Laporan Tutorial Skenario B Blok 16 L9

April 3, 2018 | Author: Mentari Indah Sari | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

tht...

Description

SKENARIO B BLOK 16 Tahun 2013 Panji, 6 tahun, diantar ibunya ke klinik THT RSMH dengan keluhan sakit tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu. Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk pilek. Keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita. Keluhan serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas. Pemeriksaan fisik : Tekanan darah normal, denyut nadi normal, frekuensi pernapasan normal, suhu 37,8 C Pemeriksaan status lokalis: Otoskopi dalam batas normal Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri: Mukosa hiperemis Konka inferior edema +/++ hiperemis +/+ Secret kental berwarna putih Orofaring : Tonsil T3-T3, detritus (+), kripta melebar Dinding faring hiperemis (+), granula (+) Pemeriksaan Laboratorium Hb : 12,5 g% WBC : 12.000/µL Trombosis : 250.000/µL

1

I.

KLARIFIKASI ISTILAH Otoskopi

: Pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk melihat bagian gendang telinga

Demam

: peningkatan temperature tubuh di atas normal

Batuk

: eksplusi udara yang tiba-tiba sambil mengeluarkan suara dari paru

Pilek

: pengeluaran secret berlebihan dari mukosa hidung

Detritus

: bahan particular yang dihasilkan atau tersisa setelah pengausan atau disentrigasi substansi atau jaringan

Rinoskopi

: Pemeriksaan hidung dengan speculum baik melalui nares anterior atau nares posterior nasofaring

Kripta

: sumur atau tabung buntu pada permukaan bebas

Post nasal drip

: drainase mukosa yang berlebihan atau secret mukoporulent dari bagian belakang hidung dalam faring

Granula

: partikel kecil atau butir

Hiperemis

: kelebihan darah pada suatu bagian

Tonsil

: masa jaringan yang bulat dan kecil khususnya jaringan limfoid

Konka inferior

: sebuah lempeng tulang tipis yang membentuk bagian bawah dinding lateral rongga hidung dan membrane mukosa yang melapisi lempeng tersebut

II.

IDENTIFIKASI MASALAH 1. Panji 6 tahun mengeluh sakit tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu 2. Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk dan pilek. Keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita 3. Keluhan serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas 4. Hasil pemeriksaan fisik, Hasil pemeriksaan status lokalis, Hasil pemeriksaan laboratorium

2

III.

ANALISIS MASALAH 1. Panji 6 tahun mengeluh sakit tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu A. Bagaimana struktur anatomi dari THT? Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna atau aurikel) dan saluran telinga (meatus auditorius eksternus). Telinga luar merupakan tulang rawan (kartilago) yang dilapisi oleh kulit, daun telinga kaku tetapi juga lentur. Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui saluran telinga ke gendang telinga. Gendang telinga adalah selaput tipis yang dilapisi oleh kulit, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga luar.

Telinga Tengah Teling tengah terdiri dari gendang telinga (membran timpani) dan sebuah ruang kecil berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga dengan telinga dalam.

3

Ketiga tulang tersebut adalah: Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga) Inkus (menghugungkan maleus dan stapes) Stapes

(melekat

pda

jendela

oval

di

pintu

masuk

ke

telinga

dalam).

Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan dihantarkan ke jendela oval.

Telinga tengah juga memiliki 2 otot yang kecil-kecil: tensor timpani (melekat pada maleus dan menjaga agar gendang telinga tetap menempel) stapedius (melekat pada stapes dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval. Tuba eustakius adalah saluran kecil yang menghubungkan teling tengah dengan hidung bagian belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga tengah. Tuba eustakius membuka ketika kita menelan, sehingga membantu menjaga tekanan udara yang sama pada kedua sisi gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang normal dan kenyamanan.

Telinga Dalam Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks, yang terjdiri dari 2 bagian utama: Koklea (organ pendengaran) Kanalis semisirkuler (organ keseimbangan). Koklea merupakan saluran berrongga yang berbentuk seperti rumah siput, terdiri dari cairan kental dan organ Corti, yang mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut) yang memiliki rambut yang mengarah ke dalam cairan tersebut. Kanalis semisirkuler merupakan 3 saluran yang berisi cairan, yang berfungsi membantu menjaga keseimbangan. Saluran ini juga mengandung sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan.

HIDUNG Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan ke paru-paru. Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata. Hidung bagian atas terdiri dari tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan (kartilago). Di dalam hidung 4

terdapat rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum, yang membentang dari lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian belakang. Tulang yang disebut konka nasalis menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk sejumlah lipatan. Lipatan ini menyebabkan bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui udara. Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir dan pembuluh darah. Luasnya permukaan dan banyaknya pembuluh darah memungkinkan hidung menghangatkan dan melembabkan udara yang

masuk dengan

segera.

Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki tonjolan-tonjolan kecil seperti rambut (silia). Biasanya kotoran yang masuk ke hidung ditangkap oleh lendir, lalu disapu oleh silia ke arah lobang hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu membersihkan udara sebelum masuk ke dalam paru-paru. Bersin secara otomatis membersihkan saluran hidung sebagai respon terhadap iritasi, sedangkan batuk membersihkan paru-paru.

Sel-sel

penghidu

terdapat

di

rongga

hidung

bagian

atas.

Sel-sel ini memiliki silia yang mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf yangmengarah ke atas (ke bulbus olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf olfaktorius/saraf

penghidu).

Saraf

olfaktorius

langsung

mengarah

ke

otak.

SINUS PARANASALIS Tulang di sekitar hidung terdiri dari sinus paranasalis, yang merupakan ruang berrongga dengan lubang yang mengarah ke rongga hidung. Terdapat 4 kelompok sinus paranasalis: maksilaris etmoidalis frontalis Sinus dilapisi oleh selapus lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia. Partikel kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir lalu disapu oleh silia ke rongga hidung. 5

Pengaliran dari sinus bisa tersumbat, sehingga sinus sangat peka terhadap ifneksi dan peradangan (sinusitis).

TENGGOROKAN Tenggorokan (faring) terletak di belakang mulut, di bawah rongga hidung dan diatas kerongkongan dan tabung udara (trakea).

Faring adalah suatu kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah berhubungan esofagus. Faring terdiri atas: 1.Nasofaring Relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring, torus tubarius, kantong Rathke, choanae,foramen

jugulare,dan

muara tuba

Eustachius. Batas antara cavum nasi dan

nasopharynx adalah choana. Kelainan kongenital koana salahsatunya adalah

atresia

choana. 6

2. Orofaring Struktur yang terdapat di sini adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fossa tonsilaris, arcus faring, uvula, tonsil lingual, dan foramen caecum. a. Dinding posterior faring, penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut. b. Fossa tonsilaris, berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. c. Tonsil, adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dan ditunjang kriptus di dalamnya. Ada 3 macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual, yang ketiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa makanan

3. Laringofaring Struktur yang terdapat di sini adalah vallecula epiglotica, epiglotis, serta fossa piriformis. Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara, dan untuk artikulasi. Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglotus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus. Otot – otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksusfaringeus.

B. Bagaimana histology dari THT? Telinga

7



Telinga luar meliputi pinna (telinga terlihat, sebagian besar terdiri dari kulit dan tulang rawan) dan saluran telinga. Lapisan terakhir dilapisi oleh epitel skuamosa berkeratin bertingkat. Lapisan ini berbeda dari kulit karena memiliki (ear-wax) kelenjar ceruminous.



Telinga tengah pada dasarnya saluran, yang menghubungkan tabung eustacian dengan orofaring. Bagian ini dilapisi oleh epitel skuamosa nonkeratin sangat tipis berlapis. Spanning ruang telinga tengah adalah tiga tulang telinga tengah, maleus (martil), inkus (landasan), dan stapes (sanggurdi).



Gendang telinga adalah selaput tipis yang memisahkan telinga luar dan telinga tengah. Ini adalah jaringan yang berlapis, dengan epitel skuamosa bertingkat keratin menghadap ke telinga luar, non-keratin epitel skuamosa bertingkat yang menghadap ke telinga tengah, dan lapisan yang sangat tipis jaringan ikat di antara keduanya.



Telinga dalam

o merupakan pengatur keseimbangan,berikut bagian yang mengatur keseimbangan tersebut : 

Posisi kepala (yaitu, gravitasi, juga percepatan linier) yang diatur oleh organ otolith dari saccule dan utricle.



Rotasi kepala (yaitu, percepatan sudut) diatur oleh krista ampularis dari kanalis semisirkularis.



Mendengar diatur oleh organ Corti dalam media scala dari koklea. 8

o Semua pengaturan dari beberapa telinga bagian dalam merupakan tipe sel mechanoreceptor sama, sel-sel rambut epitel. o Sel-sel rambut yang terletak di dalam sebuah ruang yang bentuknya sangat rumit yang disebut labirin membran. o Labirin membranosa diisi dengan cairan khusus yang disebut endolymph, disekresikan oleh sel-sel vascularis stria. Endolymph secara substansial berbeda dari semua cairan tubuh lainnya dan menyediakan lingkungan cairan khusus untuk sel-sel rambut o Labirin membranosa merupakan penghubung antara koklea, saccule, utricle, dan kanal berbentuk setengah lingkaran. o Labirin membranosa yang terletak di dalam tulang labirin. o Perilymph mengisi ruangan dari tulang labirin

disekitar labirin

membranosa.

Rongga Hidung

Rongga Hidung terdiri dari dua struktur yaitu vestibulum di luar dan fosa nasalis di dalam -

Vestibulum Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi epitel respirasi. Epitel respirasi terdiri dari lima jenis sel. Sel silindris bersilia adalah sel yang terbanyak. sel terbanyak kedua adalah sel goblet mukosa,selanjutnya adalah sel basal dan jenis sel terakhir adalah sel granul kecil,yang mirip dengan sel basal kecuali pada sel ini terdapat banyak granul. 9

-

Fosa Nasalis Dari masing – masing dinding lateral keluar tiga tonjolan tulang mirip rak yang disebut Konka yang tediri dari konka superior, konka media dan konka inferior. Konka media dan konka inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi, dan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus. Celah – celah kecil yang terjadi akibat adanya konkamemudahkan pengkondisian udara inspirasi.

Sinus Paranasal Adalah rongga tertutup dalam tulang frontal, maksila,etmoid,dan sphenoid. Sinus – sinus ini dilapisi oleh sel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung sel goblet. Sinus pranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang – lubang kecil.

Tenggorokan Adalah tabung tak teratur yang menghubungkan faring dengan trakea. di dalam lamina propia, terdapat sejumlah tulang rawan laring. Yang lebih besar,seprti tiroid, krikoid, dan kebanyakan aritenoid merupakan tulang rawan hyaline. Tulang rawan yang lebih kecil seperti, epiglottis,kuneiformis,kurnikulatum,dan ujung aritenoid merupakan tulang rawan elastic.



Laring dilapisi oleh selaput lender , kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epithelium berlapis.

C. Bagaimana fisiologi dari THT? 10

Fisiologi Pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis Fisiologi Penghiduan Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % 90% disaring didalam hidungdengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6) Turut membantuproses bicara,(7) Reflek nasal. Fisiologi Tenggorokan Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk artikulasi. 

Proses menelan

Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut kefaring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. 11

Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hioid berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis mediadan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringisinferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung. 

Proses Berbicara Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring(bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum

D. Apa saja yang menyebabkan (etiologi) sakit tenggorok dan demam? Etiologi sakit tenggorok: Faringitis yang paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah Streptocci Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus Hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10% pada faringitis dewasa. Penyebab lain yang banyak dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus-virus saluran napas seperti adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus dan respiratory syncytial virus (RSV). Virus lain yang juga berpotensi menyebabkan faringitis adalah echovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus (HSV). Epstein barr virus (EBV) seringkali 12

menjadi penyebab faringitis akut yang menyertai penyakit infeksi lain. Faringitis oleh karena virus dapat merupakan bagian dari influenza. Etiologi Demam: a.

Infeksi, suhu mencapai 37,9`C, penyebab: virus, bakteri, parasit.

b.

Non infeksi, seperti kanker, tumor.

c.

Demam fisiologis, penyebab: dehidrasi, suhu udara yang terlalu panas.

d.

Demam tanpa penyebab yang jelas ( Fever of Unknown Origin / FUO ).

e.

Imunisasi.

f.

Faktor lingkungan.

E. Bagaimana patofisiologi dari sakit tenggorok (terkait dengan syaraf)? Bakteri melalui udara masuk ke saluran pernafasan menempel pada silia di faring bakteri menembus silia ke tunica mukosa, pada daerah ini, bakteri dideteksi oleh imun non spesifik histamin peradangan/inflamasi distimulasi oleh mekanik dan sensorik

 transmisi

sinyal kornu dorsalis  ke thalamus  dimodulasi ke syaraf perifer nyeri dihantar ke syaraf efferen  syaraf parasimpatis  persarafan motorik dan sensorik daerah faring yang berasal dari pleksus faringealis (Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus, cabang dari n.glossofaringeus) tersensitisasi sakit tenggorokan

F. Bagaimana patofisiologi dari demam? Infeksi bakteri (pirogen eksogen) di saluran pernafasan  makrofag menyerang antigen  mengeluarkan mediator inflamasi seperti IL-1, IL-2, TNF-α (pirogen endogen)  merangsang sel endotel di hypothalamus (di termostat)  melepaskan as.arakhidonat dibantu enzim fospolipase A2  memacu sintesis PGE2 (prostaglandin E2) melalui jalur cox (Cyclooxigenase)  meningkatkan set point di hypothalamus  suhu tubuh naik  demam

G. Adakah hubungan antara sakit tenggorok dan demam? Mikroorganisme menyebabkan demam  Demam merusak epitel squamous di tenggorokan  sensorik nya terganggu  menstimulasi sakit  kornu dorsalis  nyeri menelan (sakit tenggorokan) 13

H. Bagaimana epidemiologi dari keluhan yang dialami oleh Panji (terkait umur,jenis kelamin)? Faringitis merupaka salah satu penyakit yang sering terjadi pada anak. Keterlibatan tonsil

pada

faringitis

tidak

menyebabkan

perubahan

derajat

beratnya

penyakit.

Tonsilofaringitis biasanya terjadi pada anak, meskipun jarang terjadi pada anak di bawah usia 1 tahun. Insiden meningkat sesuai dengan beratambahnya usia, mencapai puncak pada umur 4-7 tahun, dan berlanjut hingga dewasa. Insiden tonsilofaringitis tertinggi pada usia 5-18 tahun, jarang di bawah usia 3 tahun dan perbandingan antara laki-laki dengan perempuan yaitu 52% : 48%. Faringitis: terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang paling tinggi terjadi pada anak-anak Rinitis: diperkirakan sekitar 20% – 30% populasi orang dewasa Amerika dan lebih dari 40% anak-anak menderita penyakit ini. Tonsiltis : sering terjadi pada anak-anak pada umur 5-10 tahun dan dewasa muda antara 15-25 tahun

2. Sejak tiga hari yang lalu Panji sudah menderita batuk dan pilek. Keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita A. Adakah hubungan antara sakit tenggorok dan demam dengan batuk pilek? Karena batuk pilek merupakan mekanisme awal pertahanan tubuh terutama pada saluran nafas atas yaitu terdapat banyak mukosa dengan sel mukus bersilia dengan sel goblet yang dapat menghasilkan mucus. Apabila terjadi infeksi, akan terjadi sekresi mucus yang lebih banyak dari biasanya sebagai usaha tubuh untuk memerangkap bakteri atau virus ke dalam mucus yang akan dikeluarkan oleh mekanisme batuk dan pilek. Jika infeksi berlanjut dan sekresi mucus tidak cukup untuk mengeluarkan kuman, akan terjadi infeksi di saluran pernafasan dan menyebabkan reaksi inflamasi di sekitarnya (tenggorokan) dan terjadi aktivasi makrofag  pengeluaran sitokin TNF α, IL-1, IL-6  Memacu pelepasan asam arakidonat  ↑↑ sintesis prostaglandin E2  Mencapai hipotamalus  ↑↑ set point pada termostat hipotalamus  Penyimpanan panas tubuh dan ↑↑ pembentukan panas  Suhu meningkat – Demam B. Apa saja yang menyebabkan (etiologi) batuk dan pilek ? Etiologi Batuk 14

Iritan : 

Rokok



Asap



SO2



Gas di tempat kerja

Mekanik : 

Retensi sekret bronkopulmoner



Benda asing dalam saluran nafas



Postnasal drip



Aspirasi

Penyakit paru obstruktif : 

Bronkitis kronis



Asma



Emfisema



Fibrosis kistik



Bronkiektasis

Penyakit paru restriktif : 

Pnemokoniosis



Penyakit kolagen



Penyakit granulomatosa

Infeksi : 

Laringitis akut



Bronkitis akut



Pneumonia



Pleuritis



Perikarditis

Tumor :

15



Tumor laring



Tumor paru

Etiologi Pilek 

Picornavirus (contohnya rhinovirus)



Virus influenz



Virus sinsisial pernafasan.

C. Bagaimana patofisiologi batuk ? Benda asing masuk melalui hidung → Impuls aferen dari saluran nafas berjalan melalui n. vagus ke medula otak → 2,5 L udara diinspirasi secara cepat → Epiglottis menutup dan pita suara menutup erat untuk men jerat udara dalam paru → Otot abdomen berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma dan otot ekspirasi lainnya juga berkontraksi kuat → Tekanan dalam paru meningkat secara cepat dan bronkus serta trakea kolaps → Pita suara dan epiglottis terbuka lebar tiba-tiba → Udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar → Refleks batuk

D. Bagaimana patofisiologi dari pilek? Bakteri yang masuk melalui saluran pernafasan akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC)  Menghasilkan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler  terbuka pori sehinggan cairan,edem, sel-sel radang, IgG, PMN,dll masuk  IL1 keluar  Tcell ditangkap oleh Th1 / CMI (Cell Mediator Inflamation)  beta cell  memproduksi IgG  peningkatan sekresi dari sel goblet  sekresi mukus berlebihan  pilek

E. Mengapa pada kasus Panji tidak ada keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga? Karena tidak terjadi infeksi di telinga tengah.

3. Keluhan serupa dialami Panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas 16

A. Apa hubungan keluhan yang dialami 3 bulan yang lalu dengan keluhan yang dialami sekarang? Ada 2 kemungkinan yang terjadi pada Panji.Pertama, penyakit pasien yang 3 bulan lalu sudah benar-benar sembuh dan terjadi infeksi oleh patogen baru, jadi pasien masih dalam fase infeksi akut.Kedua, keluhan yang muncul kembali akibat eksaserbasi dari keluhan yang dulu, hal ini bisa disebabkan oleh imunitas yang sedang menurun dan pengobatan yang tidak adekuat sehingga masih ada patogen yang tersisa dalam tubuh walaupun tidak menimbulkan gejala yang mengganggu pasien,sehingga dianggap sembuh. Namun, patogen aktif dan berkembang biak kembali karena faktor yang sudah disebutkan di atas. Hal ini menandakan terjadinya fase kronik. 3 bulan lalu Panji mengalami infeksi bakteri sehingga keluhannya serupa dengan keluhan yang dia alami sekarang.3 hari yang lalu Panji terinfeksi virus (kemungkinan rhinovirus) sehingga menjadi factor pencetus aktifnya bakteri yang tidur di tonsil.

4. Pemeriksaan fisik , Status lokalis, laboratorium A. Bagaimana interpretasi serta mekanisme dari suhu yang abnormal? Normal

: 36,5 -37,2 ° C

Skenario

: 37,8 oC (subfebris)

Mikroorganisme yang masuk ke dalam jaringan atau darah akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag, dan sel mast. Setelah memfagositosis, sel ini akan mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan tubuh disebut sebagai pirogen endogen. IL-1 menginduksi pembentukan prostaglandin akan menstimulus hipotalamus sebagai pusat termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh dan terjadi demam atau panas.

B. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari rhinoskopi dan orofaring? Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri: Pemeriksaan Rhinoskopi

Hasil

Normal

Interpretasi

Mukosa

Mukosa berwarna Peradangan

Hiperemis

merah muda dan selalu basah

Konka inferior

Tidak edema

Peradangan 17

edema +/++ Konka inferior

Berwarna merah

hiperemis +/+

muda

Sekret kenal

-

Peradangan

Peradangan

berwarna putih

Mukosa hiperemis (+) Infeksi saluran pernapasan atas → kerusakan sel epitel lapisan mukosa → aktivasi sel mast → pelepasan mediator inflamasi (histamine, leukotrien, prostaglandin) → vasodilatasi pembuluh darah → hiperemis mukosa dan edema* Konka inferior edema +/+, hiperemis a) Reaksi inflamasi  pelepasan mediator-mediator radang  vasodilatasi  ekstravasasi sel-sel radang ke konka inferior  edema b) Reaksi inflamasi berulang  konka mengalami hipertropi  terlihat edema Sekret kental berwarna putih a) Pajanan antigen  sel-sel goblet memproduksi lebih banyak mukus b) Reaksi inflamasi  pelepasan mediator- mediator radang  vasodilatasi pembuluh darah  ektravasasi sel-sel radang  fagositosis antigen oleh sel-sel radang  keluar sebagai sekret kental berwarna putih c) Agen infeksius memasuki saluran napas atas  ditangkap oleh respon imun mekanis dari system mukosiliaris  pengeluaran secret mucus yang disertai sel-sel imun  secret kental berwarna putih

OROFARING

18

Tonsil T3-T3 Klasifikasi pembesaran tonsil : T0 : (-)/sudah dilakukan pengangkatan tonsil T1 : Bila besarnya ¼ jarak arcus anterior dan uvula T2 : Bila besaranya ½ jarak arcus anterior dan uvula T3 : Bila besaranya ¾ jarak arcus anterior dan uvula T4 : Bila besarnya mencapai uvula atau lebih

(A) T1. (B) T2. (C) T3. (D) T4. Pembengkakan tonsil ini terjadi karena meningkatkan aktivitas tonsil sebagai alat pertahanan tubuh. detritus (+) Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang, sehingga keluarlah leukosit polimorfonuklear. Kumplan dari leukosit yang tersisa, bakteri yang 19

mati, dan epitel yang terlepas inilah yang disebut detritus. Detritus ini biasanya tampak sebagai bercak kuning pada korpus tonsil.

kripta melebar Karena peradangan yang berulang akan menyebabkan epitel mukosa jaringan limfoid terkikis, sehingga dalam proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar.

Dinding faring hiperemis (+) Terjadi karena vaskularisasi di area faring meningkat untuk memudahkan transport dari tentara pertahanan tubuh seperti leukosit,makrofag,dan limfosit dalam melawan mikroorganisme sehingga dinding faring tampak merah.

granula (+) merupakan tanda adanya faringitis kronik karena granula merupakan jaringan limfoid yang membentuk gumpalan-gumpalan di dinding faring

C. Bagaimana cara pemeriksaan otoskopi, rhinoskopi, dan orofaring? Pemeriksaan Otoskopi

Jika anak kooperatif, periksa telinga dengan posisintidur miring, duduk, atau berdiri. Jika anak berdiri atau duduk, angkat kepala anak sedikit kearah bahu yang berlawanan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik untuk melihat gendang telinga. Dengan ibu jari dan telunjuk tangan yang bebas (biasanya tangan yang tidak dominan), pegang aurikula. Pegang otoskop dengan posisi bagian atas dibawah disambungan kepala dan pegangannya dengan ibu 20

jari dan telunjuk. Tempatkan jari yang lainnya menempel pada kepala anak untuk memungkinkan pergerakan otoskop jika anak tiba-tiba bergerak. Jika pemeriksaan dilakukan pada anak yang kooperatif, pegang pegangan otoskop dengan kepala otik ke kanan atas atau terbalik. Gunakan tangan dominan untuk memeriksa kedua telinga atau tangan yang lain untuk masing-masing telinga, bergantung pada mana yang lebih nyaman. Sebelum menggunakan otoskop, visualisasi telinga eksterna dan membran timpani seperti yang digambarkan pada jam. Angka-angka menjadi letak geografis yang penting. Masukkan spekulum ke dalam meatus diantara posisi jam 3 dan jam 9 dalam posisi ke bawah dan ke depan. Karena saluran melengkung, spekulum tidak mungkin melihat membran timpani kecuali jika saluran diliruskan. Pada anak yang berusia lebih dari 3 tahun, saluran melengkung kebawah dan kedepan. Oleh karena itu, tarik pina ke atas dan ke belakang ke arah posisi jam 10. Jika terdapat kesulitan dalam melihat membran, cobalah mereposisikan kepala, masukkan spekulum pada sudut yang berbeda, dan tarik pina ke arah yang sedikit berbeda. Jangan memasukkan spekulum melewati bagian kartilago (bagian paling luar) saluran, biasanya pada jarak 0,60 sampai 1,25 cm pada anak yang lebih tua. Insersi spekulum ke dalam bagian posterior saluran atau bagian saluran yang bertulang menyebabkan nyeri.

Pemeriksaan Rhinoskopi Rhinoskopi anterior Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depan disebut rinoskopi anterior.Otoskop dapat digunakan untuk melihat bagian dalam hidung terutama untuk mencari benda 21

asing.Spekulum dimasukkan dalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di dalam .Vestibulum hidung,septum terutama bagian anterior,konka inferior,konka media,dan konka superior serta meatus sinus para nasal dan keadaan mukosa rongga hidung harus diperhatikan.Apabila rongga hidung karena adanya edema mukosa,pada keadaan ini untuk melihat organ-organ yang disebut diatas perlu dimasukkan tampon kapas adrenalin pantokain beberapa menit

untuk

mengurangi

mukosa dan menciutkan

konka,sehingga rongga hidung menjadi lapang. Rhinoskopi posterior -

Cermin kecil kita pegang dengan tangan kanan. Sebelum memasukkan dan menempatkannya ke dalam nasofaring pasien, kita terlebih dahulu memanaskan punggung cermin pada lampu spritus yang telah kita nyalakan

-

Minta pasien membuka mulutnya lebar-lebar. Lidahnya ditarik ke dalam mulut, jangan digerakkan dan dikeraskan. Bernapas melalui hidung

-

Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung lidah pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian kanan lidah sehingga terbuka ruangan yang cukup luas untuk menempatkan cermin kecil dalam nasofaring pasien

-

Masukkan cermin kedalam faring dan kita tempatkan antara faring dan palatum mole kanan pasien. Cermin lalu kita sinari dengan menggunakan cahaya lampu kepala

-

Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih dahulu tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.

Ada 4 tahap pemeriksaan yang akan kita lalui saat melakukan rinoskopia posterior, yaitu : Tahap 1 : pemeriksaan tuba kanan. Tahap 2 : pemeriksaan tuba kiri. Tahap 3 : pemeriksaan atap nasofaring. Tahap 4 : pemeriksaan kauda konka nasi inferior Pemeriksaan orofaring PEMERIKSAAN MULUT DAN FARING( OROFARING ) 22

Dua per tiga bagian depan lidah ditekan dengan spatula lidah kemudian diperhatikan: 1. Dinding belakang faring: warnanya, licin atau bergranula, sekret ada atau tidak dan gerakan arkus faring. 2. Tonsil: besar, warna, muara kripti, apakah ada detritus, adakah perlengketan dengan pilar, ditentukan dengan lidi kapas. Ukuran tonsil - To Tonsil sudah diangkat - T1 Tonsil masih di dalam fossa tonsilaris - T2 Tonsil sudah melewati pilar posterior belum melewati garis para Median - T3 Tonsil melewati garis paramedian belum lewat garis median (pertengahan uvula) - T4 Tonsil melewati garis median, biasanya pada tumor

3. Mulut :bibir, bukal, palatum, gusi dan gigi geligi. 4. Lidah: gerakannya dan apakah ada massa tumor, atau adakah berselaput. 5. Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain. 6. Palpasi kelenjar liur mayor (parotis dan mandibula).

PEMERIKSAAN HIPOFARING DAN LARING Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi. Lidah pasien dijulurkan kemudian dipegang dengan tangan kiri memakai kasa (dengan jari tengah dibawah 23

dan jempol diatas lidah di pegang, telunjuk di bawah hidung, jari manis dan kelingking di bawah dagu). Pasien diminta bernafas melalui mulut denggan tenang. Kaca tenggorok no 9 yang telah dihangatkan dipegang dengan tangan kanan seperti memegang pensil, diarahkan ke bawah, dimasukkan ke dalam mulut dan diletakkan di muka uvula. Diperhatikan : - Epiglotis yang berberbentuk omega - Aritenoid berupa tonjolan 2 buah - Plika ariepiglotika yaitu lipatan yang menghubungkan aritenoid dengan epiglottis - Rima glottis - Pita suara palsu (plika ventrikularis): warna, edema atau tidak, tumor. - Pita suara (plika vokalis): warna, gerakan adduksi pada waktu fonasi dan abduksi pada waktu inspirasi, tumor dan lain-lain - Valekula: adakah benda asing - Sinus piriformis : apakah banyak secret

Perbedaan tonsilitis bentuk akut, eksaserbasi akut dan kronik: Akut Tonsil hiperemis dan edema Kripti tidak melebar Destruitus +/Perlengketan –

Kronik eksaserbasi akut Tonsil hiperemis dan edemaKripti melebar Destruitus + Perlengketan

Kronik Tonsil membesar/mengecil tidak hiperemis Kripti melebar Destruitus + Perlengketan 24

D. Bagaimana gambaran pemeriksaan otoskopi, rhinoskopi, dan orofaring? Gambaran otoskopi

Gambaran rhinoskopi Bagian yang diperiksa Septum

Normal

Abnormal

Membagi saluran hidung

-Perforasi septum dapat

menjadi dua ruang yang

disebabkan karena iritasi

sama besar

kronis atau trauma atau mungkin menunjukkan perusakkan oleh gumma pada sifilis

Membrana

Berwarna merah muda

-membrana yang lembab

sampai merah

dan merah menunjukkan menunjukkan iritasi,seringkali karena infeksi virus -Membrana merah pucat dengan konsistensi yang lunak dan basah mengarahkan pada alergi.

Hapusan sekresi hidung

> pilek

Sistem imun menurun

batuk

Permeabilitas kapiler ↑

Darah menumpuk

Masuk ke faring

Epitel terkikis Reaksi: jar.limfoid superficial sekresi leukosit PMN Reaksi sitokin

demam

eksudat Menempel ke mukosa faring

Konka hiperemis

rhinitis

Hiperemis /edem faringitis

Lewat sal.limfe masuk ke tonsil Radag terus menerus

Proses penyembuhan jar. Limfoid diganti dengan jar. parut

mengkerut

tonsilitis

Merangsang serabut-serabut nyeri

Sakit tenggorokan

Kripta melebar

Menembus kapsul tonsil Tonsilofaringitis kronik eksaserbasi akut

39

VI.

SINTESIS

A.ANATOMI THT 1) Anatomi Telinga

a. Telinga Luar Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga).Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata.Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga.Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani.Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga.Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.

b. Telinga Tengah Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga 40

tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara.Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam.Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah.Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara.Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin.anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe. Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring.Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan.Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

c. Telinga Dalam Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal.Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi.Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti.Labirin membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe.Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan 41

dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak.Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang selsel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII).Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak

2) Anatomi Hidung



Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut: -

Bagian luar dinding terdiri dari kulit.

-

Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.

-

Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung ( konka nasalis ), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior.



Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu:

meatus superior,

meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara 42

pernafasan , sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana. 

Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis yaitu sinus maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.



Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka nasalis . Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman , sel tersebut terutama terdapat pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman ( nervus olfaktorius ).



Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis.



Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh selsel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.

3) Anatomi Tenggorokan

43



Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulangtulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring.



Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.



Cartilago / tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut: -

Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun ( Adam’s apple) dan sangat jelas terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea.

-

Cartilago epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.

-

Cartilago cricoidea 1 buah yang berbentuk cincin. Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I.

-

Cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan

4) Anatomi Tonsil Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya dibawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.Pada tonsil terdapat epitelpermukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta kriptus didalamnya.Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil.Tonsil tidak mengisi seluruh fosatonsilaris, daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris.Bagian luartonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kalimakan. Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsildapat meluas ke arah 44

nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke arah

hipofaring,

sehingga

seringmenyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secaramikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu: 1. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa. 2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda. 3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium. Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi sebagai berikut : -

Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.

-

Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus glossopalatinusdan arcus glossopharingicus.

-

Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

-

Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tubaauditiva.

-

Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.

Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin inidikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadapinfeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofifisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. Tonsil palatina dan adenoid (tonsilfaringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer.

Gambar 1. Cincin Waldeyer 45

Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach’s).

Tonsila Palatina Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa

dan

permukaan

medialnya

yang

bebas

menonjol

kedalam

faring.Permukaannya

tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-20kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam.Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsillapalatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis. Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah: 1. Anterior : arcus palatoglossus 2. Posterior : arcus palatopharyngeus 3. Superior : palatum mole 4. Inferior : 1/3 posterior lidah 5. Medial : ruang orofaring 6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior

Gambar 2. Anatomi normal Tonsil Palatina Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening.Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening servikal profundaatau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening selanjutnya menuju ke kelenjartoraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus 46

Vaskularisasi dan Aliran Getah Bening Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a.maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden,a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis dengancabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas dibagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole.Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menujutonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.konstriktor superior.Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ketonsil, plika anterior dan plika posterior.Arteri palatina desenden atau a. palatina posterioratau lesser palatina artery member vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas danmembentuk anastomosis dengan a. palatina asenden.vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.

Gambar 3. Vaskularisasi Tonsil Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsilditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula, yang kemudianmembentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan menembus m. KonstriktorFaringeus Superior, selanjutnya menembus fascia bucofaringeus dan akhirnya menujukelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang pembuluh darah besar leher,

47

di belakangdan di bawah arkus mandibula. Kemudian aliran limfe dilanjutkan ke nodulus limfatikusdaerah dada untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus .

Gambar 4. Aliran Limfe Tonsil

48

B.HISTOLOGI THT HISTOLOGI TELINGA Telinga Luar 1.

Auricula  Dibungkus oleh perikondrium yang mengandung serat elastin.  Terdiri dari tulang rawan elastin.

2.

Meatus akustikus eksternus  Sepertiga bagian luar berupa tulang rawan, dua pertiga bagian dalam bagian dari tulang temporal.  Kulitnya dilapisi oleh perikondrium dan perioestium.  Sepertiga luar dilapisi oleh rambut kasar.  Meatus akustikus eksternus mengandung kelenjar sebasea dan kelenjar seruminosa yang menyekresikan serumen.  Lumen kelenjar besar dan epitelnya selapis gepeng.

Telinga Tengah 1.

Kavum Timpani  Dilapisi sel gepeng di dekat muara tuba eustachius dan sel kuboid silia di tepian.

2.

Tulang pendengaran: dihubungkan oleh sendi diartrosis dan disokong oleh ligamen halus

3.

Membran Timpani  Semi transparan, lonjong dan seperti kerucut.  Terdiri dari dua lapisan berupa serat kolagen dan fibroblas serta jalinan tipis serat elastin (bagian luar radial dan bagian dalam melingkar).  Bagian luar membran timpani dilapisi kulit tipis tanpa rambut/ kelenjar, di odalamnya dilapisi mukosa dengan sel epitel gepeng, lamina propria tipis dan sedikit serat kolagen dan kapiler. 49

4.

Tuba eustachius  Sepertiga pertama disokong oleh tulang, di medial dilapisi oleh tulang rawan dan di lateral dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa.  Hampir seluruh tuba dilapisi oleh tulang rawan elastin, tetapi di dekat ujung faring dilapisi tulang rawan hialin.  Bagian tulang tuba relatif tipis, terdiri dari epitel kolumnar rendah bersilia, lamina propria tipis.  Bagian tulang rawan, terdiri dari sel kolumnar tinggi, bersilia dan di lamina propria banyak limfosit.

Telinga Dalam 1.

Labirin oseosa

2.

Labirin membranosa:

a.

Utrikulus  Lapisan luar: lapisan fibrosa  Lapisan tengah: jaringan ikat vascular halus  Lapisan dalam: sel gepeng dan kuboid rendah

b.

Sakulus  Makula sakuli – duktus sakulus dan utrikulus menyatu menjadi duktus endolimfatikus: dilapisi oleh epitel kuboid sampai gepeng, dekat ujung ada kolumnar tingga berupa sel gelap dan sel terang.

c.

Duktus semisirkularis (anterior, posterior dan lateral), berisi cairan endolimfe.  Pada duktus semisirkularis mengalami pelebaran yang disebut ampula dan berisi krista ampula. Krista ampula mengandung epitel sensoris, terbagi dua: sel rambut dan sel penyokong.

3.

Koklea  Skala vestibuli: dinding dilapisi jaringan ikat tipis dengan epitel selapis gepeng.  Skala media: dibentuk oleh stria vascularis dengan epitel bertingkat dan mengandung anyaman kapiler intraepitelial yang terbentuk dari pembuluh-pembuluh darah yang mendarahi jaringan ikat di ligamentum spirale.  Skala timpani: dilapisi jaringan ikat tipis dengan epitel selapis gepeng.

50

51

HISTOLOGI HIDUNG

Strukur histologi hidung, terdiri atas: Jika dilihat pada mikroskop, rongga hidung terdiri dari: -

tulang

-

tulang rawan hialin

-

otot bercorak

-

jaringan ikat

Kulit luar hidung, secara mikroskopik nampak: -

Mempunyai lapisan sel yaitu epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk.

-

Terdiri atas rambut-rambut halus.

-

Mengandung kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.

Vestibulum nasi. Secara anatomi, vestibulum nasi merupakan bagian dari cavum nasi yang terletak tepat di belakang nares anterior. Secara histologi, vestibulum nasi terdiri atas: -

Epitel berlapis gepeng.

-

Terdapat vibrissae, yaitu rambut-rambut kasar yang berfungsi menyaring udara pernafasan.

-

Terdapat kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.

Konka nasalis. Secara anatomi pada dinding lateral cavum nasi terdapat tiga tonjolan tulang disebut konka.

52

-

Konka nasalis superior tersusun atas epitel khusus yaitu epitel olfaktorius untuk penciuman.

-

Konka nasalis media dan konka nasalis inferior dilapisi epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.

-

Epitel yang melapisi konka nasalis inferior banyak terdapat plexus venosus yang disebut swell bodies yang berperan untuk menghangatkan udara yang melalui hidung. Bila alergi akan terjadi pembengkakan swell bodies yang abrnormal pada kedua konka nasalis, sehingga aliran udara yang masuk sangat terganggu.

Mukosa hidung. Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologis dan fungsional dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Regio respiratorius -

Tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.

-

Pada lamina propria terdapat glandula nasalis yang merupakan kelenjar campur penghasil sekret, untuk menjaga kelembaban cavum nasi dan menangkap partikelpartikel debu yang halus dalam udara inspirasi.

-

Terdapat noduli limfatisi.

-

Lamina propria menjadi satu dengan periosteum/ perikondrium (dinding konka nasalis), oleh karena itu membran mukosa di hidung sering disebut mukoperiosteum/ mukoperikondrium/ membran Schneider.

-

Terdapat serat kolagen, serat elastin, limfosit, sel plasma, dan sel makrofag.

Regio olfaktorius -

Bagian dinding lateral atas dan atap posterior kavum nasi terdapat organ olfaktorius.

-

Pada konka nasalis superior terdapat epitel khusus/ epitel olfaktorius yang terdapat pada pertengahan kavum nasi.

-

Daerah epitel olfaktorius mencakup 8 – 10 mm ke bawah pada tiap sisi septum nasi dan pada permukaan konka nasalis superior, dengan batas tidak teratur dan luas 500 m2 dengan mukosa warna coklat kekuningan.

-

Tunika mukosa terdapat epitel olfaktorius yang tersusun atas empat macam sel, yaitu: 53

o Sel olfaktorius Terletak diantara sel basal dan sel penyokong. Merupakan neuron bipolar dengan dendrit ke permukaan dan akson ke lamina propria. Ujung dendrit menggelembung disebut vesikula olfaktorius. Dari permukaan keluar 6-8 silia olfaktorius. Akson tak bermyelin dan bergabung dengan akson reseptor lain di lamina propria membentuk nervus olfaktorius. o Sel sustentakuler/ sel penyokong Bentuk sel silindris tinggi dengan bagian apeks lebar dan bagian basal menyempit. Inti lonjong. Pada permukaan terdapat mikrovili. Sitoplasma mempunyai granula kuning kecoklatan. o Sel basal Bentuk segitiga. Inti lonjong. Merupakan reserve cell/ sel cadangan yang akan membentuk sel penyokong dan mungkin menjadi sel olfaktorius. o Sel sikat Sel yang mempunyai mikrovili di bagian apikal. -

Lamina propria mempunyai banyak vena. Mengandung kelenjar terutama jenis serosa/ kelenjar Bowman, berperan untuk membasahi epitel dan silia, dan juga sebagai pelarut zat-zat kimia yang dalam bentuk bau/ dapat melarutkan bau-bauan.

HISTOLOGI TRAKEA 1.

Tube, 12 cm/ 2 cm

2.

C-ring of hyaline cartilage (10-12) horseshoe-shaped

3.

Inter perichondrium, fibroelastic c.t  flexibility to the trachea  open ends posteriorly, connected by smooth muscle  trachealis muscle  Contraction of lumen

4.

Mucosa  respiratory epithelium,  lamina propria (loose con tissue), Mucous Glands, lymphoid element

5.

Submucosa.  dense, irregular fibroelastic con. tissue  mucous and seromucous glands (short ducts open onto the surface) 54

 lymphoid elements  rich blood and lymph supply, 6.

Adventitia 

hyaline C-ring (HC)

C.FISIOLOGI THT FISIOLOGI TELINGA 

PENDENGARAN Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

55

Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran

FISIOLOGI HIDUNG Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-selsyaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6) Turut membantuproses bicara, (7) Reflek nasal.

FISIOLOGI TENGGOROKAN Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk Artikulasi. 

Proses menelan 56

Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung. 

Proses Berbicara Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

D.RHINOTONSILOFARINGITIS Rhinitis A. Pengertian Rhinitis adalah inflamasi membrane mukosa hidung yang dikelompokkan rhinitis alergik dan non alergik. Rhinitis non alergik  suatu peradangan pada selaput lendir hidung tanpa latar belakang alergi. Rhinitis alergik  mungkin suatu tanda dari alergi. 57

B. Etiologi Rhinitis Alergik dapat dibagi : ~ Spesifik yang penyebabnya debu yang penyebabnya debu rumah, bulu binatang, asap rokok, tepung sari, makanan, mainan dan sebagainya. ~ Non-spesifik yang disebabkan oleh gangguan metabolik. Jenis – jenis Rhinitis non-alergika, antara lain : ~ Rinitis Infeksiosa. Rinitis infeksiosa biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan bagian atas, baik oleh bakteri maupun virus. ~ Rinitis Non-Alergika Dengan Sindroma Eosinofilia Penyakit ini diduga berhubungan dengan kelainan metabolisme prostaglandin. Pada hasil pemeriksaan apus hidung penderitanya, ditemukan eosinofil sebanyak 10-20%. ~ Rinitis Okupasional Gejala-gejala rinitis hanya timbul di tempat penderita bekerja. Gejala-gejala rinitis biasanya terjadi akibat menghirup bahan-bahan iritan (misalnya debu kayu, bahan kimia). Penderita juga sering mengalami asma karena pekerjaan. ~ Rinitis Hormonal Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan pada keseimbangan hormon (misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas, pemakaian pil KB). ~ Rinitis Karena Obat-obatan Obat-obatan yang berhubungan dengan terjadinya rinitis adalah: - ACE inhibitor - reserpin - guanetidin - fentolamin - metildopa - beta-bloker - klorpromazin - gabapentin - penisilamin - aspirin - obat anti peradangan non-steroid - kokain 58

- estrogen eksogen - pil KB. ~ Rinitis Gustatorius Rinitis gustatorius terjadi setelah mengkonsumsi makanan tertentu, terutama makanan yang panas dan pedas. ~ Rinitis Vasomotor Rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan sistem parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi

pelebaran

dan

pembengkakan

pembuluh

darah

di

hidung.

Gejala biasanya dipicu oleh: - cuaca dingin - bau yang menyengat - stres - bahan iritan. C. Patofisiologi Rangsangan saraf parasimpatis akan menyebabkan terlepasnya asetilkolin, sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dalm konka serta meningkatkan permiabilitas kapiler dan sekresi kelenjar, sedangkan rangsangan sraaf simpatis mengakibatkan sebaliknya.( kapita) D. Manifestasi klinik Manifestasi kliniknya pada umumnya untuk rhinitis adalah gatal pada nasal, hidung tersumbat, beringus, kongesti nasal, bersin-bersin, tinnitus (rasa ada dengung di telinga). · Rhinitis infeksiosa Manifestasi klinisnya adalah lendir hidung yang bernanah, yang disertai dengan nyeri dan tekanan pada wajah, penurunan fungsi indera penciuman serta batuk. · Rhinitis Vasomotor Hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri,disertai bersin, disertai gatal pada mata. gejala memburuk pada pagi hari waku bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga asap rokok dan sebagainya. E. Pemeriksaan Penunjang Dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan rhinitis alergik. Pemeriksaan Sitologi hidung sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah yang banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestinal dan sel polimorfonuklear menunjukkan infeksi bakteri. 59

Pemeriksaan yang lebih bermakna tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELIZA (enzyme linked immunoassay). F. Penatalaksanaan Secara umum, terbagi atas : - Menghindari kontak alergen penyakit - Terapi Simtomatis dilakukan dengan pemberian antihistamin. ä PENGKAJIAN 1. Riwayat kesehatan pasien yang lengkap. Menunjukkan kemungkinan tanda gejala sakit, nyeri sekitar mata dan pada kedua sisi hidung, indra penciuman terganggu, batuk, hidung tersumbat, demam, suara serak, dan rasa tidak nyaman. Menetapkan kapan gejala mulai timbul, apa yang menjadi pencentusnya, apa yang dapat menghilangkan atau meringankan gejal tersebut dan apa yang memperburuk

gejala

tersebut

merupakan

bagian

dari

pengkajian,

juga

mengindentifikasi riwayat alergi. 2. Riwayat penyakit pernapasan. Mengkaji penyakit pernapasan yang pernah diderita, bagaimana pengobatannya, 3. Pola Hidup. 4. Adanya faktor pencetus rhinitis. ä Diagnosa Keperawatan · Nyeri yang behubungan dengan iritasi jalan napas akibat infeksi. · Ketidakefektifan bersihan jalan napasyang berhubungan dengan sekresilendir berlebihan akibat inflamasi. · Defisit pengetahuan mengenai pencegahan infeksi pernapasan atas. Masalah komplikasi pada rhinitis yang tidak ditangani : ▪ Sepsis ▪ Abses peritonilar ▪ Othitis media ▪ Sinusitis ä Perencanaan dan Implementasi Tujuan : tujuan utama pasien dapat mencakup pemeliharaan potensi jalan napas, menghilangkan nyeri, dan pengetahuan tentang pencegahan infeksi jalan napas atas dan tidak terdapat komplikasi. ä Intervensi Keperawatan 1. Tindakan Meningkatkan Kenyamanan 60

Infeksi traktus respiratorius atas biasanya menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman. Gangguan rasa aman dan nyaman disebabkan karena rasa tidak enak badan dengan disertai nyeri pada otot-otot hidung, hidung tersumbat, gatal pada hidung, nyeri kepala dan sebagainya. Menyarankan pasien untuk istirahat, hal ini dapat membantu rasa tidak nyaman pada umumnnya. Perawat mengintruksikan pasien tentang teknik hygiene pada mulut dan hidung untuk membantu menghilangkan rasa tidak nyaman setempat dan untuk mencegah penyebaran infeksi. 2. Pembersihan Jalan Napas penumpukan sekresi lendir dapat menghambat jalan napas pada pasien. Perubahan pola pernapasan dan upaya bernapas yang dibutuhkan untuk dapat melewati sumbatan tersebut menjadi meningkat. Memonitor jumlah pernapasan pasien, gunanya untuk mengetahui status pernapsan pasien. Dan juga terdapat beberapa tindakan yang dapat mengencerkan sekresi antara lain Hydro terapi dengan minum air hangat, menghirup uap air panas. Melembabkan lingkungan dengan vaporizer ruangan juga dapat mengencerkan sekresi dan menguranngi inflamsi membrane mukosa. Pasien diintruksikan istirahat dengan posisi yang nyaman,

bila

terjadi

sesak

atur

posisi

fowler

untuk

meningkatkan

mengembangan paru-paru.

3. Penyuluhan Pasien Penyuluhan pasien penting dalam mencegah infeksi, penyebaran ke orang lain dan meminimalkan terjadinya komplikasi. Pencegahan infeksi pernapasan atas kebanyakan sulit karena banyak potensi penyebabnya. Patogen yang bertanggung jawab biasanya sukar diidentifikasi dan vaksin belum tentu tersedia. Kondisi alergi, perubahan cuaca, dan beberapa penyakit sistemik mengkin menjadi faktor pencentusnya. mencuci tangan masih merupakan hal penting dalam mencegah penyebaran infeksi. Perawat mengintruksikan pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan dengan baik. Mengkonsumsi makanan yang bergizi, olahraga, istirahat dan tidur yang cukup, pentinng untuk mendukung daya tahan tubuh dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi pernapasan. Instruksi tentang cara pencegahan infeksi silang pada anggota yang lain dengan cara memakai sapu tangan saat bersin, menutup mulut saat batuk dan pembuangan tisu yang baik. 61

4. Instruksikan pasien yang alergik untuk menghindari allergen seperti debu, bulu, asap dan lain sebagainya. 5. Ajarkan teknik penggunaan obat-obatan seperti sprei dan serosol. ä Evaluasi  Hasil yang diharapkan ▪ Melaporkan keadaan yang lebih nyaman Mengikuti tindakan untuk mencapai dengan anangesik, istirahat, kantung panas, dan memperagakan hygiene mulut yang adekuat. ▪ Mempertahankan jalan napas pasien dengan mengatasi sekresi ▪ Mengidentifikasi strategi untuk pencegahan infeksi pernapasan dan reaksi alergi. ▪ Menunjukkan tingkat pengetahuan yang cukup dan melakukan perawatan dini terhadap infeksi pernapasan atas. ▪ Bebas dari tanda dan gejala infeksi. Menunjukan tanda-tanda vital normal dan bebas dari nyeri pada hidung, nyeri kepala, dan sebagainya.

Faringitis Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (4060%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Penularan infeksi melalui sekret hidung dan ludah/droplet infection. Jenis-jenis faringitis: 1. a.

Faringitis Akut Faringitis Viral Etiologi : Rinovirus Gejala dan Tanda: Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, dan sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. EBV menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak dan terdapat pembesaran kelenjar limfa seluruh tubuh terutama retroservikal dan splenomegali. Sedangkan virus influenza tidak menghasilkan eksudat. Terapi: Istirahat dan minum cukup, kumur dengan air hangat, analgetika jika perlu dan tablet isap.

b.

Faringitis Bakterial 62

Etiologi : infeksi Streptococcus

hemolitikus grup A

Gejala dan Tanda: Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechie pada palatum dan faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan. Terapi: a) Antibiotik: penicillin G banzatin, amoksisilin, eritromisin, b) Kortikosteroid: deksametason, c) Analgetika, d) Kumur dengan air hangat atau antiseptik. c.

Faringitis fungal

d.

Faringitis gonorea

2.

Faringitis Kronik Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring, dan debu.

a.

Faringitis kronik hiperplastik Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring menjadi tidak rata dan bergranular. Gejala: Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang beriak. Terapi: Pengobatan simtomatis dengan obat kumur atau hisap. Jika perlu dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.

b.

Faringitis kronik atrofi Sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan Tanda: Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Tampak mukosa faring ditutupi lendir kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. Terapi: Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofi dan untuk faringitisnya ditambahkan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut. (Rusmarjono dan Efiaty, 2007)

Tonsilitis Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara, tangan, dan ciuman. Terjadi terutama pada anak. Jenis-jenisnya: 1. Tonsilitis Akut a. Tonsilitis viral Gejala: Lebih menyerupai common cold disertai nyeri tenggorok. Penyebab tersering adalah EBV. 63

Terapi: Istirahat, minum cukup, analgetik, dan antivirus jika gejala berat. b.

Tonsilitis bakterial Etiologi : kuman grup A Streptococcus β hemoliticus Gejala dan Tanda: nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tinggi, lesu, nyeri pada sendi, otalgia. Tampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus (kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas yang tampak sebagai bercak kuning). Kelenjar submandibula bengkak dan nyeri tekan. Terapi: Antibiotik spektrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur mengandung desinfeksan. Komplikasi: Otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil, dll.

2. Tonsilitis Membranosa a. Tonsilitis difteri b.

Tonsilitis septik

c. Angina Plaut Vincent d. Penyakit kelainan darah 3. Tonsilitis Kronik Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Gejala dan Tanda : Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan terisi detritus. Ada rasa mengganjal di tenggorok, kering, dan napas berbau. Terapi : Terapi lokal ditujukan pada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap. Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan jalan napas, serta kecurigaan neoplasma.

VII. KESIMPULAN

64

DAFTAR PUSTAKA

A, Adenan._. Kumpulan kuliah telinga. Bagian THT FK USU/RS Dr.Pirngadi. Medan. A, Wright. 1997. Anatomy and ultrastructure of the human ear 6th Ed. Great Britain : Butterworth- Heinemann. Bailey J. Byron, Coffey Amy, R. 1996. Atlas of Head & Neck Surgery-Otolaryngology. Boeis, Higler, Priest. Fundamental of Otolaryngology, “ A textbook of Ear, Nose, and Throat Disease”, fourth Edition. E, Hadjar. 1990. Gangguan keseimbangan dan kelumpuhan nervus fasial Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. GF, Moore, dkk. 1989. Anatomy and embryology of the ear Ed. Textbook of otolaryngology and head and neck surgery.New York : Elsevier Science Publishing. I, Soetirto. 1990. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ) Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. JJ, Ballenger. 1994. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal Edisi ke-13. Jakarta : Binarupa Aksara. SL, Liston,dan Duvall AJ. 1997. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Soetjipto, Damayanti dan Endang Mangunkusumo.1997. Hidung. Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Soepardi, Arsyad, SpTHT. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

65

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF