Laporan Tinea Kapitis

May 19, 2019 | Author: Arya Kusuma | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

fdgbdsg dshvdsfgsfd dsgvsgs avvsdfgv s svgsz sd fszcfSD df...

Description

REFERAT BLOK TROPICAL MEDICINE PENANGANAN TINEA KAPITIS

Pembimbing : dr. Wahyu Siswandari, Sp.PK  Oleh : Kelompok II Rizki Aprillia

K1A005069

Dedi Pujo

K1A005070

Dimas Triaryo

K1A005030

Radityo Arif

K1A005036

Yudgest Beno

K1A005037

Listya Tanjung

K1A005062

Kristiana H

K1A005063

Yenisa Rahma

K1A005041

Prinsa Raudha

K1A005014

Khrisnanto N

K1A005015

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2008

PENANGANAN TINEA KAPITIS

A.

PENDAHULUAN

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita yaitu Microsporum dan Trichophyton. Jenis jamur yang dapat menyebabkan terjadinya tinea kapitis antara lain : T. verrucosum, T. mentagrophytes var. equinum, M. Nanum, M. Distortum,  M. audouinii, M. ferrugineum, T. schoenleinii, T. Rubrum, T. Megninii, T.  soudanense, T. Yaoundei. 1 Di New Zealand  M. canis adalah penyebab tersering tinea kapitis. Hal ini disebabkan karena adanya kontak dengan anak kucing, namun jarang pada kucing atau anjing dewasa. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa tinea kapitis banyak terjadi pada anak menjelang remaja. Persentasenya lebih dari 92,5 % menyerang anak-anak berusia kurang dari 10 tahun. Tinea kapitis tersebar luas di daerah perkotaan, khususnya pada anak-anak  afro-Caribbean di Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di Asia Tenggara dilaporkan jumlahnya menurun drastis dari 14 % menjadi 1,2 % dalam 50 tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena higiene dan sanitasi yang semakin baik.

2

Tinea kapitis banyak terjadi pada anak-anak dibanding orang dewasa.1 Biasanya terjadi pada anak usia dibawah 10 tahun yaitu sekitar 37 tahun. Insidensi tinea kapitis kemungkinan besar dipengaruhi oleh jenis kelamin, tergantung jenis organisme penyebabnya. Misalnya pada  M. audouinii yang banyak menginfeksi remaja laki-laki lima kali lebih besar  daripada remaja perempuan. M. canis lebih banyak menginfeksi anak laki-

laki dibanding anak perempuan. Namun Trichophyton memiliki proporsi yang sama untuk menginfeksi remaja laki-laki dan perempuan, dan  proporsi jauh lebih besar pada wanita dewasa.2

B.

PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI Patogenesis

Tinea kapitis merupakan salah satu jenis penyakit infeksi kulit akibat jamur yang sifatnya superfisilais.3 Tinea kapitis sendiri disebabkan oleh spesies dermatofita terutama oleh oleh Trichophyton tonsurans atau  Microsporum canis yang umumnya terjadi pada anak-anak menjelang  pubertas.4 Dermatofita sendiri merupakan golongan jamur yang dapat mencerna keratin kulit karena mempunyai daya tarik terhadap keratin (keratinofilik) sehingga dapat menyerang kulit dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis.5 Cara penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung dengan jamur, benda-benda yang sudah terkontaminasi, ataupun kontak langsung dengan penderita. 3 Pada umumnya T. tonsurans  biasanya ditularkan melalui kontak langsung dari anak ke anak, sedangkan  M.canis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing ke anak-anak. Infeksi oleh dermatofita dapat menyebabkan berbagai jenis kelainan kulit yang mana hal ini tergantung oleh beberapa faktor antara lain: 1. Faktor virulensi dari dermatofita tersebut yang tergantung pada afinitas  jamur (antrofilik, zoofilik, dan geofilik). Jamur antrofilik umumnya menyerang pada manusia kerena manusia merupakan hospes tetapnya. Jamur zoofilik umumnya menyerang pada hewan, sedangkan geofilik 

 biasanya menyerang pada manusia yang bersifat akut dan mudah sembuh. 2. Faktor trauma yakni ada tidaknya lesi pada kulit kepala. Kulit yang utuh / tanpa lesi umum lebih susah terserang oleh jamur. 3. Faktor suhu dan kelembaban. Kulit kepala yang cenderung lembab  biasanya mudah terserang jamur. 4. Higienitas individu 5. Faktor usia dimana tinea kapitis ini lebih sering menyerang pada anakanak sampai usia prapubertas.5 Patofisiologi

Dari inokulasi didapatkan hifa jamur berbentuk sentrifugal di stratum korneum dan tumbuh mengikuti dinding keratin folikel rambut. Zona yang terlibat terlibat meluas hingga ke atas mengikuti arah pertumbuhan rambut dan dapat diamati di atas permukaan kulit kepala pada hari ke 12-14. Rambut yang terinfeksi menjadi rapuh dan pada minggu ke-3 menjadi mudah patah. Jika infeksi berlangsung terus menerus kira-kira 8 hingga 10 minggu maka akan menyebar ke bagian stratum korneum rambut lainnya dimana diameter area yang terinfeksi mencapai 3,5 hingga 7 cm. 2

C.

GAMBARAN KLINIK  

Gambaran klinik tinea kapitis dapat berupa : 1. Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang umumnya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak–anak. Penyakit dimulai dengan papul merah kecil di sekitar rambut, kemudian papul ini

melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Gejalanya adalah rasa gatal, warna rambut menjadi abu–abu dan tidak   berkilat lagi, rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut tanpa rasa nyeri. Bila semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, maka dapat terbentuk alopesia lokal. Hal ini terlihat sebagai  grey patch. Grey patch yang dilihat di dalam klinik tidak  menunjukkan batas–batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood dapat terlihat fluoresensi hijau kekuning–kuningan. Pada kasus–kasus tanpa keluhan, pemeriksaan dengan lampu Wood ini  banyak membantu diagnosis. Tinea kapitis yang disebabkan oleh  M. audouini biasanya disertai tanda peradangan ringan, dan kadang-kadang terbentuk kerion. 2. Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa  pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat di sekitarnya. Bila penyebabnya  M. canis dan  M. gypseum  pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, dan agak kurang bila  penyebabnya T. tonsurans, serta sedikit sekali bila penyebabnya adalah T. violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang–kadang dapat terbentuk.

3.  Black dot ringworm terutama disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus  Microsporum. Rambut yang terkena

infeksi patah tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas yaitu black dot . Ujung rambut yang  patah, jika tumbuh kadang–kadang masuk ke bawah permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapat bahan biakan  jamur. Tinea kapitis juga akan menunjukkan reaksi peradangan yang lebih  berat, bila disebabkan oleh T. mentagrophytes dan T. verrucosum, yang keduanya bersifat zoofilik. T. rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis. Walaupun demikian bentuk klinis granuloma, kerion, alopesia, dan black dot yang disebabkan T. rubrum pernah ditulis.

Ga mbar 1. Tinea kapitis

1, 6

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan labotatorium untuk mendiagnosis tinea kapitis adalah dengan  pemeriksaan dengan lampu wood  dan pemeriksaan mikroskopis rambut langsung dengan KOH. 11,12 Untuk mendapat hasil pemeriksaan yang baik  maka dapat di lakukan langkah-langkah dibawah ini ;

13

 Pengambilan specimem

Daerah yang terinfeksi di kerok mengunakan skalpel tumpul sampai pada daerah rambut yang terinfeksi, akar rambut yang patah dan kulit kepala yang terinfeksi. Hal ini perlu dilakukan dengan hati-hati karena rambut yang normal dapat terambil sehingga dapat mengaburkan hasil pemeriksaan. Hasil kerokan di pindahkan dengan cepat pada kertas cukur, tapi kertas lain dapat digunakan. Lebih memudahkan bila menggunakan kertas yang berwarna putih dibandingkan dengan kertas yang berwarna hitam. Alternatif lain daerah tersebut dapat disikat dengan menggunakan sikat sebanyak 10 kali menggunakan sikat plastik yang steril selanjutnya sikat tersebut dimasuk kedalam kotak steril dan dibawah ke laboratorium untuk di kultur. 13

 Pemeriksaan microskop dan Kultur 

Pemerikssan mikroskop dapat mempercepat diognosis namun tidak  selamanya hasilnya positif, patahan rambut yang rontok beserta akarnya dan kerokan kulit kepala dimasukkan ke dalam larutan  potasium hidrosxida 10-30% dan di lihat dibawah cahaya mikroskop hasil positif  apabila pada specimen tersebut terlihat hifa atau spora. Spesimen yang diambil menggunakan sikat steril tidak dapat dilihat dibawah mikroskop akan tetapi di kultur pada medium agar misalnya  saboraund  kultur   bertujuan untuk melihat jenis organisme yang berpengaruh dalam  penentuan terapi. Kultur lebih sensitif dibanding dengan pemeriksaan

mikroskop, hasilnya bisa positif meskipun hasil pemeriksaan mikroskop negatif akan tetapi hasil kultur baru dapat dilihat setelah empat minggu. 13

 Pemeriksaan Lampu Wood 

Biasanya digunakan untuk infeksi ectothrix misalnya yang disebabkan

oleh  M.canis,

M.rivaliery

dan

 M.audouinii,

yang

menyebabkan rambut terlihat berwarna hijau terang dibawah lampu wood.  Namun untuk infeksi endothrix biasanya hasilnya negatif di bawah lampu wood, hal ini disebabkan keterbatasan pemantauan dan skrining dari jenis infeksi tersebut.

13

Apabila terinfeksi T.schoenleinii menunjukkan warna

hijau muda atau biru keputihanan. Sedangkan yang terinfeksi

T.

verrucosum menunjukkan hasil negatif pada manusia tapi pada rambut sapi menunjukkan warna hijau. 14

 Pemeriksaan Histologi 

Pemeriksaan ini menggunakan cara biopsi kulit pada rambut yang terinfeksi menggunakan bahan histokimia untuk memudahkan identifikasi  jamur penyebab. Adapun gambaran histologisnya adalah tanda-tanda inflamasi dan destruksi folikel. Folikulitis supuratif juga bisa terlihat pada  bentuk yang lebih sedang tampak hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis, vasodilatasi dan infiltrasi perifaskuler yang terinflamasi. Hifa jamur dapat terlihat menggunakan hematoxilin dan eosin Untuk melihat elemen jamur  lainnya menggunakan periodic acid –Schifft.14

 Diagnosis Banding  15,16 

1. Alopecia areata : Daerah terkena licin, bebas dari rambut dan apabila ada rambut yang tumbut didaerah tersebut tidak melebihi dari  permukaan kulit kepala. Terdapat batas yang tegas dimana rambut hanya tumbuh disekitar daerah tersebut, sehingga membantu dalam mendiagnosa  Alopecia areata. Apabila di temukan jamur maka diagnosa dialihkan pada Tinea Kapitis. 2. Dermatitis seboroik : Lesi lebih difus dan kulit kepala tampak kotor, rambut gugur yang difus dan hasil pemeriksaan mikroskop yang negatif menujang diagnosis banding. 3. Impetigo dan karbunkel : Apabila terdapat pada kulit kepala dapat menyerupai kerion. Tanda inflamasi pada lesinya lebih jelas. Bentuknya lebih pendek rambut tidak gugur. Dermatofit dapat terlihat  pada pemeriksaan mikroskopis 4. Discoid Lupus erythematosus : Keadaan ini lebih kronik disertai sikatriks alopesia , kulit kepala tampak berlapis dan dapat mengenai daerah yang lain misalnya wajah. Pada pemeriksaan mikroskop tidak  ditemukan jamur  5. Lichen planus : Topus datar, papul mengkilat terlihat pada lesi yang diakhiri dengan sikatriks alopesia, ekstremitas dan rongga mulut merupakan lesi khas dari lichenplanus.

D.

TERAPI

Pada dasarnya penatalakasanaan tinea kapitis bisa dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Penyuluhan kepada masyarakat berkaitan dengan pengetahuan tentang tinea kapitis sebenarnya merupakan langkah awal dalam mengurangi  jumlah insidensi penyakit ini. Pengetahuan-pengetahuan yang diberikan  bisa menyangkut tentang definisi, epidemiologi, penyebab, faktor-faktor  yang mempengaruhi, gejala singkat penyakit, penatalaksanaan dan  prognosis dari penyakit tersebut. Hal-hal diatas merupakan langkah awal dalam menanggulangi penyakit tersebut. Disamping upaya promotif, upaya preventif juga harus dilakukan. Faktor kebersihan yang buruk, kontak langsung dengan binatang  peliharaan seperti anjing atau kucing, lingkungan kotor dan panas, serta udara yang lembab juga berperan dalam penularan penyakit ini. 7 Untuk itu  pencegahan akan faktor-faktor yang berperan dalam penularan penyakit tersebut sangat penting dilakukan, untuk meminimalisir dan mengurangi  penularan penyakit tersebut. Untuk upaya pengobatan (kuratif) tinea kapitis sebenarnya menitikberatkan pada pengobatan mycological dengan meminimalisir efek  samping dan penyebaran sistemik penyakit.8 Pengobatan tinea kapitis adalah dengan pemberian antifungi oral sebagai pengobatan utama dan  pemberian

pengobatan

topikal

sebagai

pengobatan

kedua.

Untuk 

 pengobatan oral, sering dipakai obat antifungi oral, griseofulvin. Griseofulvin merupakan pilihan utama ( first line) pengobatan penyakit ini.

Griseofulvin merupakan obat  fungistatic yang menghambat sintesis asam nukleat, metafase sel, pembentukan sintesis dinding sel jamur dan juga merupakan anti inflamasi.9 Dosis pemberian obat untuk anak-anak adalah 10 mg/kg/hari dan dapat ditingkatkan sampai 25 mg/kg/hari. 8 Pemberian obat antifungi oral dengan dosis tinggi atau jangka panjang tidak  dianjurkan, karena akan memberikan efek resisten fungi terhadap obat tersebut. Sebelumnya tinea kapitis sering menunjukkan sifat resisten terhadap pemberian nistatin (candida albicans).9 Efek samping dari  pemberian griseosulfin diantaranya adalah nausea, rashes dan reaksi gastrointestinal. Pemberian griseofulvin ini juga kontraindikasi untuk ibu yang sedang hamil. 8 Selain pemberian griseofulvin, pemberian antifungi lain seperti terbinafine, ketoconazole, itraconazole ataupun flucanazole juga bisa menjadi pilihan kedua ( second line). Terbinafine merupakan golongan fungisidal yang bekerja pada membran sel fungi. Pemberian obat ini sangat efektif untuk semua dermatofita, termasuk tinea kapitis. Walaupun keefektifan terbinafine hampir sama dengan griseofulvin, tapi obat ini  belum dianjurkan sebagai pengobatan utama. Dosis pemberian terbinafine adalah 62,5 mg untuk berat badan 40 kg. Sedangkan efek samping dari terbinafine hampir sama dengan griseofulvin, yaitu nausea, rashes dan gangguan gastrointestinal. Sedangkan golongan azole pada dasarnya termasuk obat golongan fungistatik. Cara kerjanya adalah dengan menghambat enzim lanosterol

14-alpha-demethylase yang menyebabkan ketidakseimbangan membran dan kebocoran membran fungi. Dosis yang diberikan adalah 100 mg/hari selama 4 minggu atau 5 mg/kg/hari. 9 Pengobatan yang kedua adalah pengobatan topikal. Penggunaan  pengobatan topikal tanpa disertai pemberian antifungi oral tidak  dianjurkan dilakukan. Pengobatan topikal mempunyai efek utama untuk  mengurangi penyebaran dari penyakit tersebut. Pemakaian pengobatan topikal ini dilakukan berkesinambungan sampai sekitar 1-2 minggu setelah  penyakit tersebut terobati.9 Pengobatan topikal yang sering dipakai adalah shampo ( selenium sulphide dan povidone iodine), asam salisil 2-4 %, asam  benzoat 6-12 %, sulfur 4-6 %, vioform 3 %, asam undesilenat 2-5 %, zat warna (hijau brilian 1 % dalam cat castellani) dan obat-obat derivat (imidazol 1-2% dan ketoconazol 2%). 10 Untuk pemberian obat-obat derivat (krim), dianjurkan dioleskan ± sekitar 2 cm dari lesi dan dioleskan 1-2 kali sehari sampai 2 minggu. 9 Upaya rehabilitatif pada kasus kronis biasanya terjadi alopesia maka pada pasien bisa diberikan vitamin penumbuh rambut dan tidak   berganti-ganti shampo. Komplikasi

Kerion menyebakan reaksi inflamasi dengan masa tanpak basah yang berisi pus dan rambut yang rapuh. Meninggalkan bekas yang  permanen dan kebotakan.17

Prognosis

Kebanyakan pada infeksi yang ringan ( gray patch) jarang ditemukan,  biasanya pada dewasa muda. Reaksi inflamasi berlangsung pada awal  perlangsungan penyakit ini, hal ini menandakan jenis bakteri yang menginfeksi (M.canis , T.verrucosum, T.mentagrophytes) sebagian besar  infeksi ectothrix tidak menunjukkan gejala yang sangat menganggu sehingga di rasakan tidak perlu pengobatan. Namun penderita berpotensi untuk menyebarkan bakteri. Hal ini sebaliknya berbeda dengan infeksi endothrix dimana infeksi dapat berlangsung kronik sampai pada umur  dewasa.16 Dapat berlangsung persisten dan rekuren. 17

E.

KESIMPULAN & SARAN Kesimpulan

1. Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita yaitu Microsporum dan Trichophyton. 2. Di Asia Tenggara dilaporkan jumlahnya menurun drastis dari 14 % menjadi 1,2 % dalam 50 tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena higiene dan sanitasi yang semakin baik. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi dermatofita antara lain : faktor  virulensi (antropofilik, zoofilik, geofilik), faktor trauma, faktor suhu dan kelembaban, Higienitas individu, serta faktor usia 4. Manifestasi klinis tinea kapitis berupa black dot ring worm, kerion,  grey  patch 5. Penatalaksanaan tinea kapitis harus dilakukan secara komprehensif, -

Promotif

: Mengupayakan sanitasi atau higienitas individu

-

Preventif : Menjaga kelembabkan dan kebersihan kulit kepala

-

Kuratif

: Terbinafin diberikan dosis 125mg/hari dalam 6 minggu

atau, pada dosis 500mg/hari dalam 1 minggu. -

Rehabilitatif : pada kasus kronis biasanya terjadi alopesia maka  pada pasien bisa diberikan vitamin penumbuh rambut, jangan  berganti-ganti shampo.

6. Pemeriksaan labobaratoium untuk mendiagnosis Tinea Kapitis adalah dengan

pemeriksaan

dengan

lampu

wood  dan

pemeriksaan

mikroskopis rambut langsung dengan KOH. 7. Diagnosa banding tinea kapitis adalah alopecia areata, dermatitis  seboroik, impetigo dan karbunkel , discoid lupus erythematosus dan lichen planus.

Saran

1.

Apabila sudah terjadi resistensi dengan obat griseofulvin hendaknya diberikan terapi kombinasi.

2.

Untuk tinea kapitis terapi yang paling efektif adalah terapi sitemik.

3.

Shampo yang beredar dipasaran seharusnya sudah teruji secara klinis. Hendaknya pemerintah memikirkan untuk membuat obat generik yang lain seperti Itrakonazole. Karena itrakonazole ini sampai sekarang belum resisten dan tidak toksik, dan dapat digunakan untuk  infeksi jamur sistemik.

4.

Menyediakan obat anti mikotik yang digunakan secara injeksi, atau pun secara infus, karena ini sangat baik untuk penyakit penyakit jamur yang sistemik seperti Amphoterisin B.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballona, Bustamante. Tinea Capitis. New Zealand Dermatological Society  Incorporated 2008 6 (1): 1-7. 2. Caceres, Rios. Expert From Tinea Capitis. Emedicine 2006; 1-6 3. Mansyur. Mikologi dan Mikologi Kedokteran Beberapa Pandangan Dermatologis.USU 2005 :1-6 4. Sylvia A. Price and Lorraine Marek A. Stawiski. Infeksi Jamur Kulit. Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit  Volume 2. EGC. Jakarta, 2006 ; 1448 -8. 5. Trelia Bel,. Mikosis Superfisial. 2003. USU  6. Strober, Bruce. Tinea Capitis. Dermatology Online Journal 2003. 7(1): 12 7. Siregar. Tinea Kapitis.  Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kuli 2003t . Palembang: 13. 8. Sladden, Johston. Common Skin Infections In Children.  British Medical   Journal 2008. 329; 95-9 9. Shy. Tinea Corporis and Tinea Capitis.  American Academy of Pediatrics 2007. 28;164-174. 10. Djuanda, Adhi. Pengobatan Dan Prognosis Tinea Kapitis.  Ilmu Penyakit   Kulit Dan Kelamin 2007. Jakarta: 98-9. 11. A Madani Fattah. Infeksi Jamur Kulit dalam in : Ilmu penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta; 2002. Hal : 73 – 87. 12. Fungal Skin Infection Superficial Fungal Infections[on line]. 2006 ; [sited 2006

may

15];[5

screen].

Available

from:

URL

;

http://www.dermatologyinfo.net 13. Higgins ME, Fuller CL, Smith CH : Guidelines for the Management of  Tinea Capitis. Br J Dermatol. 2000 april 15; p. 143 ; 53-58 14. Kao F Grace : Tinea kapitis[on line], June 22, 2005; [sited 2006 may 15]; [7 screen] Available from: URL ; http://www.emedicine.com 15. Bauchner H : Treatment for Tinea Capitis Griseofulvin or Terbinafine [on line] November 16, 2004. [sited 2006 may 15];[2screen] Available from; URL; http://www.general-medicine.jwatch.org

16. Willard R,Medical, Dermatophytosis and Drmatomycosis in ; Willard R,Medical editors. Mycologisthe patogenesis fungi and the pategenesis Actinomycetes.3th Edition. Philadelphia : W.B. saunders company; 1998.196 – 275. 17. Strober EB : Tinea Capitis.[on line] 2006. [sited 2006 may 15] Available from; URL; http://www.dermatology.cdlib.org 18. Willard R,Medical, Dermatophytosis and Drmatomycosis in ; Willard R,Medical editors. Mycologisthe patogenesis fungi and the pategenesis Actinomycetes.3th Edition. Philadelphia : W.B. saunders company; 1998.196 – 275.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF