Laporan Tutorial Skenario b Blok 17 Grub B3 Non Reg 2011

May 7, 2018 | Author: gunnasundary | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Laporan Tutorial Skenario b Blok 17...

Description

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 17

Disusun oleh : Kelompok B3

Anggota 1. Muhammad Randy Akbar  2. Satria Wisnu Murti 3. Ghea Duandiza 4. Amir Ibnu Hizbullah 5. Robby Juniadha 6. Salsabil Dhia Adzhani 7. Intan Permatasari 8. Gunna Sundarry Thirumalai 9. Syena Damara 10.M.Aditiya 10.M.Aditiya Kurniadi 11.Ivandra 11. Ivandra Septadi Tama Putra

04111401006 04111401007 04111401008 04111401032 04111401034 04111401041 04111401048 04111401096 04111401081 04111401046 04111401028

Tutor : dr. Rusmiyati

PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

KATA PENGANTAR 

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial skenario B Blok 17 ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan  bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu sumbangan pemikiran dan masukan dari semua pihak  sangat kami harapkan agar dilain kesempatan laporan tutorial ini akan menjadi lebih baik. Terima kasih kami ucapkan kepada dr.Rusmiyati selaku tutor kelompok  B3 yang telah membimbing kami semua dalam pelaksanaan tutorial kali ini. Selain itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu tersusunnya laporan tutorial ini. Semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi semua pihak.

Palembang, 13 mei 2013

Penyusun kelompok B3

KATA PENGANTAR 

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial skenario B Blok 17 ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan  bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu sumbangan pemikiran dan masukan dari semua pihak  sangat kami harapkan agar dilain kesempatan laporan tutorial ini akan menjadi lebih baik. Terima kasih kami ucapkan kepada dr.Rusmiyati selaku tutor kelompok  B3 yang telah membimbing kami semua dalam pelaksanaan tutorial kali ini. Selain itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu tersusunnya laporan tutorial ini. Semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi semua pihak.

Palembang, 13 mei 2013

Penyusun kelompok B3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………. Pengantar ……………………………………………………………………………. 1 Daftar Isi ………………………………………………………………………………..… 2 BAB I

: Pendahuluan 1.1

Latar  Belakang……………………………………………………3 Belakang…………………………………………………… 3

1.2 BAB II

Maksud dan Tujuan………………................ Tujuan………………........................... ........... 3

: Pembahasan 2.1

Data Data Tutorial………………………………………………4 Tutorial………………………………………………4

2.2

Skenario Kasus ………………………………… ………………………………….. 5

2.3

Paparan I.

Klarifikasi Istilah. ............……………………...………….. ...........……………………...…………...... .... 6

II.

Identifikasi Masalah...........……………… Masalah...........……………….. 7

III.

Analisis Masalah ...............................……… ...............................……… 9

IV.

Learning Issues ...………………...………...…………........... ...………………...………...………….............28 ..28

V.

Kerangka Konsep..................……………………… Konsep..................………………………..59 ..59

BAB III : Penutup 3.1

Kesimpulan ........................................... ................................................................. ...........................60 .....60

DAFTAR PUSTAKA ............................................. ..................................................................... .......................................61 ...............61

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok 17 adalah blok mengenai digestif hepatologi pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan  pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai 1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem  pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor

: dr.rusmiyati

Moderator

: Roby juniadha

Sekretaris Papan

: salsabil dhia adzhani

Sekretaris Meja

: Intan Permatasari

Hari, Tanggal

: Senin, 13 mei 2013 Rabu, 15 mei 2013

Peraturan

: 1. Alat komunikasi di nonaktifkan 2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat

(aktif) 3. Dilarang makan dan minum

2.2 Skenario kasus

 Ny.M, 48 tahun dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan menggigil. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.M mengeluh nyeri diperut kanan atas yang menjalar  sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan  bertambah hebat bila makan makanan yang berlemak. Biasanya Ny.M minum obat penghilang nyeri. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal. Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, Tanda vital; TD: 110/70 mmHg, Nadi: 106x/mnt, RR: 24x/mnt, Suhu: 39°C BB: 80 kg, TB: 158 cm Pemeriksaan spesifik : Kepala: Sklera ikterik  Leher dan thoraks dalam batas normal. Abdomen:

inspeksi: datar  Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+) → Murphy‟s sign (+), hepar dan lien tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai Perkusi: shifting dullness (-),

Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-). Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin: Hb 12,4 gr/dl, Ht 36 vol %, leukosit 15.400/mm3, trombosit 329.000/mm3, LED 77 mm/jam Liver function test: bil total 20,49 mg/dl, bil direct 19,94 mgdl, bil indirect 0,55 mgdl, SGOT 29 u/l,SGPT 37 u/l, fosfatase alkali 864 u/l , Amilase 40 unitL, dan lipase 50 unit/L 2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah

1.

 Nyeri perut : perasaan menderita pada perut yang disebabkan oleh rangsangan ujung saraf 

2. 3.

Demam : Suhu tubuh yang meningkat dari normal Menggigil :Perasaan dingin yang disertai dengan getaran tubuh ( kompensasi tubuh untuk keseimbangan set point tubuh )

4. 5.

Mual : sensasi atau perasaan tidak menyenangkan ( rasa ingin muntah ) BAB seperti dempul : BAB brwarna pucat putih keabu-abuan dikarnakan tidak adanya warna empedu

6. 7. 8.

Sklera Ikterik : Keadaan dimana terjadi pigmentasi kekuningan pada sklera Murphy‟s Sign : Pemeriksaan untuk menentukan adanya  penyakit kelainan ` empedu Shifting dullness : Pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya cairan pada bagian abdomen

9. 10. 11.

Palmar eritema telapak tangan Akral pucat Billirubin direct hati dan mengalami

: Merahnya bagian tenar dan hipotenar pada : ujung ekstremitas berwarna pucat : bilirubin yang dapat langsung masuk ke

 penghancuran untuk dibuang melalui feses, sehingga feses berwarna kuning 12. 13.

Billirubin indirect : bilirubin yang harus berikatan dengan  protein tertentu baru dapat masuk ke hati Fosfatase Alkali : enzim yang diproduksi oleh epitel hati dan osteoblast

II. Identifikasi Masalah

 NO

KENYATAAN

KESESUAIAN

1.

Ny.M, 48 tahun dibawa ke UGD

TSH

RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan menggigil. 2.

Sejak

2

bulan

yang

lalu,

Ny.M

TSH

mengeluh nyeri diperut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul

dan

makan Biasanya

bertambah

makanan

yang

Ny.M

hebat

bila

berlemak.

minum

obat

 penghilang nyeri.

3

Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia

TSH

 juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.

4.

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, Tanda vital; TD: 110/70 mmHg, Nadi: 106x/mnt, RR: 24x/mnt, Suhu: 39°C BB: 80 kg, TB: 158 cm

TSH

KONSEN

5.

Pemeriksaan spesifik :

TSH

Kepala: Sklera ikterik  Leher dan thoraks dalam batas normal. Abdomen:

inspeksi: datar  Palpasi:

lemas,

nyeri

tekan kanan atas (+) → Murphy‟s

sign

(+),

hepar dan lien tidak  teraba,

kandung

empedu: sulit dinilai Perkusi:

shifting

dullness (-), Ekstremitas: palmar eritema (-), akral  pucat, edema perifer (-).

6.

Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin: Hb 12,4 gr/dl, Ht 36 vol %, leukosit 15.400/mm3, trombosit 329.000/mm3, LED 77 mm/jam Liver function test: bil total 20,49 mg/dl, bil direct 19,94 mgdl, bil indirect 0,55 mgdl, SGOT 29 u/l,SGPT 37 u/l, fosfatase alkali 864 u/l Amilase 40 unitL, dan lipase 50 unit/L

TSH

III. Analisis Masalah dan Pembahasan

1.  Ny.M, 48 tahun dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri  perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan menggigil.

a. Hubungan umur, jenis kelamin dengan keluhan ? Female :  pada umumnya menyerang wanita karena kadar hormonal

dengan bahan baku kolesterol lebih banyak dibutuhkan wanita (estrogen dll) Forty : kasus terbanyak terjadi pada usia 40-an Fat : konsumsi makanan berlemak yang berlebihan Fertile : dalam masa kehamilan, yang membuat peningkatan kadar 

hormon estrogen Family : faktor genetika, terutama dengan kelainan metabolisme

empedu.

 b. etiologi dari nyeri perut kanan atas disertai demam dan menggigil ? a. Infeksi  berdasarkan rujukan nilai leukosit pada kasus ada kemungkinan  penyebab demam pada kasus ini adalah proses infeksi. Hal ini dapat terjadi pada kolestasis, yaitu keadaan terhambatnya aliran empedu akibat

obstruksi

sehingga

kuman

patogen

dapat

berkembang.

Eksotoksin dan endotoksin dari bakteri patogen dapat memicu sel-sel PMN untuk mengeluarkan sitokin yang dapat menimbulkan demam  b. Inflamasi. Terjadinya inflamasi pada sistem hepatobilier akibat obstruksi dapat memicu pengeluaran sitokin sel radang yang dapat memicu demam

c. Bagaimana mekanisme keluhan pada kasus ini ? Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan

menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau  bahu kanan. Rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan  bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. Pasien akan membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.

d. organ apa saja yang ada di region hipokondria kanan ?

2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.M mengeluh nyeri diperut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual.  Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila makan makanan yang berlemak. Biasanya Ny.M minum obat penghilang nyeri.

a. Bagaimana mekanisme nyeri yang menjalar yang disertai mual ?  Nyeri yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh adanya batu pada kandung empedu. Adanya gerak peristaltik dari empedu dan juga adanya respon pengosongan empedu akibat hormon CCK menyebabkan adanya kontraksi otot polos dinding vesica felea sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan batu ke duktus sistikus (cystic duct) atau bahkan hingga duktus koledokus. Kontraksi atau spasme otot polos tersebut terjadi secara periodik. Pergerakan ini dapat memberi rangsangan ke bagian  peritoneum parietal. Daerah-daerah tersebut dipersarafi oleh n. Phrenicus sehingga rangsangan oleh batu di daerah tersebut di modulasikan sebagai nyeri.  Nyeri juga dapat terjadi ketika mengkonsumsi lemak. Saat konsumsi makanan berlemak,terjadi perangsangan enzim kolesistokinin untuk mengeluarkan empedu ke duodenum (untuk mengemulsikan lemak, membantu pencernaan lemak diduodenum), dinding kandung empedu yang inflamasi akan mengalami kontraksi. Kontraksi tersebut merangsang serabut saraf nyeri menghantarkan impuls nyeri ke cortex serebri sehingga nyeri dirasakan setelah makan makanan berlemak. Sedangkan

penjalaran

nyeri

disebabkan

oleh

iritasi

pada

 peritoneum parietal yang melingkupi vesika felea, dimana organ ini dipersarafi oleh n.Phrenicus yang berasal dari segmen medulla spinalis C3, C4, dan C5. Sensasi pada segmen medulla spinalis ini kemudian diteruskan (dialihkan) ke daerah lain yang juga mendapatkan suplai saraf 

dari segmen medulla spinalis yang sama, dalam hal ini n.Supraclavikularis yang mempersarafi daerah bahu. mual ? -

impuls iritatif GIT,

-

impuls otak bawah yang berhubungan dengan motion-sickness,

-

impuls korteks serebri untuk mencetuskan muntah.

-

Mual umumnya disertai hipersalivasi

 b. makna klinis dar nyeri di perut kanan atas yang menjalar  sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual ?  pasien

mengalami obstruksi

pada saluran

empedu (duktus

koledokus) yang mengakibatkan nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan. Sedangkan mual karena obstruksi tersebut merangsang pusat mual di hipotalamus

c. makna klinis nyeri hilang timbul dan bertambah berat pada saat makan makanan berlemak ? karena empedu mengemulsi lemak → makanan lemak merangsang  pengeluaran empedu → peristaltis duktus meningkat → obstruksi → semakin memperberat kolik.

-

d. Apa dampak dari makan makanan berlemak dengan tubuh ? Obesitas Gangguan pencernaan Makanan berlemak seperti gorengan bisa menyebabkan heartburn (sakit ulu hati sepertiberasa terbakar) Tekanan darah tinggi Penyakit jantung Pembuluh darah tersumbat

e. Apa efek samping dari penggunaan obat penghilang nyeri (painkiller) ?

Meskipun efek penghilang nyerinya cukup ampuh, efek samping obat ini juga cukup serius. Salah satu efek samping yang perlu diperhatikan adalah ketagihan terhadap pengunaan obat dan menekan sistem pernapasan. Hal ini merupakan sifat umum obatobat

yang

termasuk

dalam

golongan

narkotik.

Efek samping lain diantaranya sakit kepala ringan, kepala terasa  berputar, mengantuk, mual, muntah, gangguan aliran darah, gangguan koordinasi otot, dan gangguan jantung. Selai efek  samping di atas, obat ini juga dapat menimbulkan efek alergi,  berupa kemerahan, gatal, bengkak pada daerah tempat suntikan.

Gejala alergi dapat bermanifestasi parah. Misalnya kesulitan  bernafas, bengkak pada wajah, bibir dan lidah atau tenggorokan. Jika terjadi dosis berlebihan (overdosis), gejala yang dapat terjadi;  perubahan warna pada kulit, kulit menjadi dingin, kelemahan otot.

Efek samping yang tidak terlalu parah diantaranya kesulitan buang air besar (konstipasi), mual, muntah, kehilangan nafsu makan dan merasa sakit kepala serta mulut terasa kering. Berkeringat  berlebihan juga merupakan efek samping yang dapat terjadi. Karena merupakan zat yang termasuk golongan narkotik, obat ini memiliki

efek

withdrawal,

artinya

tatkala

penggunaannya

dihentikan tiba-tiba, maka akan muncul gejala putus obat yang oleh awam disebut dengan sakau. Jantung berdebar, denyut nadi cepat, dan pernafasan menjadi tertekan. Penderita merasa sangat tidak  nyaman, terasa nyeri pada seluruh anggota tubuh, kadang disertai muntah.

Dengan demikian seseorang yang sudah menggunakan obat ini dalam jangka waktu cukup lama, penghentiannya harus dilakukan

secara

bertahap.

Perlahan-lahan

diturunkan

dosisnya

untuk 

menghindari terjadinya efek withdrawal. 3. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal. a. Mekanisme dan etiologi demam pada kasus ? Etiologi 





Infeksi virus, bakteri atau parasit  Non infeksi, seperti kanker, tumor  Demam fisiologis, penyebab: dehidrasi, suhu udara yang terlalu  panas



Demam tanpa penyebab yang jelas ( Fever of Unknown Origin /FUO)

Mekanisme

Infeksi , inflamasi respon pertahanan tubuh  proses antigen antibody  makrofag menyerang antigen  mengeluarkan mediator  inflamasi seperti IL-1, IL-2, TNF-alpha  proses inflamasi mediator  inflamasi bersama aliran darah menuju hypothalamus  merangsang  pelepasan as.arakhidonat  meningkatkan sintesis prostaglandin E2  meningkatkan set point  demam.

 b. Mekanisme dan etiologi mata dan badan kuning ? Pada kasus ini mekanisme terjadinya kuning baik pada mata maupun badan dikarenakan adanya penumpukan dari bilirubin. Pada kasus ini yang tertumpuk adalah bilirubin direct yang dikarenakan adanya suatu obstruksi pada saluran empedu. Seperti yang kita ketahui bahwa bilirubin itu sendiri terbentuk dari  pemecahan heme, yang nantinya jadi biliverdin dan kemudian dirubah menjadi bilirubin indirect atau bilirubin unconjugated, yang nantinya akan diubah menjadi bilirubin direct larut air oleh hati. Seharusnya bilirubin direct ini dialirkan menuju usus, akan tetapi dikarenakan adanya suatu obstruksi maka bilirubin direct yang telah diproduksi oleh hepar tersebut akan menumpuk dan ada yang keluar menuju sistemik, dan bilirubin yang keluar menuju

sistemik tersebut akan menyebabkan mata dan badan penderita terlihat kuning, yang dikarenakan warna dari bilirubin itu sendiri adalah kuning

c. Mekanisme dan etiologi BAK seperti the tua ? Ikterus obstruktif (kolestasis) intrahepatic 1. Virus hepatitis 2. Alcohol 3. Infeksi bakteri entamoeba histolitica 4. Adanya tumor hati maupun tumr yang telah menyebar ke hati dari  bagian tubuh lain Icterus obstrutif (kolestasis) ekstrahepatik  1. Koletiasis 2. Kolestitis 3. Atresia bilier  4. Kista duktus kholedokus 5. Tumor pankreas

Batu empedu  obstruksi ductus choledochus  retensi bilirubin   bilirubin terkonjugasi secara berlebihan  masuk ke sistemik  hiperbilirubinemia  di ekskresikan oleh ginjal  lolos filtrasi di ginjal  masuk ke dalam urine  urine berwarna seperti teh tua

d. Mekanisme dan etiologi BAB seperti dempul ? Adanya obstruksi akibat batu empedu di Vesica Fellea dan ductus coledocus  gangguan ekskresi Bilirubin terganggu  yang menyebabkan penumpukan Bilirubin di Vesica Fellea  Gangguan pengeluaran Bilirubin terkonjugasi ke duodenum akibat obstruksi  sterkobilin tidak masuk ke Feses (zat ini yang member warna pada Feses)  Feses berwarna seperti dempul e. Mekanisme dan etiologi gatal gatal ? Obstruksi saluran empedu  empedu gagal masuk ke duodenum  kolestasis  bendungan cairan empedu dalam hati  aliran balik  empedu (bilirubin, garam empedu, lipid) ke sirkulasi sistemik    peningkatan garam empedu dalam sirkulasi  mempengaruhi saraf 

nyeri perifer untuk menghasilkan sensasi gatal



gatal-gatal

(pruritus)

4. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, Tanda vital; TD: 110/70 mmHg, Nadi: 106x/mnt, RR: 24x/mnt, Suhu: 39°C BB: 80 kg, TB: 158 cm a. Interpretasi pemeriksaan fisik ? Pemeriksaan

Kasus

Normal

Kesan

Sedang

-

TD

110/70

ductus hepaticus dextra et sinistra -> ductus hepaticus communis -> ductus cysticus -> vesica fellea (empedu dipekatkan dan disimpan) -> jika ada makanan (lemak) dlm duodenum -> hormon CCK (CholeCitoKinin) -> kontraksi vesica fellea dan relaksasi sphincter oddi -> ductus cysticus -> ductus choledocus -> ampulla vater -> papilla duodeni major -> duodenum pars descendens

Fungsi Garam Empedu

- Mengemulsikan lemak  - Membantu absorbs asam lemak, monogliserida dan kolesterol

Histologi Hepar

Secara mikroskopik terdiri dari Capsula Glisson dan lobulus hepar . Lobulus hepar dibagi-bagi menjadi:



Lobulus klasik 



Lobulus portal



Asinus hepar 

Lobulus-lobulus itu terdiri dari Sel hepatosit  dan sinusoid . Sinusoid memiliki sel endotelial yang terdiri dari sel endotelial , sel kupffer , dan sel fat storing . Mari kita bahas satu per satu:

Lobulus hepar: Lobulus klasik: 

Berbentuk prisma dengan 6 sudut.



Dibentuk oleh sel hepar yang tersusun radier disertai sinusoid.



Pusat lobulus ini adalah v.Sentralis



Sudut lobulus ini adalah portal area (segitiga kiernann), yang pada segitiga/trigonum kiernan ini ditemukan: o

Cabang a. hepatica

o

Cabang v. porta

o

Cabang duktus biliaris

o

Kapiler lymphe

Lobulus portal: 

Diusulkan oleh Mall cs (lobulus ini disebut juga lobulus Mall cs)



Berbentuk segitiga



Pusat lobulus ini adalah trigonum Kiernann



Sudut lobulus ini adalah v. sentralis

Asinus hepar: 

Diusulkan oleh Rappaport cs (lobulus ini disebut juga lobulus rappaport cs)



Berbentuk rhomboid



Terbagi menjadi 3 area



Pusat lobulus ini adalah sepanjang portal area



Sudut lobulus ini adalah v. sentralis

Sekarang kita bahas tentang sel hepatosit dan sinusoid: Mikroskopi sel hepatosit:



Berbentuk kuboid



Tersusun radier 



Inti sel bulat dan letaknya sentral



Sitoplasma:



o

Mengandung eosinofil

o

Mitokondria banyak 

o

Retikulum Endoplasma kasar dan banyak 

o

Apparatus Golgi bertumpuk-tumpuk 

Batas sel hepatosit : o

Berbatasan dengan kanalikuli bilaris

o

Berbatasan dengan ruang sinusoid

o

Berbatasan antara sel hepatosit lainnya

Mikroskopi sinusoid: 

Ruangan yang berbentuk irregular 



Ukurannya lebih besar dari kapiler 



Mempunyai dinding seluler yaitu kapiler yang diskontinu



Dinding sinusoid dibentuk oleh sel hepatosit dan sel endotelial



Ruang Disse (perivascular space) merupakan ruangan antara dinding sinusoid dengan sel parenkim hati, yang fungsinya sebagai tempat aliran lymphe

Sekarang kita bahas tentang sel endothelial pada sinusoid:





Sel endothelial: o

Berbentuk gepeng

o

Paling banyak 

o

Sifat fagositosisnya tidak jelas

o

Letaknya tersebar 

Sel Kupffer: o

Berbentuk bintang ( sel stellata)

o

Inti sel lebih menonjol

o

Terletak pada bagian dalam sinusoid

o

Bersifat makrofag

o

Tergolong pada RES (reticuloendothelial system)

o

Sitoplasma Lisozim banyak dan apparatus golgi  berkembang baik 



Sel Fat Storing: o

Disebut juga Sel Intertitiel oleh Satsuki

o

Disebut juga Liposit oleh Bronfenmeyer 

o

Disebut juga Sel Stelata oleh Wake

o

Terletak perisinusoid

o

Mampu menyimpan lemak 

o

Fungsinya tidak diketahui

Sistem duktuli hati (sistem saluran empedu), terdiri dari:



kanalikuli biliaris o

cabang terkecil sistem duktus intrahepatik 

o

letak intralobuler diantara sel hepatosit

o

dibentuk oleh sel hepatosit

o



 pada permukaan sel terdapat mikrovili pendek 

kanal hering

Termasuk apparatus excretorius hepatis: Vesica fellea:

Gambaran mikroskopisnya: 

Tunica mucosa-nya terdiri dari epitel selapis kolumnair  tinggi o

Lamina propria-nya memiliki banyak pembuluh darah, kelenjar mukosanya tersebar, dan  jaringan ikat jarang

o

Tidak ada muscularis mucosa



Tunica muscularis terdiri dari lapisan otot polos tipis



Tunica serosa: o

merupakan jaringan ikat berisi pembuluh darah dan lymphe

o

 permukaan luar dilapisi peritoneum

sinus rockitansky aschoff 

Merupakan sinus yang terbentuk karena invaginasi epitel permukaan yang menembus ke lapisan otot dan sampai ke lapisan jaringan ikat  perimuskuler 

FISIOLOGI HEPAR DAN VESICA FELEA Fungsi hati:

1. Sekresi garam empedu. 2. Memproses secara metabolis ketiga kategori utama nutrient (karbohidarta protein, dan lemak) setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna. 3. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya. 4. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk   pembekuan darah dan yang untuk mengangkut hormone steroid dan tiroid serta kolesterol dalam darah. 5. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin. 6. Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan ginjal. 7. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanya makrofag residennya. 8. Mengekskresikan kolesterol dan bilirubin

Enzim dari hepar yaitu : 

1.

Golongan Fosfatase

a.

 Fosfatase alkali Kadarnya dapat meningkat sampai 4-5 kali normal pada ikterus kolestatik, sedangkan pada ikterus hepatoseluler peninggiannya lebih kecil. Peninggian ini  berasal dari fosfatase alkali di dalam hati. Produksi enzim ini dapat dicegah apabila sintesis protein dalam hati dihambat. Enzim ini terikat erat pada membran lipid terutama di daerah kanalikulus. Asam empedu dianggap merupakan stimulus  peninggiannya. Pada kolestasis yang tidak lengkap, peninggian fosfatase melebihi  bilirubin. Peninggian juga dijumpai pada penyakit tulang, penyakit Hodgkin, dll.

b.

5-Nukleotidase

Enzim ini menghidrolisis nukleotida pada posisi C-5 dari pentosa. Pada penyakit hepatobilier terutama pada ikterus kolestatik terjadi peninggian, sedangkan pada  penyakit tulang nilainya tetap. Jadi pemeriksaan enzim ini bermanfaat untuk  memastikan sebab peninggian fosfatase alkali. c.

Gama-glutamil transpeptidase (gama-GT) Enzim ini ditemukan pada berbagai jaringan tubuh. Pada kolestasis dan penyakit hepatoselular terjadi peninggian. Pada kolestasis peninggiannya terjadi bersama fosfatase alkali. Pada hepatitis, peninggian masih tetap berlangsung selama  beberapa bulan setelah hepatitis sembuh.

2.

Golongan Transaminase SGOT adalah enzim mitokondria yang banyak ditemukan dalam jantung, hati, otot tubuh dan ginjal. Nilainya meninggi bila terjadi kerusakan sel yang akut. SGPT adalah enzim sitosol, jumlah absolutnya kurang dari SGOT, tetapi  jumlahnya lebih banyak di dalam hati dibandingkan dalam jantung dan otot tubuh. Peninggiannya lebih khas untuk kerusakan hati. SGPT kurang stabil dalam serum yang disimpan. Kedua enzim ini berguna untuk diagnosis dini hepatitis virus, terutama pada keadaan epidemi dan anikterik. Pemeriksaan harus segera dilakukan karena nilainya cepat menurun, misal terlihat pada hepatitis yang fatal.

3.

Enzim-enzim Lain

a.

 Laktat dehidrogenase Pemeriksaan ini tidak begitu sensitif untuk mendiagnosis kelainan hepatoselular,  peninggian dapat terjadi pada penderita neoplasma, terutama yang mengenai hati.

 b.

 Isositrat dehidrogenase Pemeriksaan enzim ini lebih spesifik dibandingkan SGOT untuk memeriksa  penyakit hati. Meninggi pada kelainan hepatoselular, normal pada infark miokard.

c.

 Kolinesterase Enzim ini merupakan suatu esterase non spesifik, disintesis oleh hati. Pada sirosis kadarnya menurun karena sintesis berkurang disertai gizi yang jelek.

Meskipun memiliki beragam fungsi kompleks, namun tidak banyak spesialisas ditemukan di antara sel-sel hati. Setiap sel hati (hepatosit) melakukan tugas metabolik dan sekretorik yang sama. Spesialisasi ditimbulkan oleh organelorganel yang berkembang maju di dalam setiap hepatosit. Satu-satunya fungsi hati yang tidak dilakukan oleh hepatosit adalah aktivitas fagosit yang dilaksanakan oleh makrofag residen yang dikenal sebagai sel Kupffer.

Lubang duktus biliaris ke dalam duodenum dijaga oleh sfingter Oddi, yang mencegah empedu masuk ke duodenum kecuali sewaktu pnecernaan makanan. Ketika sfingter ini tertutup, sebagian besar empedu yang disekresikan hati dialihkan balik ke dalam kandung empedu, suatu struktur kecil berbentuk kantung yang terselip di bawah tetapi tidak langsung berhubungan dengan hati. Karena itu, empedu tidak langsung dari hati ke kantung empedu. Empedu kemudian disimpan dan dipekatkan di kantung empedu di antara waktu makan. Setelah makan, empedu masuk ke duodenum akibat efek kombinasi  pengosongan kandung empedu dan peningkatan sekresi empedu oleh hati. Jumlah empedu yang disekresikan per hari berkisar dari 250 ml sampai 1 liter, bergantung  pada derajat perangsangan.

Empedu mengandung beberapa konstituen organic, yaitu garam empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin (semua berasal dari aktivitas hepatosit) dalam suatu cairan encer alkalis (ditambahkan oleh sel duktus) serupa dengan sekresi  NaHCO3  pankreas. Meskipun empedu tidak mengandung enzim pencernaan apapun, namun bahan ini penting dalam pencernaan dan penyerapan lemak, terutama melalui aktivitas garam empedu. Garam empedu adaah turunan kolesterol. Garam-garam ini secara aktif  disekresikan ke dalam empedu dan akhirnya masuk ke duodenum bersama dengan konstituen empedu lainnya. Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar garam empedu diserap kembali ke dalam darah oleh mekanisme tranpor aktif khusus yang terletak di ileum terminal. Dari sini garam empedu dikembalikan ke sistem porta hati, yang mensekresikannya ke dalam

empedu. Daur ulang garam empedu ini antara usus halus dan hati disebut sirkulasi enterohepatik. Jumlah total garam empedu di tubuh sekitar 3 sampai 4 g, namun dalam satu kali makan mungkin dikeluarkan 3 sampai 15 g garam empedu ke duodenum. Biasanya hanya sekitar 5% dari empedu yang disekresikan keluar dari tubuh melalui tinja setiap hari. Kehilangan garam empdeu ini diganti oleh pembentukan empedu baru dari hati, agar nilai tetap konstan.

Bilirubin dan asam empedu

Bilirubin merupakan produk akhir penguraian hem. Sebagian besar produk  harian berasal dari pemecahan eritrosit tua, dan sisanya terutama berasal dari  perputaran hemoprotein dan dari destruksi prematur eritrosit yang baru terbentuk  dalam sumsum tulang. Jalur yang terakhir penting dalam penyakit hematologic yang berkaitan dengan hemolisis ekstensif eritrosit yang cacat di dalam sumsum tulang. Apapun

sumbernya,

hem

oksigenase

mengoksidasi

hem

menjadi

 biliverdin, yang kemudian direduksi menjadi bilirubin oleh biliverdin reduktase. Bilirubin yang terbentuk di luar hati di sel sistem fagosit mononukleus (termasuk  limpa) dibebaskan dan terikat ke albumin serum. Pemrosesan bilirubin oleh sel hati meliputi: -  penyerapan (yang diperantai oleh pembawa) di membran sinusoid; -  pengikatan ke protein di sitosol serta penyaluran ke retikulum endoplasma; - konjugasi dengan satu atau dua molekul asam glukuronat oleh  bilirubin uridin difosfat-glukuronosiltransferase (UGT1A1); - ekskresi bilirubin glukuronida larut air nontoksis ke dalam empedu. Sebagian besar bilirubin glukuronida mengalami dekonjugasi oleh betaglukuronidase bakteri usus dan diuraikan menjadi urobilinogen yang tidak   berwarna. Urobilinogen, dan residu pigmen intak, umumnya dikeluarkan di feses. Sekitar 20% urobilinogen direabsopsi di ileum dan kolon, dikembalikan ke hati,

dan segera dieksresikan kembali dalam empedu. Sejumlah kecil yang lolos dari sirkulasi enterohepatik ini diekskresikan melalui urine. Siklus enterohepatik asam empedu merupakan mekanisme yang efisien untuk mempertahankan keberadaan cadangan asam empedu dalam jumlah besar  untuk tujuan sekresi dan pencernaan.

Sekresi empedu dapat ditingkatkan oleh: 1. Mekanisme kimiawi (garam empedu) Setiap bahan yang meningkatkan sekresu empedu oleh hati disebut koleretik. Koleretik paling kuat adalah asam empedu itu sendiri. Di antara waktu makan, empedu disimpan di kandung empedu, tetapi sewaktu makan, empedu disalurkan ke dalam duodenum oleh kontraksi kandung empedu. Setelah ikut serta dalam pencernaan dan  penyerapan lemak, garam empedu direabsorpsi dan dikembalikan oleh sirkulasi enterohepatik ke hati, tempat zat-zat ini bekerja sebagai koleterik poten untuk merangsang sekresi empedu lebih lanjut. Karena itu, sewaktu makan, ketika garam empedu dibutuhkan dan sedang digunakan, sekresi oleh hati meningkat. 2. Mekanisme hormone (sekretin) Selain meningkatkan sekresi NaHCO 3 cair oleh pankreas, sekretin  juga merangsang peningkatan sekresi empedu alkalis cair oleh diktus  biliaris tanpa disertai oleh peningkatan setara garam-garam empedu. 3. Mekanisme saraf (saraf vagus) Stimulasi vagus pada hati berperan kecil dalam sekresi empedu selama fase sefalik pencernaan, yang mendorong peningkatan aliran empedu hati bahkan sebelum makanan mencapai lambung atau usus. Ikterus Definisi

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus

atau

ensefalopati

bilirubin

bila

kadar

bilirubin

yang

tidak 

dikendalikan. Atau bisa juga Ikterus adalah akumulasi abnormal pigmen bilirubin dalarn darah yang menyebabkan air seni berwarna gelap, warna tinja menjadi pucat dan  perubahan warna

kulit

menjadi kekuningan. Icterus

merupakan kondisi

 berubahnya jaringan menjadi berwarna kuning akibat deposisi bilirubin. Ikterus  paling mudah dilihat pada, sklera mata karena elastin pada sklera mengikat  bilirubin. Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang disebabkan asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandung  pigmen lipokrom, misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Pada karotemia warna kuning terutama tampak pada telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya. Sklere pada karotemia tidak kuning. Istilah ikterus dapat dikacaukan dengan kolestasis yang umumnya disertai ikterus. Definisi kolestasis adalah hambatan aliran empedu normal normal untuk mencapai duodenum. Kolestatasis ini dulu sering dinamakan jaundice obstruktif.  Normalnya, bilirubin total Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 uniol/L).

Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenamya sudah mencapai angka 7 mg%. Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40 mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik.

(3)

Jaundice (berasal dari bahasa Perancis „jaune‟ artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.

Etiologi ikterus

Ikterus merupakan suatu keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen empedu  pada tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning, terutama  pada jaringan tubuh yang banyak mengandung serabut elastin sperti aorta dan sklera (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995). Warna kuning

ini

disebabkan

adanya

akumulasi

bilirubin

pada

proses

(hiperbilirubinemia). Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Ikterus pre-hepatik 

Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular  hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya  pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia sp., dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2002),  bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak  diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan  berwarna kuning pucat. Contoh kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh infeksi Leptospira grippotyphosa. 2. Ikterus hepatik 

Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002). Ikterus 3. Ikterus Post-Hepatik 

Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi  bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat  berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh

cholelithiasis,

infestasi

parasit,

tumor

hati,

dan

inflamasi

yang

mengakibatkan fibrosis. Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan domestik. Larva nematoda yang melewati hati dapat menyebabkan inflamasi dan hepatocellular  necrosis (nekrosa sel hati). Bekas infeksi ini kemudian diganti dengan jaringan ikat fibrosa (jaringan parut) yang sering terjadi pada kapsula hati. Cacing yang telah dewasa berpindah pada duktus empedu dan menyebabkan cholangitis atau cholangiohepatitis yang akan berdampak pada penyumbatan/obstruksi duktus empedu. Contoh nematoda yang menyerang hati anjing adalah Capillaria hepatica. Cacing cestoda yang berhabitat pada sistem hepatobiliary anjing antara lain Taenia hydatigena dan Echinococcus granulosus. Cacing trematoda yang  berhabitat

di

duktus

empedu

anjing

meliputi Dicrocoelium

dendriticum,

Ophisthorcis tenuicollis, Pseudamphistomum truncatum, Methorcis conjunctus,  M. albidus, Parametorchis complexus, dan lain-lain (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995).

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

1. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan 2. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24  jam 3. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis) 4. Ikterus yang disertai oleh: o

Berat lahir 8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB)

A.Macam – Macam Ikterus

1. Ikterus Fisiologis a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.  b Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan. c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik. 2. Ikterus Patologik  a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.  b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan. c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari. d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas : 1. Ikterus pra hepatic : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. 2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi : a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus.  b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus. 3. Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu. 4. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab : • Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain • Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri) • Kadang oleh defisiensi G-6-PO 5. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir dengan penyebab: • Biasanya ikteruk fisiologis • Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam • Polisitemia • Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar  sub kapsuler dan lain-lain) • Dehidrasis asidosis • Defisiensi enzim eritrosis lainnya 6. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan  penyebab • Biasanya karena infeksi (sepsis) • Dehidrasi asidosis • Defisiensi enzim G-6-PD • Pengaruh obat

• Sindr om gilber  7. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan  penyebab : • biasanya karena obstruksi • hipotiroidime • hipo breast milk jaundice • infeksi • neonatal hepatitis • galaktosemia 1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV. 2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking. (Ngastiyah, 1997)(Suriadi,2001)

Jenis-jenis Ikterus Menurut Waktu Terjadinya 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama • Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh : • Inkompati bilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain • Infeksiintra uterine • Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD 2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir  • Biasanya ikterus fisiologis • Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain • Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin. • Policitemia • Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll)

3. Iktersua yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pert ama • Sepsis • Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD • Pegaruh obat-obatan • Sindroma Criggler -Najjar , sindroma Gilbert 4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya • Ikterus obtruktive • Hipotiroidisme • Breast milk jaundice • Infeksi • Hepatitis neonatal • Galaktosemia B. PATOFISIOLOGI Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam  beberapa minggu. 1. Ikterus fisiologis Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai  berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu  pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.1

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor  lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak   bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada

munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritr osit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang  belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Penelitian

di

RSCM

Jakarta

menunjukkan

bahwa

dianggap

hiperbilirubinemia bila:

1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama 2. Peningkatan konsentrasi bilirubin darah lebih dari 5 mg% atau lebih setiap 24  jam 3. Konsentrasi bilirubin darah 10 mg% pada neonatus (bayi baru lahir) kurang  bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan 4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (pemecahan darah yang berlebihan) pada inkompatibilitas darah (darah ibu berlawanan rhesus dengan bayinya), kekurangan enzim G-6-PD, dan sepsis) 5. Ikterus yang disertai dengan keadaan-keadaan sebagai berikut: § Berat lahir kurang dari 2 kg § Masa kehamilan kurang dari 36 minggu § Asfiksia, hipoksia (kekurangan oksigen), sindrom gangguan pernafasan § Infeksi § Trauma lahir pada kepala § Hipoglikemi (kadar gula terlalu rendah), hipercarbia (kelebihan carbondioksida) Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut “Kernikterus  ”. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan  bilirubin indirek pada otak. Gejalanyaantara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan keterbelakangan mental.

Gejala dan tanda klinis

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi * Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah) 2. Pucat * Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular. 3. Trauma lahir  * Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah) * Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat,  bayi KMK  5. Letargik dan gejala sepsis lainnya 6. Petekiae (bintik merah di kulit) * Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis

7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) * Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati 8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) 9. Omfalitis (peradangan umbilikus) 10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) 11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) 12. Feses dempul disertai urin warna coklat * Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi. Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi o

Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntahmuntah)

2. Pucat o

Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.

3. Trauma lahir  o

Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah) o

Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK 

5. Letargik dan gejala sepsis lainnya 6. Petekiae (bintik merah di kulit) o

Sering

dikaitkan

dengan

infeksi

congenital,

sepsis

atau

eritroblastosis 7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) o

Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital,  penyakit hati

8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) 9. Omfalitis (peradangan umbilikus) 10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) 11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) 12. Feses dempul disertai urin warna coklat o

Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke  bagian hepatologi.

Manifestasi ikterus

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering

dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5  – 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien. (2) Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphate –   glucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk membentuk   bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin.

KOLEDOKOLITIASIS

Patogenesis Batu empedu cukup umum di negara-negara Barat. Di Amerika Serikat, beberapa telah menunjukkan Penyakit batu empedu setidaknya 20% dari perempuan dan 8% dari laki-laki berusia 40 dan sampai dengan 40% wanita berusia di atas 65 tahun. Diperkirakan bahwa setidaknya 25 juta orang di Amerika Serikat memiliki batu empedu dan bahwa ~ 1 juta kasus baru cholelithiasis berkembang setiap tahun. Batu empedu terbentuk karena dari unsur empedu yg abnormal. Mereka terbagi menjadi dua jenis utama: Batu Kolesterol untuk 80% dari total, dengan Batu  pigmen terdiri dari sisa 20%. Batu empedu Kolesterol biasanya berisi >50% kolesterol monohydrate ditambah campuran garam kalsium, pigmen empedu,  protein dan asam lemak, yang terakhir di 'coklat' Batu pigmen. Batu Pigmen

terdiri dari kalsium bilirubinate, berisi > 20% kolesterol dan diklasifikasikan ke dalam Tipe 'hitam' dan 'coklat'. Kolesterol Stones dan Sludge bilier  Kolesterol pada dasarnya adalah tidak larut dalam air dan membutuhkan dispersi  berair menjadi baik misel atau vesikel, yang keduanya membutuhkan adanya lipid kedua untuk melarutkan kolesterol. Kolesterol dan fosfolipid disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel bilayered unilamellar, yang diubah menjadi misel campuran yang terdiri dari asam empedu, fosfolipid, dan kolesterol oleh aksi asam empedu. Jika ada kelebihan kolesterol dalam hubungannya dengan fosfolipid dan asam empedu, kolesterol tidak stabil, yang agregat menjadi vesikula multilamellar   besar dari kristal kolesterol yang mengendap.

Skema menunjukkan pathogenesis terbentuknya batu kolesterol . Kondisi dan factor yang meningkatkan rasio kolesterol, asam empedu dan phospolipid

(lecithin)

mencetuskan

pembentukan

hydroxymethylglutaryl – coenzyme

A

batu

reductase;

empedu. 7--OHase,

HMG-CoAR, cholesterol,

7-

hydroxylase; MDR3, multidrug resistance – associated protein 3, yang biasa di sebut Phospolipid export pump.

Ada mekanisme penting dalam pembentukan lithogenic (batu pembentuk) empedu. Yang paling penting adalah peningkatan sekresi empedu dari kolesterol. Ini dapat terjadi dan berhubungan dengan obesitas, diet tinggi kalori dan kaya akan kolesterol, atau obat-obatan (misalnya, clofibrate) dan mungkin akibat dari meningkatnya aktivitas HMG-CoA reduktase , Rasio pembatasan enzim yang

mensintesis kolesterol hati, dan peningkatan penyerapan kolesterol dari darah. Pada pasien dengan batu empedu, kolesterol didalam makanan meningkatkan sekresi kolesterol empedu. Selain faktor lingkungan seperti diet tinggi kalori dan kaya akan kolesterol, faktor genetik memainkan peran penting dalam penyakit  batu empedu. Sebuah penelitian besar terhadap batu empedu simtomatik pada anak kembar Swedia memberikan bukti kuat untuk peran faktor genetik pada  patogenesis batu empedu. Faktor genetik menyumbang 25%, faktor lingkungan 13%. Sifat genetik umum telah diidentifikasi untuk beberapa populasi dengan analisis DNA mitokondria. Pada beberapa pasien, Gangguan konversi kolesterol di hati menjadi asam empedu juga dapat terjadi, mengakibatkan peningkatan rasio kolesterol / asam empedu lithogenic. Meskipun batu kolesterol yang paling memiliki dasar poligenik, mutasi pada gen CYP7A1 telah digambarkan mengakibatkan kekurangan kolesterol enzim 7-hidroksilase, yang mengkatalisis langkah awal dalam katabolisme kolesterol dan sintesis asam empedu.

Dengan demikian kelebihan kolesterol empedu dalam kaitannya dengan asam empedu dan fosfolipid ini terutama disebabkan hipersekresi kolesterol, tetapi hyposecretion asam empedu atau fosfolipid bisa ikut berkontribusi. Gangguan metabolisme asam empedu yang ikut berperan penting dalm supersaturasi dari kolesterol empedu yang dikonversikan dari cholic acid menjadi deoxycholic acid, Peranan deoxycholic acid ini yang menyebabkan Hyper sekresi kolesterol ke

dalam empedu. Supersaturasi empedu dengan kolesterol merupakan prasyarat  penting untuk pembentukan batu empedu, umumnya tidak cukup dengan sendirinya untuk menghasilkan pengendapan kolesterol.

Kebanyakan individu

dengan empedu jenuh tidak mengembangkan batu karena waktu yang dibutuhkan untuk kristal kolesterol untuk nukleasi dan tumbuh lebih lama dari waktu Pengeluaran/ekskresi empedu dari kandung empedu.

Mekanisme penting adalah nukleasi kristal monohidrat kolesterol , yang dipercepat di dalam empedu lithogenic manusia. Percepatan Nukleasi monohidrat kolesterol dalam empedu mungkin karena baik  kelebihan sebuah faktor  pronucleating atau kekurangan antinucleating faktor. Mucin dan beberapa

non-mucin glikoprotein, terutama immunoglobulin, tampaknya Beperan dalam  pronucleating faktor, sementara apolipoproteins AI dan AII dan glikoprotein lainnya beperan sebagai antinucleating faktor. Monohidrat nukleasi kristal kolesterol dan pertumbuhan kristal mungkin terjadi dalam lapisan gel musin. Fusi vesikel menyebabkan kristal yang cair pada gilirannya, menjadi nukleasi kristal kolesterol monohidrat padat. Pertumbuhan lanjutan dari kristal terjadi dengan nukleasi langsung molekul kolesterol dari supersaturasi vesikel empedu unilamellar atau multilamellar.

Mekanisme penting ketiga dalam pembentukan batu empedu kolesterol adalah hypomotility kandung empedu. Jika kantong empedu mengosongkan semua empedu Supersaturasi yang mengandung Batu atau kristal, batu tidak akan mampu untuk tumbuh. Persentase yang tinggi dari pasien dengan batu empedu menunjukkan kelainan pengosongan kandung empedu. Studi ultrasonografi menunjukkan bahwa pasien batu empedu menampilkan volume kandung empedu meningkat selama puasa dan juga setelah uji makan (volume residu).

Sekitar 10-20% orang dengan Penurunan berat badan yang cepat dicapai melalui diet kalori yang sangat rendah dapat mengembangkan terjadinya pembentukan  batu empedu.

Kesimpulan, penyakit batu empedu kolesterol terjadi karena beberapa kerusakan, yang meliputi (1) supersaturasi empedu dengan kolesterol , (2) nukleasi monohidrat kolesterol dilanjutkan dengan retensi kristal dan pertumbuhan batu, dan (3) fungsi motorik abnormal pada kandung empedu dengan pengosongan yang tertunda dan stasis.

Batu Pigmen Batu pigmen hitam terdiri dari bilirubinate kalsium murni atau Polimer like

complexes dengan kalsium dan glikoprotein musin. Mereka lebih sering terjadi  pada pasien dengan hemolitik kronis (bilirubin terkonjugasi meningkat dalam empedu), sirosis hati, sindrom Gilbert, atau cystic fibrosis. Batu kandung empedu  pada pasien dengan penyakit ileum, reseksi ileum, atau bypass ileum umumnya  juga batu pigmen hitam. Batu pigmen coklat terdiri dari garam kalsium bilirubin tak terkonjugasi dengan berbagai jumlah kolesterol dan protein. Disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah Bilirubin tak terkonjugasi, bilirubin yang tidak larut dalam empedu yang menyebabkan terjadi endapan dan membentuk batu.

KOLESISTITIS Definisi. Kolestitis merupakan radang kandung empedu disebabkan oleh statis

dinding empedu, ischemia dinding empedu, dan bakteri. Patogenesis. Akibat kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan

 prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi mengakibatkan stasis di duktus sistikus (batu kandung empedu yang terletak di duktus sistikus) mengakibatkan kolesistitis. Bakteri

patogen

yang

dilaporkan

dapat

menimbulkan

infeksi

adalah

Streptococcus (grup A dan B), organisme gram negatif (terutama Salmonella), dan  Leptospira

interrogans. Infeksi

parasit

dengan

askaris

atau Giardia

lamblia mungkin ditemukan. Penegakan Diagnosis. Anamnesis: kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium

dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh, Nausea dan muntah sering terjadi. Pemeriksaan fisik, teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda2

 peritonitis lokal ( Murphy’s sign). Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan mungkin peningkatan serum transaminase dan fosfatase alkali (enzim2 hati), Pemeriksaan USG (nilai kepekaan dan ketepatan mencapai 90-95%) sebaiknya dilakukan secara rutin untuk  memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu, dan saluran empedu ekstrahepatik. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau skintigrafi (menggunakan agen radioaktif IV) sangat mendukung diagnosis kolesistitis akut. Pemeriksaan CT scan abdomen mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang kecil yang mungkin tidak terlihat pada USG. Penatalaksanaan. Pengobatan paliatif untuk pasien adalah dengan menghindari

makanan dengan kandungan lemak tinggi. Pengobatan umum mencakup istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting utk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia. Gol ampisilin, sefalosporin, dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman2 yang umum pada kolesistitis. Kolesistektomi (pengangkatan kandung empedu) dilakukan pada kolesistitik akut yang disertai gejala2 berat dan diduga terdapat pembentukan nanah atau bila tidak terjadi perbaikan dalam beberapa hari. Kolesistektomi juga dianjurkan bagi sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu empedu yang simtomatik.

V. Kerangka Konsep

Ny. A 42 tahun (faktor resiko female forty)

kolelitiasis Nyeri dan nyeri alih bahu sejak sebulan lalu

Pergerakan batu keluar menuju duktus koledokus

Mual

Koledokolitiasis

Obstruksi (kemungkinan total)

Kolestasis

Infeksi

Kolesistitis

Kolangitis

Aliran balik empedu

Tidak ada sekresi empedu di duodenum

Warna feses putih abu-abu

Mengikuti aliran darah sistemik

Pigmen empedu (bil. Direct)

Garam empedu Demam tinggi dan menggigil Mengendap di perifer

Gatal -gatal

Mata

Sklera ikterik

Kulit

Badan Kuning

Filtrasi Ginjal

Warna urin air teh

BAB III PENUTUP

v.

KESIMPULAN

Ny. M, 48 tahun, dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang hebat yang disertai demam dan menggigil menderita ikterus obstruktif et causa choledocholithiasis + cholangitis + cholecystitis

\

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF