Laporan Tutorial b1 Blok 15 Stroke Fix

March 6, 2018 | Author: Retno Tharra | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Tutorial b1 Blok 15 Stroke Fix...

Description

KATA PENGANTAR Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada Dosen pembimbing yang telah membimbing tutorial pertama di blok 15 ini sehingga proses tutorial dapat berlangsung dengan sangat baik. Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlah nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tutorial pertama di blok 15 ini hingga selesai. Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Semoga laporan ini dapat memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi para pembaca laporan ini.

Palembang, 25 Februari 2013

1

DAFTAR ISI Kata Pengantar ……………………………………………………………………………...1 Daftar Isi ………………………………………………………………………………..…..2 BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang………………………………………………………….3 1.2 Maksud dan Tujuan……………………………………………….…….3 BAB II : Pembahasan 2.1 Data Tutorial…………………………………………………………....4 2.2 Skenario Kasus ……………………………………………………........5 2.3 Paparan I. Klarifikasi Istilah. ............…………………………………........7 II. Identifikasi Masalah...........…………………………………......9 III. Analisis Masalah ...............................……………………..........11 IV. Learning Issues ...……......…...……………………...................36 V. Kerangka Konsep..................……………………………….......56 BAB III : Penutup 3.1 Kesimpulan .............................................................................................57 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................58

2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Blok Cardio Cerebro Vaskular merupakan blok 15 pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai laki-laki 62 tahun yang mengalami stroke (CVD nonhemorragic). 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.

3

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Data Tutorial Tutor

: dr. Suprapti

Moderator : Al Hafizh Utama Sekretaris Meja : Ferina Auliasari Pohan Dwi Juwanita Putri Hari, Tanggal : Senin , 25 Februari 2013 Selasa , 26 Februari 2013 Rule Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan 2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif) 3. Dilarang makan dan minum

4

2.2 Skenario Kasus Seorang laki laki, 62 tahun, dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan disebabkan kelemahan separuh tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba – tiba saat penderita sedang beristirahat. Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat tapi masih dapat memahami isi pikiran orang lain ang diungkapkan secara lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi kontrol tidak teratur. Penyakt ini diderita untuk pertama kalinya. Pemeriksaan fisik : Status Generalikus : Sensorium : compos mentis, GCS : 15 Vital sign : TD: 170/100 mmHg, N: 100x/menit ireguler, RR: 20 x/menit, temp: 36,7oC, BB: 80 kg, TB: 165 cm Kepala : kerutan dahi simetris, lagofthalmus : (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal, lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-) Thorax : cor : ictus cordis 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR: 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade II di areal katub mitral Pulmo : dalam batas normal Status neurologikus Fungsi motorik: Ext. Superior et inferior sinistra et dextra : gerakan kurang/cukup, kekeuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologismeningkat/normal, refleks patologis (Babinsky, Chaddock) +/Fungsi sensoris : dalam batas normal Fungsi luhur : afasia motorik Pemeriksaan neurologis dalam batas normal Laboratorium: 5

Darah rutin: Hb 12,3 g/dl, Ht 37 vol%, leukosit 7000/mm3, LED; 30 mm/jam, trombosit 270.000/mm3 Kimia klinik : Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl, BSN: 160 mg/dl, BSPP: 250 mg/dl Ureum: 40 mg/dl, creatinin: 1,1 mg/dl EKG: HR: 100 – 115 bpm ireguler, left axis deviation, LV strain

6

2.3 Paparan I. Klarifikasi Istilah Sesak nafas Jantung berdebar

: pernafasan yang sukar atau sesak. : perasaan berdebar-debar atau denyut jantung tidak teratur yang sifatnya subjektif.

Kelemahan separuh tubuh : kehilangan atau gangguan fungsi motorik pada suatu bagian tubuh akibat lesi mekanisme saraf atau otot, secara analogi gangguan fungsi sensorik. Lagoftalmus

: ketidakmampuan menutup mata dengan sempurna.

Kencing manis

: sindroma kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat difesiansi/resistensi insulin.

Compos mentis

: keadaan dimana pasien sadar secara sepenuhnya.

Plica nasolabialis

: lipatan hidung dan bibir.

Fasikulasi

: kontraksi yang lemah setempat dan involunter pada otot dan tampak pada kulit melambangkan suatu lecutan spontan sejumlah serabut yang dipersarafi oleh filamen saraf motorik tunggal.

Atrofi papil

: pengecilan ukuran papil.

Ictus cordis

: detak jantung yang teraba pada dinding dada.

Murmur sistolik

: bising jantuk selama sistolik biasanya disebabkan oleh regurgitasi mitral atau trikuspid atau obstruksi aorta.

Clonus

: rangkaian kontraksi dan relaksasi otot involunter serta pergantian secara cepat.

Tonus

: kontraksi otot yang ringan yang terus menerus yang pada otot rangka membantu dalam mempertahankan postur dan pengembalian darah ke jantung.

Afasia motorik

: ketidakadanya dan ketidaksempurnaan dalam kemampuan 7

berkomunikasi melalui bicara, tulisan, atau tanda/syarat karena disfungsi otak meliputi bagian sensorik dan motorik area pada otak LV strain

: cedera LV karena penggunaan yang berlebihan.

Refleks babinsky

: dorso fleksi ibu jari kaki menandakan lesi pada traktus piramidalis.

Refleks chaddock

: ekstensi dari jempol kaki ketika bagian luar dari dorsal di gores, terjadi pada kelainan traktus kortiko spinal.

8

II. Identifikasi Masalah No. 1.

2.

3.

4.

Masalah

Seorang laki laki, 62 tahun, dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan disebabkan kelemahan separuh tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba – tiba saat penderita sedang beristirahat. Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat tapi masih dapat memahami isi pikiran orang lain ang diungkapkan secara lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi kontrol tidak teratur. Penyakt ini diderita untuk pertama kalinya.

Konsen

Kesesuaian TSH

TSH

TSH

TSH

Pemeriksaan fisik : Status Generalikus : Sensorium : compos mentis, GCS : 15 Vital sign : TD: 170/100 mmHg, N: 100x/menit ireguler, RR: 20 x/menit, temp: 36,7oC, BB: 80 kg, TB: 165 cm Kepala : kerutan dahi simetris, lagofthalmus : (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal, lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-) Thorax : cor : ictus cordis 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR: 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade II di areal katub mitral Pulmo : dalam batas normal Status neurologikus Fungsi motorik: 9

5.

Ext. Superior et inferior sinistra et dextra : gerakan kurang/cukup, kekeuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologismeningkat/normal, refleks patologis (Babinsky, Chaddock) +/-

TSH

Fungsi sensoris : dalam batas normal Fungsi luhur : afasia motorik 6.

Pemeriksaan neurologis dalam batas normal

TSH

Laboratorium: Darah rutin: Hb 12,3 g/dl, Ht 37 vol%, leukosit 7000/mm3, LED; 30 mm/jam, trombosit 270.000/mm3 Kimia klinik : Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl, BSN: 160 mg/dl, BSPP: 250 mg/dl Ureum: 40 mg/dl, creatinin: 1,1 mg/dl EKG: HR: 100 – 115 bpm ireguler, left axis deviation, LV strain

10

III. Analisis Masalah 1. Seorang laki laki, 62 tahun, dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan disebabkan kelemahan separuh tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba – tiba saat penderita sedang beristirahat. 1a. Bagaimana etiologi dari kelemahan separuh tubuh sebelah kanan? Kelemahan separuh badan disebabkan oleh kerusakan korteks motorik primer di salah satu sisi otak. Pada kasus ini terjadi pada hemisfer kiri. Kelemahan separuh badan (atau disebut juga stroke/ CVA) disebabkan infark yang akibat oklusi lokal aliran darah otak oleh aterotrombotik atau emboli. Ateroskerosis ini biasanya mengoklusi pembuluh besar, misalnya arteri karotis interna, arteri serebri media, dan arteri basilaris. Penyebab oklusi pembuluh darah adalah trombsosi suatu segmen arteri yang paling sering terjadi di dekat percabangan karotis atau di a. basilaris. Pada kasus ini sumbatan terjadi karena emboli, yang dapat berasal dari jantung (misalnya yang disebabkan oleh Fibrilasi atrial, dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik, atherosklerotik, hipertensi, kongenital maupun sifilis, infark miokard dengan trombus mural, endokarditis bakterial akut dan sub akut, penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural(stenosis mitral, miokarditis), komplikasi bedah jantung, katup jantung buatan, vegetasi trombotik endokardial non bakterial, prolaps katup mitral, emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont: patent foramen ovale), Myxoma) maupun yang bukan dari jantung (Atherosklerosis aorta dan a. carotis, dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler, trombus pada v. pulmonalis, lemak, tumor, udara, komplikasi bedah leher dan thoraks, trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac shunt). Oklusi emboli paling sering terjadi di cabang a.serebri media, a. serebri media adalah cabang terbesar dari a. carotis interna, yang berjalan ke lateral dalam sulcus lateralis. Cabang-cabang cortical menyuplai seluruh permukaan lateral hemisphere, kecuali daerah sempit yang disuplai oleh a.cerebri anterior, polus occipitalis dan permukaan inferolateral hemisphere yang disuplai oleh a. cerebri posterior. Dengan demikian, arteri ini menyuplai seluruh area motoris (gyrus precentralis). Cabang-cabang centralis masuk ke substansia perforata anterior dan menyuplai massa substansia grisea dalam hemispherium cerebri. Oklusi emboli yang terjadi di a. serebri media ini menyebabkan darah yang menuju ke gyrus precentralis mengalami kekurangan pasokan oksigen dan nutrien sehingga menyebabkan terjadinya infark, dan terjadinya kelemahan separuh badan. 11

Pada kasus ini, oklusi terjadi pada a.serebri media hemisfer kiri karena ibu ini mengalami kelemahan sebelah kanan. Korteks motorik di masing-masing belahan otak terutama mengontrol otot di bagian tubuh yang bersebrangan (kontralateral). Jaras-jaras saraf yang berasal dari korteks motorik hemisfer kanan menyebrang di medulla oblongata, sebelum turun menyusuri medula spinalis untuk berakhir di neuron motorik eferen yang memicu kontraksi otot rangka di sisi kanan tubuh. Karena itu kerusakan pada korteks motorik di sisi kiri akan menyebabkan paralisis sisi kanan tubuh.

1b. Bagaimana anatomi jaras sistem saraf motorik dan sensorik? Traktus Pyramidalis Serabut ini muncul sebagai sel pyramidal yang terletak di lapisan kelima cortex cerebri. Sekitar sepertiga serabut ini berasal dari korteks motorik primer (area 4), sepertiga dari korteks motorik sekunder (area 6), dan sepertiga dari lobus parietalis (area 3,1,2). Serabut-serabut descendens mengumpul di corona radiata, kemudian berjalan melalui crus posterius capsula interna. Yang terletak sangat dekat dengan genu, mengurus bagian cervical tubuh, sedangkan yang terletak terletak lebih ke posterior mengontrol ekstremitas inferior. Selanjutnya, tractus ini melanjutkan perjalanan melalui tiga perlima bagian medial basis pedunculi mesencephalon. Disini, serabut yang mengurus bagian cervical tubuh terletak di sebelah medial, sedangkan yang mengendalikan tungkai terletak di sebelah lateral. Saat memasuki pons, tractus terbagi menjadi banyak berkas oleh serabut pontocerebellaris transversal. Di dalam medulla oblongata, berkas membentuk kelompok di sepanjang tepi anterior dan membentuk benjolan yang disebut pyramid (sehingga, nama lainnya T. pyramidalis). Pada pertemuan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, hampir semua serabut menyilang garis tenga pada decussatio pyramidum dan masuk ke columna alba lateralis medulla spinalis untuk membentuk tractus corticospinalis lateralis. Sisa serabutnya tidak menyilang di decussatio pyramidum tetapi berjalan turun di dalam columna alba anterior medulla spinalis segmen cervical dan thoracicae atas. Tractus corticospinalis lateralis berjalan turun di sepanjang medulla spinalis, serabut berakhir di columna grisea anterior semua segmen medulla spinalis. Sebagian besar serabut tractus corticospinalis bersinaps dengan neuron internuncial, 12

kemudian bersinaps dengan neuron motorik alfa dan beberapa dengan neuron motorik gamma. Hanya serabut corticospinalis yang paling besar yang langsung bersinaps dengan neuron motorik. T. corticospinalis bukan merupakan satu-satunya jaras yang mengurus gerakan voluntar. Selain itu, tractus ini membentuk jaras yang meningkatkan kecepatan dan ketangkasan gerakan voluntary sehingga digunakan untuk melakukan gerakan cepat yang tangkas. Kebanyakan gerakan voluntary dasar yang sederhana dimediasi oleh tractus descendens lainnya. Cabang-cabang: 1. Cabang-cabang diberikan saat mulai berjalan turun dan kembali ke cortex serebri untuk menghambat aktivitas daerah-daerah korteks yang berdekatan 2. Cabang-cabang berjalan menuju nucleus caudatus dan nucleus lentiformis, nucleus ruber, nucleus olivarius, dan formation reticularis.

Perjalanan Serabut Sensorik dari Reseptor ke Kortex Jaras sensoris merupakan jaras ascending yang menghantarkan impuls dari reseptor menuju korteks serebri. Pada jalur ascenden terdapat 3 macam neuron. Neuron pertama yang badan selnya terdapat pada sistem saraf perifer. Akson dari neuron tersebut

13

nantinya akan masuk ke dalam sistem saraf pusat. Selanjutnya, neuron kedua yang badan selnya terletak di sistem saraf pusat seperti pada medula spinalis atau batang otak. Aksonnya akan menuju ke thalamus. Kemudian, neuron yang akan terprojeksi ke korteks serebri dengan badan sel di thalamus disebut neuron ketiga.

1c. Bagaimana mekanisme kelemahan separuh tubuh sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba dan sedang beristirahat? Kelemahan yang dirasakan oleh laki-laki tersebut pada kasus ini terjadi sebagai akibat dari penyumbatan atau kurangnya perfusi darah ke daerah arteri serebri anterior dan arteri serebri media yang merupakan hasil percabangan dari artericarotid interna sinistra yang memperdarahi lobus parietalis dari encephalon. Terdapat pusat motorik dan sensorik tubuh yaitu daerah gyrus precentralis dan gyrus postcentralis. Pada kasus ini kemungkinan terjadinya paralisis dan rasa baal karena iskemik pada daerah tersebut akibat dari kardioemboli. Keluhan tersebut hanya dirasakan pada bagian sebelah tubuh karena terdapat persilangan jaras persarafan dari otak ke ekstremitas dan batang tubuh pada decunssatio piramidium, dimana penyeberangan piramid dekusasi ini terbentuk dari traktus corticospinal yang melalui cerebrum ke medulla spinalis. Traktus corticospinalis mengontrol pergerakan volunter dari batang tubuh dan tungkai. Hanya bagian superior yang menyimpang dari medulla spinalis, 90% dari akson pada pyramid bagian kiri menyebrang ke bagian kanan, dan 90% dari akson pada bagian kanan juga menyebrang ke bagian kiri. Hal inilah yang menjelaskan mengapa setiap bagian dari otak mengontrol gerakan sadar dari sisi berlawanan dari tubuh.

1d. Apa faktor risiko pada kasus ini? Faktor resiko stroke dibagi menjadi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi.

14

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi : 

Usia



Jenis kelamin, lebih sering pada ♂



Ras & etnis (orang Amerika keturunan Afrika memiliki angka kejadian lebih tinggi daripada orang Kaukasia)



Riwayat menderita TIA (Transient Ischemic Attack) atau stroke. TIA (Transient Ischemic Attack) adalah disfungsi serebral yang sembuh total dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.



Riwayat stroke dalam keluarga

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi : 

Hipertensi



Diabetes mellitus



Dislipidemia



Merokok



Obesitas



Penyakit jantung ( fibrilasi atrium, CAD/Coronary Artery Disease)

1e. Jelaskan apa saja klasifikasi stroke! WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke non hemorragik maupun stroke hemorragik (pendarahan). 1. Pada stroke non hemorragik aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 15

  

Stroke Trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan. StrokeEmbolik : Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. HipoperfusionSistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagiantubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

2. Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemorragik ada 2 jenis, yaitu:  Hemorragik intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak  Hemorragik Sub araknoid : pendarahan yang terjadi pada ruang sub araknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak)

1f. Bagaimana penanganan awal pada kasus ini? Tujuan penatalaksanaan awal adalah untuk mengembalikan suplai oksigen ke otak (reperfusi) dan mencegah perluasan dari wilayah infark. Prinsip tata laksana awal: - Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk. Pastikan saluran napas tetap lancar.

- Breathing Biasanya timbul pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi. Beri O2 2 – 4 liter/menit bila pasien kesulitan bernapas atau tampak sesak.

- Circulation TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut. Pada pasien stroke non hemoragik, TD hanya perlu diturunkan bila sistolik > 220 mmHg, diastolik > 120 mmHg atau tekanan arteri rata – rata > 130 mmHg. Penurunan tekanan darah dapat dilakukan dengan memberikan ACE inhibitor, 16

Clonidin drip, Nicardipin drip, atau Diltiazem drip dimana penurunan dilakukan secara perlahan (tidak >25% dalam 2 – 6 jam) sampai 160/100. Posisi kepala hendaklah dinaikkan 30o.

- Infection Cegah infeksi atau atasi infeksi yang sedang terjadi.

- Nutrition Nutrisi diberikan sesuai kebutuhan penderita. Koreksi gula darah jika terjadi hiperglikemi (BSN > 200 mg%). Perlakuan awal di UGD untuk pasien curiga stroke: -

Infus NaCl 0,9%, atau RL Beri O2 EKG CT scan otak X-foto thorax Lab. Darah : rutin, trombosit, gula darah, ureum creatinin, elektrolit, faktor pembekuan

1g. Bagaimana vaskularisasi otak? Perdarahan Otak :  Arteri Otak Otak dipasok oleh dua a. carotis interna dan dua a. vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus willisi. -

A. Carotis Interna A. Carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial processus clinoideus anterior dengan menembus dura mater. Kemudian masuk ke cavum arachnoidea setelah menembus arachnoidea mater dan membalik ke daerah substansi perforata anterior otal. Pada ujung medial sulcus lateralis. Di sini arteri tersebut bercabang menjadi a. cerebri anterior dan media. 17

Cabang-cabang Serebral a. carotis interna :



A. ophthalmica dicabangkan sewaktu a. carotis interna keluar dari sinus cavernosus. Masuk ke orbita lewat canalis opticus, di bawah dan lateral terhadap n. opticus.



A. communicans posterior berjalan ke belakang dan bergabung dengan a. cerebri posterior.



A. choroidea, sebuah cabang kecil, yang berjalan ke belakang, memasuki cornu inferior ventriculus lateralis dan berakhir dalam plexus choroideus.



A. cerebri anterior berjalan ke depan dan medal dan masuk ke fissura longitudinalis cerebri. Arteri tersebut bergabung dengan pembuluh sejenis dari sisi sebelah melalui a. communicans anterior. Kemudian melengkung balik di atas corpus callosum dan cabang-cabang kortikal mendarahi seluruh

permukaan

medial

cortex

cerebri

sampai

ke

sulcus

parietooccipitalis. Arteri-arteri tersebut juga mendarahi sebagian korteks selebar 2,5 cm, pada permukaan lateral yang berdekatan. Jadi a. cerebri anterior mendarahi “daerah tungkai” dari gyrus precentralis. Sejumlah cabang sentral menembus substansi otak dan mendarahi massa substansia grisea bagian dalam hemispherium cerebri. 

A. cerebri media, cabang terbesar dari a. carotis interna, berjalan ke lateral dalam sulcus lateralis. Cabang-cabang kortikal memasok seluruh permukaan lateral hemisfer, kecuali daerah sempit yang dipasok a. cerbri anterior, polus occipitalis dan permukaan inferolateral hemisfer (dipasok a. cerebri posterior). Jadi arteri ini memasok seluruh korteks motorik kecuali “daerah tungkai”. Cabang-cabang sentral masuk ke substantia grisea di dalam hemispherium cerebri.

-

A. Vertebralis A.vertebralis, cabang dari bagian pertama a.subclavia, berjalan naik melalui foramen processus transversi C1-6. Masuk ke cranium melalui foramen magnum dan berjalan ke atas, ke depan dan ke medial pada medulla oblongata.

18

Sampai di tepi bawah pons arteri ini bergabung dnegan pembuluh pasangannya, membentuk a. basilaris. Cabang-cabang kranial a. vertebralis : 

Rami meningei



A.spinalis anterior dan posterior



A.inferior posterior cerebelli



Rami medullares

- Arteri Basilaris A.basilaris, dibentuk oleh penggabungan dua a. vertebralis, berjalan naik dalam alur pada permukaan anterior pons. Pada tepi atas pons, bercabang menjadi dua a.cerebri posterior. Cabang-cabang :



Cabang-cabang untuk pons, cerebellum dan telinga dalam



A.cerebri posterior A.cerebri posterior pada tiap sisi melengkung ke lateral dan belakang sekeliling otak tengah. Cabang kortikal mendarahi permukaan inferolateral lobus temporalis dan permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi, mendarahi korteks visual. Cabang-cabang sentral menembus substansi otak dan mendarahi (1) massa substantia grisea bagian dalam hemispherium cerebri dan (2) otak tengah. Circulus willisi terletak dalam fossa interpenducularis pada facies inferior cerebri. Ia dibentuk oleh anastomosis antara kedua a.carotis interna dan kedua a.vertebralis.

A.communicans anterior, cerebri anterior, carotis interna,

communicans posterior, cerebri posterior dan a.basilaris ikut membentuk circulus ini. Circulus willisi memungkinkan darah yang masuk melalui a. carotis interna atau a.vertebralis untuk disebarkan ke setiap bagian hemispherium cerebri. Cabang-cabang kortikal dan setral timbul dari circulus dan mendarahi substansia otak. Sirkulus willisi merupakan sirkulasi kolateral yang menjadi suatu jalan untuk menjamin ketersediaan kebutuhan otak akan vaskularisasi terutama saat 19

terjadinya iskemik cerebri atau pada gangguan-gangguan lain. Hal ini penting karena otak menerima 1/6 Cardiac Output dan 20% O2 dari seluruh tubuh.

Sirkulus willisi  Vena Otak Vena otak tidak memilik jaringan otot dalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak memiliki katup. Vena-vena ini keluar dari otak dna terletak dalam cavum arachnoidea. Kemudian menembus arachnoid mater dan lapis meningeal dura mater, mengalir ke dalam sinus venosus cranialis. Terdiri dari vena cerebri, cerebelli dan vena batang otak. V.magna cerebri dibentuk oleh bergabungnya kedua v.interna cerebri dan bermuara ke sinus rectus.

1. Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat tapi masih dapat memahami isi pikiran orang lain ang diungkapkan secara lisan, tulisan maupun isyarat. 2a. Bagaimana mekanisme dari sesak nafas?

20

Oklusi pada arteri di otak → ↓ perfusi oksigen dan nutrisi ke otak → aktivasi saraf simpatis → sesak nafas (↑ HR) 2b. Bagaimana mekanisme jantung berdebar? Jantung berdebar dapat terjadi akibat beberapa teori. Pertama pada penderita hipertensi seperti kasus ini akan terjadi hipertrofi ventrike kiri sebagai mekanisme kompensasi dari remodeling jantung. akibat terjadinya hipertrofi ini maka lama kelamaan darah akan banyak tertampung di atrium sehingga dapat terjadi fibrilasi atrium. Bila terjadi AF maka denyut jantung menjadi tidak teratur sehingga dirasakan sebagai jantung yang berdebar-debar. Selain itu kita ketahui bahwa pada pemeriksaan fisik, denyut jantung mengalami peningkatan, akibatnya penderita juga akan merasa jantung berdetak lebih cepat sehingga terasa sebagai jantung yang berdebar-debar.

2c. Bagian otak mana yang mengalami kerusakan pada kasus ini?  Tidak bisa mengungkapkan secara lisan tulisan isyarat, tapi mengerti pikiran orang yang diungkapkan dengan lisan tulisan isyarat Yang mengatur gerakan bicara adalah area Broca (44) diatas sulcus lateralis. Pada orang bertangan kanan, area broca hemisfer kiri bersifat dominan, begitu pula sebaliknya. Lebih dari separuh korteks motorik primer dikaitkan dengan pengendalian otot-otot tangan dan bicara. Area broca ini terletak pada gyrus frontalis inferior, Lesi yang merusak gyrus frontalis inferior menyebabkan hilangnya kemampuan berbicara yang disebut afasia ekspresif. Pasien mampu memikirkan kata-kata yang ingin diucapkannya, dapat menuliskannya, dan dapat mengerti saat mendengar kata-kata tersebut namun tidak bisa mengungkapkannya dengan berbicara. 

Pergerakan alat gerak

Area motoris terletak di gyrus precentralis, anterior terhadap sulcus centralis pada lobus frontal area 4. Lesi pada korteks motorik primer salah satu hemispherium menimbulkan paralisis ekstrimitas kontralateral, serta gerakan-gerakan tangkas dan terampil mengalami kerusakan yang lebih berat. Kerusakan area motorik primer (area 4) menimbulkan paralisis yang lebih parah daripada destruksi pada area motorik sekunder (area 6). Destruksi pada kedua area tersebut menyebabkan paralisis total sisi kontralateral. 21

Lesi yang hanya terdapat pada area motorik sekunder mrnimbulkan kesulitan melakukan gerakan-gerakan terampil dengan sedikit penurunan kekuatan.

3. Penderita menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi kontrol tidak teratur. Penyakt ini diderita untuk pertama kalinya. 3a. Apa hubungan darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi kontrol tidak teratur dengan kasus ini? Hipertensi kronis yang dialami pasien ini menyebabkan tahanan perifernya terus tinggi karena hipertensi tersebut tidak terkontrol (stabil). Tahanan perifer yang tinggi ini menyebabkan jantung harus memompa lebih kuat dan bekerja lebih keras untuk melawan tahanan tersebut. Hal ini juga diperparah dengan diabetes yang diderita pasien yang menyebabkan darah dalam kondisi hiperglikemia disertai hiperinsulinemia yang berarti menambah viskositas darah yang juga menambah tahanan perifer. Jantung bekerja lebih keras secara terus-menerus akhirnya akan menjadi hipertrofi ventrikel kiri dan mungkin diikuti dengan hipertrofi atrium kiri dan menyebabkan sumbu jantung bergeser ke arah kiri (kardiomegali). Akibat hipertrofi tersebut, fibrilasi cenderung terjadi karena terjadi perpanjangan jalur konduksi yang dilewati impuls. Atrial fibrilasi ini berperan dalam pembentukan trombus disertai juga pecahnya trombus menjadi embolus. Pembentukan trombus ini juga dipicu oleh hiperlipidemia yang dialami pasien diperparah dengan diabetes mellitus yang menyebabkan LDL bersifat lebih aterogenik. Thrombus terbentuk di jantung kemudian karena atrial fibrilasi thrombus tersebut pecah menjadi embolus terbawa aliran darah dan kemudian menyumbat pembuluh darah diotak sehingga menyebabkan lesi yang berefek pada kondisi bapak, yakni hemihipestesi dextra.

4. Pemeriksaan fisik : Status Generalikus : Sensorium : compos mentis, GCS : 15 Vital sign : TD: 170/100 mmHg, N: 100x/menit ireguler, RR: 20 x/menit, temp: 36,7oC, BB: 80 kg, TB: 165 cm

22

Kepala : kerutan dahi simetris, lagofthalmus : (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal, lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-) Thorax : cor : ictus cordis 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR: 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade II di areal katub mitral Pulmo : dalam batas normal Status neurologikus Fungsi motorik: Ext. Superior et inferior sinistra et dextra : gerakan kurang/cukup, kekeuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologismeningkat/normal, refleks patologis (Babinsky, Chaddock) +/Fungsi sensoris : dalam batas normal Fungsi luhur : afasia motorik Pemeriksaan neurologis dalam batas normal 4a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik? Status Generalikus: Pemeriksaan

Nilai Kasus

Normal

Interpretasi

Compos Mentis

Compos Mentis

Normal, sadar sepenuhnya

GCS 15

GCS 15

170/100 mmHg

120/80 mmHg

Hipertensi stage II

Nadi

100x/menit

60-100x/menit

Normal tinggi

Respiratory Rate

20x/menit

16-24x/menit

Normal

Ireguler

Reguler

Tidak Normal

36,7oC

36,5-37,2oC

Normal

Sensorium

Tekanan darah

Temperatur TB

165 cm

Obesitas

BB

80 kg

(BMI = 29,38)

Kepala Kerutan dahi simetris, Lagothalmus

-

-

Normal

23

Plica nasolabialis Sudut mulut

Kanan kiri

Plak aterosklerotik  trombus 

simetris

emboli  oklusi a. vertebralis 

Kanan

Kanan kiri

mengenai N. VII

tertinggal

simetris

Kanan datar

Plak aterosklerotik  trombus 

Lidah deviasi ke kanan

-

emboli  oklusi a. vertebralis  mengenai N. XII

Fasikulasi

-

-

Normal

Atrofi papil

-

-

Normal

Menandakan hipertrofi ventrikel

115 bpm

pada apeks jantung terletak sejajar garis tengah os. klavikula di intercostal V 60-100x/menit

ireguler

Reguler

Thorax Ictus Cordis 2 jari lateral LMC sinistra ICS V HR

Murmur Sistolik

kiri ke arah lateral

Bising akibat regurgitasi katup mitral, grade 2 menandakan bising yang lemah tapi mudah didengar, penjalaran terbatas.

Grade II area

Tidak ada

katup mitral

murmur

Pemeriksaan fisik

Nilai Kasus

Normal

Interpretasi

Fungsi Motorik

Kurang/cukup

5/5

Terjadi hemiparese/ kelemahan,

Status Neurologikus:

Gerakan Kekuatan

2/5

tenaga otot tidak mampu melawan gaya berat dan gravitasi pada ekstremitas dekstra 24

Tonus

Meningkat/normal

Normal/normal

Peningkatan tonus sebelah kanan Hipertonia atau spastisitas pada ekstremitias dekstra karena terjadi kerusakan UMN (Upper Motor Neuron)

Clonus

-/-

Reflek fisiologis

Meningkat/normal

normal/normal

Peningkatan reflek fisilogi sebelah kanan

Refleks patologis

+/-

-/-

Ibu jari hiperekstensi, jarilain

(babinski dan chadoks Fungsi sensoris

melebar Dalam batas

Normal

normal

Pem. Neurologis lain

Normal

Normal

Normal

4b. Bagaimana mekanisme abrnormal dari pemeriksaan fisik? Hipertropi ventrikel kiri (LV strain, left axis deviation, letak ictus cordis abnormal) → regurgitasi katup mitral (murmur sistolik grade 2) → darah kembali masuk ke atrium kiri → hipertrofi atrium kiri → atrial fibrillation → HR ≠ PR. 4c. Bagaimana cara pemeriksaan refleks babinsky dan chaddock? 1. Babinski - Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan. - Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya. - Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya. 25

2. Chaddock - Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan. - Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya. - Lakukan Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral dari maleolus lateralis dari posterior ke Anterior. Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya.

5. Laboratorium: Darah rutin: Hb 12,3 g/dl, Ht 37 vol%, leukosit 7000/mm3, LED; 30 mm/jam, trombosit 270.000/mm3 Kimia klinik : Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl, BSN: 160 mg/dl, BSPP: 250 mg/dl Ureum: 40 mg/dl, creatinin: 1,1 mg/dl 5a. Bagaimana interpretasi dari pemerisaan lab? Pemeriksaan

Hasil pemeriksaa

Nilai normal

interpretasi

Hb

12,3%

P:12-15%

anemia

Ht

33 vol%

40-50 vol%

anemia

Leukosit

7000/mm³

5000-10.000/mm³

normal

LED

30 mm/jam

110 mmHg. Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips. d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi. e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas. f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan. g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi : 1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli 2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis 3) Stroke dalam evolusi 4) Diseksi arteri 5) Trombosis sinus dura Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau 33

trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun. Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika :27 1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.28 2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.28 3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.

11. Bagaiamana komplikasi pada kasus ini? Komplikasi akut bisa berupa gangguan neurologis atau nonneurologis. Gangguan neurologis misalnya edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak, kejang, dan transformasi hemoragik. Gangguan nonneurologis, misalnya adalah infeksi (contoh: pneumonia), gangguan jantung, gangguan keseimbangan elektrolit, edema paru, hiperglikemia reaktif.

12. Bagaimana prognosis pada kasus ini? Berdasarkan data WHO, sekitar sepertiga dari pasien stroke akan selamat tanpa cacat, sepertiga akan mengalami kecacatan, sedangkan sisanya akan meninggal pada serangan stroke yang pertama. 75% pasien yang selamat pada serangan pertama dapat bertahan hidup (survive) dalam 1 tahun pasca serangan, sedangkan sekitar 50% dapat bertahan sampai lebih dari 5 tahun.

34

Biasanya pasien yang pernah mengalami serangan stroke beresiko untuk mengalami serangan stroke lagi, yaitu sekitar 5% dalam tahun pertama dan 30% dalam 5 tahun pasca stroke pertama. Prognosis untuk pasien dengan TIA lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke iskemik. Prognosis dapat ditingkatkan dengan menghilangkan atau meminimalisir risk faktor yang dapat dimodifikasi.

13. Apa KDU pada kasus ini? 3B mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, merujuk ke rumah sakit yang relevan (kasus gawat darurat).

35

IV. Learning Issues 4.1 Stroke (CVD Non-Hemorragic) A. Definisi Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.9 Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.10 Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.11 B. Etiologi Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tandatanda disertai nyeri kepala berdenyut.12 C. Klasifikasi Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat di bagi dalam : 1. Stroke non hemoragik yang mencakup :

36

a.

TIA (Transient Ischemic Attack)

b. Stroke in-evolution c. Stroke trombotik d. Stroke embolik e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor, abses, granuloma. 2. Berdasarkan subtipe penyebab : a.

Stroke lakuna

b. Stroke trombotik pembuluh besar c.

Stroke embolik

d. Stroke kriptogenik D. Faktor risiko Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.15,16 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :15,16 1. Usia Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun. 2. Jenis kelamin Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka 37

kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.

3. Heriditer Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%. 4. Rasa atau etnik Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta). Faktor risiko yang dapat dimodifikasi : 1. Riwayat stroke Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.16 2. Hipertensi Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak. 38

3. Penyakit jantung Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak. 4. (DM) Diabetes melitus Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus. 5. TIA Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama. 6. Hiperkolesterol Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner.

39

7. Obesitas Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 2529,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.

8. Merokok Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali. E. Patofisiologi Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi. Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai

40

ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa : 1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan thrombosis. 2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah. 3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium. Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena. F. Gejala klinis Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow yaitu : Tabel 2.1. Skala koma Glasgow. Buka mata (E) 1.

Tidak ada respons

Respon motorik (M)

Respon verbal (V)

1.

Tidak ada gerakan

1. Tidak ada suara

2. Respons dengan 2.

Ekstensi abnormal

2. Mengerang

rangsangan nyeri

3. Buka mata dengan

4. Fleksi abnormal 3.

Bicara kacau

5. Menghindari nyeri4.

Disorientasi tempat dan waktu

6. Melokalisir nyeri 5.

Orientasi baik dan sesuai

perintah

5. Buka mata spontan

7. Mengikuti perintah

41

Penilaian skor skala koma Glasgow : a. Koma (GCS = 3-8) b. Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14) c. Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15) Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom serebelar) : 1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri 2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang arahnya berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan menghentikan gerakan. 3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan 4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga bergoyang-goyang. Tabel 2.2. Gangguan nervus kranial.25

Nervus kranial

Fungsi

Penemuan klinis dengan lesi

I: Olfaktorius

Penciuman

Anosmia (hilangnya daya penghidu)

II: Optikus

Penglihatan

Amaurosis

III: Okulomotorius

Gerak mata; kontriksi pupil; akomodasi

Diplopia (penglihatan kembar), ptosis; midriasis; hilangnya akomodasi

IV: Troklearis

Gerak mata

Diplopia

V: Trigeminus

Sensasi umum wajah, kulit kepala, dan gigi; gerak mengunyah

”mati rasa” pada wajah; kelemahan otot rahang

VI: Abdusen

Gerak mata

Diplopia

VII: Fasialis

Pengecapan; sensasi umum pada platum dan telinga luar;

Hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga

42

sekresi kelenjar lakrimalis, submandibula dan sublingual; ekspresi wajah

anterior lidah; mulut kering; hilangnya lakrimasi; paralisis otot wajah

VIII: Vestibulokoklearis

Pendengaran; keseimbangan

Tuli; tinitus(berdenging terus menerus); vertigo; nitagmus

IX: Glosofaringeus

Pengecapan; sensasi umum pada faring dan telinga; mengangkat palatum; sekresi kelenjar parotis

Hilangnya daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah; anestesi pada farings; mulut kering sebagian

X: Vagus

Pengecapan; sensasi umum pada farings, laring dan telinga; menelan; fonasi; parasimpatis untuk jantung dan visera abdomen

Disfagia (gangguan menelan) suara parau; paralisis palatum

XI: Asesorius Spinal

Fonasi; gerakan kepala; leher dan bahu

Suara parau; kelemahan otot kepala, leher dan bahu

XII: Hipoglosus

Gerak lidah

Kelemahan dan pelayuan lidah

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan. G. Pemeriksaan fisik Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami, pemeriksaan neurologik terdiri dari penilaian hal-hal berikut ini : 1. Status mental a. Tingkat kesadaran b. Bicara c. Orientasi d. Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhir e. Pertimbangan f. Abstraksi g. Kosakata h. Respons emosional i. Daya ingat 43

j. Berhitung k. Pengenalan benda l. Praksis (integrasi aktivitas motorik). 2. Nervus kranial a. Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang hidung kemudian di suruh membedakan bau. b. Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan pemeriksaan oftalmoskopi. c. Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan akomodasi. d. Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas, bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal. e. Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan cabang motorik pada pipi. f. Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke samping kiri dan kanan. g. Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah. h. Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran, keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh. i. Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian. j. Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan. k. Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan yang di berikan si pemeriksa. l. Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi. 3. Fungsi motorik a. Masa otot bisa dengan inspeksi. b. Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan tahanan, bandingkan dengan sisi yang lain. Sekala yang lazim digunakan yaitu 0: tidak ada kontraksi, 1: hanya ada sedikit kontraksi, 2: gerakan yang dibatasi oleh gravitasi, 3: gerakan melawan

44

gravitasi, 4: gerakan melawan gravitasi dengan sedikit tahanan, 5: gerakan melawan gravitasi dengan tahanan penuh (normal). c. Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu bandingkan dengan sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi peningkatan tonus tetapi sebaliknya lesi pada neuron motorik bawah menyebabkan penurunan tonus otot. 4. Reflek Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo profunda, dan reflek superfisial. Reflek renggang diantaranya yaitu reflek biseps, brakioradialis, triseps, patela dan achiles bisa dinilai berdasarkan sekala 0-4+ yaitu 0: tak ada respon, 1+: berkurang, 2+: normal, 3+: meningkat, 4+: hiperaktif. Jika reflek hiperaktif merupakan ciri penyakit traktus ekstrapiramidalis, kelainan elektrolit, hipertiroidisme dan kelainan metabolik, sedangkan jika reflek berkurangnya reflek merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan miopati. Reflek superfisial yang abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock, reflek openheim. Reflek babinski untuk menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai sacrum dua, dengan menggores bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit ke arah pangkal jari-jari kaki melengkung ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi ibu jari kakai dengan penyebaran jarijari lainya. Reflek chaddock akan terjadi dorsofleksi ketika sisi lateral kaki di gores. Reflek openheim dengan penekanan tulang kering yang akan menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki. 5. Fungsi sensorik a. Sentuhan ringan b. Sensasi nyeri c. Sensasi getar d. Propriosepsis (sensasi posisi) e. Lokalisasi taktil. 6. Fungsi serebelar a. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan melewati sasaran secara terus menerus dan kadang di sertai tremor. b. Tes tumit ke lutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas bawah menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai dari lutut, dalam keadaan penyakit serebelum tumitnya bergoyang-goyang dari sisi ke sisi. c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat. d. Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa, dengan kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan tes ini positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya untuk keseimbangan. 45

e. Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson cenderung berjalan dengan langkah pendek, diseret, kepala membungkuk dengan punggung membungkuk dan tergesa-gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan langkah kaki berdasar lebar, kedua kakinya sangat jauh terpisah ketika berjalan. Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar yang khas. Ataksia sensoris yaitu berjalan dengan langkah-langkah yang tinggi. H. Pemeriksaan laboratorium dan teknik pencitraan Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia : 1. Gula darah Tabel 2.3. Kadar glukosa darah.9 Kriteria diagnostik DM Bukan DM (mg/dl)

Belum pasti DM (mg/dl)

DM (mg/dl)

Plasma Vena

200

Darah kapiler

200

Plasma vena

126

Darah

110

Kadar glukosa darah sewaktu

Kadar glukosa darah puasa

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30% dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke. 2. Profil lipid Kolesterol Total Optimal Diinginkan

(mg/dl) < 200 200 –239

46

Tinggi

≥240

LDL Optimal

< 100

Mendekati optimal

100 –129

Diinginkan

130 –159

Tinggi

160 –189

Sangat tinggi

≥190

HDL Rendah

< 40

Tinggi

≥ 60

Trigliserida Optimal

< 150

Diinginkan

150 –199

Tinggi

200 –449

Sangat tinggi

≥500

LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko aterosklerosis , HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada dan memindahkannya ke hati

untuk diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke. Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan diantaranya yaitu : 1. CT scan Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik. 2. MRI (magnetic resonance imaging) Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan. 3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography) Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak. 4. Angiografi otak 47

Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluhpembuluh darah di leher dan kepala. I.

Penatalaksanaan Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. 1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset 120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg. 3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg. Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips. d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi. e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas. f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan. g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi : 1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli 2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis 3) Stroke dalam evolusi 4) Diseksi arteri 5) Trombosis sinus dura Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun. Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit 49

serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika : 1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin. 2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel. 3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase. Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan 60% berobat jalan, 23,8% meninggal dan sisanya pulang atas permintaan sendiri. J. Komplikasi Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi tersebut yaitu : 1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai hasil kultur. 2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke. 3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan harus di hindari. 4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset srtoke : a. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena b. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam c. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat 50

d. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravena e. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena f. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena g. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena h. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena 5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam 6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan tendo achiles di lakukan splin tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi. 7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di lakukan neurorestorasi dini. 8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari. 9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar. K. Pencegahan Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur. Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak. L. Prognosis Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% 51

penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan. 4.2 Anatomi dan Vaskularisasi Otak Anatomi : Otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam cavum cranii, dilanjutkan sebagai medulla spinalis setelah melalui foramen magnum. Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua hemisperium cerebri yang dihubungkan oleh massa substantia alba yang disebut corpus callosum. Setiap hemisphere terbentang dari os frontale sampai os occipitale, di atas fossa cranii anterior, media, dan posterior, di atas tentorium cerebelli. Lapisan permukaan hemispherium cerebri disebut cortex dan disusun oleh substantia grisea. Cortex cerebri berlipat-lipat, disebut gyri, yang dipisahkan oleh fissura atau sulci. Sejumlah sulci yang besar membagi permukaan setiap hemisphere dengan lobus-lobus. Lobus-lobus diberi nama sesuai dengan tulang tengkorak yang ada diatasnya :

-

Lobus frontalis, terletak di depan sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis

-

Lobus parietalis, terletak di belakang sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis

-

Lobus occipitalis, terletak di bawah sulcus parieto-occipitalis

-

Lobus temporalis, terletak di bawah sulcus lateralis.

Lobus Parietalis Terdiri dari beberapa area :

-

Area somatosensorik primer (Korteks sensorik somatik primer S1) menempati gyrus postcentralis (terletak tepat posterior terhadap sulcus centralis) di permukaan lateral hemispherium dan permukaan medial bagian posterior lobulus paracentralis (area Brodmann 3,1, dan 2). Area somatosensorik primer cortex cerebri menerima serabut-serabut proyeksi dari nucleus ventralis posterolateral thalami dan nucleus ventralis posteromedial thalami. Setengah bagian tubuh kontralateral dipresentasikan terbalik. Daerah faring, lidah, dan rahang dipresentasikan di bagian paling inferior gyrus postcentralis; daerah ini diikuti oleh wajah, jari-jari tangan, tangan, lengan, badan, dan paha. Area tungkai dan kaki terdapat pada permukaan medial

52

hemisphere di bagian posterior lobulus paracentralis, begitu juga dengan daerah anal dan genital.

-

Walaupun sebagian besar sensasi mencapai korteks dari sisi tubuh yang berlawanan, beberapa sensasi dari daerah mulut berjalan ke sisi ipsilateral, dan sensasi yang berasal dari faring, laring, dan perineum berjalan ke kedua sisi. Area somatosensorik sekunder (korteks sensorik somatik sekunder, S2) terletak di bibir atas crus posterius fissura lateralis. Area somatosensorik sekunder jauh lebih kecil dan kurang penting daripada area sensorik primer. Daerah wajah terletak paling anterior, sedangkan daerah tungkai paling posterior. Tubuh dipresentasikan secara bilateral pada sisi kontralateral yang dominan. Diketahui bahwa neuron-neuron terutama bereaksi terhadap stimulus kulit sementara, seperti gosokan sikat atau ketukan pada kulit. Area somatosensorik asosiasi menempati lobulus parietalis superior yang membentang hingga permukaan medial hemispherium cerebri (area Brodmann 5 dan 7). Fungsi utamanya diduga adalah menerima dan mengintegrasikan berbagai modalitas sensorik. Misalnya, seseorang mampu mengenali sebuah objek yang diletakkan ditangannya tanpa melihat. Dengan kata lain, area ini tidak hanya menerima informasi mengenai ukuran dan bentuk objek, tetapi juga menghubungkannya dengan pengalaman sensorik sebelumnya sehingga informasi dapat diinterpretasikan dan dikenali.

Fisiologi : 1. Kolumna Dorsalis Lemniskus Medialis (Jaras Sensorik)

53

2. Traktus Kortikospinal (Jaras Motorik)

Walaupun setiap jaras berakhir pada nukleus-nukleus yang berbeda, namun rangsangan dari nukleus-nukleus tersebut seluruhnya disampaikan ke gyrus postcentralis (jaras sensori) dan gyrus precentral (jaras motorik), kerusakan pada gyrus-gyrus ini dapat menyebabkan kelumpuhan total fungsi sensorik dan motorik seseorang.

54

Gambar homunculus diatas (pada precentral dan postcentral gyrus) menunjukan fungsi tiap-tiap area yang berbeda, hal ini dapat dijadikan petunjuk seberapa besar nekrosis yang terjadi pada lobus-lobus ini. Pengaliran darah ke-otak dilakukan oleh 2 pembuluh arteri utama yaitu sepasang arteri carotis interna yang mengalir sekitar 70% dari keseluruhan jumlah darah otak dan sepasang arteri vertebralis yang memberikan 30% sisanya. Arterio karotis bercabang menjadi arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media yang memperdarahi daerah depan hemisfer cerebri, pada bagian belakang otak dan dibagian otak dibalik lobus temporalis. Kedua bagian otak terakhir ini memperoleh darah dari arteri cerebri posterior yang berasal dari arteri vertebralis (chusid, 1993) Peredaran darah otak dipengaruhi oleh beberapa faktor :

-

-

Tekanan darah dikepala (perebedaan antara tekanan arteriol dan venosa pada daerah setinggi otak), tekanan darah arteri yang penting dan menentukan rata-rata 70 mmHg, dan dibawah tekanan ini terjadi pengurangan sirkulasi darah yang serius. Resistensi cerebrovaskuler : Resistensi aliran darah arteri melewati otak dipengaruhi oleh : 

Tekanan liquor cerebrospinalis intracranial, peningkatan resistensi terhadap aliran darah terjadi sejajar dengan meningginya tekanan liquor cerebrospinalis, pada tekanan diatas 500 mm air, terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan sampai berat.



Viskositas darah : sirkulasi dapat menurun lebih dari 50% pada policythemia, suatu peningkatan yang nyata didalam sirkulasi darah otak dapat terjadi pada anemia berat.



Keadaan pembuluh darah cerebral, terutama arteriole : pada keadaan patologis, blok ganglion stelata dapat mengalami kegagalan untuk mempengaruhi aliran darah ke otak. 55

V.

Kerangka Konsep Diabetes Mellitus

Hipertensi

Penebalan dan pengerasan LV

Resistensi Insulin

Kontaraksi LV meningkat

Hiperglikemia (kronis)

Lipogenesis

Terjadinya stress oxidative (glucotoxicity)

Dislipidemia

Vasokontriks i

DAG

Hipertrofi LV

LV deviation

Regurgitasi Mitral

Murmur Sistolik

Vol. darah Aktivitas PKC

SV

Aktivasi RAA LDL teroksidasi

Gangguan pool NADPH

CO

LA Dispnea Hipertrofi LA HR

Produksi NO

Atrial Fibrilasi

Pulsus defisit Mengganggu Tek. Intravaskular Disfungsi endotel Gangguan area broca

Afasi a

Oklusi di arteri yang memperdarahi tempoparietal kiri Iskemik serebri lobus parietal kiri

Gangguan pada gyrus presentralis

Capsula interna

Pembentukan thrombus di Pembuluh darah

Atrial flow velocities Stasis atrium

Blood clot

Pars basilaris Kardioemboli ke otak

Crus serebri

Pyramid decussatio

Traktus kortikospinali s lateralis

Kelemahan bag. Kanan badan 56

BAB III PENUTUP I.

Kesimpulan Seorang laki-laki 62 tahun mengalami hemipharese dextra karena stroke kardioemboli pada area broca dengan pharese N. VII dan N. XII.

57

Daftar Pustaka

58

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF