Laporan Teklas

March 30, 2018 | Author: Indera Cahya Pradana | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Pengelasan SMAW...

Description

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan bagian yang penting dalam suatu proses industri, dan kebutuhan akan pengelasan sangat tinggi oleh karena itu teknologi pengelasan semakin lama semakin berkembang. Penggunaan teknologi las biasanya dipakai dalam bidang konstruksi, otomotif, perkapalan, pesawat terbang, dan bidang lainnya. Pengelasan secara definisi adalah suatu proses penyambungan dua komponen yang berbahan logam. Sedangkan fungsi dari pengelasan adalah sebagai suatu media atau alat pemotongan (Yustinus Edward,2005). Kelebihan lain dari pengelasan diantaranya biaya murah, proses relatif lebih cepat, lebih ringan, dan bentuk konstruksi lebih variatif. Faktorfaktor yang menjadi pertimbangan dalam proses pengelasan diantaranya adalah jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang diperlukan, urutan pelaksanaan, persiapan pengelasan (pemilihan mesin las, penunjukan juru las, pemilihan elektroda, penggunaan jenis kampuh) (Wiryosumarto, 2000). Berdasarkan klasifikasi kerjanya proses pengelasannya dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian. Namun proses pengelasan yang paling banyak digunakan adalah pengelasan cair dengan busur Shielding Metal Arc Welding (SMAW) dan gas. Proses ini juga tergantung dari material yang akan dilas, dimana tidak semua logam memiliki sifat mampu las yang baik. Bahan yang mempunyai sifat mampu las yang baik diantaranya adalah baja paduan rendah. Baja ini dapat dilas dengan las busur elektroda terbungkus, las busur rendam dan las Metal Inert Gas (MIG) (Wiryosumarto, 2000). Mutu pengelasan tergantung dari pengerjaan dan proses pengelasan. Secara umum pengelasan dapat diartikan sebagai suatu ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan saat logam dalam keadaan cair. Dalam proses pengelasan terdapat berbagai permasalahan yang terjadi, karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil pengelasan. Berbagai hal harus diperhitungkan sebelum melakukan pengelasan, untuk mendapatkan hasil pengelasan yang baik. Menentukan prosedur pengelasan yang benar adalah langkah yang harus dilakukan agar hasil yang didapatkan akan optimal dan mencegah terjadinya cacat. 1.2 Tujuan Praktikum Tujuan dari diadakannya praktikum ini antara lain sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh beda arus listrik selama proses pengelasan terhadap struktur mikro 2. Mengetahui pengaruh beda arus listrik selama proses pengelasan terhadap jumlah layer logam pengisi yang dihasilkan 3. Mengetahui pengaruh beda arus listrik selama proses pengelasan terhadap nilai kekerasan 1.3 Rumusan Masalah Praktikum teknologi pengelasan ini, dilaksanakan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh beda arus listrik selama proses pengelasan terhadap struktur mikro 2. Bagaimanakah pengaruh beda arus listrik selama proses pengelasan terhadap jumlah layer logam pengisi yang dihasilkan

4. Bagaimanakah pengaruh beda arus listrik selama proses pengelasan terhadap nilai kekerasan 1.4 Sistematika Penulisan Laporan Laporan ini tersusun atas 5 bab, yaitu bab I, bab II, bab III, bab IV, bab V, dengan perincian sebagai berikut: • Bab I adalah pendahuluan, terdapat 4 sub-bab, yaitu: latar belakang, tujuan, rumusan masalah dan sistematika penulisan. • Bab II adalah tinjauan pustaka, terdapat 8 sub-bab, yaitu: pengelasan, pengelasan baja karbon, baja karbon rendah, shielded metal arc welding (SMAW), parameter pengelasan, siklus termal las, pengujian kekerasan, dan metalografi. • Bab III adalah metode percobaan, terdapat 5 sub-bab, yaitu: standar pengujian, alat dan bahan, langkah-langkah percobaan, diagram alir, gambar percobaan. • Bab IV adalah analisa data dan pembahasan, terdapat 2 sub-bab, yaitu: analisa data, dan pembahasan. • Bab V adalah kesimpulan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasan Pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan sambungan yang kontinu. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, dan sebagainya. Pengelasan bukan tujuan utama dari konstruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul – betul memperhatikan dan memperlihatkan kesesuaian antara sifat – sifat las dengan kegunaan konstruksi serta kegunaan disekitarnya. sifat – sifat las yang baik meliputi beberapa faktor yang saling terkait antara lain : • Jenis logam dan komposisi kimianya • Proses las yang digunakan • Rancangan dan pemilihan parameter las • Dimensi benda kerja • Perlakuan panas yang sehubungan dengan persyaratan yang dituntut berdasarkan spesifikasi • Kondisi lingkungan • Temperatur pada saat pengelasan berlangsung Ada problem serius yang dapat terjadi jika faktor – faktor yang telah disebutkan diatas diabaikan atau tidak memenuhi syarat, antara lain: • Retak las • Distorsi • Cacat las serta kegagalan – kegagalan lain. Banyak sekali cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las. Secara konvensional cara pengklasifikasian berdasarkan benda kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi yang pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain – lain. Sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok seperti las listril, kimia, mekanik, dan lain – lain. Dibawah ini klasifikasi dari cara pengelasan : • Pengelasan Cair Las gas Las busur plasma, dll. • Pengelasan Tekan Las titik Las gesek, dll. • Las Busur Elektroda Terumpan Las Busur Gas Las m16 Las busur CO2 • Las Busur Gas dan Fluks Las busur fluks Las elektroda tertutup, dll.

2.2 Pengelasan Baja Karbon Ada dan tidaknya masalah pengelasan pada proses pengelasan baja karbon tergantung dari jenis baja karbonnya : • Baja karbon rendah Tidak menimbulkan masalah, selama tebal kurang dari 1 inci, tidak memerlukan pre ataupun post heating umumnya electrode mempunyai low carbon. • Baja karbon menengah Memerlukan pre dan post heating atau keduanya. Kadang-kadang dipakai kampuh bekas. Untuk mengurangi kecepatan pendinginan dan memperkecil retak dengan adanya multiple. Pemilihan electrode low hydrogen dengan kadar karbon juga menengah. • Baja karbon tinggi Sulit karena cenderung retak akibat difusi hidrogen. Pengelasan busur listrik lebih kritis dibandingkan dengan gas welding. Dibutuhkan pre dan post heat atau stress relieving atau electrode mutlak low hydrogen, kadang-kadang untuk kadar karbon yang tinggi sekali, dipakai electrode extra low carbon untuk menambah ketahanan terhadap retak las. 2.3 Baja Karbon Rendah

Gambar 2.1 Diagram Fasa untuk Baja Karbon Rendah Baja karbon rendah mengandung kurang dari 0,5 % karbon. Kebanyakan dari produk baja ini berbentuk pelat hasil pembentukan roll dingin dan proses anneal. Kandungan karbonnya yang rendah dan mikrostrukturnya yang terdiri dari fasa ferit dan pearlit menjadikan baja karbon rendah bersifat lunak dan kekuatannya lemah namun keuletan dan ketangguhannya sangat baik. Baja karbon rendah kurang responsif terhadap perlakuan panas untuk mendapatkan mikrostruktur martensit maka dari itu untuk meningkatkan kekuatan dari baja karbon rendah dapat dilakukan dengan proses roll dingin maupun karburisasi. Pada gambar diatas merupakan diagram fasa Fe-Fe3C. Pada garis berwarna merah menunjukkan batas maksimal kandungan karbon pada baja karbon rendah yakni 0,3% 2.4 Shielded Metal Arc Welding (SMAW) SMAW merupakan suatu teknik pengelasan dengan menggunakan arus listrik berbentuk busur arus dan elektroda berselaput. Tipe-tipe lain dari pengelasan dengan busur

arus listrik adalah submerged arc welding SAW, gas metal arc welding GMAW-MIG, gas tungsten arc welding G dan plasma arc. Didalam pengelasan SMAW ini terjadi gas penyelimut ketika elektroda terselaput itu mencair, sehingga dalam proses ini tidak diperlukan tekanan/pressure gas inert untuk mengusir oksigen atau udara yang dapat menyebabkan korosi atau gelembung-gelembung didalam hasil las-lasan. Prose pengelasan terjadi karena arus listrik yang mengalir diantara elektroda dan bahan las membentuk panas sehingga dapat mencapai 3000oC, sehingga membuat elektroda dan bahan yang akan dilas mencair. Berdasarkan jenis arus-nya, pengelasan ini lasnya terbagi atas dua jenis yaitu constant current - arus tetap dan constant voltage - tegangan tetap, dimanapada setiap pengelasan busur arus listrik jika terjadi busur yang membesar akan menurunkan arus dan menaikkan tegangan serta pada busur yang memendek akan meningkatkan arus dan menurunkan tegangan.

Gambar 2.2 Rangkaian Peralatan untuk Pengelasan SMAW Untuk mendapatkan pengelasan yang baik harus : • menggunakan elektroda yang tepat • jenis arus yang tepat • jenis polaritas yang tepat untuk arus DC • hindari gerakan pengelasan kiri kanan selama mengelas • bentuk busur arus yang pendek, lakukan pengelasan secara mantap dan teratur • laju pengelasan yang sesuai dengan kecepatan elektroda yang mencair. Masalah-masalah yang sering timbul pada pengelasan busur arus adalah : • elektrode membeku / pengelasan terhenti • bentuk kampuh las yang jelek • busur arus las yang jelek karena mengembang Selaput elektrode / fluks umumnya terbuat dari: • serat kayu/sellulosa • titanium oksida • titanium + senyawa basa • Mn + Fe + Si • Besi oksida • CaCO3, yang akan membentuk jenis-jenis elektrode berupa type : E, R, ER, EC, EW, B, RB, RG dan F. 2.4.1 Keuntungan Pengelasan SMAW SMAW adalah proses las busur paling sederhana dan paling serba guna. Karena sederhana dan mudah dalam mengangkut alat-alatnya, membuat proses SMAW ini banyak

dipakai untuk mengelas pipa-pipa refinery hingga pipelines, bahkan untuk mengelas di bawah laut guna memperbaiki struktur anjungan lepas pantai. Pengelasan bisa dilakukan pada berbagai posisi atau lokasi selagi masih bisa dijangkau dengan elektroda. Sambungansambungan dimana pandangan mata terbatas bisa di las dengan cara membengkokkan elektroda. Proses SMAW digunakan untuk mengelas logam-logam ferrous dan non ferrous, termasuk carbon steel, low alloy steel, stainless steel, nickel steel, cast iron, dan paduan tembaga. 2.4.2 Kelemahan Pengelasan SMAW Meskipun proses las SMAW mempunyai daya guna tinggi, proses ini mempunyai beberapa kelemahan. Kecepatan pengisiannya lebih rendah dibanding proses semi-otomatis atau otomatis. Panjang elektroda tetap dan pengelasan mesti dihentikan jika elektroda sudah habis terbakar. Puntung elektroda yang tersisa terbuang, dan waktu juga terbuang untuk mengganti–ganti elektroda. Slag atau terak yang terbentuk di atas lapisan las harus dibuang terlebih dahulu sebelum lapisan berikutnya didepositkan. Langkah-langkah ini mengurangi efisiensi las hingga 50 %. Asap dan gas yang terbentuk juga menjadi masalah. Oleh karena itu harus tersedia ventilasi memadai pada pengelasan dalam ruang tertutup. Pandangan mata pada kawah las agak terhalang oleh slag dan asap yang menutupi endapan logam. Dibutuhkan juru las sangat terampil agar dapat menghasilkan pengelasan berkualitas radiography apabila mengelas pipa atau plat hanya dari arah satu sisi. 2.5 Parameter Pengelasan Penggunaan parameter pengelasan yang tepat dapat menghasilkan mutu sambungan las yang sesuai dengan spesifikasi, adapun maca-macam parameter pengelasan : 2.5.1 Arus Pengelasan Arus pengelasan mempengaruhi pancaran logam cair dalam mengisi kampuh las. Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butiran-butiran yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi. Bila digunakan arus yang besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus. Sebaliknya bila arus yang digunakan kecil maka butiran logam cair yang terbawa menjadi besar. Hal ini dapat diamati pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.3 Gambaran Proses Pemindahan Logam Cair Dengan penggunaan arus pengelasan yang tinggi, maka jumlah elektron yang menumbuk logam induk lebih besar. Hal ini akan mengakibatkan panas yang terjadi semakin besar pula. Dengan demikian, penggunaan arus pengelasan yang besar akan menghasilkan input panas yang tinggi. 2.5.2 Kecepatan Pengelasan

Kecepatan pengelasan berhubungan dengan tersedianya kesempatan bagi logam cair untuk mengisi kampuh las. Kecepatan pengelasan mempengaruhi jumlah pengisian (deposit) logam cair. Bila arus dibuat tetap, sedang kecepatan pengelasan dinaikkan, maka jumlah deposit per satuan panjang las akan menurun. Karena itu, bila diperlukan pengelasan yang cepat, maka arus pengelasan harus dinaikkan. Hal ini dilakukan karena arus yang tinggi mempunyai kecepatan pengisian yang tinggi. Bila kecepatan pengelasan terlalu tinggi maka masukan panas per satuan panjang las akan menjadi kecil, sehingga pendinginan akan berjalan terlalu cepat yang mungkin dapat memperkeras daerah HAZ. Bila kecepatan terlalu rendah maka logam induk akan mengalami pemanasan yang terlalu lama dan berlebihan, sehingga mungkin terjadi penembusan yang berlebihan. 2.5.3 Polaritas Listrik Arus listrik dalam pengelasan SMAW dapat diambil dari sumber AC maupun sumber DC. Arus DC mempunyai polaritas lurus (straight polarity) dan polaritas balik (reverse polarity). Arus AC mempunyai polaritas gabungan lurus dan balik yang digunakan secara bergantian. • Polaritas Lurus DC Pada polaritas lurus arus DC, kutub positif dihubungkan dengan logam induk dan kutub negatif dihubungkan dengan elektroda. Dalam polaritas lurus, electron bergerak dari elektroda dan menumbuk logam induk dengan kecepatan tinggi sehingga dapat terjadi penetrasi yang dangkal. Karena pada elektroda tidak terjadi tumbukan elektron, maka secara relatif suhu elektroda tidak terlalu tinggi. Dengan polaritas lurus dapat digunakan arus yang besar. Rangkaian polaritas lurus dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Diagram rangkaian listrik polaritas lurus •

Polaritas balik DC Pada polaritas balik arus DC, kutub positif dihubungkan dengan elektroda dan kutub negatif dihubungkan dengan logam induk. Dalam polaritas balik, elektron bergerak menuju logam las sehingga logam las akan kaya elektron. Pada logam induk terjadi tumbukan elektron sehingga suhu pada logam induk menjadi lebih tinggi. Penetrasi pada logam induk menjadi dalam. Rangkaian polaritas balik dapat dilihat pada gambar di bawah ini. + Elektrod a

-

Logam induk

Gambar 2.5. Diagram rangkaian listrik polaritas balik •

Heat input Heat input atau energi per unit length pada proses pengelasan akan berpengaruh pada microstruktur lasan dan HAZ terutama nilai hardness dan impact. Heat input yang terlalu tinggi akan menyebabkan hot cracking, dan yang terlalu rendah akan menyebabkan cold cracking apalagi ditunjang dengan adanya hydrogen. Heat input yang ideal untuk pengelasan bergantung pada banyak faktor, diantaranya jenis material, ketebalan material, jenis kampuh las, welding proses dll. Kadang -kadang untuk mempercepat proses pengelasan, diberikan heat input yang tinggi. Namun ada beberapa hal yg harus diperhatikan berkaitan dengan heat input, diantaranya menjaga preheat dan temperature cooling time. Untuk menentukan preheat dan cooling time bisa dilihat dari berbagai standar. Satu parameter yang bagus untuk menentukan cooling time ini yang disebut T(8/5), artinya waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan temparatur lasan dari 800°C-500 °C, untuk beberapa jenis steel (fine grained,quenched and tempered) T(8/5) adalah10-25s. Jika T(8/5) terlalu kecil hardness pada HAZ terlalu tinggi (ada nilai maksimum) dan Jika terlalu besar impact strength terlalu rendah (ada nilai minimum). Siklus termal yang terjadi selama pengelasan dipengaruhi oleh masukan panas ( heat input ) yang diberikan. Besarnya masukan panas yang terjadi pada proses pengelasan tergantung pada faktorfaktor seperti : 1. Daya hantar ( heat conductivity ) dari logam yang disambung. 2. Geometri seperti tebal logam yang disambung. 3. Janis sambungan dan bentuk alur. 4. Teknik pengelasan termasuk parameter las yang diterapkan. Besarnya masukan panas per satuan panjang las untuk pengelasan busur listrik diberikan oleh persamaan berikut : E = 0.5 CV2 Dimana : E = Energi atau masukan panas (Joule) C = Kapasitas (Farrad) V = Tegangan listrik (Volt) Tidak seluruhnya energi panas yang diberikan itu digunakan untuk menyambung logam, tetapi sebagian akan hilang ke udara luar. Pada proses pengelasan masukan panas yang dapat diberikan tergantung pada kerapatan energi (energi density) dari teknik pengelasan tersebut. Semakin besar kerapatan energinya maka semakin rendah masukan panas yang diberikan untuk suatu proses pengelasan. Jenis logam dan kerapatan yang diberikan akan menentukan kecepatan pemanasan ( heating rate ) dari logam yang dilas. Masukan panas akan menentukan temperature tinggi yang terjadi pada logam las dan berarti mempengaruhi terhadap struktur mikro serta sambungan las.

2.6 Siklus Thermal Las Proses pengelasan adalah proses yang melibatkan panas. Panas dapat diperoleh dari energi listrik, gas dan lain-lain. Dengan pemberian panas ini, maka pada logam akan terjadi suatu siklus panas yang menunjukkan perubahan temperatur sebagai fungsi waktu. Siklus panas ini akan dialami oleh daerah lasan, daerah sekitar lasan dan daerah logam induk. Siklus panas yang dialami oleh daerah-daerah ini berbeda-beda sesuai dengan jarak daerah tersebut terhadap sumber panas.

Hal tersebut akan berhubungan dengan temperatur puncak yang dicapai, serta kecepatan pemanasan dan pendinginan dari masing-masing daerah. Daerah dekat lapisan logam las akan mengalami temperatur yang tinggi dengan laju pemanasan dan pendinginan yang cepat. Daerah yang berada sedikit lebih jauh akan berada pada suatu temperatur puncak medium dengan laju pemanasan dan pendinginan yang relatif lebih lambat. Daerah yang jauh dari lapisan logam las akan mengalami temperatur puncak yang rendah dengan laju pemanasan dan pendinginan yang lebih lambat lagi. Daerah lasan terdiri dari tiga bagian, yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas atau Heat Affected Zone (HAZ), serta logam induk. Logam las adalah bagian dari logam yang pada saat pengelasan mengalami pencairan kemudian membeku. Daerah pengaruh panas (HAZ) adalah logam induk yang bersebelahan dengan logam las dan selama proses pengelasan mengalami siklus thermal pemanasan dan pendinginan yang cepat. Logam induk yang tidak terpengaruh adalah bagian logam dasar dimana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan sifat. Disamping ketiga pembagian daerah utama tersebut, masih ada satu daerah khusus yang membatasi daerah logam las dengan daerah pengaruh panas yaitu batas las. Dalam gambar di bawah ini dapat dilihat siklus thermal dari beberapa tempat dalam daerah HAZ dengan kondisi pengelasan tetap.

Gambar 2.6 Siklus Termal dari Suatu Lasan 2.7 Pengujian Kekerasan Kekerasan (hardness) adalah ketahanan terhadap penetrasi. Berbagai prosedur digunakan untuk mengukur kekerasan. Ini tergantung pada bahan, ketebalannya, indentor yang digunakan, dan beban yang diberikan. Indeks kekerasan yang umum digunakan adalah Bilangan Kekerasan Brinell (Brinell Hardness Number / BHN), dan bilangan – bilangan kekerasan Rockwell ( R ) yang disebut terakhir mempunyai beberapa skala Rc. Rb, Rf dan seterusnya yang memiliki beban dan indentor yang berbeda – beda untuk baja yang keras, kuningan yang lunak, dan logam lembaran yang tipis. Walaupun kekerasan bukan sifat dasar dari suatu material, kita akan menganggap data kekerasan sebagai indicator kekuatan yang bermanfaat. Sebagai contoh untuk baja, kekuatan ultimat dalam psi biasanya dianggap sebesar 500 dikali nilai BHN-nya. Karena kekerasan bias diukur in situ, dan tidak memerlukan proses pemesinan terhadap benda uji, nilainya dalam pengendalian kualitas dan pemeriksaan kinerja. (Vleck, 2004) 2.8 Metalografi

Metalografi adalah disiplin ilmu mengenai konstitusi dan struktur dasar (atau hubungan spasial antara) konstituen dalam logam, paduan dan material (ASM Internasional, 2004). Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : (1) Cutting Dalam proses pemotongan harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi, gergaji kawat, dan EDM. (Juliaptini, 2010) (2) Mounting Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani, khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. (Juliaptini, 2010) (3) Grinding Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas silicon karbit (SiC). Pemberian air pada pengamplasan berfungsi sebagai pemindah geram, atau memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 45ᴼ atau 90ᴼ terhadap arah sebelumnya. (Juliaptini, 2010) Perubahan arah ini juga diikuti dengan kenaikan grade pada amplas yang digunakan. (4) Polishing Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus, bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0.01 μm. (Juliaptini, 2010) (5) Etching Proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa. Hal ini bertujuan agar detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. (Juliaptini, 2010)

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Standar Pengujian Standar pengujian yang digunakan dalam praktikum pengelasan adalah ASTM E18 untuk pengujian kekerasan, dengan menggunakan skala kekerasan Rockwell-B (HRB). Sedangkan untuk pengujian metalografi digunakan ASTM E3.

Gambar 3.1 Standar Pengujian Spesimen ASTM E18 3.2 Alat dan Bahan Percobaan Dalam praktikum ini, untuk menunjang jalannya praktikum dibutuhkan alat dan bahan. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain sebagai berikut: 3.2.1 Alat-alat Percobaan 1. Perangkat Las SMAW

1 set

3. Mikroskop optik

1 set

4. Mesin Hardness Test

1 buah

5. Kertas amplas grade 180 sampai 2000

1 lembar/grade

6. Mesin Polishing

1 set

7. Tang

1 buah

8. Palu

1 buah

9. Sikat Baja

1 buah

10. Topeng/ Kacamata Las

1 buah

11. Kikir

1 buah

3.2.2 Bahan-bahan Percobaan

1. Base Metal Baja Karbon Rendah

2 buah

(menggunakan groove berupa Single Bevel, dengan dimensi 9,5 cm x 10 cm)

Gambar 3.2 Spesimen yang Digunakan pada Praktikum 2. Elektroda RB-26

secukupnya

3. Larutan nital

secukupnya

(2 ml HNO3 ditambah 98 ml alkohol 90%) 4. Metal polish (Merk Autosol)

secukupnya

3.3 Prosedur Percobaan Dalam praktikum ini, langkah- langkah yang harus dilakukan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan semua peralatan yang dibutuhkan selama praktikum 2. Merangkai peralatan las, dengan elektroda sebagai kutub negatif dan benda kerja sebagai kutub negatif 3. Menyalakan dan mengatur generator las pada arus 65 A untuk spesimen 1, dan 85 A untuk spesimen 2 4. Mengelas kedua benda kerja dengan travel speed sebesar 1 cm/s (10 mm/s) hingga kedua sisi dari base metal tersambung dengan filler dari elektroda 5. Membersihkan daerah sambungan pada lasan dari pengotor dan lain sebagainya, menggunakan sikat baja, dilakukan berulang sampai menutup groove. 6. Mematikan dan menyimpan kembali peralatan lasan. 7. Memotong spesimen agar dimensinya sesuai dengan standar pengujian metalografi dan hardness test 8. Permukaan spesimen di grinding menggunakan amplas dari 180 sampai grade 2000 (kertas gosok) 9. Spesimen di polish dengan metal polish(autosol

10. Spesimen di etsa menggunakan larutan nital 11. Spesimen di uji metalografi dengan mengamati struktur mikro daerah logam induk, HAZ, dan logam lasan 12. Mengambil data gambar struktur mikro untuk diamati lebih lanjut 13. Mematikan komputer dan mematikan mikroskop optik. 14. Spesimen di uji kekerasan sebanyak 3 kali pada setiap tempat menggunakan skala Rockwell B 15. Mencatat nilai kekerasan Rockwell B pada specimen 16. Analisa data dan Pembahasan 17. Penarikan Kesimpulan 3.4 Diagram Alir Percobaan

Gambar 3.2 Diagram Alir Percobaan

BAB 4 ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Proses pengelasan pada praktikum ini menggunakan 2 buah spesimen, dengan groove berbentuk single bevel dan variasi berupa besar arus. Pengelasan pada praktikum dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: Tabel 4.1 Parameter yang Digunakan pada Praktikum Parameter Spesimen 1 Spesimen 2 Jenis Pengelasan SMAW SMAW Arus Listrik 65 A 85 A Tegangan Listrik 220 V 220 V Travel Speed 10 mm/sec 10 mm/sec Elektroda RB-26 RB-26 Diameter Elektroda 3,2 mm 3,2 mm Groove Single Bevel Single Bevel Dimensi Panjang: 100 mm Panjang: 100 mm Lebar: 95 mm Lebar: 95 mm Tebal: 9 mm Tebal: 9 mm Jenis Arus Direct Current (DC) Direct Current (DC) Jenis Rangkaian DCEP (DCRP) DCEP (DCRP) Direct Butt Direct Butt Tipe Sambungan Teknik Pengelasan Stringers Stringers Posisi Pengelasan Flat Flat Jenis Material Base Metal Low Carbon Steel Low Carbon Steel 4.1 Analisa Data dan Pembahasan Jumlah Layer yang Terbentuk Pada praktikum ini, dari prosedur yang tersebut diperoleh data praktikum berupa jumlah layer yang dibutuhkan untuk menutup groove, sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Praktikum Berupa Layer yang Terbentuk Spesimen 1 2 Jumlah Layer yang 1 9 Terbentuk 3 Hasil praktikum yang seperti demikian tersebut dapat terjadi karena panas yang terjadi pada spesimen 2 lebih besar dari pada spesimen 1. Hal tersebut dapat terjadi karena arus yang digunakan pada pengelasan spesimen 2 lebih besar daripada spesimen 1, sebagaimana ditunjukkan pada persamaan berikut: H= (E.i)/v Di mana: H adalah panas yang terjadi selama pengelasan (J/mm) E adalah tegangan listrik yang terjadi selama proses pengelasan (V) I adalah arus listrik yang digunakan pada saat proses pengelasan (A) V adalah kecepatan pergerakan elektroda pada saat pengelasan (mm/s) Dari persamaan di atas didapatkan bahwa panas yang terjadi pada spesimen 1 selama proses pengelasan, dengan menggunakan tegangan (E) sebesar 220 V, arus listrik (i) 65 A, dan travel speed (v) 10 mm/s adalah sebagai berikut: H= (220.65)/10= 1430 J/mm

Sedangkan panas yang terjadi pada spesimen 2 selama proses pengelasan, dengan menggunakan tegangan (E) sebesar 220 V, arus listrik (i) 85 A, dan travel speed (v) 10 mm/s adalah sebagai berikut: H= (220.85)/10= 1870 J/mm Dari dua perhitungan di atas didapatkan bahwa panas yang terjadi pada saat pengelasan besarnya berbanding lurus dengan arus yang digunakan pada saat proses pengelasan. Dari pehitungan di atas, dapat kita ketahui bahwa panas yang dialami oleh spesimen 2 lebih besar daripada spesimen 1. Karena panas yang dialami oleh spesimen 2 lebih besar daripada spesimen 1, maka pada spesimen 2, deposit elektroda yang terjadi pada proses pengelasan lebih besar dibandingkan pada spesimen 1. Akibatnya, untuk setiap layernya, akan lebih banyak elektroda yang meleleh. Semakin banyaknya elektroda yang meleleh tersebut, mengakibatkan jumlah layer yang semakin sedikit untuk mengisi groove pada benda kerja tersebut. Oleh karena itu, jumlah layer yang dibutuhkan untuk mengisi groove pada spesimen 2 (9 layer), lebih sedikit dibandingkan dengan spesimen 1 (13 layer). 4.2 Analisa Data dan Pembahasan Metalografi Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan struktur mikro pada spesimen. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan standar pengujian ASTM E3. Sebelum pengamatan, spesimen di preparasi terlebih dahulu dengan di grinding dengan kertas gosok (amplas) secara bertingkat, mulai dari grade 80 sampai dengan grade 2000. Setelah grinding, spesimen di poles menggunakan mesin polishing, dengan bantuan metal polish hingga berkilau dan dipastikan tidak ada lagi goresan pada permukaan spesimen. Langkah selanjutnya, dilakukan pengetsaan terhadap spesimen. Spesimen di etsa menggunakan larutan nital, yang dibuat dari 2% larutan HNO3 dan 98% larutan alkohol. Pengetsaan tersebut dilakukan dengan tujuan agar batas- batas butir pada struktur mikro spesimen dapat terkorosi, sehingga struktur mikro dapat di amati dengan jelas. Setelah pengetsaan, spesimen diamati struktur mikronya menggunakan mikroskop optik. Dari metalografi praktikum yang dilakukan, didapatkan struktur mikro sebagai berikut: Daerah Base Metal

Tabel 4.4 Perbandingan Struktur Mikro Kedua Spesimen Struktur Mikro Spesimen 1 Struktur Mikro Spesimen 2

HAZ

Weld Metal

4.3 Analisa Data dan Pembahasan Pengujian Kekerasan Pada praktikum ini, juga dilakukan pengujian kekerasan. Pengujian kekerasan ini dimaksudkan untuk mengamati perubahan sifat mekanik yang terjadi pada setiap daerah benda kerja. Pengujian tersebut dilakukan menggunakan standar pengujian ASTM E18. Pengujian dilakukan menggunakan skala kekerasan Hardness Rockwell B (HRB), dengan menggunakan indentor berbentuk bola dan pembebanan sebesar 100 kgf. Sebelum pengujian dilakukan, spesimen dipreparasi terlebih dahulu dengan memastikan permukaan spesimen yang hendak di uji kekerasan rata dan tidak bergelombang. Setelah dipreparasi, spesimen di uji kekerasan dengan mesin uji kekerasan. Dari hasil pengujian kekerasan diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.3 Hasil Pengujian Kekerasan pada Praktikum SPESIMEN 1 SPESIMEN 2

Daerah

Base Metal HAZ Weld Metal

Titik 1 46 66,5 57,5

Nilai Kekerasan (HRB) Titik 2 Titik 3 Rata-rata 53 54 51,07 74 56

66 59

68,83 57,48

Titik 1 41 49 55

Nilai Kekerasan (HRB) Titik 2 Titik 3 Rata- rata 41,5 45 42,5 51,5 54

49 50

49,8 53

Apabila digambarkan dalam bentuk grafik, distribusi kekerasan pada spesimen 1 adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1 Grafik Distribusi Kekerasan pada Spesimen 1 Apabila digambarkan dalam bentuk grafik, distribusi kekerasan pada spesimen 2 adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2 Grafik Distribusi Kekerasan pada Spesimen 2 Ketika dibandingkan dengan bentuk grafik, distribusi kekerasan pada kedua spesimen adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Distribusi Kekerasan pada Kedua Spesimen

4.4 Analisa Data dan Pembahasan Makro Etsa Pengujian makroetsa dilakukan dengan mengamati spesimen tanpa bantuan mikroskop optik, atau dengan mata telanjang. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan pada morfologi spesimen, misalnya perbedaan warna setelah pengetsaan, porositas yang terjadi pada bagian weld metal, atau bentuk benda kerja yang berubah. Perbedaan tersebut kemudian di foto. Adapun hasil makro etsa untuk spesimen 1 adalah sebagai berikut:

Weld Metal HAZ

Base Metal Porositas

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF