Laporan Tutorial Ske 2 Gastro

April 24, 2018 | Author: Aditya Hagung Kertapati | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Tutorial Ske 2 Gastro...

Description

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK SISTEM PENCERNAAN SKENARIO 2 Gastroenteritis

Disusun Oleh: KELOMPOK 7 Aditya Hagung K. Alfian Noor H. K. Avamira Rosita P. Elizabeth Puji Yanti Kevin Wahyudy P.

G0010005 G0010013 G0010035 G0010071 G0010109

Marfuah Hariyani Nova Sari Nur S. Nur Dwi Fajarini Paramita Stella Winda A. Panjaitan

Tutor : Leli Saptawati, dr, SpMk

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2012

G0010121 G0010139 G0010141 G0010149 G0010197

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Gastroenteritis/ radang lambung adalah peradangan pada saluran pencernaan yang menimbulkan muntah, diare, atau keduanya dan kadangkala disertai dengan demam atau kram perut. Radang lambung, kadangkala salah disebut gastric flu , adalah gangguan radang usus yang umum terjadi pada anak.

Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 2: Seorang anak umur 10 tahun bersama ibunya datang ke puskesmas dengan keluhan muntah dan berak-berak cair dua hari. Anak tersebut juga mengeluhkan nyeri ulu hati. Pada pemeriksaan didapatkan mulut anak  berbau tidak sedap dan terlihat kebersihan mulut yang kurang terawat. Hasil pemeriksaan  ELISA dari serum darah menggambarkan bahwa positif terdapat lipopolysacharide . Hasil pemeriksaan parasitologi dari bahan  feces hasilnya positif  Taenia solium yang termasuk dalam mikroparasit. Saran dokter puskesmas bahwa ini merupakan penyakit akut dan self-limited disease yang tidak perlu dilakukan terapi farmakologis. Perawatan yang objektif adalah pemberian cairan elektrolit. Rehidrasi oral merupakan metode pilihan untuk mengganti cairan yang hilang bila terjadi dehidrasi sedang. Pemberian metoclopramide dan ondansetron mungkin dapat menolong.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana anatomi,histologi,fisiologi saluran pencernaan dan organ asesoris pencernaan? 2. Bagaimana patofisiologi gejala & patogenesis gastric flu? 3. Apa saja faktor risiko dan etiologi gastric flu? 4. Apakah ada hubungan higienitas mulut dan penyakit pasien? 5. Apa saja yang termasuk self-limited disease? Mengapa tidak  diperlukan terapi farmakologis? 6. Bagaimana klasifikasi dehidrasi dan penatalaksanaannya? 7. Bagaimana fisiologi pembentukan feces? 8. Apa saja penunjang lain yang dibutuhkan? 9. Bagaimana penatalaksanaan, prevensi, dan prognosis kasus scenario?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Memahami anatomi,histologi,fisiologi saluran pencernaan dan organ asesoris pencernaan 2. Mengetahui patofisiologi gejala & patogenesis gastric flu 3. Mengetahui faktor risiko dan etiologi gastric flu 4. Mengetahui adakah hubungan higienitas mulut dan penyakit pasien 5. Mengetahui apa saja yang termasuk  self-limited disease 6. Mengetahui klasifikasi dehidrasi dan penatalaksanaannya 7. Mengetahui fisiologi pembentukan feces 8. Mengetahui penunjang lain yang dibutuhkan 9. Mengetahui penatalaksanaan, prevensi, dan prognosis kasus skenario D. MANFAAT PENULISAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi,histologi,fisiologi saluran pencernaan dan organ asesoris pencernaan 2. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi gejala & patogenesis gastric flu 3. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor risiko dan etiologi gastric flu 4. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan higienitas mulut dan penyakit pasien 5. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja yang termasuk  self-limited  disease. 6. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi dehidrasi dan penatalaksanaannya 7. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi pembentukan feces 8. Mahasiswa mampu mengetahui penunjang lain yang dibutuhkan 9. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan, prevensi, dan prognosis kasus skenario

BAB II PEMBAHASAN A. Anatomi Organ Sistem Digestivus 1. Oesophagus Oesophagus merupakan organ seperti tabung yang menghubungkan pharynx dengan gaster. Melalui foramen oesophagicum, oesophagus menembus diaphragma. Suplai darah untuk oesophagus bagian atas, tengah, dan bawah berturut-turut oleh cabang dari arteria thyroidea inferior, arteria oesophagica, arteria bronchialis, dan cabang dari arteria gastrica sinistra. Persarafan parasimpatis diurus oleh nervus vagus. Sedangkan persarafan simpatis oleh rami oesophageales dari ganglia thoracica dan nervus splanchnicus major (Wibowo And Paryana, 2009). 2. Gaster (Ventriculus) Letak gaster di dalam perut mulai hypochondrium kiri sampai epigastrium dan kadang-kadang mencapai regio umbilicalis. Gaster dapat membesar sampai mencapai kapasitas dua sampai tiga liter dan tidak mempunyia bentuk yang tetap. Dalam keadaan kosong, mempunyai ukuran seperti colon dan bentuknya menyerupai huruf ‘J’. Cardiaca merupakan bagian gaster yang berhubungan dengan oesphagus dan merupakan bagian yang paling tetap kedudukannya. Gaster memiliki dua buah curvature, yaitu curvature minor dan curvature major. Selain itu, gaster mempunyai dua permukaan, yaitu facies anterior dan facies posterior serta dua pintu, yaitu ostium cardiacum dan ostium pyloricum (Wibowo And Paryana, 2009). 3. Duodenum Duodenum terdiri atas empat bagian, yaitu pars superior, pars descendens, pars inferior, dan pars ascendens. Pars superior panjangnya dua setengah sampai lima sentimeter, mulai dari pylorus, membelok ke atas dan belakang pada sisi kanan vertebra lumbalis pertama pada bidang transpyloricum. Pars descendens panjangnya delapan sampai sepuluh sentimeter. Bagian ini mempunyai lipatan mukosa yang lebih tebal. Pars inferior panjangnya bervariasi antara lima sampai delapan sentimeter. Dan pars ascendens mempunyai panjang dua setengah sampai lima sentimeter, membelok ke atas dan ke depan sampai menjadi flexura duodenojejunalis (Wibowo And Paryana, 2009). 4. Jejunum dan Ileum Jejunum dan ileum merupakan bagian usus halus yang dimulai dari flexura duodenojejunalis sampai ostium ileale. Panjangnya dapat mencapai lima sampai tujuh meter. Jejunum membentuk dua per lima bagian proximal dan ileum tiga per lima bagian distal. Perlu diperhatikan bahwa tidak ada batas yang tegas dan jelas antara jejunum dan ileum (Wibowo And Paryana, 2009).

5. Colon Colon mempunyai panjang satu setengah sampai dua meter, mulai dari ujung ileum sampai anus. Terdiri dari caecum dan appendix vermiformis, colon ascendens, colon transversum, colon descendens, colon sigmoideum, rectum, dan canalis analis (Wibowo And Paryana, 2009). B. Histologi Organ Sistem Digestivus 1. Oesophagus Oesophagus dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Di dalam submukosa, terdapat kelenjar esophagus dengan secret yang memudahkan transport makanan dan melindungi mukosa esophagus. Di dalam lamina propria, terdapat kelenjar kardiak esophagus yang menyekresi mucus. Lapisan muskularnya terdiri atas sel-sel otot polos. Hanya bagian esophagus yang terdapat di dalam rongga peritoneum yang ditutupi serosa. Sisanya ditutupi oleh selapis jaringan ikat longgar, adventisia, yang menyatu dengan jaringan sekitar (Juncqueira and Carneiro, 2007). 2. Gaster (ventriculus) Mukosa lambung terdiri atas epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina propria. Lamina proprianya terdiri atas jaringan jaringan ikat longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat padat yang mengandung pembuluh darah dan pembuluh limfe. Lapisan muskularisnya terdiri atas serabut otot polos yang tersusun dalam tiga arah utama. Lapisan luar tersusun longitudinal, lapisan tengah tersusun sirkular, dan lapisan dalam tersusun oblik. Lambug dilapisi oleh selapis tipis serosa (Juncqueira and Carneiro, 2007). 3. Usus Halus Usus halus relatif panjang, rata-rata lima meter, dan terdiri atas tiga segmen, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Ketiganya memiliki kemiripan. Permukaan usus halus memperlihatkan lipatan-lipatan permanen, yaitu plika sirkularis, yang terdiri atas mukosa dan submukosa, dengan bentuk semilunar, sirkular, atau spiral. Plika ini paling berkembang di jejunum. Di duodenum, terdapat vili yang berbentuk daun dan berangsur berubah bentuk menyerupai jari saat tiba di ileum. Epitel vili menyatu dengan epitel kelenjar. Kelenjar intestinal mengandung sel induk, sedikit sel absorptive, sel goblet, sel paneth, dan sel enteroendokrin (Juncqueira and Carneiro, 2007). 4. Colon Usus besar terdiri atas membran mukosa tanpa adanya lipatan kecuali pada bagian distalnya (rectum). Vili usus tidak dijumpai pada bagian usus ini. Kelenjar usus berukuran panjang dan ditandai dengan banyaknya sel goblet dan sel absorptive dan sedikit sel enteroendokrin. Lamina proprianya banyak dijumpai sel limfoid dan nodul yang seringkali menyebar sampai ke dalam submukosa. Muskularis terdiri

atas berkas-berkas longitudinal dan sirkular (Juncqueira and Carneiro, 2007). C. Fisiologi Pembentukan Feses

Pembentukan feses terjadi di usus besar, dimana sebagian besar air dan elektrolit dalam kimus diabsorbsi di kolon dengan meninggalkan < 100ml untuk  feses. Absorbsi ini sebagian besar terjadi pada pertengahan proximal kolon, sehingga dinamakan kolon pengabsorbsi, sedangkan pada kolon bagian distal untuk penyimpanan feses sebelum ekskresi yang disebut kolon penyimpanan. Didalam usus besar ini terjadi absorbsi dan sekresi air serta elektrolit dengan mekanisme absorbsi aktif Natrium yang tinggi sehingga menciptakan gradien potensial listrik yang kemudian berefek dengan adanya absorbsi Clorida, dengan adanya absorbsi Natrium dan Clorida ini mengakibatkan terjadinya absorbsi air. Absorbsi Na terjadi terutama saat aldosteron meningkat, dimana aldosteron berfungsi untuk meningkatkan kemampuan transpor Na. Usus besar  juga mensekresikan ion bikarbonat ketika mengabsorbsi ion klorida. Bikarbonat ini berfungsi untuk membantu menetralisir produk akhir asam dari kerja bakteri didalam usus besar. Usus besar memiliki kemampuan absorbsi maximal 5-8 liter/hari, jadi apabila jumlah total cairan yang masuk usus besar melalui katup iliosekal atau melalui sekresi usus besar > 5-8 liter / hari akan mengakibatkan terjadinya diare. Di kolon terdapat banyak bakteri khususnya basil kolon, bakteri ini mampu mencerna sejumlah kecil selulosa yang akan menyediakan kalori nutrisi tambahan untuk tubuh. Zat lain yang terbentuk akibat aktivitas bakteri adalah vitamin K dan B12, tiamin, riboflavin, dan bermacam-macam gas yang menyebabkan flatus di kolon, khususnya karbondioksida, hidrogen, dan metana. Sedangkan warna coklat dari feses disebabkan karena sterkobilin dan urobilin dari bilirubin. D. Patofisiologi Muntah

Muntah yang di keluhkan dalam skenario ini, disebabkan karena terjadinya iritasi pada sebagian besar traktus gastrointestinal anak tersebut. Iritasi kemungkinan besar disebabkan oleh karena pathogen berupa virus. Iritasi oleh virus ini menyebabkan keluarnya sinyal sensoris pencetus muntah dari traktus yang teriritasi untuk ditransmisikan oleh serabut saraf afferent simpatis menuju ke nucleus di otak sebagai pusat muntahnya. Setelah direspons, selanjutnya impuls motorik ditransmisikan dari pusat muntah ke traktus gastrointestinal bagian atas melalui syaraf cranialis V, VII, IX, X, dan XII, ke traktus yang lebih bawah melalui saraf vagus dan saraf simpatis, serta ke diafragma dan otot-otot abdomen melalui syaraf spinalis.Impuls ini memunculkan gerakan anti peristaltik yang mendorong makanan ke traktus bagian atas. Bersamaan dengan itu munculah aksi muntah, dimana terjadi peningkatan tekanan intraabdominal karena kontraksi intrinsic dari duodenum dan lambung, disertai relaksasi sphincter oesophagus.

E. Nyeri Ulu Hati

Nyeri ulu hati yang dirasakan pasien dalam skenario terjadi pada area sekitar epigastrica atau sekitar periumbilicus. Oleh karena itu penyebabnya bisa dari gaster, usus halus, maupun dari duodenum yang letaknya disekitar area tersebut. Enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri yang menempel pada area usus halus dapat menimbulkan rasa tidak nyaman diperut, sehingga muncul nyeri disekitar ulu hati. Selain itu karena gejala pada pasien disertai adanya muntah, maka keluarnya asam lambung/ HCl menuju ke oral menyebabkan kerusakan mukosa pada traktus di atasnya yang pada akhirnya menimbulkan nyeri. Nyeri ulu hati merupakan hal yang paling sering dikeluhkan pasien mengenai gangguan sistem pencernaan ketika datang ke praktik dokter. Namun banyak hal yang perlu kita pikirkan sebelum mendiagnosis suatu penyakit agar diagnosis tepat dan tidak terjadinya kesalahan dalam terapi, serta dapat meminimalizir penyakit tersebut. Nyeri pada ulu hati bisa disebabkan oleh beberapa penyakit seperti: 1. Kelainan lambung, misalnya: infeksi Helicobacter pylori, makanan pedas, alkohol dan stres. 2. Kelainan usus halus, misalnya: apendixitis, perforasi ulkus peptik, dll. 3. Kelainan hati , misalnya: virus hepatitis, abses, dan Ca hati. 4. Kelainan vesica fellea, misalnya: cholelithiasis, cholecystisis, dll. 5. Kelainan pankreas, misalnya: pankreatitis, dan Ca pankreas. 6.  Infark myocard  7. GERD F. Halitosis

Bau mulut atau Halitosis merupakan suatu keadaan di mana terciumnya bau mulut pada saat seseorang mengeluarkan nafas (biasanya tercium pada saat berbicara). Bau nafas yang bersifat akut, disebabkan kekeringan mulut, stress, berpuasa, makanan yang berbau khas, seperti petai, durian, bawang merah, bawang putih dan makanan lain yang biasanya mengandung senyawa sulfur. Setelah makanan di cerna senyawa sulfur tersebut diserap kedalam pembuluh darah dan di bawa oleh darah langsung ke paru-paru sehingga bau sulfur tersebut tercium pada saat mengeluarkan nafas. Beberapa penelitian telah di lakukan untuk  mengetahui bakteri-bakteri spesifik penyebab bau mulut tersebut. Di dalam mulut normal diperkirakan rata2 terdapat sekitar 400 macam bakteri dengan berbagai tipe. Meskipun penyebab bau mulut belum diketahui dengan jelas, kebanyakan dari bau tersebut berasal dari sisa makanan di dalam mulut. Masalah akan muncul bila sebagian bakteri berkembang biak atau bahkan bermutasi secara besar2an. Kebanyakan dari bakteri ini bermukim di leher gigi bersatu dengan plak dan karang gigi, juga di balik lidah karena daerah tersebut merupakan daerah yang aman dari kegiatan mulut sehari-hari.

Bakteri tersebut memproduksi toxin atau racun, dengan cara menguraikan sisa makanan dan sel-sel mati yang terdapat di dalam mulut. Racun inilah yang menyebabkan bau mulut pada saat bernafas karena hasil metabolisme proses anaerob pada saat penguraian sisa makanan tersebut menghasilkan senyawa sulfide dan ammonia. Bau mulut juga dapat di sebabkan oleh penyakit diabetes, penyakit ginjal, sinusitis, tonsillitis, kelainan fungsi pencernaan, penyakit liver, alkohol dan juga berbagai macam obat-obatan yang dapat menyebabkan kekeringan mulut. Pada kasus ini mungkin karena kelainan saluran pencernaan dan kurangnya higienitas penderita merawat mulut yang menyebabkan bau tak sedap dari mulut. Perawatan yang dilakukan, berdasarkan penyebab bau mulut tersebut, bila perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi untuk melihat bakteri penyebab, sebaiknya hubungi dokter gigi untuk pemeriksaan lebih lanjut. G. Dehidrasi dan Penatalaksanaannya 

KLASIFIKASI DEHIDRASI MENURUT SKOR MAURICE KING

Bagian tubuh diperiksa Keadaan Umum Turgor Mata Ubun-Ubun Besar Mulut Denyut Nadi/menit

  

yang

0

1

2

Sehat

Gelisah, cengeng, Mengigau, koma, apatis, ngantuk  syok  Normal Sedikit kurang Sangat kurang Normal Sedikit cekung Sangat cekung Normal Sedikit cekung Sangat cekung Normal Kering Kering dan sianosis 140x/menit

Jika mendapat nilai 0-2 Jika mendapat nilai 3-6 Jika mendapat nilai 7-12

: : :

Dehidrasi ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi berat

Tingkat Dehidrasi Gastroenteritis: a. Dehidrasi Ringan Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok. b. Dehidrasi Sedang Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam. c. Dehidrasi Berat Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik  seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.



PENANGANAN DEHIDRASI

Cairan parenteral. Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya : 1. Dehidrasi ringan. 1jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral 2. Dehidrasi sedang. 1jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari. 3. Dehidrasi berat.  –  Untuk anak umur 1 bulan – 2 th dengan berat badan 3  – 10 kg : 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit). 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ). 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes /  kg BB / menit.  –  Untuk anak lebih dari 2 – 5 th dengan berat badan 10  – 15 kg : 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ). 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes /  kg BB / menit.  –  Untuk anak lebih dari 5 – 10 th dengan berat badan 15  – 25 kg : 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ). 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.

H. Gastroenteritis Etiologi Lebih dari 90% gastroenteritis disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya.Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh: 1. Bakteri Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C, Salmonella spp,Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01 dan 0139, Vibrio cholera non01, Vibrio parachemolyticus, Clostridium perfringens, Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis, Coccidosis. 2. Parasit

Protozoa: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp. Cacing: A. lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T. saginata, T. sollium. 3. Virus Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur, tempat dan waktu. Di negara maju penyebab paling sering Norwalk virus, Helicobacter jejuni,Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan penyebab paling sering di negara berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC), Rota virus dan V.cholerae. Patofisiologi Sebanyak sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya, berasal dari luar (diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya). Sebagian besar (75-85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi, sehingga tersisa  jumlah 150-250 ml cairan yang akan ikut membentuk tinja. Faktor-faktor faali yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain, misalnya saja, cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan terangsangnya usus secara mekanisme meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu. Patogenesis Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim pencernaan. Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella terbukti dapat menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadapinfeksi oleh V. cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit, serta mengurangi absorbsi elektrolit, tambahan lagi akan mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang kekurangan IgA, demikian pula diare yangterjadi pada penderita HIV/AIDS karena gangguan imunitas. Percobaan lainmembuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali, akanterjadi sekresi antibodi. Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampan memproduksi

toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat menginduksi diare Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan menjadi: 1) Infeksi non-invasif  Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik  atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V. cholera non 01, V.cholera 01 atau 0139, Enterotoksigenik  E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B.cereus, Aeromonas spp., V. cholera eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosausus halus 15-30 menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatanyang berlebihan Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus, sehinggameningkatkan kadar adenosin 3′,5′-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam sel yangmenyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium. Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pimpa + Na tidak terganggi, karena itu keluarnya ion Cl (disertai ion HCO3 , H2O, Na + dan K ) dapat dikompensasi oleh meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh + H2O, K , HCO3-, dan Cl ).Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus. Glukosa + + tersebut diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na , K , Cl dan HCO3-. Inilah dasar terapi oralit per oral pada kolera. Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan keluar secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik voluminial (watery diarrhea). ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin adalah labile toxin (LT) dan stable toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi hanya memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim adenilat siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang disebabkan V. cholera. Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan makanan menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera yang menyebabkandiare yang singkat dan dahsyat. 2) Infeksi Invasif  Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory. Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni,V. parahaemolyticus, Yersinia, C. perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P.shigelloides, C. difficile, Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarena sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur dengan lendir dan darah. Walau demikian infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare sekretorik. Pada pemerksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel eritrosit dan leukosit.

Manifestasi Klinis

Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga berupatransmisi dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya: rota virus,atau melalui aktivitas seksual kontak oralgenital atau oral-anal. Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung/produksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek/cair. Umumnya gejala diare sekretorik  timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minuman yang t erkontaminasi. Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Sedangkan kehilangan bikarbonas, menyebabkan perbandingan bikarbonas dan asam karbonat berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa (pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonat agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah,muka pucat, ujung-ujung eksterimitas dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dengan sangat dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut. Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pada pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkkulasi paru- paru. Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru pada pasienyang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali. Bakteri yang invasif  akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare inflamasi dengan gejala mual, muntah dan demam yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare disertai darah dan lender. Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat diperkirakan berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari terakhir,dan anamnesis/observasi bentuk diare. Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon bagian proksimal, dengan nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney dengan gejala seperti apendisitis akut. Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik 

lainnya seperti Reiter’ssyndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella dapat menyebabkan hemolytic-uremicsyndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik antara lain hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan sindrom. Pemeriksaan Penunjang  Darah - Darah perifer lengkap - Ureum, kreatinin - Serum elektrolit: Na+, K +, Cl-Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa(pernafasan Kussmaull) -Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen protozoa(Giardia, E. histolytica)  Feses - Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di feses pada inflamatorydiarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit) Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut karena infeksi,karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada terapi definitive. Diagnosis Gastroenteritis dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya. Beberapa petunjuk  anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis: 1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare) 2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh penderita. 3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air. 4. Dimana tempat tinggal penderita. 5. Pola kehidupan seksual.

Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited disease. Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai 0 dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5 C diare > 48 jam tanpa tandatanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut >70 tahun, dan pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah Penatalaksanaan Penatalaksanaan gastroenteritis terdiri atas: 1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan 2. Memberikan terapi simptomatik  3. Memberikan terapi definitive

a. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan Ada hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:  Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberkan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi rehidrasi dengan berbagai akibatnya.  Jumlah cairan yang hendak diberikan . Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara: BJ Plasma dengan memakai rumus: Kebutuhan cairan: BJ Plasma – 1.025 x BB (Kg) x 4 ml : 0.001 Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis: - Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB - Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB - Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB  Jalan masuk atau cara pemberian cairan . Pemberian cairan pada orang dewasa dapat melalui oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 20 gr glukosa, 3.5 gr NaCl, 2.5 gr Na bikarbonat dan 1.5 gr KCl per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok tehgaram, ½ sendok teh baking soda, dan 2  – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Cairan per oral jugadigunakan untuk mempertahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial.  Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung dengan rumus BJ plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairanrehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.2. b. Memberikan terapi simptomatik   Obat anti diare: o Kelompok antisekresi selektif  Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luasracecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat









enzimenkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru antidiare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak. Kelompok opiate Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2  – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaikikonsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan. Kelompok absorbent Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit. Zat Hidrofilik  Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dariPlantago oveta Psyllium, Karaya(Strerculia)Ispraghulla, Coptidisdan Catechu dapat membentuk  kolloid dengan cairandalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2xsehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet. Probiotik  Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan BifidobacteriaatauSaccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif  karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikandalam jumlah yang adekuat.

c. Memberikan terapi definitif  Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksiseperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong,dan pasien immunocompromised. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:



  











 

V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau kortimoksazol dosis awal2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7hari atau golongan Fluoroquinolon. ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari. S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2 minggu atauSefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-10 hari, atau Ciprofloksasin 2x 500 mg selama 14 hari. Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin ataunorfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5 hari. Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x 250 mg, anak:30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama 5-7 hari. Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr selama 3hari. Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x 100 mg/hr selama 5 hari. Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari Virus: simptomatik dan suportif.

I. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Laboratorium dan Pemberian Obat Anti Emetis

Berdasarkan skenario, hasil pemeriksaan ELISA dari serum darah menggambarkan positif terdapat Lipopolysacharide. Lipopolysaccharide, lipoglycan, LPS) adalah sebuah molekul besar berupa kompleks antara senyawa lipid dan polisakarida dengan ikatan kovalen. Senyawa LPS banyak ditemukan pada lapisan membran sel sebelah luar bakteria gram-negatif  dan bersifat endotoksin, yang memicu aktivasi sistem kekebalan. Jika hasil Lipopolysacharide positif, dapat dinyatakan pasien pada skenario terinfeksi oleh bakteri, namun untuk jenis bakterinya apa, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan kultur. Untuk hasil pemeriksaan feses positif Taenia Solium pada pemeriksaan feses, dapat disimpulkan pasien juga terinfeksi parasit Taenia Solium (Taeniasis). Dinyatakan penderita taeniasis, apabila ditemukan telur cacing Taenia sp pada pemeriksaan tinja secara mikroskapis dan/atau adanya riwayat mengeluarkan progloid atau ditemukan prohlotid pada pemeriksaan tinja secara makroskopis dengan atau tanpa disertai gejala klinis (sakit uluhati, perut merasa tidak enak , mual, muntah, mencret, dll). Taenia merupakan salah satu marga cacing pita yang termasuk dalam Kerajaan Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda, Bangsa Cyclophyllidea, Suku Taeniidae. Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata penting yang menginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerbau. Manusia terkena taeniasis apabila memakan daging sapi atau babi yang setengah

matang yang mengandung sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang menjadi Taenia dewasa dalam usus manusia. Manusia terkena sistiserkosis bila tertelan makanan atau minuman yang mengandung telur Taenia solium. Hal ini juga dapat terjadi melalui proses infeksi sendiri oleh individu penderita melalui pengeluaran dan penelanan kembali makanan. Dalam skenario , pasien diberi obat metoclopramide dan ondansetron. a. Metoclopramide adalah salah satu agen prokinetik dengan mekanisme aksi lebih dominan pada aktivasi reseptor 5-HT4 dan memiliki efek minor pada antagonis reseptor dopamin (D2). Agen prokinetik adalah golongan obat yang meningkatkan motilitas dari gastrointestinal secara terkoordinasi dan meningkatkan transit material pada traktus gastrointestinal. Dopamine memiliki efek hambat pada motilitas gastrointestinal termasuk  reduksi tekanan sfingter esophagus bawah dan intragastrik. Efek ini muncul karena supresi pelepasan ACh (asetilkolin) dari motor neuron Myenterikus yang diperantarai reseptor D2. Efek lainnya adalah meringankan emesis dengan antagonism reseptor dopamine di CTZ (chemoreceptor trigger zone). Serotonin (5-HT) adalah substansi penting di traktus gastrointestinal dan ada di sel enterokromafin mukosa dan neuron pleksus myenterikus. Mekanisme aksi metoclopramide kompleks. Secara umum, obat ini merangsang pelepasan ACh dari neuron enteric yang berakibat stimulasi lewat aktivasi resptor 5-HT4. Efek yang ditimbulkan adalah meningkatkan motilitas traktus gastrointestinal. b. Ondansetron adalah golongan antinausea (anti mual) dan antiemetis (anti muntah). Mekanisme obat ini adalah antagonis reseptor 5-HT3 yang berada di tempat yang berhubungan dengan muntah, termasuk vagal aferen, nucleus traktus solitarius, dan area postrema. Obat ini menghambat pelepasan serotonin dari sel enterokromafin usus halus yang dapat menstimulasi saraf aferen vagus yang memulai reflex muntah. Pemberian obat anti emetis ini dimaksudkan agar gejala mual dan muntah pasien dapat teratasi sehingga pasien tidak terganggu dalam intake nutrisi agar tidak terjadi dehidrasi.

BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan

1. Gastroenteritis (Gatric flu ) adalah peradangan pada mukosa membran lambung dan usus ditandai dengan gejala diare, muntah dan demam ringan disertai hilangnya nafsu makan dan rasa tidak enak di perut. 2. Gastroenteritis dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti infeksi, malabsorbsi karbohidrat, lemak, dan protein, makanan yang tercemar, dan  juga bisa disebabkan oleh efek samping penggunaan obat-obatan tertentu. 3. Berdasarkan skenario, pasien memiliki gejala dan hasil pemeriksaan yang mangarah pada penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh infeksi (bakteri dan parasit). 4. Penatalaksanaan yang dilakukan berfokus dalam menangani dehidrasi pada pasien untuk menghindari komplikasi yang akan terjadi. Pada pasien ini tidak diberikan terapi farmakologis karena mengandalkan imunitas tubuhnya dalam melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuhnya. B. Saran

1. Sebaiknya ibu pasien lebih menjaga kebersihan mulut pasien. Selain itu  juga perlu diperhatikan mengenai kebersihan makanan dan air minumnya, sehingga dapat menghindari terjadinya penyakit serupa. 2. Penyakit gastroenteritis adalah salah satu self-limited disease yang pada penyembuhannya bergantung pada imunitas tubuh pasien. Jadi pasien perlu meningkatkan imunitas tubuh (seperti minum multivitamin, makan makanan bergizi, imunisasi, konsumsi ASI eksklusif, dll) sebagai tindakan preventif penyakit ini.

3. Untuk masyarakat luas disarankan memperhatikan kebersihan lingkungan seperti sarana air bersih dan pembuangan limbah tinja, sehingga dapat mencegah perkembangan dan pertumbuhan dari agen-agen infeksi (termasuk agen infeksi penyebab gastroenteritis).

DAFTAR PUSTAKA

Ahlquist David A, Camilleri M. 2001.  Harrison’s Principles of  th  In te rn al Me di ci ne. 15 edition . Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11 . Jakarta: EGC. Hendarwanto. 2000.  Bu ku Aj ar Ilm u Pe ny aki t Dal am. Sa rw on o WP (Editor ) . Jakarta: BalaiPenerbit UI. Joel G., Limbird Lee E. 2001. Goodman&Gilman’s The Pharmacological Basic th of Therapeutics, 10 edition . United States: The McGraw Hill Companies. Juncqueira L. C and Carneiro J., 2007.  Histologi Dasar Teks dan Atlas . Jakarta : EGC. Mansjoer, Arif, Suprhohaita, Ika Wardhani, Wahyu, Setiowulan, Wiwiek. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapiata. Powel Don W, Yamada T (Editor). 2003.  Ap proa ch to the pa tien t wit h th diarrhea. Dalam buku: Text book of Gastroenterology, 4 edition . USA: Limphicot Williams &Wiekeins Philadelphia Price, Sylvia A.; Lorraine M., Wilson. 2006.  Buku Ajar Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC. Wibowo D. S. and Paryana W., 2009.  Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF