Laporan Tutorial Blok 15 Skenario B

February 19, 2018 | Author: shidosid | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

laporan tutorial Blok 15 Skenario B 2014...

Description

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Blok Kardioserebrovaskular adalah blok ke-lima belas semester 4 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu: 1

Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2

Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis pembelajaran diskusi kelompok.

3

Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Skenario Mr. Manaf, a 57 year-old man, an accountant, comes to MH Hospital because of shortness of breath since 3 hours ago. In the last 3 weeks he became easily tired in daily activities. He also had night cough, nausea, and lost of appetite. Seven months ago he was hospitalized due to chest discomfort. Past medical history : treated hypertension, heavy smoker, rarely exercised. Family History : no history of premature coronary disease Physical Exam : Orthopneu, height 167 cm, body weight 79 kg, BP 180/110 mmHg, HR 122 x/min, irregular, PR 102 x/min, irregular, unequal, RR 32 x/min. Pallor, JVP (5+0) cmH2O, rales (+), wheezing (+), liver : palpable 2 fingers below the costal arch, and minimal ankle edema. Laboratory results : Hemoglobin : 12,8 g/dl, WBC : 8.500/mm3, Diff count : 0/2/10/60/22/6, ESR 20 mm/jam, Platelet : 225.000/mm3. Total cholesterol 325 mg/dl, LDL 215 mg/dl, HDL 35 mg/dl, Triglyceride 210 mg/dl, blood glucose 110 mg/dl. Urinalysis : normal findings. SGOT 55 U/L, SGPT 45 U/L, CK NAC 92 U/L, CK MB 14 U/L, Troponin I 0,1 ng/ml. Additional examinations : ECG : atrial fibrillation, LAD, HR 120 x/min, QS pattern V1 – V4, LV strain Chest X-ray : CTR >50%, shoe-shaped cardiac, Kerley’s line (+), signs of cephalization. 2

2.2 Klarifikasi Istilah No. Istilah 1 Premature coronary disease

Kondisi

Keterangan patologis arteri koroner

yang

ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan

2 3

Orthopneu Rales

penurunan aliran darah ke jantung. Sesak nafas yang mereda pada posisi tegak. Atau crackels adalah suara yang dihasilkan saat udara melewati saluran nafas yang penuh eksudat, biasanya terdengar saat inspirasi, tidak hilang saat dibatukkan, terjadi pada

Wheezing

pneumonia, TBC. Suara pernafasan berfrekuensi tinggi nyaring

5

Ankle edema

yang terdengar di akhir ekspirasi. Pengumpulan cairan secara abnormal dalam

6

SGOT

ruang jaringan interstitial tungkai kaki. Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase,

4

enzim yang biasa terdapat dalam jaringan tubuh terutama dalam jantung dan hati 7

SGPT

biasanya dikeluarkan akibat cedera jaringan. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase, enzim yang biasa terdapat dalam jaringan tubuh terutama dalam jantung dan hati

8

Atrial fibrilation

biasanya dikeluarkan akibat cedera jaringan. Kondisi dimana ruang atas jantung (atrium)

9

LAD

berdenyut terlalu cepat dan kacau. Left Axis Deviation, artinya axis atau arah proyeksi jantungnya bergeser ke kiri atau di

10

Kerley’s line

atas -30o Tanda yang terlihat pada radiografi dada

11

Sign of cephalization

dengan edema pulmonary interstisial Muncul karena redistribusi darah menuju pembuluh darah lobus atas. 3

2.3 Identifikasi Masalah No. 1

Masalah Mr. Manaf, a 57 year-old man, an accountant, comes

Concern VVVV

to MH Hospital because of shortness of breath since 2

3 hours ago. In the last 3 weeks he became easily tired in daily

VVV

activities. He also had night cough, nausea, and lost 3

of appetite. Seven months ago he was hospitalized due to chest

4

discomfort. Past medical history : treated hypertension, heavy

VV V

smoker, rarely exercised. Family History : no history of premature coronary 5

disease Physical Exam : Orthopneu, height 167 cm, body weight 79 kg, BP 180/110 mmHg, HR 122 x/min, irregular, PR 102 x/min, irregular, unequal, RR 32 x/min. Pallor, JVP (5+0) cmH2O, rales (+), wheezing (+), liver : palpable 2 fingers below the costal arch, and

6

minimal ankle edema. Laboratory results : Hemoglobin : 12,8 g/dl, WBC : 8.500/mm3, Diff count : 0/2/10/60/22/6, ESR 20 mm/jam, Platelet : 225.000/mm3. Total cholesterol 325 mg/dl, LDL 215 mg/dl, HDL 35 mg/dl, Triglyceride 210 mg/dl, blood glucose 110 mg/dl. Urinalysis : normal findings. SGOT 55 U/L, SGPT 45 U/L, CK NAC 92 U/L, CK

7

MB 14 U/L, Troponin I 0,1 ng/ml. Additional examinations : ECG : atrial fibrillation, LAD, HR 120 x/min, QS pattern V1 – V4, LV strain Chest X-ray : CTR >50%, shoe-shaped cardiac, Kerley’s line (+), signs of cephalization.

4

2.4 Analisis Masalah 1. Mr. Manaf, a 57 year-old man, an accountant, comes to MH Hospital because of shortness of breath since 3 hours ago. a. Apa hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan dengan gejala yang dialami pada kasus? Pada kasus ini, Tn. Manaf mengalami shortness of breath disebabkan karena gagal jantung yang dialami oleh Tuan Manaf. Gejala shortness of breath sebagai manifestasi klinis dari gagal jantung lebih sering dialami laki-laki dari pada perempuan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan bilogis dan juga perilaku. Dan faktor resiko untuk tejadinya gagal jantung lebih meningkat pada usia tua. Resiko rendah 0 tahun, resiko sedang 20 – 40 tahun, resiko tinggi 41-55 tahun dan resiko sangat tinggi 51-57 tahun. Wanita memiliki hormone estrogen yang kadarnya lebih tinggi daripada laki-laki. Estrogen ini memberikan pengaruh terhadap pembuluh darah. Pada laki-laki lebih mudah terjadi aterosklerosis sehingga menyokong spasme pembuluh darah dan menjadi hipertensi. Pada usia tua, akan mulai terjadi kekakuan pembuluh darah yang menyokong terjadinya aterosklerotik hingga berdampak juga pada timbulnya hipertensi. Ditambah lagi dengan pekerjaan yang menyokong sedikitnya aktifitas fisik. Apabila hipertensi terlalu lama (long standing hipertensi ) dan tidak mampu jantung untuk mengkompensasinya, maka akan terjadi gagal jantung. Apabila terjadi gagal jantung kiri, maka jantung berarti gagal memompakan darah sistemik secara sempurna. Jadi terjadi bendungan di ruang kiri dari jantung dan tejadi bendungan di jantung, sehngga timbul shortness of breath.

5

b. Apa etiologi dari shortness of breath? Sesak napas yang dialami Tuan Manaf disebabkan oleh edema paru serta mekanisme kompensasi pusat pernapasan di medula oblongata. Edema pada paru akan mengakibatkan berkumpulnya cairan di alveoli sehingga proses pernapasan terganggu. Peningkatan frekuensi pernapasan oleh medula oblongata terjadi akibat hipoperfusi dijaringan akibat rendahnya cardiac output.

c. Bagaimana mekanisme nafas pendek? Riwayat hipertensi yang diderita Tuan Manaf lama kelamaan akan berdampak pada remodelling ventrikel kiri. Proses ini kemudian akan berlanjut pada perubahan bentuk jantung menjadi lebih sferis dan peningkatan beban mekanik jantung. Dilatasi pada ventrikel kiri juga akan mengurangi volume afterload yang berpengaruh pada penurunan stroke volume. Selanjutnya, ventrikel kiri lama kelamaan akan menjadi berkurang daya pompa dan kekuatannya sehingga terjadilah left ventricle failure. Ketika hal ini terjadi, atrium kiri akan berusaha mengompensasi dengan cara meningkatkan tekanannya. Peningkatan tekanan atrium kiri kemudian akan meningkatkan tekanan vena pulmonalis yang mengalirkan darah dari paru-paru. Kemudian, akan terjadi peningkatan tekanan pada anyaman kapiler paru-paru. Jika tekanan hidrostatik anyaman kapiler ini melebihi tekanan okotik penmbuluh darah, maka akan terjadi transudasi cairan ke ruang interstisial paru. Jika kecepatan transudasi ini melebihi kecepatan drainase limfatik, maka cairan akan merembes ke alveoli sehingga menimbulkan edema paru. Hal ini akan menyebabkan obstruksi pada parenkim paru. Akibatnya, Tuan Manaf akan mengalami kesulitan bernapas akibat alveolus yang digenangi cairan tersebut.

6

d. Bagaimana penatalaksanaan awal dari napas pendek? Tatalaksana awal di ruang emergensi (10 menit pertama saat kedatangan) 1. Tirah baring (bed rest total) 2. Oksigen 4 L/menit untuk mempertahankan saturasi oksigen > 90%. 3. Aspirin 160-325 mg tablet dikunyah 4. Nitrat: bisa diberikan nitrat oral sublingual yaitu isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5 menit sampai 3 kali untuk mengatasi nyeri dada 5. Clopidogrel dosis awal 300 mg peroral (jika sebelumnya belum pernah diberi) 6. Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat 7. Tentukan pilihan revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner) dan reperfusi miokard harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi ≤ 12 jam

2. In the last 3 weeks he became easily tired in daily activities. He also had night cough, nausea, and lost of appetite. a. Bagaimana etiologi dan mekanisme dari :  Mudah lelah Cardiac output yang berkurang pada gagal jantung akibat tidak adekuatnya pemompaan darah yang dialirkan vena ke jantung

7

menyebabkan jaringan perifer kekurangan okisigen yang berfungsi membentuk energy. Metabolisme akan berubah menjadi metabolisme anaerobic karena kurangnya oksigen sehingga ATP sangat berkurang dan terjadi penumpukan asam laktat  Batuk pada malam hari Gagal

ventrikel

kiri

menyebabkan

tidak

adekuatnya

pemompaan darah yang dialirkan vena ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolic akhir yang akan meningkatkan tekanan atrium kiri. Peningkatan tekanan atrium kiri pada akhirnya akan diteruskan ke paru sehingga tekanan vena dan kapiler paru menigkat. Bila tekanan hidrostatik lebih dari tekanan onkotik, akan terjadi transudasi cairan yang pada awalnya ke interstisial lalu ke alveolar dan terjadilah edema paru. Pada saat malam hari, seseorang cenderung tertidur (berbaring) sehingga aliran balik vena dari ekstremitas bawah banyak

kembali

ke

atrium

kanan

sehingga

semakin

memperparah edema paru yang menyababkan sulit bernapas dan batuk sehingga daput membangunkan penderita dari tidurnya.  Mual dan Kehilangan nafsu makan Gagal ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal ventrikel kanan yang diakibatkan meningkatnya tekanan paru sehingga menyulitkan pemompaan darah dari ventrikel kanan, hal ini menyebabkan terjadi peningakat ventrikel kanan dan terjadi peningkatan atrium kanan sehingga tekanan vena juga meningat. Hal ini menyebabkan kongesti dan edema jaringan lunak termasuk hati dan usus sehingga organ ini membesar dan menyebabkan mual hingga kehilangan nafsu makan

8

b. Bagaimana hubungan antar gejala? Gejala gejala tersebut ditimbulkan dari kegagalan pada kedua ventrikel. Gagal ventrikel kiri menyebabkna curah jantung berkurang sehingga penderitanya mudah lemas. Peningkatan tekanan pada sisi kiri menyebabkan kongesti paru sehingga timbul batuk pada malam hari. Gagal ventrikel kanan menyebabkan bendungan di perifer sehingga terjadi kongesti di hati dan usus yang menyebabkan mual dan kehilangan nafsu makan 3. Seven months ago he was hospitalized due to chest discomfort. a. Bagaimana hubungan antara penyakit lama yang ia derita dengan penyakit sekarang? Perasaan tidak enak di dada (chest discomfort) merupakan salah satu gejala klinis dari angina pectoris. Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain : 1. Emosi 2. Stress 3. Kerja fisik terlalu berat 4. Hawa terlalu panas dan lembab 5. Terlalu kenyang 6. Banyak merokok Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suply oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggung jawab atas perkembangan ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat.

Apabila kebutuhan

meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi 9

dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium. Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat Oksida) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasme koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu tampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang.

Sel-sel miokardium menggunakan

glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi selsel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan selsel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan reda.

4. Past medical history : treated hypertension, heavy smoker, rarely exercised. Family History : no history of premature coronary disease a. Bagaimana hubungan antara past medical history Mr. Manaf dengan penyakit yang diderita sekarang?

10

 Riwayat hipertensi Pada penderita hipertensi, tahanan perifer sistemik menjadi lebih tinggi dari orang normal akibat adanya vasokontriksi pembuluh darah. Itu berarti ventrikel kiri harus bekerja lebih keras untuk melawan tahanan tersebut agar ejeksi darah maksimal sehingga suplai darah ke semua jaringan tercapai sesuai kebutuhannya. Ventrikel kiri kemudian mengompensasi keadaan tersebut dengan hipertrofi sel-sel otot jantung. Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hyperthropy, LVH) memungkinkan jantung berkontraksi lebih kuat dan mempertahankan volume sekuncup walaupun terjadi tahanan terhadap ejeksi. Namun, lama kelamaan mekanisme kompensasi tersebut tidak lagi mampu mengimbangi tekanan perifer yang tetap tinggi. Kegagalan mekanisme kompensasi menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas ventrikel kiri akan diikuti oleh penurunan curah jantung yang selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan darah. Semua hal tersebut akan merangsang mekanisme kompensasi neurohormonal seperti pengaktifan sistem saraf simpatis dan sistem RAA (renin-angiotensinaldosteron).

Pada

stadium

awal

gagal

jantung,

semua

mekanisme

kompensasi neurohormonal tersebut memang

bermanfaat. Akan tetapi, pada stadium lanjut, mekanisme tersebut justru semakin memperparah gagal jantung yang terjadi dan dapat menyebabkan gagal jantung tak terkompensasi.

 Perokok berat Nikotin dan CO pada rokok meningkatkan kebutuhan oksigen, juga menggangu suplai oksigen ke otot jantung (miokard) sehingga merugikan kerja miokard. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen

11

miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan

gangguan

irama

jantung.

Nikotin

juga

mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, menggangu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan

viskositas

darah,

sehingga

mempermudah

penggumpalan darah. Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbulnya penggumpalan darah.  Jarang olahraga Asosiasi Jantung Amerika mengklasifikasikan gaya hidup yang tidak banyak bergerak sebagai faktor risiko utama. Aktivitas fisik berupa olahraga, kegiatan harian bahkan menari yang dilakukan

secara

rutin

bermanfaat

untuk

mencegah

arterosklerosis (timbunan lemak dalam pembuluh darah). Aktivitas fisik terutama aerobik atau gerak badan isotonic (berlari, jalan kaki, senam aerobik low impact dll), akan meningkatkan aliran darah yang bersifat gelombang yang mendorong peningkatan produksi nitrit oksida

(NO) serta

merangsang pembentukan dan pelepasan endothelial derive (Kaplan & Stamler: 1983). Berkurangnya relaxing faktor (EDRF), yang merelaksasi dan melebarkan pembuluh darah. Mr. 12

Manaf yang jarang berolahraga akan mengalami aterosklerosis yang akan menyempitkan arteri dan mengurangkan aliran darah di dalamnya. Penyakit ini melibatkan arteri di beberapa bagian badan, termasuk jantung (menyebabkan serangan jantung) dan otak (menyebabkan stroke). 5. Physical Exam : Orthopneu, height 167 cm, body weight 79 kg, BP 180/110 mmHg, HR 122 x/min, irregular, PR 102 x/min, irregular, unequal, RR 32 x/min. Pallor, JVP (5+0) cmH2O, rales (+), wheezing (+), liver : palpable 2 fingers below the costal arch, and minimal ankle edema. a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik? 

Orthopneu  ABNORMAL



IMT (Normal : 18,5 – 22,9)  IMT Mr. Manaf (28,33)  ABNORMAL



BP (Normal : 120/80 mmHg)  BP Mr. Manaf (180/110 mmHg) ABNORMAL



HR (Normal : 60 – 100 bpm)  HR Mr. Manaf (122 bpm)  ABNORMAL



PR (Normal : 60 – 100 bpm) PR Mr. Manaf (102 bpm)  ABNORMAL



RR (Normal : 18 – 24x/menit)  RR Mr. T (32x/menit)  NORMAL



Pallor  ABNORMAL



JVP (Normal : {5-2}-{5+2})  JVP Mr. Manaf (5+0)cmH2O  NORMAL



Rales (+)  ABNORMAL



Wheezing (+)  Abnormal



Liver : palpable 2 fingers below the costal arch  ABNORMAL 13



Minimal ankle edema  ABNORMAL

b. Bagaimana mekanisme abnormalitasnya? o Orthopneu saat berbaring (posisi paru-paru lebih rendah dibandingkan pada saat posisi tegak) à redistribusi cairan dari sirkulasi viscera dan extermitas inferior ke sirkulasi utama à menambah aliran balik pembuluh darah dan meningkatkan tekanan kapiler paru-paru à sesak (orthopnoe) o Obesitas tingkat II: BMI = 33,06 BMI (kg/m2)

Klasifikasi

< 18,5

Berat Badan Kurang

18,5-24,9

Normal

25-29,9

Berat Badan Lebih

30-34,9

Obesitas Tingkat I

35-39,9

Obesitas Tingkat II

>39,9

Obesitas Tingkat III

< 18,5

Berat Badan Kurang

o BP 100/60 mmHg Interpretasi : hipotensi Mekanisme: Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Stroke volume yang tidak mencukupi menyebabkan terjadinya penurunan tekanan dinding arteri. Penurunan ini dideteksi oleh 14

baroreseptor yang selanjutnya memicu saraf simpatis. Terjadi vasokontriksi. Vasokontriksi ini kemudian memicu sistem RAA. o PR = 130 bpm Terdapat aritmia jantung yang disebabkan oleh atrial fibrilasi sehingga terdapat keadaan pulsus deficit yang menyebabkan perbedaan antara HR dan PR . o RR = (Dyspnea) 26 x/m Makna dari meningkatnya RR , pasien mengalami sesak nafas (dyspnea) yang disebabkan karena adanya cairan/eksudat yang memenuhi rongga perikardium dan paru-paru sehingga terjadi gangguan pertukaran O2 dan menyebabkan jaringan kekurangan O2 yang harus dikompensasi dengan peningkatan heart rate. Hal ini juga disebabkan oleh gagal jantung yang dialam Mr Y, sehingga berkurangnya cardiak output dan berkurangnya aliran darah ke jaringan dan jaringan kekurangan O2. o Pale Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia. o JVP (5+2) cmH2O Akibat dari gagal jantung kiri tekanan vaskuler paru meningkat  darah dari ventrikel kanan sulit masuk ke paru  peningkatan kontraktilitas ventrikel kanan (agar darah bisa masuk ke dalam paru)  peningkatan tekanan pada vena sistemik dan peningkatan tekanan vena cava superior  peningkatan JVP o Rales

15

Kongesti paru tekanan arteri dan vena pulmonal meningkat dimana tekanan vena yang meningkat  keseimbangan tekanan hidrostatik dan osmotik terganggu sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke rongga alveolar hal inilah yang menyebabkan bunyi ronkhi dan mengi terjadi. o Palpable Liver Gagal jantung kanan, ventrikel kanan pada saat sistol tidak mampu memompa darah  tekanan akhir diastol ventrikel kanan akan meninggi  tekanan di atrium kanan meninggi  bendungan v. cava superior, v.cava inferior, dan seluruh system vena



bendungan

di

v. jugularis

dan

v. hepatica

(hepatomegali) o Ankle Edema Penimbunan cairan dalam ruang interstisial Berhubungan dengan edema paru yang dapat menyebabkan ortophneu, rales dan wheezing.

c. Bagaimana seseorang dikatakan minimal ankle edema? Derajat edema  1+ : menekan sedalam 2mm akan kembali dengan cepat  2+ : menekan lebih dalam (4mm) dan akan kembali dalam 

waktu 10-15 detik 3+ : menekan lebih dalam (6mm) akan kemabli dalam



waktu >1 menit, tampak bengkak 4+ : menekan lebih dalam lagi (8mm) akan kembali dalam waktu 2-5 menit, tampak sangat bengkak yang nyata.

6. Laboratory results :

16

Hemoglobin : 12,8 g/dl, WBC : 8.500/mm3, Diff count : 0/2/10/60/22/6, ESR 20 mm/jam, Platelet : 225.000/mm3. Total cholesterol 325 mg/dl, LDL 215 mg/dl, HDL 35 mg/dl, Triglyceride 210 mg/dl, blood glucose 110 mg/dl. Urinalysis : normal findings. SGOT 55 U/L, SGPT 45 U/L, CK NAC 92 U/L, CK MB 14 U/L, Troponin I 0,1 ng/ml. a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium? 

Hemoglobin 12,8 gr/dL  ABNORMAL (nilai normal 1418 gr/dL)



WBC 8500/mm3  NORMAL (nilai normal 4000 – 10000 /mm3)



Diff count 0/2/10/60/22/6  Neutrofil batang abnormal



Nilai Normal Basophil 0-1% Eosinofil 1-3% Neutrofil batang 3-5% Neutrofil segmen 50-70% Limfosit 20-40% Monosit 2-8% ESR 20 mm/jam  ABNORMAL (nilai normal 0-15



mm/jam) Platelet 225000/mm3  NORMAL (nilai normal 150000-



400000/mm3) Total kolesterol 325 mg/dL  ABNORMAL (nilai normal



50%, boot-shaped cardiac

-

Kerley’s line (+) 56

-

Sign of chepalization

-

LV strain

ECG -

AF

-

LAD

-

Takikardia

-

QS pattern V1-V4

-

LV strain

Kriteria Diagnosis CHF menurut Framingham

Diagnosis banding CHF

COPD

Congestif Heart Failure

Cronic Obstructive Pulmonary Disease

Nyeri dada



Nafas Pendek



Penyakit

Heart attack

Pneumonia













57

Fatigue









Nausea



-





Takikardia







-

Wheezing





-



Edema pada ankle



-

-

-

Hepatomegali



-

-

-

JVP ↑

V

-

-

-

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Pada Seluruh Pasien

Tujuan

Echocardiography

Menilai struktur dan fungsi kardiak, menilai

EKG

fraction ejection Menentukan ritme jantung, Heart rate, bentuk kompleks QRS, durasi kompleks QRS

Blood chemistry (sodium, potassium, calcium,

Menentukan apakah sang penderita cocok

urea / BUN, kreatinin, GFR, enzim hati,

untuk diberi diuretic, RAAS inhibitor,

Hitung darah lengkap

Mendeteksi adanya anemia

Pemeriksaan BNP dan ANP Foto Thorax

Meng-exclude penyebab penyakit lain seperti kanker paru, melihat perkembangan edema paru

Coronary angiography

Untuk mengevaluasi arteri mana yang terkena

Etiologi 

Penyakit Jantung Koroner Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner selama 7-8 tahun akan

58

menderita penyakit gagal jantung kongestif. Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung koroner menderita gagal jantung kongestif. Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner. 

Hipertensi Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi

terjadinya

gagal

jantung.

Berdasarkan

studi

Framingham dalam Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif

melalui

mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif.



Cardiomiopathy Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital. Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi dari

ventrikel

kiri

dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran

dan

penambahan

jaringan

fibrosis.

Hipertrophic

cardiomiopathy merupakan salah satu jenis cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik dari jenis ini 59

ialah abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak hanya miokardium

tetapi

juga

menyebabkan

hipertrofi

septum.

Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini

menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk,

peningkatan tekanan diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel.

Jenis

lain

yaitu

Restrictive

and

obliterative

cardiomiopathy. Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat menyebabkan keadaan

ini

ialah

Amiloidosis,

Sarcoidosis,

Hemokromasitomatosis dan penyakit resktriktif lainnya. 

Kelainan Katup Jantung Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif.



Aritmia Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi. 31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi dan ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai

60

penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis dengan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 

Alkohol dan Obat-obatan Alkohol

memiliki

efek

toksik

terhadap

jantung

yang

menyebabkan atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang. Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap miokardium

diantaranya

ialah

agen

kemoterapi

seperti

doxorubicin dan zidovudine yang merupakan antiviral. 

Lain-lain Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada lakilaki sedangkan pada wanita belum ada fakta yang konsisten. Sementara

diabetes

merupakan

faktor

independen

dalam

mortalitas dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung.

Faktor resiko 1. Tidak dapat diubah

61

a. Usia (laki laki ≥ 45 tahun; perempuan ≥ 55 tahun atau menepouse premature tanpa terapi penggantian esterogen) b. Riwayat CAD pada keluarga (MI pada ayah atau saudara laki laki sebelum umur 55 tahun atau pada ibu dan saudara perempuan sebelum umu 65 tahun) 2. Dapat diubah a. Hiperlipidemia (LDL-C) batas atas, 130-159 mg/dl; tinggi ≥ 160 mg/dl b. HDL-C rendah ≤ 40 mg/dl c. Hipertensi ≥ 140/90 mmHg (diberi obat hipertensi) d. Merokok e. DM f. Obesitas g. Ketidakaktifan fisik h. Hiperhomosisteinemia

Patofisiologi Mekanisme Dasar Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri

62

(LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan

kronis

tekanan

vena

paru.

Hipertensi

pulmonalis

meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik. Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dan katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.

Mekanisme Kompensasi Pada Gagal Jantung Bila curah jantung karena suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme kompensasi. Mekanisme kompensasi ini sebenarnya sudah dan selalu dipakai untuk mengatasi beban

kerja ataupun pada saat menderita sakit. Bila

mekanisme ini telah secara maksimal digunakan dan curah jantung tetap 63

tidak cukup maka barulah timbul gejala gagal jantung. Mekanisme kompensasi ini terdiri dari beberapa macam dan bekerja secara bersamaan serta saling mempengaruhi, sehingga secara klinis tidak dapat dipisah-pisahkan secara jelas. Dengan demikian diupayakan memelihara tekanan darah yang masih memadai untuk perfusi alat-alat vital.Mekanisme ini mencakup: 1) Mekanisme Frank-Starling, 2) pertumbuhan hipertrofi venatrikel, dan 3) aktifasi neurohormonal. a. Mekanisme Frank Starling Gagal jantung akibat

penurunan kontrak tilitas ventrikel kiri

menyebabkan pergeseran kurva penampilan ventrikel ke bawah. Karena

itu, pada setiap beban awal, isi sekuncup menurun

dibandingkan dengan normal dan setiap kenaikan isi sekuncup pada gagal jantung menuntut kenaikan volume akhir diastolik lebih tinggi dibandingkan normal. Penurunan isi sekuncup mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak sempurna sewaktu jantung berkontraksi; sehingga volume darah yang menumpuk dalam ventrikel semata diastol lebih tinggi dibandingkan normal. Hal ini bekerja sebagai mekanisme kompensasi karena kenaikan beban awal (atau volume akhir diastolik) merangsang isi sekuncup yang lebih besar pada kontraksi berikutnya, yang membantu mengosongkan ventrikel kiri yang membesar.

b. Hipertrofi Ventrikel Pada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat baik akibat dilatasi (peningkatan radius ruang) atau beban akhir yang tinggi (misalnya pada stenosis aortik atau hipertensi yang 64

tidak terkendali). Peninggian stres terhadap dinding ventrikel yang terus menerus merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel dan kenaikan massa ventrikel. Peningkatan ketebalan dinding ventrikel adalah suatu mekanisme kompensasi yang berfungsi untuk mengurangi stres dinding (ingat bahwa ketebalan dinding adalah faktor pembagi pada rumus stres dinding), dan peningkatan massa serabut otot membantu memelihara kekuatan kontraksi ventrikel. Meskipun demikian, mekanisme kompensasi ini harus diikuti oleh tekanan diastolik ventrikel yang lebih tinggi dari normal dengan demikian tekanan atrium kiri juga meningkat, akibat peninggian kekakuan dinding yang mengalami hipertrofi. Pola hipertrofi yang berkembang bergantung pada apakah beban yang di hadapi bersifat kelebihan beban volume atau, tekanan yang kronis. Dilatasi ruang yang kronis akibat kelebihan volume, misalnya pada regurgitasi mitral atau aorta yang menahun, mengakibatkan sintesis sarkomersarkomer baru Secara seri dengan sarkomer yang lama. Akibatnya radius ruang ventrikel membesar dan ini berkembang sebanding dengan peningkatan ketebalan dinding. Hal ini disebut hipertrofi eksentrik. Kelebihan tekanan yang kronis, misalnya pada hipertensi atau stenosis aortik, mengakibatkan sintesis sarkomer-sarkomer baru yang berjalan sejajar dengan sarkomer lama, sehingga terjadilah hipertrofi konsentrik, dimana tebal dinding meningkat tanpa adanya dilatasi ruang. Dengan demikian stres dinding bisa dikurangi secara bermakna.

c. Aktifasi neurohormonal Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang mencakup sistim syaraf adrenergik, sistim renin-angiotensin, 65

peningkatan produksi hormon antidiuretik, semua sebagai jawaban terhadap penurunan curah jantung. Semua mekanisme ini berguna untuk meningkatkan tahanan pembuluh sistemik, sehingga mengurangi setiap penurunan tekanan darah (ingat rumus tekanan darah - curah jantung x tahanan perifer total). Selanjutnya semua ini menyebabkan retensi garam dan air, yang pada awalnya bermanfaat meningkatkan volume intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri, sehingga memaksimalkan isi sekuncup melalui mekanisme Frank Starling. Segi negatif aktifasi neurohormonal yang berlebih adalah seringnya terjadi akibat yang jelek pada jantung yang sudah payah.

 Sistem syaraf adrenergik Penurunan curah jantung pada gagal jantung dirasakan oleh reseptor-reseptor di sinus karotis dan arkus aorta sebagai suatu

penurunan

porfusi.

Reseptor-reseptor

ini

lalu

mengurangi laju pelepasan rangsang sebanding dengan penurunan tekanan darah. Sinyalnya dihantarkan melalui syaraf kranial ke IX dan X ke pusat pengendalian kardiovaskuler di medula. Sebagai akibatnya arus simpatis ke jantung dan sirkulasi perifer meningkat, dan tonus parasimpatis berkurang. Ada tiga hal yang segeraterjadi:1) peningkatan laju debar jantung,2) peningkatan kontraktilitas ventrikel, dan 3) vasokonstriksi akibat stimulasi reseptor-reseptor alfa pada vena-vena dan arteri sistemik. Peninggian laju debar jantung dan kontraktilitas ventrikel secara langsung

66

meningkatkan curah jantung. Vasokonstriksi pada sirkulasi vena dan arteri juga bermanfaat pada awalnya. Konstriksi vena mengakibatkan peningkatan aliran balik darah ke jantung, sehingga meningkatkan beban awal dan meningkatkan isi sekuncup melalui mekanisme Frank Starling, bila jantung bekerja pada bagian yang menaik pada kurva penampilan ventrikel. Konstriksi arteriolar pada gagal jantung meningkatkan tahanan pembuluh perifer Sehingga membantu memelihara tekanan darah. Adanya distribusi regional reseptor-reseptor alfa sedemikian rupa menyebabkan aliran darah di redistribusi ke alat-alat vital (jantung dan otak) dan dikurangi ke kulit, organ-organ splanknik dan ginjal.  Sistem Renin Angiotensin Sistem ini diaktifasi pada gagal jantung. Rangsang untuk mensekresi renin dan sel-sel jukstaglomerular mencakup : 1) penurunan perfusi arteri renalis sehubungan dengan curah jantung yang rendah, dan 2) rangsang langsung terhadap reseptor-reseptor B2 jukstaglomerular oleh sistem syaraf adrenergik yang teraktifasi. Renin bekerja pada angiotensiogen dalam sirkulasi, menjadi angiotensin I, yang kemudian diubah dengan cepat oleh ensim pengubah angiotensin (ACE) menjadi angiotensin II (All), suatu vasokonstriktor yang kuat. Peningkatan kadar All berperan meningkatkan tahanan perifer total dan memelihara tekanan darah sistemik. Angiotensin

II

juga

bekerja

meningkatkan

volume

intravaskuler melalul dua mekanisme yaitu di hipotalamus

67

merangsang rasa haus dan akibatnya meningkatkan pemasukan cairan, dan bekerja pada korteks adrenal untuk meningkatkan sekresialdosteron. Aldosteron meningkatkan resorpsi natrium dan tubuh distal ke dalam sirkulasi. Kenaikan volume intravaskuler lalu meningkatkan beban awal dan karenanya meningkatkan curah jantung melalui mekanisme Frank Starling.  Hormon antidiuretlk Pada gagal jantung, sekresi hormon ini oleh kelenjar hipofisis posterior - meningkat, mungkin diantarai oleh rangsang terhadap baroreseptor di arteri dan atrium kiri, serta oleh kadar All yang meningkat dalam sirkulasi. Hormon

antidiuretik

berperan

meningkatkan

volume

intravaskuler karena ia meningkatkan retensi cairan melalui nefron distal. Kenaikan cairan intravaskuler inilah yang meningkatkan beban awal ventrikel kiri dan curah jantung. Meskipun ketiga mekanisme kompensasi neurohormonaI yang sudah diuraikan diatas pada awalnya bisa bermanfaat, pada

akhirnya

membuat

keadaan

menjadi

buruk.

Peningkatan volume sirkulasi dan aliran balik vena ke Jantung bisa memperburuk bendungan pada vaskuler paru sehingga memperberat keluhan-keluhan akibat kongesti paru. Peninggian tahanan arteriol meningkatkan beban akhir dinama jantung yang sudah payah harus berinteraksi, sehingga pada akhirnya isi sekuncup dan curah jantung menjadi lebih berkurang.

68

Oleh

karena

itu

terapi

dengan

obat-obatan

sering

disesuaikan untuk memperlunak mekanisme kompensasi neurohormonal ini.  Peptida natrluretik atrium (atrial natriuretic peptide) Ini adalah suatu hormon kontraregutasi yang disekresi oleh atrium sebagai respon terhadap peninggian tekanan intrakardiak.

Kerjanya

terutama

berlawanan

dengan

hormon-hormon lain yang diaktifasi dalam keadaan gagal jantung, sehingga mensekresi natrium dan air, menimbulkan vasodilatasi, inhibisi sekresi renin, dan mempunyai sifat antagonis terhadap efek All pada vasopresin dan sekresi aldosteron. Meskipun kadar peptida ini dalam plasma meninggi, efeknya dapat ditumpulkan oleh berkurangnya respon organ-akhir (misalnya ginjal).

Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang

menguntungkan.

Namun

akhirnya

mekanisme

kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi

cairan

yang bertujuan untuk meningkatkan

kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokonstriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vascular yang terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (seperti berkurangnya jumlah keluaran urine dan kelemahan tubuh).

69

Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung akan meningkat dan meningkatkan kebutuhan oksisgen jantung. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan MVO2. Jika peningkatan MVO2 ini tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen miokard, akan terjad i iskemia miokard dan gangguan miokardium lainnya. Manifestasi klinis Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan : 

Gejala paru berupa

dyspnea, orthopnea dan paroxysmal

nocturnal dyspnea. 

Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.



Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.

Terapi Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah: 

Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung. 70



Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan farmakologis.



Menghilangkan penimbunan cairan

tubuh berlebihan dengan

terapi diuretik diet dan istirahat. Terapi Farmakologi 

Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik) Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.



Antagonis aldosteron Menurunkan

mortalitas

pasien

dengan

gagal

jantung

sedang sampai berat. 

Obat inotropik Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.



Glikosida digitalis Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume distribusi.



Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat) Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena.

71



Inhibitor ACE Mengurangi

kadar

angiostensin

II

dalam

sirkulasi

dan

mengurangi sekresi aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg menyebabkan peningkatan curah jantung. Terapi non farmakologi Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.

Pencegahan Kunci untuk mencegah gagal jantung adalah mengurangi faktor-faktor risiko. Anda dapat mengontrol atau menghilangkan banyak faktor-faktor risiko penyakit jantung - tekanan darah tinggi dan penyakit arteri koroner, misalnya - dengan melakukan perubahan gaya hidup bersama dengan bantuan obat apa pun yang diperlukan. Perubahan gaya hidup dapat Anda buat untuk membantu mencegah gagal jantung meliputi: 

Tidak merokok



Mengendalikan kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan diabetes



Tetap aktif secara fisik



Makan makanan yang sehat



Menjaga berat badan yang sehat



Mengurangi dan mengelola stress

72

Komplikasi 

Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.



Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan

perburukan

dramatis.

Hal

tersebut

indikasi

pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin). 

Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis ditinggikan.



Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan. Pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia, biasanya disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan kematian mendadak.



Efusi pleura: di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.



Hepatomegali: karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.

3. Penyakit Jantung Hipertensi Definisi Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner,

73

dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan kerana peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung.(3) Hypertensi heart disease merujuk ke kondisi yang berkembang sebagai akibat dari hipertensi, dimana sepuluh persen dari individu-individu dengan hipertensi kronis yang telah mengalami pembesaran ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy) dengan tujuh kali lipat dari sifat mudah kena sakit dan resiko kematian akibat kegagalan jantung congestive, gangguan hati rhythms (ventrikel arrhythmias) dan serangan jantung (myocardial/ infarction).(4) Pathofisiologi Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah akibat penambahan massa miokard.(3) Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembutuh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastol. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpato-adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) belum diketahui, mungkin sebagai penunjang saja. Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan

74

penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis koroner. Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan volume, oleh karena meningkatnya volum diastolik akhir. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi), peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung, Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik vantrikel kiri berhubungan erat bifa disertai dengan penyakit jantung koroner.(2) Penyebab dan Faktor Resiko Tekanan darah tinggi akan meningkatkan kerja jantung, dan seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Fungsi jantung sebagai pompa terhadap peninggian tekanan darah di atrium kiri diperbesar ke bilik jantung dan jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menit (output jantung) menjadi turun, dimana tanpa pengobatan, gejala-gejala kegagalan janutng ingestive dapat berkembang.(5) Tekanan darah tinggi yang paling umum adalah faktor resiko untuk penyakit jantung dan stroke. Ischemic dapat menyebabkan penyakit jantung (penurunan suplai darah ke otot jantung pada kejadian anginapektoris dan serangan jantung) dari peningkatan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang lemah.(5) Tekanan darah tinggi juga memberikan kontribusi untuk bahan dari dinding pembuluh darah yang pada gilirannya dapat memperburuk atheroscherotis. Hal ini juga akan meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.(5)

75

Keluhan dan Gejala Pada tahap awal, seperti hipertensi pacla urmimnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila sitnioma ik, maka bins mya disebabkan oleh 1. Peninggian tekanan darah itu sendiri. Seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten 2. Penyakit jantung/hipertensi vaskular seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient serebral ischemic. 3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, dan kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatfin BB dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).(1) Gambaran Klinik Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda-tanda akibat rangsangan simpatis yang kronis. Jantung berdenyut cepat dan kuat. Terjadi hipersirkulasi yang mungkin akibat aktifitas sistem neurohumoral yang meningkat disertai dengan hipervolemia. Pada stadium selanjutnya, timbul mekanisme kompensasi pada otot jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yai.g difus, tahanan pembuluh darah perifer meningkat. Gambaran klinik seperti sesak natas, salah satu dari gejala gangguan fungsi diastolik, tekanan pengisian ventrikel meningkat, walaupun fungsi sistolik masih normal. Bila berkembang terus, terjadi hipertrofi yang eksentrik dan akhirnya menjadi dilatasi ventrikel, dan timbul gejala payah jantung. Stadium ini kadangkala disertai dengan gangguan pada faktor koroner. Adanya gangguan sirkulasi pada cadangan aiiran darah

76

koroner akan memperburuk kelainan fungsi mekanik/pompa jantung yang selektif. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisis dimulai dengan menilai keadan umum: memperhatikan keadaan khusus seperti: Cashing, feokromasitoina, perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas dibanding bawah yang sering ditemukan pada pada koarktwsio aorta. Pengukuran tekanan darah di tangan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi KeithWagener-Barker sangat berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan auskultasi arterikarotis untuk menilai stenosis atau oklusi. Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan untuk menilai HVK dan tanda-tanda gagal jantung. Impuls apeks yang prominen. Bunyi jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolik akibat regurgitasi aorta, Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dari peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3 (gallop vetrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir diastolik ventnkel kiri meningkat akibat dari dilatasi ventnkel kiri.Bila S3 dan S4 ditemukan bersama disebut summation gallop. Paru perlu diperhatikan apakah ada suara napas tambaban seperti ronki basah atau ronli kering/mengi. Pemeriksaan perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal dan usites. Auskultasi bising sekitar kiri kanan umbilikus (renal artery stenosis). Arteri radialis, Arteri femoralis dan arteri dorsalis pedia harus diraba. Tekanan darah di betis harus diukur minimal sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari 30 tahun).(2) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium awal meliputi:

77



Urinalisis.-protein, leukosit, eritrosit, dan silinder



Hemoglobin/hematokrit



Elektrolit darah:Kalium



Ureum/kreatinin



Gula darah puasa



Kolesterol total



Elektrokardjografi menunjukkan HVK pada sekitar 20-5 0% (kurang sensitif) tetapi masih menjadi metode standard.(1)

Pemeriksaan

laboratorium

darah

rutin

yang

diperlukan

adalah

hematokrit, ureum dan kreatinin, untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu juga elektrolit untuk melihat kemungkinan adanya kelainan hormonal aldosteron. Pemeriksaan laboratorium urinalisis juga diperlukan untuk melihat adanya kelainan pada ginjal.(2) Pemeriksaan Elektrokardiogram 

Tampak tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri dan strain



Gambaran EKG berikut dapat menampilkan berbagai bentuk abnormal.



Bukti pembesaran atrial kiri – broad P gelombang disayap rujukan menonjol dan lebar tertunda defleksi negatif dalam V1 (lihat media file

1-2)

Pemeriksaan Ekokardiografi Ekokardiografi adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang akurat untuk

memantau

terjadinya

hipertrofi

ventrikel,

hemodinamik

kardiovaskuler, dan tanda-tanda iskemia miokard yang menyertai penyakit jantung hipertensi pada stadium lanjut. Dengan ekokardiografi dapat diketahui apa yang terjadi pada jantung akibat kompensasi terhadap hipertensi dan perangainya dan dapat dipantau hasil pengobatan serta perjalanan penyakit jantung hipertensi. 78

Perubahan-perubahan pada jantung akibat hipertensi yang dapat terlihat pada

ekokardiogram

adalah

sebagai

berikut

:

1)

Tanda-tanda

hipersirkulasi pada stadium dini, sepert: hiperkinssis, hipervolemia; 2) Hipertrofi yang difus (konsentrik) atau yang iregular eksentrik; 3) Dilatasi ventrikel yang dapat merupakan tanda-tanda payah janiung, serta tekanan akhir diastolik ventriksl kiri meningkat, dan; 4) Tanda-tanda iskemia seperti hipokinesis dan pada stadium lanjut adanya diskinetik juga dapat terlihat pada ekokardiogram.(1) Pemeriksaan Radiologi Pada gambar rontgen torak posisi postero-anterior terlihat pembesaran jantung ke kiri, elongasi aorta pada hipertensi yang kronis dan tandatanda bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung hipertensi. (1) Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat karena hipertrofi konsentrik ventrikel kiri. Pada keadaan lanjut, apekss jantung membesar ke kiri dan bawah. Aortic knob membesar dan menonjol disertai klasifikasi. Aorta ascenden dan descenden melebar dan berkelok (pemanjangan aorta/ elongasio aorta).(3) Diagnosa Gejala penaykit jantung hipertensi tergantung durasi, derajat keparahan, dan jenis penyakit. Selain itu pasien mungkin tidak menyadari diagnosa dari hipertensi.(7) Cara mendiagnosa tergantung dari: a. Riwayat Penyakit Seseorang penderita hipertensi dengan penyakit jantung koroner mungkin memiliki gejala penyakit arteri (angina), kelelahan, dan sesak nafas saat beraktivitas maupun saat beristirahat. Penyakit jantung kongestive dapat mencakup episode tidur yang terputus

79

karena masalah pernafasan (sulit nafas tiba-tiba yang terjadi pada malam hari).(7) b. Ujian Fisik Pada hipertensi dengan berbagai tingkat keparahan terdapat perubahan pada aliran pembuluh darah yang mana terlihat pada pemeriksaan mata. Auskultasi pada hati yang memperlihatkan ketidakteraturan denyut nadi, suara marmurs, dan suara gallops. Dalam lanjutan kasus penyakit jantung hipertensi, dapat terjadi pembesaran hati dan pembengkakan pada kaki dan tumit.(7) c. Pengujian Dapat

dilakukan

pemeriksaan

penunjang

EKG

maupun

echocardiogram x-ray untuk menegakkan diagnosa adanya pembesaran bilik kiri jantung.(7) Penatalaksanaan Pengobatan Pengobatan ditujukan selain pada tekanan darah juga pada komplikasikomplikasi yang terjadi yaitu dengan: 1. Menurunkan tekanan darah menjadi normal 2. Mengobati payah jantung karena hipertensi 3. Mengurangi

morbiditas

dan

mortalitas

terhadap

penyakit

kardiovaskuler 4. Menurunkan faktor resiko terhadap penyakit kardiovaskular semaksimal mungkin.(2) Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinaju 3 faktor fisiologis yaitu: 1) Menurukan isi cairan intravaskuler dan Na darah dengan diuretik; 2) menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan respon kardiovakuler terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari golongan anti-simpatis dan 3) menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator. Diuretik

80

Cara kerja diuretik adalah dengan menurunkan cairan intravaskuler, meningkatkan

aktifitas

Meningkatkan

aktifitas

renal-pressor (renin-angiotensin-aldosteron). susunan

saraf

sim-patis,

menyebabkan

vasokonstriksi, meningkatkan irama jantung, meningkatkan tahanan perifer (after-load) dan rangsangan otot jantung. Merangsang gangguan metabolisme le-mak, dan memiliki efek negatif terhadap risiko penyakit kardiovsskuler. Hipokalemia dapat menyebabkan timbulnya denyut ektopik meningkat, baik pada waktu istirahat maupun berolahraga. Maningkatkan resiko kematian mendadak. Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak dan akhirnya meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler.(2) Golongan anti-simpatis Obat golongan anti-simpatis bekerja mempengaruhi susunan saraf simpatis atau respon jantunp terhadap rangsangan simpatis. Golongan yang bekerja sentral, misalnya reserpin, alfa metildepa, klonidin dan guanabenz. Golongan yang bekerja perifer yaitu penghambat ganglion (guanetidin, guanedril), penghambat alfa (prazosin), dan penghambat beta adrenergik. Pada pokoknya hampir semua obat anti-simpatic mempengaruhi metabolisme lemak, walaupun cara kerja yang pasti belum diketahui. Pada penelitian Framingham, kolesterol total 200 mg/dl didapat pada lebih dari 50 persen pasien hipertensi. Oleh karena itu harus hati-hati memilih obat golongan ini, jangan sampai meningkatkan faktor risiko lain dari penyakit kardiovaskuler.(2) Vasodilator Ada 2 golongan yaitu yang bekerja langsung seperti hidralazin dan minoksidil dan yang bekerja tidak langsung seperti penghambat ACE (kaptopril, enalapril), prazosin, antagonis kalsium.

81

Goicngan

yang

bekerja

langsung

mempunyai

efek

samping

meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler dengan meningkatkan pelepasan katekolamin, gangguan metabolisme lemak dan menyebabkan progresifitas hipertrofi ventrikel. Sedangkan golongan yang tak lanysung tidak meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Berbagai penelitian menyatakan bahwa penghambat ACE dapat meregresi hipartrofi ventrikel kiri.(2) 4. EKG AKSIS Vektor pertama menunjukkan deolarisasi seotum, dan tiap vector berikutnya menunjukkan depolarisasi ventrikel yang progresif. Vector ini perlahan-lahan bergerak ke kiri karena aktivitas listrik ventrikel kiri yang jauh lebih besar semakin mendominasi gambaran EKG. Rerata semua vector yang timbul serentak ini disebut vector rata-rata Arah vector rata-rata disebut aksis listrik rata-rata. Vector QRS rata-rata mengarah ke kiri dan inferior, mencerminkan arah aliran listrik rata-rata selama depolarisasi ventrikel. Dengan demikian, aksis QRS normal- terletak antara 90o samap 0o. Kita dapat dengan cepat menilai normal-tidaknya aksis QRS di dalam tiap EKG hanya dengan melihat sadapan I dan aVF. Jika kompleks QRS positif pada sadapan I dan aVF, aksis QRS pasti normal.

Menentukan Aksis dengan Tepat Anda hana perlu mencari sadapan ekstremitas yang kompleks QRS-nya hampir bifasik, artinya defleksi positif dan negatifnya setara (terkadang defleksi ini begitu kecil sehingga gelombang tampak rata atau isoelektris). Aksisnya pasti terorientasi tegak lurus terhadap sadapan ini karena

82

elektrodanya yang terletak tegak lurus terhadap arah rata-rata aliran listrik akan merekam gelombang bifasik.

Deviasi Aksis: Lebih Dalam Lagi Menerangkan Aksis Abnormal Aksis QRS normal terletak di antara 0o dan 90o. jika aksis terletak di antara 90o dan 180o, kita sebut sebagai deviasi aksis ke kanan,, kompleks QRS di sadapan aVF akan tetap positif, tetapi di sadapan I akan menjadi negatif.

Jika aksis terletak di antara 0o dan -90o , kita sebut sebagai deviasi aksis kiri. Dalam kasus ini, kompleks QRS di sadapan I akan positif, tetapi di sadapan aVF akan menjadi negatif.

DEVIASI AKSIS, HIPERTROFI, DAN PEMBESARAN

83

Hipertensi kronis dan berat telah memaksa ventrikel kiri bekerja terlampau berat dalam waktu yang sangat lama, sehingga mengalami hipertrofi. Oleh sebab itu, dominasi listrik ventrikel kiri terhadap ventrikel kanan menjadi jauh lebih besar. Vector listrik rata-rata tertarik lebih jauh ke kiri, dan hasilnya adalah deviasi aksis ke kiri.

FIBRILASI ATRIUM Pada fibrilasi atrium, aktivitas atrium sangat kacau; nodus AV dapat dibombardir oleh lebig dari 500 impuls per menit. Bila pada flutter atrium hanya ada satu sirkuit reentrant yang bertanggung jawab terhadap munculnya pola gigi gergaji yang teratur di EKG, pada fibrilasi atrium, ada banyak sirkuit reentrant yang berputar-putar dengan perilaku yang sama sekali tidak bisa diperkirakan. Tidak tampak gelombang P sejati.

84

5. Chest X-Ray Pemeriksaan Radiografi thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) bertujuan menggambarkan secara radiografi organ pernafasan yang terdapat di dalam rongga dada. Teknik radiografi thorax terdiri dari bermacam-macam posisi yang harus dipilih disesuaikan dengan inidikasi pemeriksaan, misalnya bronchitis kronis, KP, fleural effusion, pneumo thorax dan lain-lain. Untuk menentukan posisi mana yang tepat, harus menyesuaikan antara tujuan pemeriksaan dengan kriteria foto yang dihasilkan. Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto thorax. CXR sering digunakan untuk skrining penyakit paru yang terkait dengan pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh debu. Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah : -

untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)

85

-

untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, haemothorax)

-

untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)

-

untuk memeriksa keadaan jantung

-

untuk memeriksa keadaan paru-paru

Abnormalitas atau kelainan gambaran yang biasa terlihat dari CXR adalah: 1. Nodule (daerah buram yang khas pada paru) Biasanya disebabkan oleh neoplasma benign/malignan, granuloma (tuberculosis), infeksi (pneumoniae), vascular infarct, varix, wegener’s

granulomatosis,

rheumatoid

arthritis.

Kecepatan

pertumbuhan, kalsifikasi, bentuk dan tempat nodul bisa membantu dalam diagnosis. Nodul juga dapat multiple. 2. Kavitas Yaitu struktur lubang berdinding di dalam paru. Biasanya disebabkan oleh kanker, emboli paru, infeksi Staphyllococcus. aureus, tuberculosis, Klebsiella pneumoniae, bakteri anaerob dan jamur, dan wegener’s granulomatosis. 3. Abnormalitas pleura. Pleural adalah cairan yang berada diantara paru dan dinding thorax. Efusi pleura dapat terjadi pada kanker, sarcoid, connective tissue diseases dan lymphangioleiomyomatosis.

Langkah pembuatan foto thorax

86

Alat dan Bahan 1. Meja pemeriksaan 2. Film, kaset 3. Marker dan asesoris lain 4. Pesawat Rontgen

Indikasi Pemeriksaan Indikasi dilakukannya foto toraks antara lain : Infeksi traktus respiratorius bawah, Misalnya : TBC Paru, bronkitis, Pneumonia 2. Batuk kronis 3. Batuk berdarah 4. Trauma dada 5. Tumor 6. Nyeri dada 7. Metastase neoplasma 8. Penyakit paru akibat kerja 9. Aspirasi benda asing

87

Persiapan Pemeriksaan 1. Mengidentifikasi klinis / indikasi pemeriksaan 2. Memilih teknik radiografi yang tepat 3. Memberikan instruksi kepada pasien

Posisi Pemeriksaan 1. Posisi PA (Postero Anterior) Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya scapula tidak menutupi parenkim paru.

2. Posisi AP (Antero Posterior)

88

Dilakukan pada anak-anak atau pada apsien yang tidak kooperatif. Film diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula menutupi parenkim paru. Jantung juga terlihat lebih besar dari posisi PA. 3. Posisi Lateral Dextra & Sinistra Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah proyeksi lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah kanan, maka dibuat proyeksi lateral kanan,berarti sebelah kanan terletak pada film. Foto juga dibuat dalam posisi berdiri.

4. Posisi Lateral Dekubitus Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu,yaitu bila klinis diduga ada cairan bebas dalam cavum pleura tetapi tidak terlihat pada foto PA atau lateral. Penderita berbaring pada satu sisi (kiri atau kanan). Film diletakkan di muka dada penderita dan diberikan sinar dari belakang arah horizontal. 5. Posisi Apikal (Lordotik)

89

Hanya dibuat bila pada foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apex kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan menginterpretasikan suatu lesi di apex. 6. Posisi Oblique Iga Hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga (misal pembengkakan lokal) atau bila terdapat nyeri lokal pada dada yang tidak bisa diterangkan sebabnya, dan hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa. Bahkan dengan foto oblique yang bagus pun, fraktur iga bisa tidak terlihat. 7. Posisi Ekspirasi Adalah foto toraks PA atau AP yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan adanya pneumothorax yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang terinhalasi.

Prosedur Pemeriksaan 1. Memasang kaset dan memberikan marker 2. Mengatur posisi pasien 3. Mengatur jarak ( FFD), 4. Menentukan Arah Sinar (CR) dan Pusat Sinar (CP), 5. Mengatur kolimasi Menentukan faktor eksposi dan proteksi radiasi 6. Melakukan eksposi

90

7. Melakukan processing film 8. Mengevaluasi hasil foto

Syarat/ Kriteria Gambaran Foto Thorax 1. Seluruh lapangan paru tampak atau tercover 2. Batas atas Apex paru tampak (tidak terpotong) 3. Batas bawah Kedua Sinus Prenico costalis tidak terpotong 4. Kedua Sterno Clavicular Joint tampak simetris kanan dan kiri 5. Lapangan Pulmo terbebas dari gambaran os. Scapula 6. Inspirasi penuh ditunjukkan dengan terlihatnya Costae 9-10 Posterior 7. Faktor Eksposi cukup ditunjukkan dengan terlihatnya CV Thoracal 1-4 8. Tampak Carina (percabangan Bronkus) setinggi CV Thoracal 3 atau 4 9. Tampak gambaran vaskularisasi paru10. Diafragma terlihat naik, tampak gambaran jantung

Membedakan Kanan dan Kiri 1. Gambaran jantung lebih besar di sebelah kiri 2. Diafragma kanan lebih tinggi daripada diafragma kiri 3. Arcus aorta di sebelah kiri

91

4. Di sebelah kiri ada gambaran udara didalam lambung

2.7 Kerangka Konsep

92

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Tn. Manaf, laki-laki, 57 tahun, seorang akuntan menderita sesak nafas sejak 3 jam yang lalu akibat gagal jantung kongestif.

93

DAFTAR PUSTAKA Marulam M. Panggabean; Penyakit Jantung Hipertensi; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Keempat; Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006; 1639-1640 Adnil Basha; Penyakit Jantung Hipertensif; Buku Ajar Kardiologi; Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003; 209-211 Moh. Syis bin Zulkipli; Hipetensive Heart Disease; Blogspot.com http://www.nmiki.com/h/hypertensive.htm http://healthguide.howstuffworks.com/hypertension http://www.wedscape.com/files/public/blank.html.hypertensive_heart_disease Differential diagnosa & workup http://www/medscape.com/files/public/blank.html/hypertensive_heart_disease Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta : Binarupa Aksara. pp: 1- 404. Kusumawidjaja. Patologi. Jakarta: FKUI 1996. pp: 110 – 16. S. Silbernagl, F. Lang. 2007. Patofisiologi. Jakarta : EGC. pp: 176-249. Joesoef, H. Andang; Setianti, Budhi. 2003. Hipertensi Sekunder. In: Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : FK UI. Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology : From Cells to System. Alih bahasa: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC. Cutler, Jeffrey A., et al. . 2008. Trends in Hypertension Prevalence, Awareness, Treatment, and Control Rates in United States Adults Between 1988 1994 and 1999 2004. http://hyper.ahajournals.org/cgi/content/full/52/5/818.

94

Hermawan, Guntur. 2008. BED SIDE TEACHING. Surakarta : Kesuma. Thaler, Malcolm S.(2012). Satu-Satunya Buku EKG yang Anda Perlukan Edisi 7, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

95

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF