. Interpretasi dari warna yang dihasilkan dapat dilihat dari tabel berikut :
a.
Hijau tua (pH 4,7 – 5,0)
b.
hijau muda (pH 4,2 – 4,6)
c.
kuning (pH < 4,0)
5.2 Diskusi Hasil
Streptococcus mutans mengandung serotip a-h (>> c, e, f). Imunisasi dengan serotip spesifik Streptococcus mutans dapat menurunkan insiden terjadinya karies. Streptococcus mutans mampu untuk mencapai pH kritis dan menyebabkan demineralisasi enamel dengan cepat dibanding bakteri plak. Jumlah Streptococcus mutans didalam saliva dan plak gigi berhubungan dengan prevalensi dan timbulnya karies. Streptococcus mutans banyak terdapat pada permukaan gigi sebelum terjadinya karies dengan produksi polisakarida ekstraseluler yang berasal dari sukrosa. Faktor virulensi meliputi adheren pada gigi, sintesis glukan, polisakarida ekstraseluler, asidogenik, asidurik. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 180-,400 Celcius. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi. (Manton, 2010) Imunisasi dengan serotip spesifik Streptococcus mutans dapat menurunkan terjadinya karies dan mampu untuk mencapai pH kritis yang menyebabkan demineralisasi enamel dengan cepat dibanding dengan bakteri plak. Jumlah dari S.mutans dalam saliva dan plak gigi dapat mempengaruhi prevalensi dan timbulnya karies. S. mutans banyak terdapat pada permukaan gigi sebelum terjadi karies dengan produksi polisakarida ekstraseluler yang berasal dari sukrosa. Tes kepekaan karies menggunakan tes snyder cair dengan prinsip menghitung jumlah asam yang dihasilkan oleh bakteri Streptococcus. Warna sediaan awal berwarna biru, jika memiliki aktivitas karies yang tinggi sediaan akan berubah warna menjadi kuning. Media TYC dalam percobaan digunakan untuk mengisolasi bakteri penyebab karies yang pada hal ini adalah Streptococcus mutans. A. Media TYC Media TYC dalam percobaan kelompok kami tidak menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri S. mutans. Warna dari agar pun tidak berubah. Bakteri S. mutans yang semestinya terlihat pada hasil isolasi menggunakan media TYC adalah gambaran koloni berbentuk bulat atau
bulat telur yang tersusun seperti rantai dan tidak membentuk spora. Secara makroskopik pada media TYC, morfologi S. mutans akan tampak kasar, terkadang menumpuk dan tidak beraturan. Tidak tumbuhnya koloni bakteri S. mutans dalam percobaan kami dapat disebabkan karena beberapa faktor yaitu pH, tekanan osmose, serta beberapa faktor yang berasal dari luar seperti suhu, oksigen dan tekanan saat melakukan isolasi S. mutans pada media TYC. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi laju pertumbuhan mikroba dalam media sehingga pada media TYC tidak ditemukan koloni S. mutans. B. Tes Snyder Tes Synder merupakan tes kepekaan karies untuk menghitung jumlah asam yang dihasilkan bakteri streptococcus. Warna awal sediaan ialah biru, dan jika memiliki aktivitas karies tinggi sediaan berubah menjadi kuning. Namun pada sampel percobaan kelompok kami menunjukkan warna hijau dengan pH 4.2 – 4.7. Pada tes media synder cair pertama, sediaan menunjukkan perubahan warna menjadi hijau yang berarti bakteri sedang pada masa inkubasi pada 24 jam pertama. Setelah 48 jam dan 72 jam warna sediaan tetap hijau. Warna ini menunjukkan bahwa orang coba memiliki oral hygiene yang baik dan memiliki light susceptibility terhadap karies.
DAFTAR PUSTAKA Arora, D., and Arora, B. (2009). Streptococcus, Text Book Of Microbiology For Dental Student . Alkem Company(s) Pte Ltd, page 170-178. Nugraha, A. (2010). Streptococcus Mutans Penyebab Plak dan Karies. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Angela, A. (2015). Pencegahan Primer Pada Anak Yang Berisiko Karies Tinggi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Hardie, JM and Whiley, RA. 2006. The Prokaryotes. 3 rd edition. Vol. 4. Springer Science & Business Media, LLC. pp. 78-79. RAKHMAWATI, N.Y.I., 2012.DAYA ADHESI Streptococcus mutans PADA NETROFIL
YANG
DIINKUBASI
EKSTRAK
POLIFENOL BIJI
KAKAO (Theobroma cacao L). Universitas negeri jember. Putri, Hiranya, dkk. 2011. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung
gigi. Jakarta: EGC, hal. 154-155
Houwink, Dirks B, Winchel, C. 2000. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Kidd EAM, Smith BGN, Pickard HM. 2002. Manual konservasi menurut Pickard .
restoratif
Alih Bahasa. Narlan Sumawinata. Jakarta: Penerbit
Widya Medika, hal. 3. Brotosoetarno S. 1997. Peran serta mikroorganisme dalam proses terjadinya karies gigi.
Jurnal Kedokteran Gigi UI, vol. 4. Edisi khusus KPPIKG
XI, hal. 728-739. Panjaitan M. 1997. Etiologi karies gigi dan penyakit periodontal . Medan: USU Press, hal. 4- 42. Kidd EAM, 1992. Joyston-Bechal S. Dasar-dasar karies: Penyakit dan penanggulangannya. Alih Bahasa Sumawinata N. Jakarta: EGC.
View more...
Comments