Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Kardiovaskuler Kelompok B1
May 15, 2018 | Author: Ridho Frihadananta Wardhana | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Tutorial Skenario 2 Blok Kardiovaskuler Kelompok B1...
Description
LAPORAN TUTORIAL BLOK KARDIOVASKULER SKENARIO II KENAPA JANTUNG SAYA DEG-DEGAN DOK?
KELOMPOK 11 AGUSTIN FEBRIANA
G0012008
DEWI NARESWARI
G0012058
KATHERINE GOWARY S
G0012104
OKI SARASWATI UTOMO
G0012156
RAISA CLEIZERA REMBULAN
G0012174
RR. MIRANDA MUTIA
G0012196
YUNITA DESY WULANSARI
G0012238
ANTON GIRI MAHENDRA
G0012022
MASYOLA GUSTA ALIM
G0012128
RIDHO FRIHADANANTA
G0012182
SORAYA SAHIDHA
G0012214 TUTOR:
dr. Zulaika Nur Afifah FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014
BAB I PENDAHULUAN
SKENARIO II KENAPA JANTUNG SAYA DEG-DEGAN DOK?
Seorang laki-laki berusia 25 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan berdebar-debar. Berdebar-debar dirasakan sejak 1 jam yang lalu. Tidak merasakan sesak nafas. Pasien juga mengeluh sering merasakan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah. Sebelumnya Sebelumnya pernah mengalami penyakit serupa beberapa tahun yang lalu. Sejak kecil sering batuk pilek dan cepat lelah, bibir tidak tampak kebiruan. Nafsu makan sedikit terganggu dan menurut ibunya anak tersebut lahir prematur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 140x/ menit, ireguler. Pada inspeksi di nding dada tidak tampak barrel chest . Pada palpasi ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral linea medioclavicularis kiri, tidak teraba thrill. Pada perkusi batas jantung kiri di SIC VI 2 cm lateral line medioclavicularis kiri. Pada auskultasi jantung terdengar sistolik murmur dengan punctum maximum di SIC VI linea axilaris anterior kiri. Pada extremitas tidak ada bengkak, tidak terlihat jari-jari tabuh maupun sianosis. Pemeriksaan hematologi rutin normal. Pemeriksaan ECG menunjukkan irama atrial fibrilasi dengan HR 100x/menit, LAD, LVH, LAH. Pemeriksaan foto thorax PA CTR 0.60, apex bergeser ke lateral bawah. Kemudian dokter puskesmas merujuk pasien tersebut pada dokter spesialis jantung. Apa yang sesungguhnya terjadi pada pasien tersebut?
BAB I PENDAHULUAN
SKENARIO II KENAPA JANTUNG SAYA DEG-DEGAN DOK?
Seorang laki-laki berusia 25 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan berdebar-debar. Berdebar-debar dirasakan sejak 1 jam yang lalu. Tidak merasakan sesak nafas. Pasien juga mengeluh sering merasakan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah. Sebelumnya Sebelumnya pernah mengalami penyakit serupa beberapa tahun yang lalu. Sejak kecil sering batuk pilek dan cepat lelah, bibir tidak tampak kebiruan. Nafsu makan sedikit terganggu dan menurut ibunya anak tersebut lahir prematur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 140x/ menit, ireguler. Pada inspeksi di nding dada tidak tampak barrel chest . Pada palpasi ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral linea medioclavicularis kiri, tidak teraba thrill. Pada perkusi batas jantung kiri di SIC VI 2 cm lateral line medioclavicularis kiri. Pada auskultasi jantung terdengar sistolik murmur dengan punctum maximum di SIC VI linea axilaris anterior kiri. Pada extremitas tidak ada bengkak, tidak terlihat jari-jari tabuh maupun sianosis. Pemeriksaan hematologi rutin normal. Pemeriksaan ECG menunjukkan irama atrial fibrilasi dengan HR 100x/menit, LAD, LVH, LAH. Pemeriksaan foto thorax PA CTR 0.60, apex bergeser ke lateral bawah. Kemudian dokter puskesmas merujuk pasien tersebut pada dokter spesialis jantung. Apa yang sesungguhnya terjadi pada pasien tersebut?
BAB II DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Seve Seven n Jum J um p Jump I : Klarifikasi Istilah
Dalam skenario ini beberapa istilah yang perlu diklasifikasi adalah sebagai berikut: 1. Barrel chest
: Dada seperti tabung/tong, sternum terdorong ke arah
depan dengan costae horizontal. Biasanya pada emphisema pulmonum, maka disebut sebagai torax emphisematicus. Terjadi karena hiperinflasi paru. Hiperinflasi adalah terjebaknya udara akibat saluran pernapasan menyempit. Terjadi dengan diameter anteroposterior membesar sampai sekitar diameter melintangnya, akibatnya dada tampak selalu berada pada posis inspirasi. 2. Punctum maximum : lokasi dimana bising jantung terdngar paling keras
pada auskultasi 3. Sianosis
: Warna kebiruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi
akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak terikat oleh oksigen). Biasanya tidak diketahui sebelum jumlah absolut Hb tereduksi mencapai 5 gram per 100ml atau lebih pada seseorang dengan konsentrasi konsentrasi Hb normal (saturasi oksigen 35 kotak kecil LAD: left Axis deviation LAH: Left Atrium Hypertrophy
Tampak dengan Gel P mitral 5. Jari tabuh (clubing finger) : Kelainan bentuk jari dan kuku tangan yang
menjadikan jari tangan dan kaki membulat yang berkaitan dengan penyakit jantung dan paru-paru. Penyebabnya adalah penambahan jaringan ikat pada bagian jaringan lunak di dasar kuku yang berkaitan dengan kekurangan oksigen/hipoksia kronik. 6. Atrial fibrilasi : Ditandai dengan depolarisasi atrium yang cepat, ireguler dan tidak terkoordinasi tanpa gelombang P yang jelas. Karena itu kontraksi atrium menjadi kacau dan asinkron. Karena impuls yang mencapai nodus AV tidak teratur maka irama ventrikel juga sangar ireguler. Kompleks QRS terbentuk normal tetapi muncul secara sporadis. Waktu diantara 2 denyut ventrikel bervariasi, sebagian denyut ventrikel berlangsung berdekatan sehingga isi ventrikel sedikit, karena pengisian kurang maka kontraksi berikutnya lemah sehingga menyebabkan nadi pergelangan tidak teraba. 7. Sistolik murmur : Bising jantung yang terjadi selama sistole. Biasanya
disebabkan karena katup stenotik dan katup insufisiensi. katup stenosis : katup kaku menyempit yang tidak dapat membuka secara sempurna. Darah dipaksa melewati lubang yang sempit dengan kecepatan meningkat sehingga terjadi turbulensi siulan abnormal. katup insufisien : katup tdk dapat menutup secara sempurna, biasanya karena tepi-tepi katup terdapat jaringan parut dan tidak menyatu dengan benar. Turbulensi terjadi ketika darah mengalir balik melalui katup insufisiensi kemudian bertumbukan dengan darah yang arah berlawanan menyebabkan murmur berdesis atau berkumur. sistolik murmur : bunyi terdengar antara BJ2 dan BJ2
8. Ictus cordis : Adalah proses ketika ventrikel kontraksi, memukul dinding
thorax, terletak pada SIC V linea medioclavicularis sinistra Jump I I : Menentukan/mendefinisikan permasalahan
1. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pasien dengan keluhan? 2. Apa penyebab keluhan pasien berdebar-debar? 3. Apakah hubungan riwayat penyakit dahulu dengan keluhan saat ini? 4. Mengapa
iktus
kordis
teraba
pada
SIC
VI
2cm
lateral
linea
miedioclavicularis? 5. Interprestasi pemeriksaan perkusi 6. Interprestasi pemeriksaan auskultasi 7. Mengapa Pada ekstremitas tidak ada bengkak, Jari tabuh maupun sianosis? 8. Interprestasi pemeriksaan EKG 9. Interprestasi pemeriksaan Thorax 10. Mengapa pemeriksaan hematologi normal? 11. Mengapa didapatkan takikardi dan ireguler? 12. Mengapa Dilakukan pemeriksaan Barrel Chest? 13. Mengapa ada perbedaan antara HR dengan denyut nadi? 14. Mengapa berdebar – debar muncul sejak 1 jam yang lalu?
Jump I I I : Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara
mengenai permasalahan
Untuk pertanyaan yang belum terjawab, dimasukkan ke dalam LO (Learning Objective) pada Jump V
Hubungan usia dan jenis kelamin pasien dengan keluhan
Meskipun individu-individu segala umur dapat diserang oleh Demam Rematik (DR) akut, tetapi DR ini banyak terdapat pada anak-anak dan orang usia muda (5-15 tahun). Ada dua keadaan terpenting dari segi epidemiologic pada DR akut ini yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk. Namun pada saat wabah DR
tahun 1980 di Amerika, pasien anak yang terserang juga pada kelompok ekonomi menengah ke atas. Demam rematik juga epidemiologinya terlihat meningkat agresif pada Negara tropis dan sub tropis. Demam rematik dan Penyakit jantung rematik adalah penyebab utama kematian penyakit jantung untuk usia 45 tahun, juga dilaporkan 25-40% penyakit jantung disebabkan oleh PJR untuk semua umur.
Interpretasi Pemeriksaan Auskultasi dan EKG
Axis Jantung Sesuai dengan sistem konduksi elektiknya, jantung mempunyai axis. Axis jantung adalah arah dari konduksi elektrik jantung, yang kita cari adalah resultan dari gaya listrik. Hal ini digunakan
misalnya untuk menedeteksi hipertrofi
jantung, letak dari nodus SA, nodus AV, bundle HIS, dan serabut Purkinje berubah. Apabila letaknya berubah maka arah resultan gayanya juga berubah. Mengetahui axis jantung bermanfaat untuk melihat apakah ada pergeseran letak jantung. Bisa juga bergeser karena jantung bertambah besar, atau bisa juga bergeser karena ada tumor di mediastinum. Axis jantung yang normal adalah 30°/d 110°. Cara identifikasi axis ada beberapa macam, yang pertama identifikasi axis dengan cara membentuk gambaran resultan gaya antara Lead I dengan aVF. Misalkan lead aVF defleksi positif (ke atas /titik R) sebanyak 5 kotak kecil dan defleksi negatif (ke bawah /titik S) 10 kotak kecil. Jadi di lead aVF didominasi defleksi negatif (-10 kotak )- (+5 kotak) = -5 kotak. Sedangkan di lead I misalkan defleksi positif 11 kotak kecil dan defleksi negatif 2 kotak kecil. Jadi di lead I dominasinya defleksi positif ---> (+11 kotak) - (2 kotak) = + 9mm. Setelah itu, buat garis pada kotak strimin untuk menentukan resultan gayanya 5 kotak kearah negatif lead aVF, dan 9 kotak kearah positif lead I. Setelah itu tentukan titik pertemuan kedua lead tersebut, kemudian hubungkan titik pertemuan itu dengan titik pusat. Terus carilah sudutnya menggunakan busur derajat.
Cara identifikasi axis yang lain adalah sebagai berikut: 1. Pertama carilah dulu lead yang isoelektrik (R/S = 1). 2. Jika tidak ada lead yang isoelektrik, maka carilah yang paling mendekati. 3. Kemudian carilah lead yang tegak lurus dengan lead tersebut. 4. Karena kemungkinan ada dua lead yang tegak lurus dengan lead isoelektrik, maka harus dipilih yang paling sesuai dengan arah gaya kompleks QRS. Left Ventricular Hipertrophy (LVH)
Berikut ini merupakan beberapa criteria untuk penegakan diagnosis dari LVH •
Kriteria lead precordial S pada V1 + R pada V6 ≥ 36 kotak kecil S pada V2 + R pada V6 ≥ 35 kotak kecil R pada V5 + R pada V6 ≥ 27 kotak kecil
•
Kriteria lead ekstremitas R di aVL ≥ 11 kotak kecil, atau jika ada LAD, R di aVL ≥ 18 kotak kecil R di lead I + S di lead III > 25 kotak kecil R di aVF > 20 kotak kecil S di aVR > 14 kotak kecil
•
Kriteria CORNELL S di V3 + R di aVL > 28 kotak kecil (pada laki -laki) S di V3 + R di aVL > 20 kotak kecil (pada perempuan) Adanya left atrial enlargement
Right Ventricular Hipertrophy (RVH)
Berikut ini merupakan beberapa kriteria untuk penegakan diagnosis RVH: •
Kriteria lead R di V1 + S di V5 (atau V6) 10 kotak kecil Rasio R/S di V1 > 1 kotak kecil atau rasio R/S di V6 > 1 kotak kecil R di V5 atau V6 < 5 kotak kecil S di V5 atau V6 > 7 kotak kecil
•
Kriteria khusus pada lead V1 Rasio R/S > 1 dan ada gelombang T negative R > 7 kotak kecil, atau S < 2 kotak kecil, Adanya right axis deviation (RAD)
Adanya ST depresi dan inverse dari gelombang T pada V1
Pembesaran Atrium / Right Atrial Enlargement (RAE)
Kriteria untuk penegakan diagnosis: •
Adanya P pulmonale (lancip), bias terlihat di lead II pada gambar dia atas
•
Amplitudo gelombang P > 2,5 kotak kecil di Lead II dan atau > 1,5 kotak kecil di V1
•
Adanya RAD
•
Adanya morfologi QR, Qr, qR, atau qRS pada lead V1 (tanpa adanya penyakit jantung koroner)
•
Voltase QRS di V1 < 5 kotak kecil dan rasio voltase V2/V1 > 6
Left Atrial Enlargement (LAE)
Kriteria penegakkan diagnosis: •
Durasi gelombang P ≥ 4 kotak kecil pada lead II
•
Terdapat gelombang p mitrale (ganda seperti huruf M)
•
Terdapat gelombang P notch (seperti anak panah)
•
Gelombang P negatif (P terminal) di lead V1
Gambar 1. Katup-katup pada jantung
Left Atrial Hypertrophy (LAH)
1. HIPERTROFI ATRIM KANAN Ditandai dengan gel P pulmonal : gel P yang lancip dan tinggi, paling jelas di lead I dan II 2. HIPERTROFI ATRIUM KIRI Ditandai dengan gelombang P mitral: gel P yang lebar dan berlekuk, paling jelas di lead I dan II
Pemeriksaan Auskultasi
Bunyi Jantung Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop.Yang dipakai disini adalah stetoskop duplek, yang memiliki dua corong yang dapat dipakai bergantian. Corong pertama berbentuk kerucut yang sangat baik untuk mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi, sedangkan corong yang kedua berbentuk lingkaran yang sangat baik untuk mendengarkan bunyi dengan nada rendah. Pada auskultasi, selama beberapa pukulan jantung harus diusahan untuk mendengarkan dan memusatkan perhatian pada bunyi I, setelah ada kepastian barulah dipusatkan pada bunyi II. Pada auskultasi akan diperhatikan 2 hal, Yaitu : a. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II Bunyi Jantung I Terjadi karena getaran menutupnya katub atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole. Getaran yang terjadi tersebut akan diproyeksikan pada dinding toraks yang kita dengar sebagai bunyi jantung I. Intensitas dari BJ I te rgantung dari : -
Kekuatan kontraksi bilik dimana ini tergantung dari kekuatan otot bilik. Kecepatan naiknya desakan bilik
-
Letak katub A – V pada waktu systole ventrikel
-
Kondisi anatomis dari katub A – V
Daerah auskultasi untuk BJ I : 1. Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini. 2. Pada ruang interkostal IV – V kanan. Pada tepi sternum : katub trikuspidalis terdengar disini 3. Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum, merupakan tempat yang baik pula untuk mendengar katub mitral. Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada: -
Stenosis mitral
-
Interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
-
Pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya ada kerja fisik, emosi, anemi, demam dll.
Intensitas BJ I melemah pada apeks pada : -
shock hebat
-
interval PR yang memanjang
-
decompensasi hebat.
Bunyi jantung II Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katub aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole. BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I. Pada anak-anak dan dewasa muda akan didengarkan BJ II pulmonal lebih keras daripada BJ II aortal. Pada orang dewasa didapatkan BJ II aortal lebih keras dar ipada BJ II pulmonal. Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada : -
hipertensi
-
arterisklerosis aorta yang sangat.
Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada : -
kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital.
BJ II menjadi kembar pada penutupan yang tidak bersama-sama dari katub aorta dan pulmonal. terdengar jelas pada basis jantung. BJ I dan II akan melemah pada : -
orang yang gemuk
-
emfisema paru-paru
-
perikarditis eksudatif
-
penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung
b. Bising jantung / cardiac murmur Bising jantung lebih lama daripada bunyi jantung. Hal-hal yang harus diperhatikan pada auskultasi bising adalah : 1. Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah bising terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk
menentukan
bising
systole
atau
diastole
ialah
dengan
membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising systole. 2. Tentukan lokasi bising yang terkeras. 3. Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang keras akan dijalarkan lebih dulu. 4. Perhatikan derajat intensitas bising tersebut. Ada 6 derajat bising : (1) Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar merupakan suara bising. (2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera. (3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas diantara (2) dan (5). (4) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila ste toskop
(5) tidak diletakkan pada dinding dada. (6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop. 5. Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang meniup, bising yang melagu.
1. Bising fisiologis. Biasanya bising yang sistolik berupa bising yang fisiologis, dan jarang patologis. Tetapi bising diastolic selalu merupakan hal yang patologis. Sifat-sifat bising fisiologis adalah sbb : a. Biasanya bersifat meniup b. Tak pernah disertai getaran c. Biasanya tidak begitu kerasa tetapi lebih dari derajat II d. Pada auskultasi terdengar baik pada sikap terlentanbg dan pada waktu ekspirasi e. Dapat diauskultasi paling baik di ruang interkostal II – III kiri pada tempat konus pulmonalis. 2. Bising patologis Seperti sudah dijelaskan bahwa bising diastolic pasti patologis, sedang bising sistolik bias fisiologis, bisa patologis.Bising sistolik yang terdapat pada apeks biasanya patologis. Sifatnya meniup, intensitasnya tak tentu, lamanya juga tak tentu.Keadaan-keadaan ini sering dijumpai bising sistolik pada apeks : a. Insufisiensi mitralis organic missal pada cacat katub karena reuma. b. Pembesaran hebat dari bilik kiri, sehingga annulus fibrosis relatif lebih besar daripada valvula mitralis. Jadi disini ada insufisiensi mitral relatif. Hal ini terdapat pada miodegenerasi dan hipertensi hebat. c. Anemia dan hipertiroid atau demam.Bising disini terjadi karena darah megalir lebih cepat. d. Stenosis aorta.Disini akan dijumpai adanya bising sistolik pada aorta, yang kemudian dihantarkan ke apeks jantung. Sehingga pada apeks akan terdengar bunyi yang lebih lemah daripada aorta.
Berikut ini adalah gambaran sekilas dari Murmur Jantung
Gambar 2. Murmur jantung
Grade sistolik murmur: -
Grade 1 : murmur bunyinya masih samar atau tidak bisa terdengan tanpa mengguakan upaya khusu untuk mendengarnya
-
Grade 2 : murmus samar, tapi bisa terdengar
-
Grade 3 : murmur terdengar keras
-
Grade 4 : murmur terdengar sangat keras
-
Grade 5 : murmur dapat terdengar sangat keras hanya dengan satu ujung stetoskop yang menyentuh dinding dada.
-
Grade 6 : murmur masih terdengar keras ketika stetoskop diangkap dari dinding dada
Umumnya murmur yang mempunyai grade lebih dari 4 biasanya disertai dengan adanya getaran yang teraba. Aritmia
Aritmia diklasifikasikan menjadi dua, yaitu aritmia karena:
1. Gangguan impuls Gangguan impuls terdiri dari: a. SANode -
Sinus takikardi Sinus takikardi adalah irama sinus lebih dari 100 kali per menit. Sering ditemukan pada bayi dan anak kecil. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh stress olahraga, demam, hipertiroidisme, anemia, hipovolemia dan penyakit paru kronis.
-
Sinus bradikardi Sinus bradikardi adalah irama sinus kurang dari 60 kali per menit. Sering ditemukan pada olahragawan. Selain itu, sinus bradikardi juga dapat disebabkan oleh hipotirodisme, hipotermia dan peningkatan tekanan intracranial.
-
Sinus aritmia Sinus aritmia adalah kelainan irama jantung dimana irama sinus menjadi lebih cepat pada saat inspirasi dan lebih lambat pada saat ekspirasi. Aritmia ini hilang pada saat timbul takikardi.
b. Atrial -
Atrial extrasystole ( premature atrial beats) Pada EKG terklihat gelombang P timbul secara premature diikuti oleh QRS kompleks. Keadaan ini dapat menjadi pencetus takikardi supraventricular dan fibrilasi atrial.
-
Atrial takikardi (takikardi supraventricular paroksismal) Atrial takikardi adalah takikardi yang berasal dari atrium atau nodus AV. Biasanya karena re-entry. Pada EKG, didapatkan gelombang P berturut-turut lebih dari enam. Pasien biasanya merasa jantung berdebar cepat sekali, keringat dingin, lemah, hipotensi dan sesak nafas.
-
Atrial flutter
-
Artrial fibrilasi
Atrial fibrilasi terjadi karena adanya eksitasi yang sangat tidak teratur di atrium. Sehingga pada EKG, didapatkan fibrillation wave yang sangat tidak teratur dan sangat cepat, yaitu sekitar 300-500 kali per menit. Bentuk atrial fibrilasi ada yang kasar (amplitude lebih dari 1 mm) dan ada yang halus. Atrial fibrilasi bias terjadi akibat stenosis mitral, regurgitasi mitral dan infark miokard. -
Atrial wondering pacemaker
c. AV junction -
Nodalextrasystole Secara klinis tidak bias dibedakan dengan atrial atau ventrikel extrasystole. Padagambaran EKG juga mirip, namun pada nodal extrasystole didapatkan gelombang P negative di hantaran II atau tidak tampak atau tampak setelah kompleks QRS.
-
Nodal takikardi Ada dua macam, yaitu junctional tachycardia dengan kecepatan 100140 per menit dan extrasystole AV junctional tachycardia dengan kecepatan 140-200 per menit.
-
Nodal escape AV node bertindak sebagai pusat ektopik yang memacu jantung, sehingga pada EKG didapatkan gelombang P diikuti QRS kompleks dengan kecepatan 50-60 per menit. Terjadi karena iskemia jantung atau intoksikasi digitalis.
d. Ventrikel -
Ventrikel extrasystole Ventrikel extrasystole ialah gangguan irama dimanatimbul denyut jantung premature yang berasal dari focus yang terletak di ventrikel.
-
Ventrikel takikardi Ventrikel extrasystole yang terjadi empat kali berturut-turut.
-
Ventrikelfibrilasi Iramaventrikel yang sama sekali tidak teratur. Ventrikel fibrilasi menyebabkan nadi dan tekanan darah tidak bias diukur.
-
Ventrikel escape
2. Gangguan system konduksi (Bloking) Berdasarkan tempat blok, dibagi menjadi: a. Blok SA Blok SA merupakan keadaan dimana pembentukan impuls di sinus masih normal, tapi tidak dapan mencapai atrium secaral engkap, sehingga interval P-P menjadi dua kali jarak interval P-P normal.Blok SA disebabkan karena stimulasi nervus vagus secara berlebihan, miokarditis atau penyakit jantung coroner. b. Blok AV -
Blok AV derajat I Merupakan keterlambatan konduksi, interval PR lebih dari 0,2detik.
-
Blok AV derajat II Tidak semua impuls atrium mampu melewati nodus AV masuk ke ventrikel. Maka, rasio gelombang P dengan kompleks QRS lebih dari 1:1. Dengan denyut ventrikel kurang dari denyut atrium (dropped beat ).
-
Blok AV derajat III Pada derajat III, terjadi blockade total.Sehingga impuls at rium tidak bias menjalar ke impuls atrium. Hal ini menyebabkan tidak ada hubungan antara impuls atrium dan ventrikel sehingga atrium berdenyut 60-100 per menit sedangkan ventrikel hanya 40-60 kali per menit.
c. Blok Bundle Branch Blok Bundle Branch merupakan gangguan konduksi di cabang kanan atau kiri system konduksi. Ditemukan kompleks QRS yang melebar lebih dari 0,11 detik disertai perubahan bentuk QRS. Bila cabang kiri yang terganggu (Left Bunde Branch Block) maka pada EKG didapatkan R lebar pada lead I, aVL, V5 dan V6. Sedangkan pada Right Bundel Branch Block didapatkan R leba rpada V5 dan V6.
d. Blok IVCD (Intra Ventricular Conduction Defect)
Fibrilasi Atrium
Aktivasi fokal focus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila proses nya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan factor predisposisi bagi fibrilasi atrium. Karakteristik Pemompaan Atrium Selama Fibrilasi Atrium: Atrium tidak akan memompa darah selama AF berlangsung. Oleh karenaitu atrium tidak berguna sebagai pompa primer bagi ventrikel. Walaupun demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena itu, disbanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. Patofisiologi Pembentukan Trombus pada AF: Pada AF aktivitas sistolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, thrombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan gangguan
hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebgai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainankelainan tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2.
Hubungan riwayat penyakit dahulu dengan sekarang
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak anakdilahirkan dan mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas ―warisan‖ dari i bu mulai menghilang dari tubuh anak. Pada saat itu (usia lebih kurang 1 tahun) tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama pada anak, karena jaringan limfoid lain yang ada di seluruh tubuh belum bekerja secara optimal. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat ―memakan― kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus.Kuman yang ―dimakan‖ oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulangini akan menyebabkan tonsil dan adenoid ―bekerja terus ― denganmemproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoidakan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi) sehingga anak menjadi sering sakit demam dan batuk pilek.Selain itu folikel infeksi pada amandel dapat menyebabkan penyakit pada ginjal (Glomerulonefritis), katup jantung (Endokarditis), sendi (Rhematoid Artritis) dan kulit. (Dermatitis). Penyakit sinusitis dan otitis media pada anak seringkali juga disebabkan adanya infeksi kronis pada amandel dan adenoid. Etiologi
a. Tonsillitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus
beta
hemolitikus
group
A,Misalnya:
Pneumococcus,
staphylococcus, Haemalphilus influenza, sterptoccoccus non hemoliticus atau streptoccus viridens. b. Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lain : streptococcus B hemoliticus grup A, streptococcus, Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus, Virus influenza serta herpes. c. Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri
maupun
virus,
sehingga
membengkak
dan
meradang,
menyebabkan tonsillitis Patofisiologi Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut,amandel berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dan sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada amandel.Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsillitis. Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-tonsil epitel menjadikan terkikis dan terjadi peradangan serta infeksi pada tonsil.Infeksi tonsil jarang menampilkan gejala tetapi dalam kasus yang ekstrim pembesaran ini dapat menimbulkan gejala menelan.Infeksi tonsil yang ini adalah peradangan di tenggorokan terutama dengan tonsil yang abses (abses peritonsiler).Abses besar yang terbentuk dibelakang tonsil menimbulkan rasa sakit yang intens dan demam tinggi (39C-40C). Abses secara perlahan-lahan mendorong tonsil menyeberang ke tengah tenggorokan. Dimulai dengan sakit tenggorokan ringan sehingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan.Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan,panas, bengkak dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah submandibuler, sakit pada sendi dan otot,kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga.Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan,belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Hubungan premature dengan keluhan sekarang
Gangguan kesehatan pada bayi prematur antara lain (Manuaba, 2007) :
1. Termoregulator Masih prematur, sehingga fungsinya masih belum optimal sebagai pengaturkehilangan panas badan Sedikitnya timbunan lemak di bawah kulit dan luas permukaan badan relative besar sehingga bayi prematur mudah kehilangan panas dalam waktu singkat. 2. Masalah Paru Pusat pengaturan paru di medulla oblongata masih belum sepenuhnya dapatmengatur pernapasan Tumbuh kembang paru masih belum matur sehingga sulit berkembang dengan baik Otot pernafasan masih lemah, sehingga tangis bayi prematur terdengar lemah dan merintih 3. Gastrointestinal Belum sempurna sehingga tidak mampu menyerap makanan ASI yang sesuai dengan kemampuannya Pengosongan lambung terlambat sehingga menimbulkan desistensi lambungdan usus 4. Hati Belum matur sehingga kurang dapat berfungsi untuk mendukung metabolisme• Cadangan glikogen rendah Metabolisme bilirubin rendah menimbulkan hiperbilirubinema yang selanjutnya akan menyebabkan ikterus sampai terjadi timbunan bilirubin dalam otak “kem ikterus” Tidak mampu mengolah vitamin K dan faktor pembekuan darah 5. Ginjal Masih prematur sehingga tidak sanggup untuk mengatur air dan elektrolit Pengaturan protein darah masih kurang sehingga mungkin dapat terjadi hipoproteinemia 6. Tendensi Pembuluh darah masih rapuh, sehingga permeabilitasnya tinggi, yangmemudahkan terjadinya ekstravasasi cairan dan mudah terjadi edema Gangguan keseimbangan faktor pembekuan darah sehingga terjadi perdarahan Dalam keadaan gawat, misalnya terjadi trauma persalinan yang dapatmenimbulkan syok sehingga terjadi perubahan hemodinamik sirkulasi denganmengutamakan sirkulasi organ vital jantung dan susunan saraf pusat Gangguan sirkulasi darah akan mengubah distrbusi
Penyakit jantung bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8 – 10 bayi dari 1000 kelahiran hidup dan 30 % diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat diberikan pengobatan serta tindakan bedah yang diperlukan. Untuk memperbaiki pelayanan di Indonesia, selain pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi anak yang adekwat, diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan saat rujukan yang optimal oleh para dokter umum yang pertama kali berhadapan dengan pasien.
Penyakit Jantung Bawaan Nonsianotik Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.
Yang akan dibicarakan disini hanya 2 kelompok besar PJB non sianotik; yaitu (1) PJB non sianotik dengan lesi atau lubang di jantung sehingga terdapat aliran pirau dari kiri ke kanan, misalnya ventricular septal defect (VSD), atrial septal defect (ASD) dan patent ductus arteriosus (PDA), dan (2) PJB non sianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat di jantung, misalnya aortic stenosis (AS), coarctatio aorta (CoA) dan pulmonary stenosis (PS). Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan pirau dari kiri ke kanan Masalah yang ditemukan pada kelompok ini adalah adanya aliran pirau dari kiri ke kanan melalui defek atau lubang di jantung yang menyebabkan aliran darah ke paru berlebihan. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari yang asimptomatik sampai simptomatik seperti kesulitan mengisap susu, sesak nafas, sering terserang infeksi paru, p aru, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung kongestif.
Ventricular Septal Defect Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah r endah tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2 – 3 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volum langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung. Pada VSD yang kecil umumnya asimptomatik dengan riwayat pertumbuhan dan perkembangan yang normal, sehingga adanya PJB ini sering
ditemukan
secara
kebetulan
saat
pemeriksaan
rutin,
yaitu
terdengarnya bising pansistolik di parasternal sela iga 3 – 4 kiri. Bila lubangnya sedang maka keluhan akan timbul saat tahanan vaskuler paru menurun, yaitu sekitar usia 2 – 3 bulan. Gejalanya antara lain penurunan toleransi aktivitas fisik yang pada bayi akan terlihat sebagai tidak mampu
mengisap susu dengan kuat dan banyak, pertambahan berat badan yang lambat, cenderung terserang infeksi paru berulang dan mungkin timbul gagal jantung yang biasanya masih dapat diatasi secara medikamentosa. Dengan bertambahnya usia dan berat badan, maka lubang menjadi relatif kecil sehingga keluhan akan berkurang dan kondisi secara umum membaik walaupun pertumbuhan masih lebih lambat dibandingkan dengan anak yang normal. VSD tipe perimembranus dan muskuler akan mengecil dan bahkan menutup spontan pada usia dibawah 8 – 8 – 10 10 tahun. Pada VSD yang besar, gejala akan timbul lebih awal dan lebih berat. Kesulitan mengisap susu, sesak nafas dan kardiomegali sering sudah terlihat pada minggu ke 2 – 3 kehidupan yang akan bertambah berat secara progresif bila tidak cepat diatasi. dia tasi. Gagal jantung timbul t imbul pada usia sekitar 8 – 12 12 minggu dan biasanya infeksi paru yang menjadi pencetusnya yang ditandai dengan sesak nafas, takikardi, keringat banyak dan hepatomegali. Bila kondisi bertambah berat dapat timbul gagal nafas yang membutuhkan bantuan pernafasan mekanik. Pada beberapa keadaan kadang terlihat kondisinya membaik setelah usia 6 bulan, mungkin karena pirau dari kiri ke kanan berkurang akibat lubang mengecil spontan, timbul hipertrofi infundibuler ventrikel kanan atau sudah terjadi hipertensi paru. Pada VSD yang besar dengan pirau dari kiri ke kanan yang besar ini akan timbul hipertensi paru yang kemudian diikuti dengan peningkatan tahanan vaskuler paru dan penyakit obstruktif vaskuler paru. Selanjutnya penderita mungkin menjadi sianosis akibat aliran pirau terbalik dari kanan ke kiri, bunyi jantung dua komponen pulmonal keras dan bising jantung melemah atau menghilang karena aliran pirau yang berkurang. Kondisi ini disebut sindroma Eisenmengerisasi. Bayi dengan VSD perlu dievaluasi secara periodik sebulan sekali selama setahun mengingat besarnya aliran pirau dapat berubah akibat resistensi paru yang menurun. Bila terjadi gagal jantung kongestif harus diberikan obat-obat anti gagal jantung yaitu digitalis, diuretika dan vasodilator. Bila medikamentosa gagal dan tetap terlihat gagal tumbuh
kembang atau gagal jantung maka sebaiknya dilakukan tindakan operasi penutupan VSD secepatnya sebelum terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru. Indikasi operasi penutupan VSD adalah bil a rasio aliran darah da rah yang ke paru dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi paliatif Pulmonary Artery Banding (PAB) dengan tujuan mengurangi aliran ke paru hanya dilakukan pada bayi dengan VSD multipel atau dengan berat badan yang belum mengijinkan untuk tindakan operasi jantung terbuka.
Patent Ductus Arteriosus Penampilan klinis PDA sama dengan VSD yaitu tergantung pada besarnya lubang dan tahanan vaskuler paru. Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 2 – 3 kiri dan dibawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 1 – 4 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Gagal jantung kongestif akan timbul disertai infeksi paru. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolik dias tolik tidak ada pirau dari kiri kir i ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna s empurna sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya
gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus. Upaya untuk menutup PDA dapat dilakukan dengan pemberian Indometasin bila tidak ada kontra indikasi. Bila tidak berhasil dan gagal jantung juga tidak teratasi maka harus dilakukan operasi ligasi (pengikatan) PDA. Pada bayi atau anak tanpa gagal jantung dan gagal tumbuh kembang, tindakan penutupan PDA secara bedah dapat dilakukan secara elektif pada usia diatas 3 – 4 bulan. Pengobatan anti gagal jantung dengan digitalis, diuretika dan vasodilator harus diberikan pada bayi dengan PDA yang besar disertai tanda-tanda gagal jantung kongestif. Selanjutnya bila kondisi membaik maka operasi ligasi dapat ditunda sampai usia 12 – 16 minggu karena adanya kemungkinan PDA menutup secara spontan. Tindakan penutupan PDA tidak dianjurkan lagi bila sudah terjadi hipertensi pulmonal dengan penyakit obstruktif vaskuler paru. Dalam dekade terakhir ini penutupan PDA dapat dilakukan juga secara non bedah dengan memasang coil atau alat seperti payung/jamur bila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Atrial Septal Defect Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan diatas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 – 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru.
Seperti pada VSD indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah (3 – 4 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul gejala gagal jantung kongestif yang tidak teratasi secara medikamentosa. Seperti pada PDA dalam dekade terakhir ini penutupan ASD juga dapat dilakukan tanpa bedah yaitu dengan memasang alat berbentuk seperti clam (kerang) bila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Tindakan penutupan ASD tidak dianjurkan lagi bila sudah terjadi hipertensi pulmonal dengan penyakit obstruktif vaskuler paru.
Penyakit Jantung Bawaan Non Sianotik dengan Lesi Obstruktif Tanpa Pirau Obstruksi di alur keluar ventrikel kiri dapat terjadi pada tingkat subvalvar, valvar ataupun supravalvar sampai ke arkus aorta. Akibat kelainan ini ventrikel kiri harus memompa lebih kuat untuk melawan obstruksi sehingga terjadi beban tekanan pada ventrikel kiri dan hipertrofi otot miokardium. Selama belum terjadi kegagalan miokardium, biasanya curah jantung masih dapat dipertahankan, pasien asimptomatik dan ukuran jantung masih normal. Tergantung beratnya obstruksi presentasi klinis penderita kelompok ini dapat asimptomatik atau simptomatik. Yang simptomatik umumnya adalah gagal jantung yang gejalanya sangat bervariasi tergantung dari beratnya lesi dan kemampuan miokard ventrikel. Gejala yang ditemukan antara lain sesak nafas, sakit dada, pingsan atau pusing saat melakukan aktivitas fisik dan mungkin kematian mendadak. Pada keadaan yang berat dengan aliran darah sistemik yang tidak adekwat, sebelum terjadi perburukan akan ditandai dahulu sesaat dengan kemampuan mengisap susu yang cepat menurun dan bayi terlihat pucat, takipnoe, takikardia dan berkeringat banyak. Adanya penurunan perfusi perifer ditandai dengan nadi yang melemah, pengisian kapiler yang lambat dan akral yang dingin. Obstruksi pada alur keluar ventrikel kanan juga dapat berada di tingkat subvalvar atau infundibular, valvar dan supravalvar sampai
ke percabangan arteri pulmonalis. Obstruksi ini akan menyebabkan terjadinya beban tekanan dan hipertrofi ventrikel kanan. Penderita kelompok PJB ini umumnya juga asimptomatik kecuali bila obstruksinya berat dan kemampuan miokard ventrikel kanan menurun. Presentasi klinisnya dapat berupa gagal jantung kanan seperti edema perifer, hepatomegali dan asites, atau sindroma curah jantung rendah seperti sulit bernafas, lemah, sakit dada, sinkop dan mungkin kematian mendadak akibat aritmia. Bila bayi dan anak dengan Patent Foramen Ovale (PFO) maka mungkin akan terlihat sianosis akibat pirau dari kanan ke kiri melalui celah ini. Aorta Stenosis AS derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg. Coarctatio Aorta CoA pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadangkadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani.
Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi siste mik dan hipoperfusi perifer.
Pemberian
mempertahankan
PDA
Prostaglandin agar
tetap
E1
(PGE1)
terbuka
akan
dengan sangat
tujuan
membantu
memperbaiki kondisi sementara menunggu persiapan untuk operasi koreksi. Pulmonal Stenosis Status gisi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnoe dan sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat. Intervensi non bedah Balloon Pulmonary Valvuloplasty (BPV) dilakukan pada bayi dan anak dengan PS valvular yang berat dan bila tekanan sistolik ventrikel kanan supra sistemik atau lebih dari 80 mmHg. Sedangkan intervensi bedah koreksi dilakukan bila tindakan BPV gagal atau disertai dengan PS infundibular (subvalvar).
Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir dan mulut serta kuku jari tangan – kaki dalah penampilan utama pada golongan PJB ini dan akan
terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %. Bila dilihat dari penampilan klinisnya, secara garis besar terdapat 2 golongan PJB sianotik, yaitu (1) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang berkurang, misalnya Tetralogi of Fallot (TF) dan Pulmonal Atresia (PA) dengan VSD, dan (2) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang bertambah, misalnya Transposition of the Great Arteries (TGA) dan Common Mixing.
Penyakit Jantung Bawaan Sianotik dengan Gejala Aliran ke Paru yang Berkurang Pada PJB sianotik golongan ini biasanya sianosis terjadi akibat sebagian atau seluruh aliran darah vena sistemik tidak dapat mencapai paru karena adanya obstruksi sehingga mengalir ke jantung bagian kiri atau ke aliran sistemik melalui lubang sekat yang ada. Obstruksi dapat terjadi di katup trikuspid, infundibulum ventrikel kanan ataupun katup pulmonal, sedangkan defek dapat di septum atrium (ASD), septum ventrikel (VSD) ataupun antara kedua arteri utama (PDA). Penderita umumnya sianosis yang akan bertambah bila menangis atau melakukan aktivitas fisik, akibat aliran darah ke paru yang makin berkurang. Pada keadaan yang berat sering terjadi serangan spel hipoksia, yang ditandai khas dengan hiperpnea, gelisah, menangis berkepanjangan, bertambah biru, lemas atau tidak sadar dan kadang-kadang disertai kejang. Pada kondisi ini bila tidak diatasi dengan cepat dan benar akan berakibat kematian. Serangan ini umumnya terjadi pada usia 3 bulan sampai 3 tahun dan sering timbul saat bangun tidur pagi atau siang hari ketika resistensi vaskuler sistemik rendah. Dapat kembali pulih secara spontan dalam waktu kurang dari 15 – 30 menit, tetapi dapat berkepanjangan atau berulang sehingga menyebabkan komplikasi yang serious pada sistim susunan saraf pusat
atau bahkan menyebabkan kematian.
Karena
itu diperlukan
pengenalan dan penanganannya dengan segera secara tepat dan baik. Pada anak yang lebih besar sering juga memperlihatkan gejala squatting, yaitu jongkok untuk beristirahat sebentar setelah berjalan beberapa saat dengan
tujuan meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan sehingga aliran darah ke paru meningkat.
Tetralogi Fallot TF adalah golongan PJB sianotik yang terbanyak ditemukan yang terdiri dari 4 kelainan, yaitu VSD tipe perimembranus subaortik, aorta overriding, PS infundibular dengan atau tanpa PS valvular dan hipertrofi ventrikel kanan. Sianosis pada mukosa mulut dan kuku jari sejak bayi adalah gejala utamanya yang dapat disertai dengan spel hipoksia bila derajat PS cukup berat dan squatting pada anak yang lebih besar. Bunyi jantung dua akan terdengar tunggal pada PS yang berat atau dengan komponen pulmonal yang lemah bila PS ringan. Bising sistolik ejeksi dari PS akan terdengar jelas di sela iga 2 parasternal kiri yang menjalar ke bawah klavikula kiri. Pada bayi atau anak dengan riwayat spel hipoksia harus diberikan Propranolol peroral sampai dilakukan operasi. Dengan obat ini diharapkan spasme otot infundibuler berkurang dan frekwensi spel menurun. Selain itu keadaan umum pasien harus diperbaiki, misalnya koreksi anemia, dehidrasi atau infeksi yang semuanya akan meningkatkan frekwensi spel. Bila spel hipoksia tak teratasi dengan pemberian propranolol dan keadaan umumnya memburuk, maka harus secepatnya dilakukan operasi paliatif BlalockTausig Shunt (BTS), yaitu memasang saluran pirau antara arteri sistemik (arteri subklavia atau arteri inominata) dengan arteri pulmonalis kiri atau kanan. Tujuannya untuk menambah aliran darah ke paru sehingga saturasi oksigen perifer meningkat, sementara menunggu bayi lebih besar atau keadaan umumnya lebih baik untuk operasi definitif (koreksi total). Neonatus dengan PS yang berat atau PA maka aliran ke paru sangat tergantung pada PDA, sehingga sering timbul kegawatan karena hipoksia berat pada usia minggu pertama kehidupan saat PDA mulai menutup. Saat ini diperlukan tindakan operasi BTS emergensi dan pemberian PGE1 dapat membantu memperbaiki kondisi sementara menunggu persiapan untuk operasi. Penderita dengan kondisi yang baik tanpa riwayat spel hipoksia
atau bila ada spel tetapi berhasil diatasi dengan propranolol dan kondisinya cukup baik untuk menunggu, maka operasi koreksi total dapat dilakukan pada usia sekitar 1 tahun. Koreksi total yang dilakukan adalah menutup lubang VSD, membebaskan alur keluar ventrikel kanan (PS) dan rekonstruksi arteri pulmonalis bila diperlukan.
Penyakit jantung bawaan sianotik dengan gejala aliran ke paru yang bertambah Pada PJB sianotik golongan ini tidak terdapat hambatan pada aliran darah ke paru bahkan berlebihan sehingga timbul gejala-gejala antara lain tidak mampu mengisap susu dengan kuat dan banyak, takipnoe, sering terserang infeksi paru, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung kongestif.
Transposition of the Great Arteries TGA adalah kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar tertukar letaknya, yaitu aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Pada kelainan ini sirkulasi darah sistemik dan sirkulasi darah paru terpisah dan berjalan paralel. Kelangsungan hidup bayi yang lahir dengan kelainan ini sangat tergantung dengan adanya percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis yang baik, melalui pirau baik di tingkat atrium (ASD), ventrikel (VSD) ataupun arterial (PDA). Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS) atau tanpa VSD, dan (2) dengan VSD. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang berbeda dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru. Penampilan klinis yang paling utama pada TGA dengan IVS adalah sianosis sejak lahir dan kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada terbukanya PDA. Sianosis akan makin nyata saat PDA mulai menutup pada minggu pertama kehidupan dan bila tidak ada ASD akan timbul hipoksia berat dan asidosis metabolik. Sedangkan pada TGA dengan VSD akan timbul tanda dan gejala
akibat aliran ke paru yang berlebih dan selanjutnya gagal jantung kongestif pada usia 2 – 3 bulan saat tahanan vaskuler paru turun. Karena pada TGA posisi aorta berada di anterior dari arteri pulmonalis maka pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung dua yang tunggal dan keras, sedangkan bising jantung umumnya tidak ada kecuali bila ada PDA yang besar, VSD atau obstruksi pada alur keluar ventrikel kiri. Neonatus dengan TGA dan sianosis berat harus segera diberikan infus PGE1
untuk
mempertahankan
terbukanya
PDA
sehingga
terjadi
pencampuran yang baik antara vena sistemik dan vena pulmonal. Selanjutnya bila ternyata tidak ada ASD atau defeknya kecil, maka harus secepatnya dilakukan Balloon Atrial Septostomy (BAS), yaitu membuat lubang di septum atrium dengan kateter balon untuk memperbaiki percampuran darah di tingkat atrium. Biasanya dengan kedua tindakan tersebut diatas, keadaan umum akan membaik dan operasi koreksi dapat dilakukan secara elektif. Operasi koreksi yang dilakukan adalah arterial switch, yaitu menukar ke dua arteri utama ketempat yang seharusnya yang harus dilakukan pada usia 2 – 4 minggu sebelum ventrikel kiri menjadi terbiasa memompa darah ke paru-paru dengan tekanan rendah. Operasi arterial switch dan penutupan VSD pada TGA dengan VSD, tidak perlu dilakukan pada usia neonatus dan tergantung pada kondisi penderita dapat ditunda sampai usia 3 – 6 bulan dimana berat badan penderita lebih baik dan belum terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru akibat hipertensi pulmonal yang ada.
Common Mixing Pada PJB sianotik golongan ini terdapat percampuran antara darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis baik di tingkat atrium (ASD besar atau Common Atrium), di tingkat ventrikel (VSD besar atau Single Ventricle) ataupun di tingkat arterial (Truncus Arteriosus). Umumnya sianosis tidak begitu nyata karena tidak ada obstruksi aliran darah ke paru dan percampuran antara darah vena sistemik dan pulmonalis cukup baik.
Akibat aliran darah ke paru yang berlebihan penderita akan memperlihatkan tanda dan gejala gagal tumbuh kembang, gagal jantung kongestif dan hipertensi pulmonal. Gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan dan timbul pada saat penurunan tahanan vaskuler paru. Pada auskultasi umumnya akan terdengar bunyi jantung dua komponen pulmonal yang mengeras disertai bising sistolik ejeksi halus akibat hipertensi pulmonal yang ada. Hipertensi paru dan penyakit obstruktif vaskuler paru akan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan kelainan yang lain. Pada kelainan jenis ini, diagnosis dini sangat penting karena operasi paliatif ataupun definitif harus sudah dilakukan pada usia sebelum 6 bulan sebelum terjadi penyakit obstruktif vaskuler. Operasi
paliatif
yang
dilakukan
adalah
PAB
dengan
tujuan
mengurangi aliran darah ke paru sehingga penderita dapat tumbuh lebih baik dan siap untuk operasi korektif atau definitif. Tergantung dari kelainannya, operasi definitif yang dilakukan dapat berupa bi-ventricular repair (koreksi total) ataupun single ventricular repair (Fontan).
Sirkulasi darah fetus
Gambar 3. Sirkulasi darah fetus
Struktur anatomi khas sirkulasi fetal, paru tidak berfungsi selama kehidupan fetal dan hati hanya berfungsi sebagian, maka tidak perlu bagi jantung fetus untuk memompa banyak darah baik melalui paru atau hati.Sebaliknya jantug fetus harus memompa darah dalam jumlah yang besar melalui plasenta. Oleh karena itu, susunan anatomi system sirkulasi fetal bekerja sangat berbeda denga system sirkulasi orag dewasa. Darah janin dialirkan ke placenta melalui aa.umbilicales dan di sini dimuat dengan bahan makanan berasal dari darah ibu. Darah ini masuk ke dalam badan janin melalui vena umbilicalis yang bercabang dua setelah memasuki dinding perut janin. Cabang yang satu bergabung dengan vena porta, darahnya beredar dalam hati dan kemudian melalui vena hepatica ke dalam vena cava inferior. Cabang satunya adalah duktus venosus Arantii yang langsung masuk ke dalam vena cava inferior. Dengan demikian vena cava inferior setelah dimasuki darah
v.hepatica dan darah ductus venosus arantii mengandung darah bersih, tapi dicampuri ―darah kotor‖ dari anggota bawah janin. Darah dari bilik kanan masuk ke a.pulmonalis, tetapi sebelum samapai ke paru-paru sebagian dialirkan ke aorta melalui ductus arteriosus botali. Sebagian kecil pergi ke paru-paru dan melalui vena pulmonalis masuk ke serambi kiri dan bersama dengan darah dari vena cava inferior masuk ke dalam bilik kiri, dan terus ke aorta. Darah yang ke paru-paru bukan untuk pertukaran gas tetapi untuk memberi makan kepada paru-paru yang sedang tumbuh. Darah aorta disebarkan ke alat-alat tubuh, tetapi darah banyak menuju ke a.hypogastricae (cabang dari a.iliaca communis) lalu ke a.umbilicales dan selanjutnya ke placenta. Jadi darah yang beredar ke jani selalu bersifat darah campuran dan isi vena cava inferior lebih bersih dari aorta.
Jump I V : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan
sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.
Meskipun individu-individu segala umur dapat diserang oleh Demam Rematik (DR) akut, tetapi DR ini banyak terdapat pada anak-anak dan orang usia muda (5-15 tahun). Ada dua keadaan terpenting dari segi epidemiologic pada DR akut ini yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk. Namun pada saat wabah DR tahun 1980 di Amerika, pasien anak yang terserang juga pada kelompok ekonomi menengah ke atas. Demam rematik juga epidemiologinya terlihat meningkat agresif pada Negara tropis dan sub tropis. Demam rematik dan Penyakit jantung rematik adalah penyebab utama kematian penyakit jantung untuk usia 45 tahun, juga dilaporkan 25-40% penyakit jantung disebabkan oleh PJR untuk semua umur. Masalah demam rematik dalam skenario ditunjukan juga dalam pemeriksaan EKG yaitu menunjukkan irama atrial fibrilasi dengan HR 100x/menit juga ditemukan adanya LAD,LVH,dan LAH. Pada pemeriksaan auskultasi terdengar sistolik murmur yang disebabkan oleh adanya mitral
insufisiensi sehingga menyebabkan darah kembalik ke atrium kanan ketika sistole, hal ini yang disebut sebagai sistolik murmur. Sistolik murmur terdengar diantara bunyi jantung pertama dan bunyi jantung kedua.
Jump V : Merumuskan tujuan pembelajaran
LO ( Learning Objection) yang perlu diketahui dan dicari pada pertemuan kedua adalah: 1. Apa penyebab keluhan pasien berdebar-debar? 2. Mengapa pasien merasakan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah? 3. Interprestasi pemeriksaan perkusi 4. Mengapa Pada ekstremitas tidak ada bengkak, Jari tabuh maupun sianosis? 5. Interprestasi pemeriksaan foto Thorax 6. Mengapa pemeriksaan hematologi normal? 7. Mengapa Dilakukan pemeriksaan Barrel Chest? 8. Mengapa ada perbedaan antara HR dengan denyut nadi? 9. Mengapa berdebar – debar muncul sejak 1 jam yang lalu? 10. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien? Jump VI : Mengumpulkan Informasi Baru (Belajar Mandiri).
Jump VI I : Melaporkan, Membahas, dan Menata Kembali Informasi Baru
yang Diperoleh. Mengapa pasien merasakan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah?
Demam rematik merupakan sekuele faringitis atau caries dentis akibat streptococcus β hemolitikus grup A. Sekitar 3% infeksi strepto coccus pada faring diikuti dengan serangan demam rematik dalam 2 sampai 4 minggu. Serangan awal
biasanya dijumpai pada anak dan dewasa muda. Patogenesis pasti demam rematik masih belum diketahui. Dua mekanisme dugaan, yaitu: 1. Respon autoimun maupun alergi Reaksi autoimun menyebabkan kerusakan jaringan, dengan cara: a. Streptococcus grup A akan menyebabkan infeksi faring b. Antigen
streptococcus
akan
menyebabkan
pembentukan
antibody.
Antibodi ini tidak dapat membedakan antara antigen streptococcus dengan antigen jaringan jantung. 2. Efek langsung organisme streptococcus Berdasarkan mekanisme tersebut, timbul peradangan difus
yang
menyerang jaringan ikat berbagai organ, terutama jantung, sendi dankulit. Gejala yang timbul tidak khas, namun dipakai untuk diagnosis demam rematik. Diagnosis demam rematik ditegakkan apabila ditemukan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 1 gejala minor.Gejala mayor meliputi: -
Pankarditis Pankarditis adalah peradangan pada semua lapisan jantung. Peradangan endocardium biasanya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup.Hal ini mengakibatkan penutupan katup terganggu sehingga menyebabkan regurgitasi. Bila lesi kronis, bias menimbulkan stenosis. Penyakit katup rematik kronis gejalanya biasanya tidak muncul sampai bertahun-tahun setelah serangan awal (hingga decade ketiga, keempat atau kelima). Insidensi tertinggi penyakit katup adalah katup mitralis, kemudian katup aorta. Hal ini karena tekanan hemodinamik jantung kiri lebih besar. Peradangan myocardium atau miokarditis menimbulkan lesi khas yang disebu t badan Aschoff . Miokarditis dapat menimbulkan pembesaran jantung atau gagal jantungkongestif.
-
Poliartritis migrans
Poliartritis migrans merupakan peradangan sendi yang berpindah-pindah. Peradangan ini menimbulkan nyeri. -
Chorea sindenham Kelainan saraf sehingga timbul gerakan tiba-tiba dan menyentak.
-
Eritema marginatum Bercak-bercak merah tengah pucat dan tepi berbatast egas dan tidak gatal.
-
Subkutaneus nodul Kumpulan jaringan pengikat kolagen dan tidak nyeri.
Sedangkan gejala minor meliputi: -
Demam
-
Arthralgia
-
Riwayat demam rematik
-
PR interval memanjang
-
Anemia leukositosis
-
LED meningkat
-
C-Reactive Protein positif
Pada scenario, didapatkan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah dan ada riwayat serupa (riwayat demam rematik) sehingga ada 1 gejala mayor dan 1 gejala minor. Maka, pasien demam rematik. Manifestasi klinis
DR/PJR yang kita kenal sekarang merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan kemudian menjadi suatu penyakit DR/PJR. Adapun gejala-gejala itu adalah: 1. Artritis Arthritis merupakan gejala mayor yang sering ditemukan pada DR akut. Sendi yang dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya adalah sendir besar seperti lutut, pergelangan kaki, paha, siku, lengan, panggul dan bahu. Munculnya tiba-tiba dengan rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan menghilang secara perlahan-lahan. Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat sembuh sempurna. Proses migrasi arthritis
2.
3.
4.
5.
ini membutuhkan waktu 3-6 minggu. Sendi-sendi kecil jari tangan dan kaki juga dapat dikenai. Karditis Karditis terkadang asimptomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Karditis ini biasanya hanya mengenai endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitral lah yang banyak dikenai dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Katup aorta sendiri jarang dikenai. Adanya regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang menjalar ke aksila dan kadang-kadang juga disertai bising mid-diastolik. Miokarditis dapat bersamaan dengan endokarditis sehingga terdapat kardiomegali atau gagal jantung. Chorea Chorea ini didapatkan 10% dari DR yang dapat merupakan manifestasi klinis sendiri atau bersamaan dengan karditis. Lebih sering terkena pada perempuan umur 8-12 tahun. Dan gejala ini muncul selama 3-4 bulan. Dapat juga ditemukan pada saat emosi yang labil dimana anak ini suka menyendiri dan kurang perhatian terhadap lingkungannya sendiri. gerakan-gerakan tanpa disadari akan ditemukan pada wajah dan anggota gerak tubuh yang biasanya unilateral dan gerakan ini menghilang saat tidur. Eritema Marginatum Ditemukan kira-kira 5% dari pasien DR, dan berlangsung berminggu-minggu ber bulan-bulan. Tidak nyeri tidak gatal. Nodul Subkutanius Besarnya kira-kira 0,5-2 cm, bundar, terbatas dan tidak nyeri tekan.
Faktor resiko demam rematik
Dahulu sering dinyatakan bahwa demam rematik lebih sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki, tetapi pada data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal jenis kelamin. Penelitian kohort prospektif oleh Quinn dkk mendapatkan tidak terdapat perbedaan bermakna kejadian DR/PJR-R berdasarkan jenis kelamin. Penyakit tersebut sering dijumpai pada anakberumur 5-15 tahun. Distribusi umur sesuai denganinsidens infeksi Streptokokus pada anak usia sekolah. Qurashi mendapatkan kejadian DR/PJR-R sering ditemukan pada pasien dengan rentangan usia 5-13 tahun (median 10 tahun). Keadaan gizi belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam rematik. Hasil penelitian Sastoasmoro dkk yang melakukan pengamatan selama 10 tahun pada 359 pasien, mendapatkan jenis kelamin, pendidikan orang tua, dan status gizi bukan merupakan faktor risiko DR/PJR-R. Tingkat sosial ekonomi
merupakan faktor penting dalam terjadinya DR/PJR. Golongan masyarakat dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah dengan segala manifestasinya seperti ketidaktahuan, perumahan dan lingkungan yang buruk, tempat tinggal yang berdesakan dan pelayanan kesehatan yang kurang baik merupakan golongan yang paling rawan. Pengalaman di negara-negara yang sudah maju menunjukkan angka kejadian DR/PJR akan menurun seiring dengan perbaikan tingkat social ekonomi masyarakat tersebut. Menurut penelitian Mbeza masyarakat yang hidup dengan tingkat social ekonomi rendah memiliki risiko 2,68 kali menderita DR (RR=2,6), sedangkan menurut Quinn dkk tidak terdapat perbedaan bermakna dalam status social ekonomi terhadap kejadian DR/PJR-R.. Rumah-rumah dengan penghuni yang padat merupakan faktor lingkungan yang penting sebagai predisposisi untuk terjadinya DR. Di Indonesia, masih banyak keluarga yang belum memiliki lingkungan hunian yang sehat dan memadai. Selain itu, pola kekeluargaan yang amat erat menyebabkan masih banyak keluarga muda yang tinggal dalam lingkungan dengan kepadatan hunian 4 orang karena masih tinggal dengan orang tua. Penelitian kami menggunakan batasan 4 orang per-rumah dengan asumsi sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang ideal yaitu ayah, ibu, dan dua orang anak. Jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang padat kemungkinan lebih mudah terinfeksi berbagai penyakit termasuk faringitis. Diagnosis banding demam rematik :
1. Arthritis infeksiosa 2. osmeolititis akibat bakteri piogenik 3. tuberkulosa 4. sifilis 5. arthritis rematoid 6. penyakit kawasaki 7. penyakit takayasu 8. penyakit lyme komplikasi : 1.
Aritmia
2.
Keruakasan pada katup jantung(mitral stenosis dan aorta stenosis)
3.
Endokarditis
4.
Gagal jantung
5.
Pericarditis
6.
Sydenham chore
Apa penyebab keluhan pasien berdebar-debar?
Demam rematik akut memiliki gejala dan tanda yang tidak khas, dapat berupa demam, arthritis yang berpindah-pindah, artralgia, ruam kulit, korea dan takikardia. Takikardi merupakan sebuah keadaan ketika kecepatan denyut jantung melebihi 100 denyut per menit.
Demam rematik akut merupakan sekuele
faringitis akibat streptokokus B-hemolitikus grup A. Faringitis
atau sakit
tenggorokan merupakan perasaan tidak enak, nyeri pada tenggorokan. Kadang menyebabkan sakit atau bengkak dan disebabkan karena flu atau pilek. Biasanya dijumpai pada masa anak dan awal masa remaja.
Katup jantung adalah salah satu jaringan yang paling rentan dalam hal ini. Di sepanjang tepi-tepi yang meradang di katup jantung yang terkena terbentuk lesi-lesi besar hemoragik fibrosa, menyebabkan katup menjadi kaku, menebal, dan terbentuk jaringan parut.
Insiden tertinggi pada katup mitral kemudian katup aorta. Dua perubahan hemodinamik yang disebbakan oleh kerja kurang dapat ditoleransi pada stenosis mitralis, yaitu : takikardi dan peningkatan atrium kiri. Takikardi menyebabkan lama pengisian ventrikel menurun, curah jantung berkurang , dan kongesti paru paru meningkat. Rasa lemah dan lelah merupakan gejala awal yang sering ditemukan akibat curah jantung yang menetap jumlahnya dan akhirnya berkurang. Interpretasi pemeriksaan perkusi
Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung relative dan pekak jantung absolute perlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung.
Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan kekanan. Dilatas iventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada RSI III pada garis para sternal kiri. Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi
tricuspid,
insufisiensi
aorta,
ventrikel
septal
defect
sedang,
tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral. Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanandan/ atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantun gabsolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan. Mengapa Pada ekstremitas tidak ada bengkak, Jari tabuh maupun sianosis?
Pada penyakit jantung rematik terjadi suatu proses yang disebut sebagai mitral stenosis. Lama-kelamaan katup menjadi fibrosis, lengket satu sama lain dan darah dari atrium kiri tidak bisa masuk ke ventrikel kiri, sehingga menyebabkan volume isi sekuncup/ stroke volume berkurang. Stroke volume berkurang menyebabkan suatu mekanisme yang disebut sebagai forward failure dan backwar failure. -
Forward failure: jantung gagal memompa darah dalam jumlah memadai ke jaringan karena isi sekuncup berkurang sehingga pada pembuluh darah perifer menyebabkan kurangnya pasokan oksigen sehingga timbul sianosis. Manifestasi paling penting dari berkurangnya stroke volume adalah yaitu berkurangnya aliran darah ke ginjal. Fungsi ginjal menurun dan ginjal semakin menahan garam dan air ditubuh sewaktu pembentukan urin dalam upaya meningkatkan volume plasma dan penurunan aliran darah, hal ini menyebabkan timbulnya retensi cairan dan timbul edema. - Backward failure: terjadi secara bersamaan ketika darah yang tidak dapat masuk dan dipompa keluar oleh jantung terbendung di sistem vena sehingga menyebabkan gagal jantung kongestif. Penimbunan darah di sistem vena dapat menyebabkan edema paru karena darah terbendung di paru sehingga menyebabkan penurunan oksigenasi darah arteri dan peningkatan pembentukan asam pada darah.
Jari Tabuh
Pembesaran yang selektif dan bersifat bulosa (menggembung) pada segmen distal jari-jari tangan serta jari-jari kaki sebagai akibat dari proliferasi jaringan ikat, khususnya di permukaan dorsal segmen tersebut, dinamakan jari tabuh (clubbing); penambahan jaringan ikat ii terjadi pada bagian spongiosa jaringan lunak di dasar kuku. Jri tabuh dapat bersifat herediter, idiopatik atau pun akuisita dan disertai dengan sejumlah kelainan, mecakup penyakit jantung kongeital sianotik, endocarditis infeksiosa da sejumlah kelaina paru (di antaranya adalah penyakit kanker paru primer dan metastatic, bronkiektasis, abses paru, kistik fibrosis serta mesothelioma) di samping dengan beberapa penyakit gastrointestinal (yang mencakup enteritis regional, colitis ulseratif kronik dan sirosis hepatik). Meskipun mekanisme terjadinya jari tabuh tidak jelas, tampaknya keadaan ini timbul sekunder akibat adanya substansi (kemungkinan humoral) yang menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh darah pada ujung jari t angan.
Interprestasi pemeriksaan foto Thorax
ECG
MITRAL STENOSIS
MITRAL REGURGITASI
AORTA STENOSIS
LAH, RVH, Atrial fibrilasi
LAH, LVH, Atrial Fibrilasi.
N, pada AS berat terdapat LVH, LAH, Voltase meningkat.
FOTO THORAKS
: LAH, RVH, bendungan paru
LAH, LVH.
Daun katup mitral anterior tampak doming , katup mitral posterior bergerak ke anterior waktu
: LAH, LVH, fungsi LV N / menurun ,aliran regurgitan pada saat sistol di ruang LA / derajat MR.
ECG : N, Pada AR berat terdapat LVH, LAH
LV
N, pada AS – berat terdapat LAH, LVH, bendungan paru.
EKOKAR DIOGRAFI
AORTA REGURGITASI
– dapat melihat daun katup, dimensi ruang jantung, fungsi LV, derajat AS
FOTO – THORAKS : N, pada yang berat terdapat LAH, LVH, bendungan paru.
– EKOKARDIO GRAFI : melihat daun katup, mengukur dimensi ruang jantung,
diastolik,
mengukur derajat AR.
Mungkin terlihat trombus di LA / LV
Pemeriksaan hematologi rutin Tes Hematologi Rutin
Hitung darah lengkap -HDL- atau darah perifer lengkap – DPL- (complete blood count/full blood count/blood panel ) adalah jenis pemeriksan yang memberikan informasi tentang sel-sel darah pasien. HDL merupakan tes laboratorium yang paling umum dilakukan. HDL digunakan sebagai tes skrining yang luas untuk memeriksa gangguan seperti seperti anemia, infeksi, dan banyak penyakit lainnya. HDL memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet). Pemeriksaan darah lengkap yang sering dilakukan meliputi:
Jumlah sel darah putih
Jumlah sel darah merah
Hemoglobin
Hematokrit
Indeks eritrosit
jumlah dan volume trombosit
Tabel 1. Nilai pemeriksaan darah lengkap pada populasi normal parameter
Laki-Laki
Perempuan
Hitung sel darah putih (x 10 /μL)
7.8 (4.4 – 11.3)
Hitung sel darah merah (x 10 /μL)
5.21 (4.52 – 5.90)
4.60 (4.10 – 5.10)
Hemoglobin (g/dl)
15.7 (14.0 – 17.5)
13.8 (12.3 – 15.3)
Hematokrit (%)
46 (42 – 50)
40 (36 – 45)
MCV (fL)
88.0 (80.0 – 96.1)
MCH (pg)
30.4 (27.5 – 33.2)
MCHC
34.4 (33.4 – 35.5)
RDW (%)
13.1 (11.5 – 14.5)
Hitung trombosit (x 10 /μL)
311 (172 – 450)
Spesimen
Sebaiknya darah diambil pada waktu dan kondisi yang relatif sama untuk meminimalisasi perubahan pada sirkulasi darah, misalnya lokasi pengambilan, waktu pengambilan, serta kondisi pasien (puasa, makan). Cara pengambilan specimen juga perlu diperhatikan, misalnya tidak menekan lokasi pengambilan darah kapiler, tidak mengambil darah kapiler tetesan pertama, serta penggunaan antikoagulan (EDTA, sitrat) untuk mencegah terbentuknya clot . Hemoglobin
Adalah molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai polipeptida globin (alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah ditentukan oleh kadar haemoglobin. Stuktur Hb dinyatakan dengan menyebut jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asama amino pada rantai alfa, dan 146 mol asam amino pada rantai beta, gama dan delta. Terdapat berbagai cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering dikerjakan di laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli dan fotoelektrik cara sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara Sahli kurang baik, karena tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi hematin asam misalnya karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin. Selain itu alat untuk pemeriksaan hemoglobin cara Sahli tidak dapat distandarkan, sehingga ketelitian yang dapat dicapai hanya ±10%.
Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan untuk penetapan kadar
hemoglobin
di
laboratorium
karena
larutan
standar
sianmethemoglobin sifatnya stabil, mudah diperoleh dan pada cara ini hampir semua hemoglobin terukur kecuali sulfhemoglobin. Pada cara ini ketelitian yang dapat dicapai ± 2%.
Berhubung ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk penilaian basil sebaiknya diketahui cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar
hemoglobin tergantung dari umur dan jenis kelamin. Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada orang dewasa yaitu berkisar antara 13,6 – 19, 6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3 tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 – 12,5 g/dl. Setelah itu secara bertahap kadar hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar antara 11,5 – 14,8 g/dl. Pada laki-laki dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13 – 16 g/dl sedangkan pada perempuan dewasa antara 12 – 14 g/dl.
Pada perempuan hamil terjadi hemodilusi sehingga batas terendah nilai rujukan ditentukan 10 g/dl.
Penurunan Hb terdapat pada penderita: Anemia, kanker, penyakit ginjal,
pemberian cairan intravena berlebih, dan hodgkin. Dapat juga disebabkan oleh obat seperti: Antibiotik, aspirin, antineoplastik(obat kanker), indometasin, sulfonamida, primaquin, rifampin, dan trimetadion.
Peningkatan Hb terdapat pada pasien dehidrasi, polisitemia, PPOK, gagal
jantung kongesti, dan luka bakar hebat. Obat yang dapat meningkatkan Hb adalah metildopa dan gentamicin.
Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh tersedianya oksigen pada tempat tinggal, misalnya Hb meningkat pada orang yang tinggal di tempat yang tinggi dari permukaan laut. Selain itu, Hb juga dipengaruhi oleh posisi pasien (berdiri, berbaring), variasi diurnal (tertinggi pagi hari).
Hematokrit
Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan ( packed cell volume, PCV ) adalah persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah. Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara automatik menggunakan hematology analyzer atau secara manual. Metode pengukuran hematokrit secara manual dikenal ada 2, yaitu metode makrohematokrit dan mikrohematokrit/kapiler.
Nilai normal HMT:
Anak
: 33-38%
Laki-laki Dewasa
: 40-50%
Perempuan Dewasa
: 36-44%
Penurunan HMT, terjadi dengan pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia, leukemia, penyakit hodgkins, limfosarcoma, mieloma multiple, gagal ginjal kronik, sirosis hepatitis, malnutrisi, defisiensi vit B dan C, kehamilan, SLE, athritis reumatoid , dan ulkus peptikum. Peningkatan HMT, terjadi pada hipovolemia, dehidrasi, polisitemia vera, diare berat, asidosis diabetikum,emfisema paru, iskemik serebral, eklamsia, efek pembedahan, dan luka bakar. Hitung Eritrosit
Hitung eritrosit adalah jumlah eritrosit per milimeterkubik atau mikroliter dalah. Seperti hitung leukosit, untuk menghitung jumlah sel-sel eritrosit ada dua metode, yaitu manual dan elektronik (automatik). Metode manual hampir sama dengan hitung leukosit, yaitu menggunakan bilik hitung. Namun, hitung eritrosit lebih sukar daripada hitung leukosit. Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan isotonis untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer yang digunakan adalah:
Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25 g, aquadest 100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat dipergunakan karena dapat menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.
Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest 200 ml. Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux.
Natrium klorid 0.85 %
Nilai Rujukan
Dewasa laki-laki : 4.50 – 6.50 (x10 6/μL)
Dewasa perempuan : 3.80 – 4.80 (x10 6/μL)
Bayi baru lahir : 4.30 – 6.30 (x10 6/μL)
Anak usia 1-3 tahun : 3.60 – 5.20 (x10 6/μL)
Anak usia 4-5 tahun : 3.70 – 5.70 (x10 6/μL)
Anak usia 6-10 tahun : 3.80 – 5.80 (x10 6/μL)
Penurunan eritrosit : kehilangan darah (perdarahan), anemia, leukemia, infeksi kronis, mieloma multipel, cairan per intra vena berlebih, gagal ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan Peningkatan eritrosit : polisitemia vera, hemokonsentrasi/dehidrasi, dataran tinggi, penyakit kardiovaskuler Indeks Eritrosit Mencakup parameter eritrosit, yaitu:
Mean cell / corpuscular volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata (VER) MCV = Hematokrit (l/l) / Jumlah eritrosit (106/µL) Normal 80-96 fl Mean Cell Hemoglobin Content (MCH) atau hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) MCH (pg) = Hemoglobin (g/l) / Jumlah eritrosit (10 6/µL) Normal 27-33 pg Mean Cellular Hemoglobin Concentration (MCHC) atau konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) MCHC (g/dL) = konsentrasi hemoglobin (g/dL) / hematokrit (l/l) Normal 33-36 g/dL Red Blood Cell Distribution Width (RDW) RDW adalah perbedaan/variasi ukuran (luas) eritrosit. Nilai RDW berguna memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum nilai MCV berubah dan sebelum terjadi gejala. Peningkatan nilai RDW dapat dijumpai pada anemia defisiensi (zat
besi, asam folat, vit B12), anemia hemolitik, anemia sel sabit. Ukuran eritrosit biasanya 6-8µm, semakin tinggi variasi ukuran sel mengindikasikan adanya kelainan. RDW = standar deviasi MCV / rata-rata MCV x 100 Nilai normal rujukan 11-15% Hitung Trombosit
Adalah komponen sel darah yang dihasilkan oleh jaringan hemopoetik, dan berfungsi utama dalam proses pembekuan darah. Penurunan sampai dibawah 100.000/ µL berpotensi untuk terjadinya perdarahan dan hambatan pembekuan darah. Jumlah Normal: 150.000-400.000 /µL Hitung Leukosit
Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik atau mikroliter darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan tubuh, terhadap benda asing, mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga hitung julah leukosit merupakan indikator yang baik untuk mengetahui respon tubuh terhadap infeksi. Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain. Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.00030.000/μl. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.00038.000 /μl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500- 11.000/μl. Pada keadaan basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 — 10.000/μl. Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/μl. Peningkatan jumlah leukosit di atas normal disebut leukositosis, sedangkan penurunan jumlah leukosit di bawah normal disebut lekopenia. Terdapat dua metode yang digunakan dalam pemeriksaan hitung leukosit, yaitu cara automatik menggunakan mesin penghitung sel darah ( hematology analyzer ) dan cara manual dengan menggunakan pipet leukosit, kamar hitung dan mikroskop.
Cara automatik lebih unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2%, sedang pada cara manual kesalahannya sampai ± 10%. Keburukan cara automatik adalah harga alat mahal dan sulit untuk memperoleh reagen karena belum banyak laboratorium di Indonesia yang memakai alat ini. Nilai normal leukosit:
Dewasa
: 4000-10.000/ µL
Bayi / anak
: 9000-12.000/ µL
Bayi baru lahir
: 9000-30.000/ µL
Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan tersebut disebut leukositosis. Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik. Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat, gangguan emosi, kejang, takhikardi paroksismal, partus dan haid. Peningkatan leukosit juga dapat menunjukan adanya proses infeksi atau radang akut, misalnya pneumonia, meningitis, apendisitis, tuberkolosis, tonsilitis, dll. Dapat juga terjadi miokard infark, sirosis hepatis, luka bakar, kanker, leukemia, penyakit kolagen, anemia hemolitik, anemia sel sabit , penyakit parasit, dan stress karena pembedahan ataupun gangguan emosi. Peningkatan leukosit juga bisa disebabkan oleh obat-obatan, misalnya: aspirin, prokainmid, alopurinol, kalium yodida, sulfonamide, haparin, digitalis, epinefrin, litium, dan antibiotika terutama ampicillin, eritromisin, kanamisin, metisilin, tetracycline, vankomisin, dan streptomycin. Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit kurang dari 5000/µL darah. Karena pada hitung jenis leukosit, netrofil adalah sel yang paling tinggi persentasinya hampir selalu leukopenia disebabkan netropenia. Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama virus, malaria, alkoholik, SLE, reumaotid artritis, dan penyakit hemopoetik(anemia aplastik, anemia perisiosa). Leokopenia dapat juga disebabkan penggunaan obat terutama saetaminofen, sulfonamide, PTU, barbiturate, kemoterapi kanker, diazepam, diuretika, antidiabetika oral, indometasin, metildopa, rimpamfin, fenotiazin, dan antibiotika.(penicilin, cefalosporin, dan kloramfenikol)
Hitung Jenis Leukosit
Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat lima jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki fungsi yang khusus dalam melawan patogen. Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil hitung jenis leukosit memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses penyakit. Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit total (sel/μl). Untuk melakukan hitung jenis leukosit, pertama membuat sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati di bawah mikroskop dan hitung jenis-jenis leukosit hingga didapatkan 100 sel. Tiap jenis sel darah putih dinyatakan dalam persen (%). Jumlah absolut dihitung dengan mengalikan persentase jumlah dengan hitung leukosit, hasilnya dinyatakan dalam sel/μL. Tabel 2. Hitung Jenis Leukosit Jenis
Nilai normal
Melebihi nilai normal
dari
nilai
Basofil
0,4-1%
inflamasi, leukemia, stress, tahap penyembuhan hipersensitivitas, infeksi atau inflamasi kehamilan, hipertiroidisme
reaksi
40-100/µL Eosinofil
1-3% 100-300/µL
Neutrofil
Kurang normal
Umumnya pada keadaan stress, luka bakar, syok, atopi/ alergi dan infeksi hiperfungsi parasit adrenokortikal.
55-70%
Inflamasi, kerusakan Infeksi virus, aringan, peyakit autoimun/idiopatik, (2500-7000/µL) Hodgkin, leukemia pengaruh obat-obatan mielositik, hemolytic Bayi Baru Lahir disease of newborn, 61% kolesistitis akut, apendisitis, pancreatitis Umur 1 tahun 2% akut, pengaruh obat Segmen 50-65% (2500-6500/µL)
Batang 0-5% 500/µL) Limfosit
20-40% 1700-3500/µL
(0infeksi kronis dan virus
kanker, leukemia, gagal ginjal, SLE, pemberian steroid yang berlebihan
BBL 34% 1 th 60% 6 th 42% 12 th 38% Monosit
2-8% 200-600/µL
Infeksi virus, parasit, Leukemia limfositik, anemia hemolitik, SLE< anemia aplastik RA
Anak 4-9% Laju Endap Darah
Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.
Diagnosa penyakit demam rematik (ASTO) perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, di antaranya berupa pemeriksaan kadar LED (laju endap darah), CRP (C reaktive protein), dan ASTO (anti-streptolysin titer O). Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sinar X, EKG, dan echocardiography.
Penilaian
:
1.
Kualitatif
a.
ASTO (+) : terjadi aglutinasi (kadar ≥200 IU /ml)
b.
ASTO (-) : tidak terjadi aglutinasi
2.
Semi kuantitatif
Titer
: pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi
Inspeksi dinding dada tidak ditemukan Barrel Chest
Merupakan bentuk dada yang menyerupai tong, hal itu terjadi karena hasil hiperinflasi paru-paru. Hiperinflasi adalah terjebaknya udara akibat saluran pernapasan yang menyempit. Pada dada tong (barrel chest), bentuk elips normal dada digantikan oleh yang berbentuk bulat dimana diameter anteroposterior membesar sampai sekitar diameter melintangnya. Diafragma tertekan sementara sternum terdorong kedepan sementara rusuk melekat secara horizontal, bukan menyudut. Akibatnya, dada tampak selalu berada pada posisi inspiratori.
Biasanya merupakan tanda belakangan daripenyakit pulmoner obstruktif kronik (COPD), dada tong adalah akibat pembesaran volume paru karena obstruksi aliran udara. Pasien mungkin tidak menyadari hal ini karena kondisi ini berkembang secara bertahap.
Gambar 4. Barrel chest
Mengapa ada perbedaan antara HR dengan denyut nadi?
Pada atrial fibrilasi waktu diantara 2 denyut ventrikel bervariasi, sebagian denyut ventrikel berlangsung berdekatan sehingga isi ventrikel sedikit, karena pengisian kurang maka kontraksi berikutnya lemah sehingga nadi pergelangan tangan atau arteri radialis tidak teraba. Kecepatan denyut janutng akan melebihi denyut nadi (defisit denyut), pengukuran dilakukan melalui denyut apex/EKG nadi pada pergelangan tangan atau arteri radialis. Mengapa dada berdebar-debar?
1. Gangguan pada nodus sinus - Sinus bradikardi: irama sinus yang kurang dari 60x/menit - Blok sinoatrial: keadaan dimana pembentukan impuls di nodus sinus masih normal tapi tidak dapat mencapai atrium secara lengkap sehingga pada gelombang P pada EKG tidak muncul pada waktunya dan jarak interval P-P menjadi 2x normal - Sinus aritmia: kelainan irama jantung dimana irama jantung menjadi lebih cepat pada waktu inspirasi dan lebih lambat saat ekspirasi. - Sinus takikardi: irama sinus yang lebih cepat yakni lebih dari 100x/menit 2. Kelainan irama jantung yang berasal dari atrium - Ekstrasistol atrial: premature atrial beats terjadi karena impuls yang berasal dari atrium yang timbul secara premature
-
Takikardi atrial paroksismal: takikardi yang berasar dari atrium atau nodus AV, biasa terjadi karenan adanya re entry baik di atrium atau nodus AV. Fibrilasi atrial: terjadi eksitasi dan recovery yang sangat tidak teratur dari atrium. Pda ekg akan tambak hasil gelombang fibrilasi yang cepat dan tidak teratur dengan frekuensi 300-500x/menit, keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan daripada katup mitral, penyakit jantung iskemia, dan IMA.
3. Aritmia yang disebabkan oleh pembentukan rangsangan ektopikdi nodus AV - Ekstrasistol nodal: irama ektopik yang dapat berasal dari nodus AV - Irama nodal - Takikardi nodal 4. Aritmia yang terjadi akibat pembentukan rangsang ektopik di nodus AV - Ekstrasistol ventrikel: gangguan irama dimana ditemukan denyut jantung premature yang berasal dari focus pada ventrikel. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya iskemia miokard, IMK, gagal jantung, prolaps mitral, dll. - Takikardi ventrikel: ekstrasistol ventrikel yang timbul berturut-turut 4x atau lebih dan memerlukan penanganan segera. - Fibrilasi ventrikel: irama ventrikel yang chaos dan sama sekali tidak teratur. Arus segera dilakukan resusitasi jantung paru 5. Gangguan konduksi - Block AV tingkat I : disebabkan adanya gangguan konduksi di proksimal his bundle. Disebabkan karena intoksikasi digitalis, peradangan, proses degenerasi atau variasi normal. Prognosis baik dan tidak membutuhkan penanganan. - Block AV tingkat II : dibagi 2 yaitu Mobitz tipe I dan tipe II. Pada mobitz tipe I interval pr secara progresif bertambah panjang sampai suatu ketika impuls dari atrium tidak sampai ke ventrikel dan gelombang P akhirnya tidak diikuti oleh gelombang QRS. Pada Mobitz II interval PR Tetap sama tetapi didapatkan denyut ventrikel yang berkurang. Denyutnya sendiri dapat teratur dan tidak. - Block AV tingkat III : blok jantung komplit, impuls dari atrium tidak bias sampai ke ventrikel. Kontraksi ventrikel karena rangsangan oleh focus di nodus av atau focus di ventrikel, sehingga ventrikel berdenyut sendiri dan tidak berhubungan dengan atrium. Bila menetap perlu dipasang alat pacu jantung. - Bundle branch block : gangguan konduksi di cabang kanan atau kiri sistem konduksi, atau divisi anterior atau posterior cabang kiri. Pada ekg
ditemukan komplek QRS yang melebar lebih dai 0,11 detik disertai perubahan kompleks dan aksisnya. Pada scenario ini jantung yang berdebar-debar menandakan adanya aritmi a dan setelah dilakukan pemeriksaan terbukti adanya fibrilasi atrium yang disebabkan oleh adanya gangguan pada katup mitral j antung. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien? M edical Car e
Pengobatan terhadap Demam Rematik ditunjukkan pada 3 hal yaitu: 1) Pencegahan primer pada saat serangan Demam Rematik. 2) Penegahan skunder Demam Rematik. 3) Menghilangkan gejala yang menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan antiinflamasi, penatalaksanaan gagal jantung dan korea.1 Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat serangan DR dan diberikan fase awal serangan. Jenis antibiotika, dosis dan frekuensi pemberiannya dapat dilihat pada tabel 03. Pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulangan DR, karena serangan ulangan dapat memperberat kerusakan katup katup jantung dan dapat menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup jantung. Jenis antibiotika yang digunakan dapat dilihat pada tabel 03 dan durasi pencegahan sekunder dapat dilihat pada tabel Tetapi sayangnya preparat Benzatine Penisilin G saat ini sukar didapat dan tidak tersedia diseluruh wilayah Indonesia. Pada serangan DR sering didapati gejala yang menyertainya seperti gagal jantung atau korea. Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti inflamasi perlu diberikan pada penderita DR dengan manifestasi mayor karditis dan artritis. Petunjuk mengenai tirah baring dan dan ambulasi dapat dilihat pada tabel 05 dan penggunaan anti inflamasi dapat dilihat pada lampiran 06. Pada penderita DR dengan gagal jantung perlu diberikan diuretika, restriksi cairan dan garam. Penggunaan digoksin pada penderita DR masih kontroversi karena resiko intoksikasi dan aritmia. Pada penderita korea dianjurkan mengurangi stres fisik dan emosi. Penggunaan anti inflamasi untuk mengatasi korea masih kontroversi. Untuk kasus korea yang berat fenobarbital atau haloperidol dapat digunakan. Selain itu dapat digunakan valproic acid, chlorpromazin dan diazepam. Penderita Penyakit Jantung Rematik tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang. Surgical Care Pembedahan mungkin diperlukan jika telah terjadi gagal jantung yang menetap atau semakin memburuk setelah terapi medis untuk penyakit jantung rematik akut,
tujuan pembedahan adalah untuk menurunkan insufisiesi katup jantung, mungkin menyelamatkan jiwa.7 Pada pasien dengan stenosis kritis, valvulotomy mitral, valvuloplasty balon perkutan atau penggantian katup mitral dapat diindikasikan. Karena tingginya tingkat berulangnya gejala setelah annulosplasty atau prosedur perbaikan lainya, penggantian katup jantung tampaknya menjadi pilihan yang lebih disukai dalam pembedahan
BAB III KESIMPULAN Dari hasil diskusi tutorial kelompok kami dapat disimpulkan bahwa pasien menderita penyakit demam rematik. Demam rematik merupakan sekuele faringitis atau caries dentis akibat streptococcus β hemolitikus grup A. Sekitar 3% infeksi streptococcus pada faring diikuti dengan serangan demam rematik dalam 2 sampai 4 minggu. Serangan awal biasanya dijumpai pada anak dan dewasa muda. Patogenesis pasti demam rematik masih belum diketahui. Dua mekanisme dugaan, yaitu: Respon autoimun maupun alergi dan Efek langsung organisme streptococcus. Diagnosis demam rematik ditegakkan apabila ditemukan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 1 gejala minor. Gejala mayor meliputi: Pankarditis, Poliartritis migrans, Chorea sindenham, Eritema marginatum, dan Subkutaneus nodul. Sedangkan gejala minor meliputi: Demam, Arthralgia, Riwayat demam rematik, PR interval memanjang, Anemia leukositosis, LED meningkat, C-Reactive Protein positif. Pada skenario juga didapatkan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah dan ada riwayat serupa (riwayat demam rematik) sehingga didapatkan 1 gejala mayor dan 1 gejala minor. Maka dapat disimpulkan bahwa pasien mengidap penyakit demam rematik. Pada skenario dijelaskan bahwa pasien sejak kecil sering batuk pilek dan cepat lelah dan menurut ibunya anak tersebut lahir prematur sehingga diperkirakan pasien sejak kecil memang sudah memiliki imunitas yang kurang baik sehingga mudah sekali terkena infeksi, hal ini juga didukung bahwa pasien juga dilahirkan secara prematur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan data yaitu tekanan darah 120/80 mmHg digolongkan sebagai tekanan darah yang normal, ditemukan juga denyut nadi 140x/menit dan ireguler, hal ini dikarenakan pada demam rematik juga dapat menyebabkan atrial fibrilasi, yaitu terjadi eksitasi dan recovery yang sangat tidak teratur dari atrium. Pda EKG akan tambak hasil gelombang fibrilasi yang cepat dan tidak teratur dengan frekuensi 300500x/menit, keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan daripada katup mitral, penyakit jantung iskemia, dan infark miokard akut. Pada pemeriksaan palpasi ictus cordis teraba pada di SIC VI 2 cm lateral linea medioclavicularis kiri, hal ini menunjukkan adanya pembesaran dari jantung atau kardiomegali. Pada
pemeriksaan perkusi dan pemeriksaan foto thorax juga didapatkan adanya kardiomegali. Kardiomeegali pada pasien tersebut disebabkan karena kompensasi mitral iregurgitasi yang disebabkan oleh antibodi yang dibentuk oleh tubuh karena infeksi dari bakteri streptococcus β hemolitikus grup A , karena katup tidak dapat menutup secara sempurna maka terjadi regurgitasi darah dari ventrikel kiri menuju ke atrium kiri sehingga darah yang seharusnya dipompakan ke aorta menjadi sedikit maka sebagai kompensasi ventrikel aka berusaha lebih keras atau berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompakan darah ke aorta sehingga terjadi hipertrofi dari ventrikel.
BAB IV SARAN
Saran kami berupa evaluasi agar kedepannya, diskusi tutorial kelompok dapat berjalan dengan lancer dan lebih baik lagi. Oleh karena itu, diharapkan agar masing-masing anggota telah mempersiapkan materi ataupun bahan-bahan yang akan didiskusikan dengan baik. Dan semoga untuk selanjutnya diskusi tutorial kami dpat berlangsung dengan lebih baik lagi dan semua LO dengan hasil yang memuaskan.
dapat tercapai
DAFTAR PUSTAKA
Markum, editor. 2000. Penuntun Anamnesis danPemeriksaanFisis. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian IPD FK UI Bates B. 1998. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Edisi ke 2. Jakarta: EGC Guyton, Arthur C., Hall, John E. 2008. Textbook of Medical Physiology 11 th edition. Delhi: Saunders Elsevier Rilantono,
Lily
I.
2013. PenyakitKardiovaskular:
5
Rahasia.
Jakarta:
BalaiPenerbit FKUI Poppy S. Roebiono. 2011. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Jakarta: Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI - Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Dharma R, Immanuel S, Wirawan R. Penilaian hasil pemeriksaan hematologi rutin. Cermin Dunia Kedokteran. 1983; 30: 28-31. Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta: Dian Rakyat; 2009. hal. 11-42. Ronald AS, Richard AMcP, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium, edisi 11. Jakarta: EGC; 2004. Sutedjo AY. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta: Amara Books; 2008. hal. 17-35. Theml H, Diem H, Haferlach T. Color atlas of hematology; principal microscopic and clinical diagnosis. 2nd ed. Stuttgart: Thieme; 2004. Vajpayee N, Graham SS, Bem S. Basic examination of blood and bone marrow. In: Henry’s clinical diagnosis and management by laboratory methods. 21 st ed. Editor: McPherson RA, Pincus MR. China: Saunders Elsevier; 2006. hal. 9-20. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke System. Jakarta : EGC
View more...
Comments