Laporan Skenario D (Abortus Insipiens)
May 1, 2017 | Author: Nyimas Inas Mellanisa | Category: N/A
Short Description
abortus insipiens...
Description
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO D BLOK 23 TAHUN 2014
Disusun oleh: Kelompok 3 Imam Zahid
04111001019
Clara Adelia Wijaya
04111001020
Lismya Wahyu Ningrum
04111001023
Mentari Indah Sari
04111001024
Audrey Witari
04111001060
M. Rizki
04111001061
Adiguna Darmanto
04111001064
Nyimas Inas Mellanisa
04111001067
Risha Meilinda M
04111001069
Zhazha Savira Herprananda
04111001081
Lianita
04111001083
Desy Aryani
04111001085
Raisa Putri Secioria
04111001095
Cahyo Purnaning Tyas
04111001097
Tutor: dr. Zulkarnain Musa, Sp. PA(K)
PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014
1
KATA PENGANTAR Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial Skenario D Blok 23 ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan ini merupakan tugas akhir dari prosesi tutorial yang telah kami lakukan selama dua kali secara berkelompok di Fakultas Universitas Sriwijaya tahun 2014. Laporan ini berisi hasil seluruh kegiatan tutorial Skenario D Blok 23. Di sini kami membahas sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Dalam dinamika kelompok ini pula ditunjuk moderator serta notulis. Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, teks book, media internet. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, orang tua, tutor, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Palembang, 17 Februari 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI Halaman Judul .....................................................................................................................1 Kata Pengantar ...................................................................................................................2 Daftar Isi .............................................................................................................................3 Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri I. Klarifikasi Istilah .............................................................................................................5 II. Identifikasi Masalah .......................................................................................................5 III. Analisis Masalah ...........................................................................................................6 IV. Hipotesis .....................................................................................................................23 V. Kerangka Konsep .........................................................................................................24 VI. Kesimpulan .................................................................................................................24 VII. Sintesis 1. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita................................................................24 2. Abortus ............................................................................................................33 3. Penyakit Menular Seksual ...............................................................................39 Daftar Pustaka ...................................................................................................................47
3
Skenario D Blok 23 Tahun 2014 Mrs. Tari, 37 years old, from middle income family comes to doctor at a public health centre with chief complain of vaginal bleeding. Mrs. Tari also complains abdominal cramping. She missed her period for about 8 weeks. She also feels nauseous, sometimes has vomit and breast tenderness. Since 1 year ago she has been complaining about vaginal discharge with smelly odor and sometimes accompanied by vulvar itchy. She already have 2 children before and the youngest child is 6 years old. Her husband is truck driver. You act as the doctor in public health centre and be pleased to analyse this case. In the examination findings: Height: 155 cm, weight:50 kg, Blood pressure: 120/80 mmHg, pulse: 80 x/m, RR: 20 x/m. Palpebral conjunctiva: normal. Breast: hyperpigmented Abdomen: flat and souffle, symmetric, uterine fundus is not palpable. There are no mass, no painful tenderness, and no free fluid sign. Internal examination: Speculum examination: portio is livide, external os opens with blood come out from external os, there are no cervical erotion, laceration or polyp. Bimanual examination: cervix is soft, the external os opens, no cervical motion tenderness, uterine size is about 8 weeks gestation, both adnexa and parametrium are within normal limit. Hb 11 g/dL; WBC 12.000/mm3; ESR 15 mm/hour; peripheral blood image: within normal limit (WNL). Urine: pregnancy test (β-HCG) positive.
4
I. KLARIFIKASI ISTILAH 1. Vaginal bleeding: keluarnya darah dari pembuluh darah dari vagina yang terluka. 2. Abdominal cramping: kontraksi muskular/otot-otot abdomen spasmodik yang nyeri. 3. Breast tenderness: keadaan sensitivitas yang tidak biasa terhadap sentuhan/tekanan pada payudara. 4. Vaginal discharge: ekskresi atau substansi yang keluar dari vagina; disebut juga dengan duh. 5. Breast hyperpigmented: pigmentasi yang meningkat abnormal pada payudara. 6. Souffle: suara auskultasi yang bertiup dan lembut. 7. Livide: luntur, seperti kontusi/bendungan, berwarna hitam atau biru. 8. Laserasi: luka yang disebabkan oleh robekan. 9. Polyp: setiap petumbuhan/massa yang menonjol dari membran mukosa. 10. Erotion: terkikisnya suatu permukaan. 11. β-HCG: sejenis glikoprotein yang dihasilkan oleh sel-sel tropoblastik dimana sel-sel tersebut hanya ada jika telah terjadi fertilisasi. II. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Ny. Tari, 37 tahun, G3P2A0, dari keluarga ekonomi menengah datang dengan perdarahan vagina. Ia juga mengeluh kram perut, mual, muntah, dan payudara menegang. Anaknya yang terakhir berusia 6 tahun. 2. Ia tidak mengalami menstruasi selama 8 minggu. 3. Sejak 1 tahun yang lalu, ia mengeluh keluarnya sekret vagina yang berbau tidak enak dan kadang-kadang disertai gatal pada vulva. 5
4. Suaminya adalah supir truk. 5. Pemeriksaan fisik TB: 155 cm; BB: 50 kg; TD: 120/80 mmHg; Tekanan nadi 80 x/m; RR 20 x/m. Konjungtiva palpebra normal; Payudara hiperpigmentasi; Abdomen datar, suffle, simetris, fundus uteri tidak teraba, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada tanda cairan bebas/ascites. 1. Pemeriksaan dalam Pemeriksaan spekulum: porsio livid, ostium uteri eksterna terbuka dengan darah keluar dari oue, tidak ada erosi, laserasi, atau polip pada serviks. Pemeriksaan bimanual: serviks lembut, oue terbuka, tidak ada regerakan meregang serviks, ukuran uterus sekitar usia gestasi 8 minggu, keduaadneksa dan parametrium dalam batas normal. 2. Laboratorium Hb 11 g/dL; Leukosit 12.000/mm3; LED 15 mm/jam; Apusan darah tepi dalam batas normal Urin: β-HCG + (positif). III. ANALISIS MASALAH 1. Apa etiologi dan bagaimana mekanisme perdarahan vagina pada Ny. Tari? Jawab: Etiologi perdarahan Trimester I: Abortus; Kehamilan Ektopik Terganggu; Mola Hidatidosa. Jika terjadi perdarahan atau tampak bercak darah selama bulan-bulan awal kehamilan, maka kemungkinan terjadinya abortus harus dicurigai terlebih dahulu.Abortus: berlangsung tanpa tindakan (spontan), perdarahan sedang-banyak, kram pada perut, ukuran uterus sesuai dengan usia gestasi, serviks terbuka. Dari penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Ny Tari mengalami abortus, karena ia mengeluhkan cramping disertai perdarahan pada vagina (diagnosis juga dipastikan dengan melakukan pemeriksaan ginekologis).
6
Mekanisme perdarahan per vagina: Terjadi perdarahan pada desidua basalis disertai nekrosis dan inflamasi pada daerah terjadinya implantasi. Kantung gestasi terlepas secara parsial atau total. Terjadi kontraksi uterus dan dilatasi serviks yang kemudian akan mengakibatkan ekspulsi dari seluruh produk konsepsi, yang awalnya ditandai oleh terjadinya perdarahan (vaginal bleeding). 2. Bagaimana mekanisme mual, muntah, dan payudara menegang? Jawab: Mual dan muntah muncul segera setelah implantasi dan bersamaan saat produksi hCG mencapai puncaknya, diduga bahwa hormon plasenta inilah yang memicu mual dan muntah dengan bekerja pada chemoreseptor trigger zone pada pusat muntah. Akibat dari pengaruh hormon progesteron dan estrogen sehingga pengeluaran asam lambung berlebihan, penurunan tonus, dan motilitas saluran gastrointestinal. Mammae akan membesar dan tegang akibat hormone somatomamotropin, estrogen dan progesterone. Estrogen menimbulkan hipertrofi dalam system saluran, sedangkan progesterone menambah sel-sel asinus pada mamae. Somatomamotropin mempengaruhi pertumbuhan sel-sel asinus dan menimbulkan perubahan sehingga terjadi pembuatan kasein, laktalbumin, dan laktoglobulin. Di bawah pengaruh progesterone dan somatomamotropin/human placenta lactogen (hPL) terbentuk lemak di sekitar alveola-alveola, sehingga mamae menjadi lebih besar, disertai rasa penuh atau tegang dan sensitif terhadap sentuhan. 3. Bagaimana mekanisme kram perut dan apa hubungannya dengan kasus ini? Jawab: Hasil konsepsi yang lepas sebagian atau seluruhnya diinterpretasikan sebagai benda asing uterus berkontraksi sering dan kuat kram perut (di simfisis bawah). Hubungan kram perut dengan kasus merupakan tanda warning dan gejala klinis terjadinya abortus. 4. Bagaimana hubungan usia, status, jarak kehamilan, dan kondisi sosial ekonomi terhadap kondisi Ny. Tari? Jawab: Menurut Depkes (2001), ibu hamil umur > 35 tahun, kesehatan ibu sudah menurun. Akibatnya, ibu hamil pada usia ini mempunyai kemungkinan lebih besar
7
untuk mempunyai anak cacat, persalinan lama, dan pendarahan. Terjadi kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit. Status, jarak kehamilan (infertilitas sekunder yang diduga disebabkan oleh ibu memakai kontrasepsifaktor risiko abortus), dan kondisi sosial ekonomi (kurang memperhatikan asupan nutrisi dengan baik) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian abortus pada Ny. Tari.
5. Bagaimana hubungan pekerjaan suami dengan keluhan Ny. Tari? Jawab: kemungkinan besar suami Ny. Tari yang menularkan infeksi genital yang saat ini dialami oleh Ny. Tari. Supir truk merupakan kelompok risiko tinggi terkena PMS karena mobilitas kerja mereka yang tinggi, mereka merupakan kelompok sasaran kedua prioritas dari Depkes untuk mencegah penularan PMS. 6. Apa makna klinis tidak menstruasi 8 minggu? Jawab: Tidak menstruasi selama 8 minggu menunjukkan bahwa Ny. Tari hamil. Gejala-gejala yang dialami (mual, muntah, payudara tegang) dan peningkatan hormon plasenta β-hCG mengindikasikan telah terjadi terjadinya konsepsi dan nidasi yang menyebabkan tidak terjadi pembentukan folikel de Graaf dan ovulasi. 7. Bagaimana perbedaan sekret vagina fisiologis dan patologis (warna, bau, pH, konsistensi, dan etiologi)? Jawab:
8
Sekret vagina fisiologis berwarna bening, bisa putih keruh atau kekuningan setelah kering, pH asam (sekitar 3,8-4,2), konsistensi seperti lendir tergantung siklus hormon, tidak berbau dan tidak menimbulkan keluhan. Dapat terjadi saat menarke, ovulasi, keinginan seks meningkat, kehamilan, bayi baru lahir, dan keadaan stress. Flora normal
vagina
meliputi
Corinebacterium,
Bacteroides,
Peptostreptococcus,
Gardnerella, Mobiluncus, Mycoplasma dan Candida spp. Lingkungan dengan pH asam memberikan fungsi perlindungan yang dihasilkan oleh Lactobacilli.
Sekret vagina patologis dapat berbau amis, apek, busuk, kadang bercampur darah, berwarna putih susu, kuning tua, coklat atau kehijauan.
Ciri
Sekret Fisiologis
Warna
Putih
Bau amis Konsistensi
Tidak ada Tidak homogen
Letak
Bagian terendah
Sekret di introitus Vulva Mukosa vagina Serviks
Jarang
Vaginitis Nonspesifik/ Trichomonas Bakterialis Vaginosis Abu-abu Kuning keabu-abuan Ada Ada Homogen Purulen, sering dengan gelembung Melekat Sering pada dinding terkumpul di forniks Lazim Lazim
Normal Normal
Normal Normal
Normal
Normal
Edema Biasanya normal Mungkin
Candida
Gonokokus
Putih
Kuning kehijauan Tidak ada Mukopurulen
Tidak ada “Keju desa” Melekat pada dinding Lazim
Melekat pada dinding
Eritema Eritema
Eritema Normal
Bercak
Pus di
Lazim
9
bercak kemerahan
sekret
orifisium
8. Bagaimana hubungan keluar sekret vagina berbau tidak enak pada kasus sejak 1 tahun yang lalu dengan keluhan sekarang? Jawab: Riwayat keluar sekret vagina berbau tidak enak yang disertai gatal sejak setahun yang lalu menunjukkan terjadinya infeksi pada Ny Tari. Infeksi ini kemungkinan besar merupakan penyakit menular seksual. 9. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari: Pemeriksaan fisik PEMERIKSAAN HASIL Tinggi badan 155 cm
Tekanan Darah
120/80 mmHg
NORMAL INTERPRETASI BBIH = BBI Kurus + (UHx0,35) BBIH = 50 + (8 x0,35) = 50 + 2,8=52,8 kg BBI=TB-105 BBI=155105 cm=50 cm < 120/80 Normal
Nadi
80 x/menit
mmHg 60-100
Normal
-
Frekuensi Napas
20 x/menit
x/menit 16-24
Normal
-
Payudara
x/menit Hiperpigmentasi Normal
Pemeriksaan
Datar,
Eksternal
simetris, fundus dengan hasil
tidak
(Abdomen)
uteri
tidak
tumor,
teraba,
tidak
ada
Berat badan
50 kg
Soufle, Sama
MEKANISME Dari usia ibu, infeksi,
dan
sosial ekonomi nutrisi dan protein berkurang. -
Hiperpigmentasi estrogen dan progesteron melanogenesis melanosit areola . Kemungkinan ada tidak infeksi
ada massa, tidak
pelvis, tidak ada
ada nyeri tekan,
KET, ascites. 10
tidak ada tanda cairan bebas
Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan
Portio livide
Pemeriksaan Interna Portio livide
Normal
Spekulum
Chadwick Sign warna merah keunguan pada portio akibat bendungan vaskuler, hipervaskularisasi,
Darah keluar
Tidak ada darah
dari oue
keluar dari oue
Tidak Ada
Sama dengan
Erosi, Laserasi,
hasil
Abnormal
dan edema. Pendarahan akibat abortus sintesis
Normal
masalah -
Normal
Sel-sel otot polos,
Atau Polip Pemeriksaan
Serviks Serviks lembut
Serviks lembut
Bimanual
jar.elastis, dan serabut kolagen bersatu dengan arah parallel; Hipertrofi dan hiperplasia seviksserviks Oue terbuka
Oue tertutup
Abnormal
lunak Hasil konsepsi yang abortus terdorong serviks dilatasi
Tidak ada nyeri
Sama dengan
Normal
dan oue terbuka 11
goyang portio Ukuran uterus =
hasil Ukuran uterus =
usia gestasi 8
usia gestasi
hasil konsepsi
minggu Adnexa dan
Sama dengan
masih di uterus -
parametrium
hasil
Normal
Abortus dengan
Normal
normal
Laboratorium Nilai
Pada Nilai Normal
Kasus 11 gr/dl
Hb
Leukosit LED Apusan tepi Tes
12.000/mm
12-16
3
Interpretasi
gr/dl; Sedikit
menurun
>11 gr/dl
derajat
TM I : 5.7 -
pendarahan Normal
ringan
anemia akibat
13.6 X 103/mm3 15 mm/jam 0-15 mm/jam Normal darah Dalam batas Sama dengan Normal normal urin Β-hCG +
hasil +
kehamilan
Masih
ada
jaringan
hasil
konsepsi di cavum uteri.
10. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus ini? Jawab: 1. Anamnesis, didapatkan: Keluhan utama: pendarahan per vaginam. Keluhan lain: kram perut; amenore 8 minggu; merasa mual, muntah, dan payudara tegang; discharge vagina bau tidak enak dan gatal pada vulva sejak 1 tahun lalu. Riwayat kehamilan: multipara (2 anak), anak terakhir berusia 6 tahun. Riwayat keluarga: pekerjaan suami supir truk. 2. Pemeriksaan
12
Pemeriksaan fisik a. Tinggi = 155 cm; Berat = 50 kg; Tekanan Darah = 120/80 mmHg; Denyut nadi = 80x/menit; Frekuensi nafas = 20x/menit; b. Konjungtiva palpera = normal; Payudara hiperpigmentasi. c. Pemeriksaan eksternal: Abdomen datar dan soufflé , simetris, fundus uteri tidak teraba, tidak ada massa, tidak ada tenderness, dan tidak ada tanda cairan bebas. d. Pemeriksaan internal: -
Pemeriksaan spekulum:
Portio livide, darah keluar dari ostium uteri externa, tidak ada erosi serviks, laserasi, atau polip. -
Pemeriksaan bimanual:
Serviks lembut, ostium uteri externa terbuka, tidak ada motion tenderness pada serviks, ukuran uterus kira-kira 8 minggu kehamilan, adneksa dan parametrium dalam batas normal. 3. Pemeriksaan penunjang Laboratoris : Anemia ringan. Pemeriksaan urin kadar βHCG (+). Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang yang telah dilakukan dapat ditegakkan diagnosis Abortus Insipiens dengan mempertimbangkan: - Tidak haid sejak 8 minggu lalu, sering mual,muntah, hiperpigmentasi dan tenderness mamae, serviks lembut, ukuran uterus sesuai kehamilan 8 minggu, tes urin β-HCG (+) Ny. Tari hamil. - Perdarahan pervagina (belum pengeluaran hasil konsepsi), kram perut, ostium uteri terbuka abortus yang sedang mengancam (ciri Abortus insipiens). 4. Pemeriksaan ginekologi
13
1. Inspeksi vulva sudah dilakukan Pendarahan per vagina, ada atau tidak hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva. 2. Inspekulum sudah dilakukan Ostium uteri terbuka atau tertutup, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk/fluksus dari ostium. 3. Colok vagina sudah dilakukan Porsio masih terbuka, besar uterus lebih kecil atau sesuai usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang. 5. Pemeriksaan tambahan Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup atau sudah mati. Kultur sekret vagina untuk menentukan penyebab infeksi. Pemeriksaan jaringan. Jika terdapat sisa jaringan, dapat dikirim ke laboratorium untuk mengkonfirmasi keguguran telah terjadi dan gejala tidak berhubungan dengan penyebab lain dari perdarahan. 11. Apa saja DD pada kasus ini? Jawab: Abortus: berlangsung tanpa tindakan (spontan), perdarahan sedang-banyak, kram pada perut, ukuran uterus sesuai dengan usia gestasi, serviks terbuka. Kehamilan ektopik terganggu: Kolaps dan kelelahan, nadi cepat dan lemah (110x/menit atau lebih), hipotensi, hipovolemia, abdomen akut dan nyeri pelvis, distensi abdomen dengan shifting dullness merupakan petunjuk adanya darah bebas, nyeri lepas, pucat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan: ada tanda akut abdomen, ada nyeri goyang porsio. Kehamilan mola hidatidosa: mual dan muntah yang hebat, uterus lebih besar dari usia kehamilan, peninggian β-hCG, adanya gelembung mola, dan pada pemeriksaan USG
14
terdapat gambaran badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb). Gejala dan
Abortus
Abortus
Mola
KET
tanda Vagina
insipiens +
imminens +
hidatidosa +
+
bleeding Riwayat
+
+/-
+/-
-
Sesuai umur kehamilan
Sesuai umur kehamilan
Sesuai umur kehamilan
Portio livide OUE terbuka Laserasi
+ + -
+ -
Tidak sesuai umur kehamilan (> besar) + -
cervix Beta HCG Demam Leukositosis Vaginal
+ +/-
+ +/-
+ -
+ -
discharge Nyeri tekan
+/-
-
+
-
pada uterus Parametrium
Normal
Normal
Normal
Ada janin
infeksi Pembesaran uterus
+ -
dan adneksa 12. Apa diagnosis kerja pada kasus ini? Jawab: Ny. Tari, 37 tahun, G3P2A0, mengalami abortus insipien e.c suspek infeksi menular seksual. 13. Apa etiologi dari diagnosis kerja pada kasus ini? Jawab: Seperti yang kita ketahui, penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah: Faktor genetik Kelainan kongenital uterus Autoimun Defek fase luteal
15
Infeksi Hematologi Lingkungan Pada kasus Ny Tari, kemungkinan penyebab abortus adalah infeksi seksual menular dan resiko tinggi usia kehamilan 37 tahun. Infeksi. Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak tahun 1917. Beberapa jenis organisme yang diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain: Bakteri -
Listeria monositogenes
-
Klamidia trakomatis
-
Ureaplasma urealitikum
-
Mikoplasma hominis
-
Bakterial vaginosis
Virus -
Sitomegalovirus
-
Rubela
-
Herpes Simpleks Virus (HSV)
-
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
-
Parvovirus
Parasit -
Toxoplasmosis gondii
-
Plasmodium falcifarum
Spirokaeta -
Treponema pallidum
Sedangkan untuk mengetahui etiologi dari infeksi saluran genital pada Ny Tari, perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi lebih lanjut. 14. Apa epidemiologi pada kasus ini? Jawab: Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20 % dari semua kehamilan. Kelau dikaji lebih jauh, abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical
16
pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi (Prawirohardjo, 2008). WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13 % dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus. Di Indonesia setiap tahun selalu dilakukan pencatatan distribusi penyakit oleh Departemen Kesehatan RI yang salah satunya adalah penyakit kehamilan. Diketahui jumlah pasien abortus yang menjalani rawat inap pada tahun 2006 sebanyak 42.354 orang, dengan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 205 orang.
Dari data yang diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Mohammad Hoesin Palembang tahun 2006, angka kejadian abortus sebesar 123 kasus dengan kejadian abortus imminens sebanyak 106 kasus (86,17%), abortus komplit sebanyak 2 kasus (1,62 %), abortus inkomplit sebanyak 12 kasus (9,75 %) dan missed abortion sebanyak 3 kasus (2,44%). 15. Apa faktor risiko pada kasus ini? Jawab: 1. usia 35 tahun angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat. 2. paritas 3 meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas.
17
3. riwayat abortus sebelumnya (1 kali 15% abortus lagi; 2 kali 25 %; >3 kali 3045%) menimbulkan penyulit kehamilan maupun pada hail kehamilan itu sendiri. Penyulit persalinan prematur, abortus berulang, dan bayi dengan BBLR. 4. pemeriksaan antenatal tidak baik meningkatkan risiko kehamilan
(risiko
kesakitan dan kematian) karena sulit untuk mendeteksi kelainan dan kebutuhan yang diperlukan ibu dalam mempersiapkan kehamilan dan persalinan secara optimal. 5. pendidikan 1-9 tahun meningkatkan kemungkinan abortus. Ibu dengan pendidikan tinggi lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya. 6. merokok risiko abortus. 7. alkohol abortus spontan dan anomali janin. 16. Bagaimana patofisiologi pada kasus ini? Jawab: Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian hingga seluruh jaringan plasenta, yang kemudian akan menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan oksigen. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu, abortus akan memberikan gejala umum kram abdomen karena adanya kontraksi rahim, perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi. Bentuk perdarahan bervariasi: Sedikit-sedikit dan berlangsung lama Sekaligus dalam jumlah besar dapat disertai gumpalan. Akibat perdarahan dapat menimbulkan syok, takikardi, hipotensi, anemia, dan ujung (akral) dingin. Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, villi kotaris belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai 18
bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (lighted ovum) janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus. 17. Bagaimana patogenesis pada kasus ini? Jawab: Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara: i. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa desidua. ii. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion dan desidua. iii. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkan).
19
iv. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi lebih lanjut.
18. Apa saja manifestasi klinis dari kasus ini? Jawab: a. Pendarahan pervagina berat, keluar gumpalan darah, bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan, butuh kurang dari 5 menit untuk basahi pembalut pada kehamilan kurang dari 20 minggu, b. Rasa mules atau kram perut, nyeri karena kontraksi rahim yang sering dan kuat, c. Pembukaan osteum uteri, serviks mendatar dan teraba ketuban, d. Hasil konsepsi masih dalam kavum uteri, masih dalam proses pengeluaran, e. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan, f. Tes urin kehamilan masih positif. 19. Bagaimana tatalaksana dari kasus ini? Jawab: 20
Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa : a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan suhu badan). b. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya takipnu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari hambatan. Dan diberi oksigen melalui kateter nasal). c. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi Trendelenburg. d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl 0,9%, Ringer laktat). e. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan elektrokardiografi dan dengan pengukuran tekanan vena sentral). f. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, jenis Rhesus, Tes kesesuaian darah penderita dengan darah donor, pemeriksaan pH darah, pO2, pCO2 darah arterial. Jika dari pemeriksaan ini dijumpai tanda-tanda anemia sedang sampai berat, infus cairan diganti dengan transfusi darah atau infus cairan bersamaan dengan transfusi darah. Darah yang diberikan dapat berupa eritrosit, jika sudah timbul gangguan pembekuan darah, sebaiknya diberi darah segar. Jika sudah timbul tanda-tanda asidosis harus segera dikoreksi. Tatalaksana abortus insipiens: KU, kuretase, uterotonika, dan antibiotik : Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin. Bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Kemudian, jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika. Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi -
Bila usia gestasi < 16 minggu evakuasi dilakukan dengan peralatan Aspirasi Vakum
Manual (AVM) setelah bagian janin dikeluarkan. -
Bila usia gestasi > 16 minggu evakuasi dilakukan dengan prosedur Dilatasi dan
Kuretase (D&K) Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih besar dari 16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan: 21
-
Infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/menit yang
dapat dinaikkan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi. -
Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian.
-
Misoprostol 400 mcg per oral dan apabila masih diperlukan dapat diulangi dengan
dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal. Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau D&K Pasca kuretase: beri uterotonika dan antibiotic (Doxycycline, 100 mg/oral, 2×1 selama 7 hari; Amoxysillin 3 x 500 mg/ hari ® 5-7 hari; Metyl Ergometrin 3 x 1 tab/ hari ® 5 hari)
Asuhan pascakeguguran: 1. Tindakan pengobatan abortus insipiens dengan segala kemungkinan komplikasinya. 2. Konseling dan pelayanan kontrasepsi pascakeguguran.
22
Kesuburan segera kembali setelah 12 hari pascaabortus. Untuk Secara praktek hampir semua jenis kontrasepsi dapat dipakai pascaabortus.
3. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu 20. Apa komplikasi kasus ini? Jawab: Anemia akibat perdarahan Perdarahan, cara mengatasinya dengan mengosongkan uterus dari sisa–sisa janin dan transfuse darah, bila tidak segera ditolong menyebabkan kematian. Perforasi karena tindakan kuret Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Apabila terjadi perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luas cedera sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Infeksi Syok pendarahan atau syok endoseptik Syok terjadi karena perdarahan dan infeksi berat. 21. Bagaimana prognosis kasus ini? Jawab: 23
Ibu Vitam: Dubia ad bonam; Fungsional: Dubia Janin Vitam dan fungsional : dubia ad malam. 22. Bagaimana pencegahan kasus ini? Jawab: 1. Lakukan pemeriksaan janin secara berkala (ANC) 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga di dokter kandungan. 2. Memodifikasi gaya hidup - Makan makanan yang sehat dan bergizi - Mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral 3. Hindari faktor resiko - Hindari berganti-ganti pasangan untuk menghindari penyakit menular seksual - Menjaga sanitasi genitalia individu - Suami diperiksa dan diberikan pengobatan jika indikasi PMS, koitus dengan alat pengaman/kontrasepsi. 23. Apa SKDI pada kasus ini? Jawab:
24
IV. HIPOTESIS Ny. Tari, 37 tahun, G3P2A0, mengalami abortus insipien et causa suspek infeksi Penyakit Menular Seksual (PMS).
V. KERANGKA KONSEP Ny. Tari hamil Infeksi PMS
Umur 37 tahun Perdarahan desidua Risiko abnormalitas kromosom
Discharge vagina Nekrosis jaringan
Gatal pada vulva
Konsepsi terlepas
Abortus
25 Kram perut
Perdarahan per vagina
VI. KESIMPULAN Ny. Tari, 37 tahun, P2A1, mengalami abortus insipien et causa suspek infeksi Penyakit Menular Seksual (PMS). VII. LEARNING ISSUES 1. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita
Organ reproduksi perempuan terbagi atas : 1. Organ genitalia eksterna (bagian untuk sanggama) 2. Organ genitalia interna (bagian untuk ovulasi, tempat pembuahan sel telur, transportasi blastokist, implantasi dan tumbuh kembang janin). 1.1. Organ genitalia eksterna Organ genitalia eksterna biasa disebut vulva, meliputi sebua organ yang tampak dari luar dan terdapat di antara os pubis dan perineum. Vulva terdiri atas: 1. Mons veneris atau mons pubis Mons pubis adalah jaringan lemak yang menonjol pada bagian depan simfisis pubis yang setelah pubertas akan ditutup oleh rambut kemaluan yang umumnya berbentuk segitiga dengan dasar pada tepi atas simfisis dan meluas ke bawah sampai sisi luar labia mayora. 2. Labia mayora Merupakan jaringan lemak yang menonjol dari mons pubis ke bawah belakang, dimana bagian kanan dan kiri labia mayora bertemu membentuk komissura posterior.
26
3. Labia minora Merupakan lipatan pipih yang terletak di sebelah medial labia mayora. Ke depan kedua labia minora bertemu di atas klitoris membentuk preputium klitoridis dan yang di bawah klitoris membentuk frenulum. Ke belakang kedua labia ini juga bersatu dan membentuk fossa naviculare, yang tampak utuh pada perempuan yang belum melahirkan dan tampak tebal dan tidak rata pada perempuan yang pernah melahirkan, Labia minora ditutup epitel gepeng berlapis dengan tonjolan-tonjolan papil, dan mengandung banyak glandula sebasea serta ujung-ujung saraf yang menyebabkan labia minora sangat sensitif 4. Klitoris Tertutup oleh preputium klitoridis yang terdiri atas glans klitoridis, korpus klitoridis dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoris terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan urat saraf sehingga sangat sensitif 5. Selaput dara (hymen) Hymen terutama terdiri atas jaringan pengikat elastic dan kolagen yang ditutup sebelah dalam dan luar oleh epitel gepeng berlapis, tidak ada kelenjar atau elemen-elemen otot dan tidak banyak mengandung serabut-serabut saraf. Biasanya hymen berlubang kecil sampai sebesar ujung jari atau 2 jari. 6. Vestibulum Vestibulum merupakan suatu daerah di antara kedua labia minora kanan kiri dan meluas dari klitoris sampai frenulum labiorum pudenda. Kurang lebih 1-1,5cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum. 7. Kelenjar Bartholin Di kiri dan kanan dekat fossa navikulare terdapat kelenjar Bartholin. Kelenjar ini berukuran diameter lebih kurang 1 cm, terletak di bawah otot konstriktor kunni. Pada waktu rangsangan seksual, kelenjar ini mengeluarkan lendir. 8. Bulbus vestibule Merupakan kumpulan vena yang terletak di bawah selaput lender vestibulum, dekat ramus os pubis. Bulubus vestibule sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina. Secara embriologik, bulbus vestibule homolog dengan korpus kavernosus. Pada waktu persalinan biasanya kedua bulbus tertarik ke atas sampai di bawah arkus pubis, kadang-kadang bulbi vestibule dapat luka dan robek sehingga menimbulkan pendarahan banyak dan hematoma vulvae.
27
1.2. Organ genitalia interna
1. Vagina Vagina merupakan saluran muskulomembranosa yang menghubungkan vulva dan uterus dan terletak di antara vesika urinaria dan rectum. Di puncak vagina dipisahkan oleh serviks, terbentuk forniks anterior, posterior dan lateralis kiri dan kanan. Forniks mempunyai arti klinik karena organ internal pelvis dapat dipalpasi melalui dinding forniks yang tipis. Selain itu, forniks posterior dapat digunakan sebagai akses masuk ke dalam rongga peritoneum. Bentuk dalam vagina berlipat-lipat disebut ruggae. Di vagina tidak didapatkan kelenjarkelenjar bersekresi. Epitel vagina terdiri atas epitel gepeng tidak bertanduk, di bawahnya terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah Vaskularisasi vagina: 1. Arteria uterine, memberikan vaskularisasi kepada 1/3 vagina bagian atas 2. Arteria vesikalis inferior, memberikan vaskularisasi kepada 1/3 vagina bagian tengah 28
3. Arteria hemoroidalis mediana dan arteria pidendus interna yang memberikan darah ke vagina 1/3 bagian bawah. Darah kembali melalui pleksus venosus yang mengikuti arteria dan masuk ke dalam vena hipogastrika. Limfatisasi vagina: Getah bening yang berasal dari 2/3 bagian atas vagina akan melalui kelenjar getah bening di daerah vasa iliaka, sedangkan getah bening yang berasal dari 1/3 bagian bawah akan melalui kelenjar getah bening di region inguinalis. 2. Uterus Uterus berbentuk seperti buah avokad yang sedikit gepeng kea rah depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7- 7,5cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25cm. letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio. Fungsi: tempat menerima, mempertahankan dan memberi makan ovum yang telah dibuahi. Bagian-bagian: 1. Fundus : terletak di atas muara tuba uterine 2. Corpus : terletak dibawah bagian tuba uterine 3. Cervix : bagian bawah korpus yang menyempit Cervix ini menembus dinding anterior vagina dan menjadi 2: Portio supravaginalis Portio vaginalis cervicis uteri Saluran yang terdapat dalam serviks disebut kanalis servikalis yang dilapisi oleh kelenjarkelenjar torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum. Ismus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, diliputi oleh peritoneum viserale yang mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesikouterina. Histologi uterus Secara histologik dari dalam ke luar, uterus terdiri atas: Tunica mucosa atau endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri. Endimetrium terdiri atas epitel kuboid, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok. Tunica muscularis atau myometrium yang sangat tebal dan dibentuk oleh otot polos yang disokong oleh jaringan ikat. Lapisan otot polos uterus di sebelah dalam berbentuk sirkular dan di sebelah luar longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik berbentuk anyaman Lapisan serosa, yakni peritoneum visceral Uterus terfiksasi dalam rongga pelvis tetapi terfiksasi dengan baik oleh jaringan ikat dan ligament yang menyokongnya. Ligament yang memfiksasi uterus adalah sebagai berikut:
29
1. Ligamentum kardinal (Mackenrodt) Yakni ligamentum terpenting yang mencegah uterus tidak turun. Terdiri dari jaringan ikat tebal yang berjalan dari serviks dan puncak vagina kea rah lateral dinding pelvis. 2. Ligamentum sakro-uterina Merupakan ligamentum yang menahan uterus supaya tidak banyak bergerak. Berjalan dari serviks bagian kiri dan kanan ke arah os sacrum. 3. Ligamentum rotundum Merupakan ligamentun yang menahan uterus dalam antefleksi. Berjalan dari fundus uteri kirikanan ke daerah inguinal 4. Ligamentum latum Yakni ligamentum yang meliputi tuba. Berjalan dari uterus kea rah lateral. Untuk memfiksasi uterus ligamentum ini tidak banyak artinya. 5. Ligamentum infundibulo-pelvikum Yakni ligamentum yang menahan tuba falloppii. Berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Vaskularisasi uterus Uterus divaskularisasi oleh dua arteri uterina, cabang dari arteri iliaka interna, masuk mulai dari kedua sisi lateral bawah uterus. Di lateral bawah uterus, arteri uterina pecah ,enjadi dua, pertama arteri vaginalis yang mengarah ke bawah, dan cabang kedua yang mengarah ke atas, cabang asenden. Cabang asenden dari kedua sisi uterus, membentuk dua arteri arkuata, yang berjalan sejajar dengan kavum uteri. Kedua arteri arkuata tersebut membentuk anastomose satu sama lain, membentuk cincin, melingkari kavum uteri. Arteri radialis merupakan cabang kecil arteri arkuata, yang berjalan meninggalkan srteri arkuata secara tegak lurus menuju kavum endometrium. Arteri radialis bertugas merawat miometrium, dan saat memasuki lapisan endometrium arteri radialis memberi cabang arteri yang lebih kecil ke arah lateral, arteri basalis. Arteri basalis bertugas merawat lapisan endometrium, dan arteri basalis tersebut tidak memberi respon terhadap stimulus steroid seks. Arteri radialis melanjutkan perjalanannya menuju permukaan kavum uteri, dan memasuki lapisan fungsionalis endometrium, dan menjadi arteri spiralis. Arteri spiralis sangat peka terhadap stimulus hormon steroid seks, dan bertugas merawat lapisan fungsional endometrium. Pembuluh darah lain yang member vaskularisasi ke uterus adalah arteria Ovarika kiri dan kanan. Arteria ini berjalan dari lateral dinding pelvis melalui ligamentum infundibulopelvikum mengikuti tuba falloppii. Bersama-sama kembali melalui pleksus vena hipogastrika. Aliran limfe Pembuluh limfe dari fundus uteri berjalan bersama arteria ovarica dan mengalirkan limfe ke nodi para aortic setinggi vertebra L1. Pembuluh limfe dari corpus uteri dan serviks uteri 30
bermuada ke nodi iliaci interni dan nodi iliaci eksterni. Beberapa pembuluh limfe mengikuti ligamentum teres uteri di dalam canalis inguinalis dan mengalirkan cairan limfe ke nodi inguinalis superficiales. Inervasi Saraf simpatis dan parasimpatis berasal dari pleksus hipogastrikus inferior 3. Tuba fallopi, terdiri atas: 1. Pars interstitialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus 2. Pars ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya 3. Pars ampularis, yaitu bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi 4. Infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka kea rah abdomen dan memiliki fimbrae Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum visceral yang merupakan bagian dari ligamentum latum. 4. Ovarium Mesovarium menggantung ovarium di bagian ligamentum latum kanan dan kiri. Ukurannya kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5cm. pinggir atasnya berhubungan dengan mesovarium tempat ditemukannya pembuluh-pembuluh darah dan serabut-serabut saraf untuk ovarium sedangkan pinggir bawahnya bebas. Ujung ovarium yang lebih rendah berhubungan dengan uterus melalui ligamentum ovarii propium. Bagian ligamentum latum yang terletak antara perlekatan mesovarium dan dinding lateral pelvis disebut ligamentum suspensorium ovarii. Ovarium biasanya terletak di depan dinding lateral pelvis pada lekukan yang disebut fossa ovarica. Fossa ini dibatasi di atas oleh arteria dan vena iliaca eksterna serta di belakang oleh arteria dan vena iliaca interna. Vaskularisasi ovarium Arteria ovarica yang berasal dari aorta abdominalis setinggi vertebra lumbalis 1 Vena ovarica dextra bermuara ke vena cava inferiot sedangkan vena ovarica sinistra ke vena renalis sinistra Persarafan Persarafan ovarium berasal dari pleksus aorticus dan mengikuti perjalanan arteria ovarica. 2. KEHAMILAN 2.1 Perubahan Anatomi Pada Kehamilan a. Uterus - Bertambah besar dengan penambahan volume dan berat uterus (dari 70 gr/10 ml – 1100 gr/5 liter) sebagai adaptasi untuk menerima kehamilan, 31
o Pembesaran primer (awal – 12 mgg gestasi) o Pembesaran sekunder (> 12 mgg gestasi) Taksiran perbesaran uterus pada perabaan tinggi fundus: - - tidak hamil / normal : telur ayam (+ 30 g) - - 8 minggu : telur bebek - - 12 minggu : telur angsa - - 16 minggu : pertengahan simfisis-pusat - - 20 minggu : pinggir bawah pusat - - 24 minggu : pinggir atas pusat - - 32 minggu : pertengahan pusat-xyphoid - - 36-42 minggu : 3 sampai 1 jari bawah xyphoid - Peningkatan kekuatan dinding uterus (perenggangan dan penebalan sel-sel otot, akumulasi jaringan ikat dan elastic, terutama pada lapisan otot luar akibat stimulasi estrogen dan sedikit progesterone). - Penebalan korpus uteri pada awal kehamilan, tetapi kemudian akan menipis seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, pada akhir kehamilan ketebalannya hanya berkisar 1,5 cm bahkan kurang. - Muncul tanda Piscaseck (penebalan uterus yang lebih pada tempat perlekatan plasenta). - Muncul tanda Hegar (hipertrofi ismus uteri menjadi lebih panjang dan lunak). - Muncul lingkaran retraksi fisiologis (batas segmen atas yg tebal dgn segmen bawah yg tipis). - Terjadi kontraksi Braxton Hicks (dari bulan pertama dan menurun hingga bulan terakhir, namun meningkat pada satu atau dua minggu sebelum persalinan, hal ini erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah reseptor oksitosin dan gap junction di antara sel-sel endometrium). b. Serviks - Serviks livide (lunak dan kebiruan) akibat hipervaskularisasi. - Hipertrofi dan hiperplasi kelenjar serviks. - Remodeling serviks (pengaktifan kolagenase intra-ekstra secular untuk melemahkan matriks kolagen agar persalinan dapat berlangsung). c. Ovarium - Penghentian proses ovulasi dan pematangan folikel (fase istirahat) 32
- Korpus luteum berfungsi selama ± 11 minggu kehamilan sbg penghasil progesterone sebelum plasenta terbentuk. - Sekresi relaksin oleh korpus luteum, desidua, plasenta, dan hati. Aksi biologi utamanya adalah dalam proses remodeling jaringan ikat pada saluran reproduksi, yang kemudian akan mengakomodasi kehamilan dan keberhasilan persalinan. Perannya belum diketahui secara menyeluruh, tetapi diketahui mempunyai efek pada perubahan struktur biokimia serviks dan kontraksi miometrium yang akan berimplikasi pada kehamilan preterm. d. Vagina & Perineum - Peningkatan vaskularisasi dan hyperemia pada kulit dan otot-otot perineum dan vulva, sehingga vagina terlihat keungu-unguan (Chadwick sign) akibat pengarih hormone estrogen dan progesterone. - Dinding vagina mengalami peningkatan ketebalan mukosa, mengendornya jaringan ikat, dan hipertrofi sel otot polos. Perubahan mengakibatkan dinding vagina bertambah panjang dan siap sebagai jalan lahir. - Papila mukosa akan mengalami hipertrofi dengan gambaran seperti paku sepatu. - Sekresi vagina meningkat dengan cairan berwarna keputihan, menebal, dan dengan pH 3,5 – 6 yang merupakan hasil dari peningkatan produksi asam laktat glikogen yang dihasilkan oleh epitel vagina sebagai aksi dari lactobacillus acidophilus. e. Kulit - Muncul striae gravidarum (perubahan warna menjadi kemerahan, kusam pada dinding perut, payudara dan paha). - Muncul Linea nigra (garis pertengahan perut akan berubah menjadi hitam kecoklatan). - Chloasma / melasma gravidarum (perubahan warna kehitaman pada wajah dan leher). - Pigmentasi yang berlebihan pada areola dan daerah genital. f. Payudara - Payudara menjadi lebih lunak (pada awal kehamilan) dan kemudian menegang akibat pengaruh estrogen. - Payudara membesar akibat hyperplasia sistem duktus dan jaringan interstisial payudara oleh pengaruh estrogen dan hormone laktogenik plasenta. - Kolustrum dapat keluar (setelah bulan pertama). - Nipple membesar, hitam, tegak. - Terjadi hiperpigmentasi kulit serta hipertrofi kelenjar Montgomery, terutama daerah areola dan papilla akibat pengaruh melanofor. - Air susu tidak bisa keluar (akibat prolactin inhibiting hormone). Peningkatan berat badan selama hamil Normal berat badan meningkat sekitar 6-16 kg, terutama dari pertumbuhan isi konsepsi dan volume berbagai organ / cairan intrauterin. Berat janin + 2.5-3.5 kg, berat plasenta + 0.5 kg, cairan amnion + 1.0 kg, berat uterus + 1.0 kg, penambahan volume sirkulasi maternal + 1.5 kg, pertumbuhan mammae + 1 kg, penumpukan cairan interstisial di pelvis dan ekstremitas + 1.0-1.5 kg.
33
Ovulasi Ovulasi diperlukan untuk terjadinya pembuahan yang normal: - Ovum harus keluar dari ovarium dan masuk ke tuba falopi - Ovum yang tidak dibuahi dikelilingi oleh zona pelucida - Oosit ini telah menyelesaikan pembelahan meiosis yang pertama dan menghasilkan badan polar I. Pembuahan Pembuahan biasanya terjadi dalam 24 jam setelah ovulasi pada 1/3 tuba falopi yang melekat pada ovarium(ampula): - Sperma penetrasi ke dalam zona pelucida dan memfusikan membran plasmanya dengan membran plasma ovum. - Inti sperma dan isi sel yang lainnya masuk ke dalam sitoplasma telur. - Bila terjadi pembuahan ovum akan segera menyelesaikan meiosis II dan menghasilkan badan polar tambahan. Preimplantasi - Telur yang sudah dibuahi tetap di ampula selama 80 jam setelah ruptur folikel dan melewati ismus tuba falopi selama 10 jam. - Telur yang sudah dibuahi membagi menjadi bentuk blastomer yang multisel - Blastomer melewati tuba falopi masuk ke rongga uterus. - Embrio berkembang menjadi blastosit yang mengapung secara bebas dalam cavum endometrium 90- 150 jam setelah konsepsi. (lihat tabel ) Implantasi - Pada hari ke 5 sampai 6 perkembangan , blastosit menempel pada endometrium dengan bantuan molekul adhesi yang terdapat pada permukaan endometrium. - Setelah perlengketan, endometrium berproliferasi disekitar blastosit. Plasentasi - Selama minggu ke-2 , sel- sel dibagian luar massa sel berdiferensiasi menjadi trofoblast. - Lapisan trofoblastik membentuk batas awal antara embrio dan endometrium. - Trofoblast yang paling dekat dengan miometrium membentuk cakram plasenta, trofloblast yang lain membentuk membran korionik. Post Implantasi - Endometrium/pinggir uterus selama kehamilan disebut desidua. - Sel darah merah ibu tampak dalam lakuna trofoblastik pada minggu kedua post konsepsi Plasenta Diatas trimester kedua dan trimester ketiga plasenta selanjutnya menyesuaikan diri. Plasenta merupakan penghasil hormon steroid primer, setelah kehamilan tujuh minggu. Suplai Darah Aliran pada arteri arkuata dan radial selama kehamilan normal tinggi dengan resistensi rendah (resistensi menurun setelah 20 minggu). 34
MINGGU KE-8 Pada akhir masa embrional ini, ukuran embrio mencapai kisaran 27-31 mm. Kepalanya membulat dan wajah polos kekanak-kanakan mulai tampak nyata dengan tertariknya bagian antara dahi dan pangkal hidung ke arah dalam, hingga kian memperjelas cikal-bakal kemancungan hidung si janin. Langit-langit mulut mulai terbentuk, begitu juga kelopak mata serta daun telinga luar. Secara keseluruhan makin menyerupai bayi dengan taksiran berat sekitar 5 gram. Meski masih lemah, permulaan dari rangka tubuh secara keseluruhan sudah rampung dan lengkap terbentuk dalam minggu ini. Semua organ tubuh juga mulai bekerja, meski belum sempurna. Semisal otak yang mulai mengirim sinyal/perintah ke organ-organ tubuh atau hati yang mulai memproduksi sel-sel darah. Tubuh yang ringkih ini pun mulai bisa bergerak secara tak teratur, yang jika dijumlahkan rata-rata sebanyak 60 kali gerakan dalam sejam. 2. Abortus Pengguguran kandungan atau aborsi atau abortus menurut: a) Medis : abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram ( Obstetri Williams, 2006). b) Kamus Besar Bahasa Indonesia : terjadi keguguran janin, melakukan abortus (dengan sengaja karena tidak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). c) Keguguran adalah pegeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Rustam Muchtar, 1998). d) Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu (Sarwono, 2005). 2.2 Etiologi Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12 minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001). Faktor ovofetal : Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat. 35
Faktor maternal : Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan. Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu: 1. Faktor janin Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada 50%-60% kasus keguguran. 2. Faktor ibu: a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis. b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti phospholipid syndrome. c. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman, toksoplasma , herpes, klamidia. d. Kelemahan otot leher rahim e. Kelainan bentuk rahim. 3. Faktor Ayah: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan abortus. Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah: 1. Faktor genetik Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya kromosom trisomi dengan trisomi 16. Penyebab yang paling sering menimbulkan abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik. Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi (abnormalitas komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom yang menyebabkan lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan sekitar 22% dari abortus spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom. Sekitar 3-5% pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah satu dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal. Identifikasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesia dan biayanya cukup tinggi. 2. Faktor anatomi 36
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 % wanita dengan abortus spontan yang rekuren. 1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta). Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua. 2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah endometrium. 3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis. Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi duktus Mulleri yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus yang acquired yang sering dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi (USG), histerosalfingografi (HSG), histeroskopi dan laparoskopi (prosedur diagnostik). Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan USG dan HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak dilakukan operasi. 3. Faktor endokrin: a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus. b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak cukupnya produksi progesteron). c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium merupakan faktor kontribusi pada keguguran. Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan insiden abortus (Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat menaikkan insiden abortus (Sutherland dan Pritchard, 1986). Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya. 4. Faktor infeksi 37
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif yang menyebabkanabortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya diambil dari cairan pada servikal dan endometrial. 5. Faktor imunologi Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran darah dari ari-ari tersebut. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini meskipun gejala klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler. 6. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus; sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa melahirkan. Adanya penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit liver/ ginjal kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik. Penting juga diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat. Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai apakah ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang kemudian dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan prematur. 7. Faktor Nutrisi Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus yang penting. 8. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan. Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan. 9. Faktor psikologis. 38
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat membantu. Pada penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus spontan yang berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi penderita untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan abortus yang berulang tersebut, sebelum penderita hamil guna mempersiapkan kehamilan yang berikutnya. 2.3 Mekanisme Abortus Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002). 2.4 Klasifikasi Abortus Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu: Menurut terjadinya dibedakan atas: 1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, sematamata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. 2. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
39
1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli. 2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyisembunyi oleh tenaga tradisional. Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut : 1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. 2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. 3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. 4. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. 5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan. 6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. 7. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. 8. Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis (Prawirohardjo, 2009). 2.5 Komplikasi Abortus Komplikasi yang mungkin timbul (Budiyanto dkk, 1997) adalah: a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan. b. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti. c. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan dalam jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera. 40
d. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin. e. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik lokal seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-obatan seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis. f. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi memerlukan waktu. g. Lain-lain seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan menggunakan pengaliran arus listrik. 2.6 Penatalaksanaan Abortus Spontan 1. Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup. 2. Pemberian antibiotika yang cukup tepat yaitu suntikan penisilin 1 juta satuan tiap 6 jam, suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam, atau antibiotika spektrum luas lainnya. 3. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila terjadi perdarahan yang banyak, lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi. 4. Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita. Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.2 Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat persetujuan tindakan. 3. Penyakit Menular Seksual 3.1 Definisi Penyakit Menular Seksual Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan karena adanya invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu kelamin yang sebagian besar menular melalui hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis. (Aprilianingrum, 2002). Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi 41
gonorrhea, chlamydia, syphilis,trichomoniasis, chancroid, herpes genital, infeksi human immunodeficiensy virus (HIV) dan hepatitis B. HIV dan syphilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan tubuh (WHO,2009). 3.2 Etiologi Penyakit Menular Seksual Menurut Handsfield (2001) dalam Chiuman (2009), Penyakit menular seksual dapat diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, yakni: a. Dari golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum,Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Salmonella sp, Shigella sp, Campylobacter sp, Streptococcus group B, Mobiluncus sp. b. Dari golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, c. Dari golongan virus, yakni Human Immunodeficiency Virus(tipe 1 dan 2), Herpes Simplex Virus (tipe 1 dan 2), Human papiloma Virus,Cytomegalovirus, Epstein-barr virus, Molluscum contagiosum virus, d. Dari golongan ektoparasit, yakni Phthirus pubis dan Sarcoptes scabei 3.3 Penularan Penyakit Menular Seksual Menurut Karang Taruna (2001), sesuai dengan sebutannya cara penularan Penyakit Menular Seksual ini terutama melalui hubungan seksual yang tidak terlindungi, baik pervaginal, anal, maupun oral. Cara penularan lainnya secara perinatal, yaitu dari ibu ke bayinya, baik selama kehamilan, saat kelahiran ataupun setelah lahir. Bisa melalui transfuse darah atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah. Dan juga bisa melalui penggunaan pakaian dalam atau handuk yang telah dipakai penderita Penyakit Menular Seksual(PMS). Salah satu akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas seks yang kurang sehat adalah munculnya penyakit menular seksual. Penularan penyakit ini biasanya terjadi karena seringnya seseorang melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Bisa juga karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang sebelumnya sudah terkena penyakit ini. (Ajen Dianawati, 2003). Selain itu, terdapat rentang keintiman kontak tubuh yang dapat menularkan PMS termasuk ciuman, hubungan seksual, hubungan seksual melalui anus, kunilingus, anilingus, felasio, dan kontak mulut atau genital dengan payudara. (Benson and Pernoll, 2009) Menurut Somelus (2008), Cara lain seseorang dapat tertular PMS juga melalui : 1. Darah. Dari tansfusi darah yang terinfeksi, menggunakan jarum suntik bersama, atau benda tajam lainnya ke bagian tubuh untuk menggunakan obat atau membuat tato. 2. Ibu hamil kepada bayinya. Penularan selama kehamilan, selama proses kelahiran. Setelah lahir, HIV bisa menular melalui menyusui. 3. Herpes dapat menular melalui sentuhan karena penyakit herpes ini biasanya terdapat luka-luka yang dapat menular bila kita tersentuh, memakai handuk yang lembab yang dipakai oleh orang penderita herpes.
42
4. Tato dan tindik. Pembuatan tato di badan, tindik, atau penggunaan narkoba memberi sumbangan besar dalam penularan HIV/AIDS. Sejak 2001, pemakaian jarum suntik yang tidak aman menduduki angka lebih dari 51 % cara penularan HIV/AIDS. 3.4 Orang-Orang Yang Beresiko Tinggi Terkena PMS Setiap orang bisa tertular IMS. Orang yang paling berisiko terkena PMS adalah orang yang suka berganti pasangan seksual dan orang yang walaupun setia pada satu pasangan namun pasangan tersebut suka berganti-ganti pasangan seksual. Kebanyakan yang terkena IMS berusia 15 – 29 tahun, tapi ada pula bayi yang lahir membawa IMS karena tertular dari ibunya. Menurut Aria Pranata (2010), yang tergolong kelompok resiko tinggi terkena PMS adalah : - Usia • 20 – 34 tahun pada laki – laki • 16 – 24 tahun pada wanita • 20 – 24 tahun pada kedua jenis kelamin - Pelancong - Pekerja seksual komersial atau wanita tuna susila - Pecandu narkotik - Homoseksual 3.5 Jenis-Jenis Penyakit Menular Seksual Secara garis besar Penyakit Menular Seksual dapat dibedakan menjadi empat kelompok, antara lain: a. PMS yang menunjukkan gejala klinis berupa keluarnya cairan yang keluar dari alat kelamin, yaitu penyakit Gonore dan Uretritis Non Spesifik(UNS) b. PMS yang menunjukkan adanya luka pada alat kelamin misalnya penyakit Chanroid(Ulkus mole), Sifilis, LGV, dan Herpes simpleks. c. PMS yang menunjukkan adanya benjolan atau tumor, terdapat pada penyakit Kondiloma akuminata. d. PMS yang memberi gejala pada tahap permulaan, misalnya penyakit Hepatitis B (Daili, 2007). 3.6 Gejala-Gejala Umum Penyakit Menular Seksual. Pada anak perempuan gejalanya berupa: a. Cairan yang tidak biasa keluar dari alat kelamin perempuan warnanya kekuningankuningan, berbau tidak sedap. b. Menstruasi atau haid tidak teratur. c. Rasa sakit di perut bagian bawah. d. Rasa gatal yang berkepanjangan di sekitar kelamin. Pada anak laki-laki gejalanya berupa: a. Rasa sakit atau panas saat kencing. b. Keluarnya darah saat kencing. c. Keluarnya nanah dari penis. 43
d. Adanya luka pada alat kelamin. e. Rasa gatal pada penis atau dubur (Hutagalung, 2002). 3.7 Pencegahan Penyakit Menular Seksual Adapun upaya pencegahan Penyakit Menular Seksual yang dapat dilakukan adalah: a. Tidak melakukan hubungan seks. b. Menjaga perilaku seksual (seperti: penggunaan kondom). c. Bila sudah berperilaku seks yang aktif tetaplah setia pada pasngannya. d. Hindari penggunaan pakaian dalam serta handuk dari penderita PMS. e. Tawakal pada Tuhan Yang Maha Esa. f. Bila Nampak gejala-gejala PMS segera ke dokter atau petugas kesehatan setempat (Ningsih,1998). 3.8 Penatalaksanaan Penyakit Menular Seksual Menurut WHO (2003), penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari dua cara, bisa dengan penaganan berdasarkan kasus (case management) ataupun penanganan berdasarkan sindrom (syndrome management). Penanganan berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya berupa pemberian terapi antimikroba untuk menyembuhkan dan mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan perawatan kesehatan reproduksi yang komprehensif. Sedangkan penanganan berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda dan gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba tertentu yang menimbulkan sindrom. Penanganan infeksi menular seksual yang ideal adalah penanganan berdasarkan mikrooganisme penyebnya. Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular seksual selalu diberi pengobatan secara empiris (Murtiastutik, 2008). Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah: 1. Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson, spektinomisin, kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2007). 2. Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin, tetrasiklin, eritromisin, dan kloramfenikol (Hutapea, 2001). 3. Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir (Wells et al,2003). 4. Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells et al., 2003). 5. Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003). Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan pengaruh dari mikroba, obat antimikroba, lingkungan dan penderita. Menurut Warsa (2004),resisten antibiotika menyebabkan penyakit makin berat, makin lama menderita, lebih lama di rumah sakit, dan biaya lebih mahal. 3.9 Komplikasi Penyakit Menular Seksual Suatu studi epidemiologi menggambarkan bahwa pasien dengan infeksi menular seksual lebih rentan terhadan HIV. Infeksi menular seksual diimplikasikan sebagai faktor yang memfasilitasi penyebaran HIV (WHO,2004). 44
3.10 PENYAKIT MENULAR SEKSUAL YANG DISEBABKAN OLEH ORGANISME DAN BAKTERI 3.10.1 HIV HIV adalah singkatan dari Human immunodeficiency Virus. Infeksi akut dilaporkan dapat menyebabkan suatu sindrom menyerupai mononucleosis dengan gejala demam, malaise, nyeri otot, nyeri kepala, kelelahan, ruam generalisata, sakit tenggorokan, limfadenopati, dan lesi mukokutan yang khas. Salah satu kesulitan mengenali infeksi Human Immunideficiency Virus (HIV) adalah masa laten tanpa gejala lama, antara 2 bulan hingga 5 tahun. Umur rata-rata saat diagnosis infeksi Human Immunideficiency Virus (HIV) ditegakkan adalah 35 tahun. (Benson and Pernoll, 2009) 3.10.2 Gonorea Gonorea merupakan penyakit menular yang paling sering di jumpai di berbagai Negara yang lebih maju. Rerata di Negara-negara ini adalah 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Negara yang kurang maju. (Linda, 2008) Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ seks dan organ kemih. Selain itu akan menyerang selaput lendir mulut, mata, anus, dan beberapa bagian organ tubuh lainnya. Bakteri yang membawa penyakit ini dinamakan gonococcus. Kokus gram negative yang menyebabkan penyakit ini yaitu Neisseria Gonorrhoeae. (Ajen Dianawati, 2003) Gejala Klinis Gonorhea yaitu : Pria : duh tubuh uretra, kental, putih kekuningan atau kuning Wanita : seringkali tanpa gejala, bila ada duh tubuh putih atau kuning terutama di daerah mulut rahim sehingga perlu pemeriksaan dalam. (Depkes RI, 2008). Konsekwensi kesehatan yang paling penting akibat infeksi gonorrhea adalah kerusakan tuba fallopi yang berkaitan dengan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik (tuba) dan infertilitas. (Linda, 2008) 3.10.3 Sifilis Sifilis dikenal juga dengan sebutan “raja singa”. Penyakit ini sangat berbahaya. Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunaan barang-barang dari seseorang yang tertular (seperti baju, handuk, dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adalah kuman treponema pallidum. Kuman ini menyerang organ-organ penting tubuh lainnya seperti selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut. (Ajen Dianawati, 2003) Gejala umum yang timbul pada sifilis yaitu adanya luka atau koreng, jumlah biasanya satu, bulat atau, lonjong, dasar bersih, teraba kenyal sampai keras, tidak ada rasa nyeri pada penekanan. Kelenjar getah bening di lipat paha bagian dalam membesar, kenyal, juga tidak nyeri pada penekanan. (Depkes RI, 2008) Untuk gejala yang lebih khusus, Ajen Dianawati 2003 menuliskan bahwa Penularan dan gejala yang yang terlihat terbagi dalam 3 tingkatan, dan setiap tingkatan berbeda-beda. Tingkat I 45
a.
Penularannya sudah terdeteksi sekitar 10-90 hari setelah melakukan hubungan seksual. b. Gejala yang terlihat adalah adanya luka kecil bernanah disertai rasa sakit yang amat sangat, selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar getah bening yang mengeras disekitar luka, seperti dilipatan paha. Tingkat II a. Terjadi sekitar 40 hari setelah masuk pada tingkat 1. b. Gejala yang terlihat adalah adanya luka-luka kecil berwarna merah di sekitar permukaan kulit, dari kulit kepala hingga telapak tangan dan kaki. Luka-luka ini timbul karena kuman telah menyebar melalui peredaran darah. c. Gejala lainnya adalah keluhan sakit tenggorokan, punsing, lesu, nyeri otot, terjadi kerontokan rambut, dan kulit kepala terasa gatal. Tingkat III a. Terjadi setelah 10-15 tahun kemudian. b. Gejalanya antara lain ditemukan benjolan-benjolan pada bagian tubuh yang terserang. Pada anhirnya bernjolan tersebut melunak dan pecah sehingga mengeluarkan cairan. Bagian tubuh yang terserang akan mengalami kerusakan. Jika kuman mulai menyerang otak, orang yang terserang akan mengalami gangguan kejiwaan atau gila. Jika yang diserang bagian sumsum tulang belakang, niscaya orang tersebut akan mengalami kelumpuhan, kemunduran kerja jantung, dan kerusakan jaringan susunan saraf, serta masih banyak lagi kerusakan-kerusakan lainnya. Begitu seterusnya, karena kuman-kuman tadi dapat menyerang bagian tubuh manapun tanpa memandang siapa orangnya. Resiko paling fatal penyakit ini dapat mengakibatkan kematian. c. Perempuan yang hamil bisa saja terserang penyakit ini, sehingga bayi yang akan lahir mengalami kelumpuhan fisik dan mental, itupun jika mereka dapat bertahan hidup. Biasanya, bayi-bayi ini akan meninggal dalam kandungan jika kuman menyerang uterus. Kalaupun bisa lahir, bayi-bayi ini meninggal seminggu setelah kelahirannya. Sayangnya, obat untuk menyelamatkan para bayi yang terserang penyakit ini sampai sekarang belum ada. 3.10.4 Vaginitis Vaginitis adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi atau peradangan vagina. Vaginitis biasanya ditandai dengan adanya cairan berbau kurang enak yang keluar dari vagina. Gejala lain adalah gatal atau iritasi di daerah kemaluan dan perih sewaktu kencing. Beberapa kasus vaginitis disebabkan oleh reaksi alergi atau kepekaan terhadap bahan kimia. Umumnya disebabkan oleh kuman yang ditularkan secara seksual atau yang tadinya menetap di vagina dan menjadi ganas karena gangguan keseimbangan di dalam vagina (Hutapea, 2003). 3.10.5 Klamidia Klamidia berasal dari kata Chlamydia, sejenis organisme mikroskopik yang dapat menyebabkan infeksi pada leher rahim, saluran indung telur, dan dan saluran kencing. Gejala yang banyak dijumpai pada penderita penyakit ini adalah keluarnya cairan dari vagina yang berwarna kuning, disertai rasa panas seperti terbakar ketika kencing. Karena organisme ini 46
dapat menetap selama bertahun-tahun dalam tubuh seseorang. Ia juga akan merusak organ reproduksi penderita dengan atau tanpa merasakan gejala apa pun. (Ajen Dianawati, 2003) 3.10.6 Candidiasis Merupakan infeksi pada muara dan saluran vagina yang paling sering terjadi oleh karena sejenis ragi. Pada kenyataannya kuman Candida Albicans ini hidup pada selaput lendir dari sebagian besar orang yang sehat dan tentunya merupakan kuman yang umum ditemukan dalam vagina. Sebutan nama candida sebagai penyakit menular seksual masih baru, namun demikian semakin bertambah bukti adanya penularan melalui hubungan seks. (Rosari, 2006) Penyakit ini biasa juga disebut sebagai infeksi ragi. Sebenarnya, dalam vagina terdapat berjuta-juta ragi. Meskipun tidak akan menimbulkan masalah, karena ragi berkembang terlalu pesat, dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan infeksi. Gejala yang dapat terlihat pada perempuan adalah keluarnya cairan kental berwarna putih disertai dengan pembengkakan dan gatal-gatal pada vagina. Pada laki-laki, infeksi ini dapat menyebabkan rasa panas, seperti terbakar dan gatal pada saluran kencingnya. (Ajen Dianawati, 2003) 3.10.7 Chancroid Penyakit ini diawali dengan benjolan-benjolan kecil yang muncul disekitar genetalia atau anus, 4-5 hari setelah kontak dengan penderita. Benjolan itu akhirnya akan terbuka dan mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Borok chancroid pada pria biasanya sangat menyakitkan, sedangkan pada wanita tidak menimbulkan rasa sakit (Rosari, 2006) Chancroid adalah sejenis bakteri yang menyerang kulit kelamin dan menyebabkan luka kecil bernanah. Jika luka ini pecah, bakteri akan menjalar kearah pubik dan kelamin. (Ajen Dianawati, 2003) 3.10.8 Granula inguinale Penyakit ini sama dengan chancroid, yaitu disebabkan oleh bakteri. Bagian yang terserang biasanya permukaan kulit penis, bibir vagina, klitoris, dan anus, akan berubah membentuk jaringan berisi cairan yang mengeluarkan bau tidak sedap selanjutnya akan terjadi pembesaran yang bersifat permanen atau terlihat sesekali pada penis, klitoris, dan kandung pelir. Penderita bisa kehilangan berat badan, kemudian meninggal dunia. Penyakit ini tidak memperlihatkan gejala-gejala awal, Memasuki masa 3 bulan, barulah terlihat adanya infeksi yang sangat berbahaya dan dapat ditularkan kepada orang lain. (Ajen Dianawati, 2003) 3.11 PENYAKIT MENULAR SEKSUAL YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS 3.11.1 Herpes Herpes termasuk jenis penyakit biasa, disebabkan oleh virus herpes simpleks. Virus herpes terbagi 2 macam, yaitu herpes 1 dan herpes 2. Perbedaan diantaranya adalah kebagian mana virus tersebut menyerang. Herpes 1 menyerang dan menginfeksi bagian mulut dan bibir, sedangkar herpes 2 atau disebut genital herpes menyerang dan menginfeksi bagian seksual (penis atau vagina). (Ajen Dianawati, 2003) Perbedaan HSV tipe I dengan tipe II HSV tipe I
HSV tipe II 47
Predileksi
Kulit dan mukosa di luar
Kultur pada chorioallatoic Membentuk bercak kecil membran (CAM) dari telur ayam Serologi
Antibodi terhadap tipe I
Sifat lain
Tidak bersifat onkogeni
Kulit dan mukosa daerah genetalia dan perianal Membentuk pock besar dan tebal
HSV Antibodi terhadap HSV tipe II Bersifat onkogeni
Gejala klinis herpes ini yaitu : 1. Herpes Genital Pertama. Diawali dengan bintil – lentingan – luka / erosi berkelompok, di atas dasar kemerahan, sangat nyeri, pembesaran kelenjar lipat paha, kenyal, dan disertai gejala sistemik 2. Herpes Genital Kambuhan.Timbul bila ada factor pencetus (daya tahan menurun, faktor stress pikiran, senggama berlebihan, kelelahan dan lain-lain). Umumnya lesi tidak sebanyak dan seberat pada lesi primer. (Depkes, 2008) Virus herpes ini tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat diobati. Obat yang biasa diberikan untuk genital herpes adalah Acyclovir. Karena cara kerjanya menetap dalam system saraf tubuh, virus tersebut tidak dapat disembuhkan atau dihilangkan selama-lamanya. (Ajen Dianawati, 2003) 3.11.2 Viral Hepatitis Terdapat sejumlah jenis radang hati atau hepatitis. Penyebabnya adalah virus dan sering ditularkan secara seksual. Jenis yang terutama adalah hepatitis A, B, C dan D. (Hutapea, 2003). 3.11.3 Lymphogranuloma venereum Penyakit ini biasa disingkat LGV, disebabkan oleh virus dan dapat mempengaruhi seluruh organ tubuh. Penyakit ini sangat berbahaya karena antibiotic tidak dapat menanggulanginya. Gejala awalnya berupa luka kecil yang tidak biasa terjadi di sekitar organ seksual selama 3 minggu. Dua minggu kemudian, luka tersebut membengkak sebesar telur yang menyebar di bagian pangkal paha. Perubahan lain yang timbul akan semakin bertambah parah seperti penderita akan mengalami kelumpuhan jika infeksi mulai menyebar melalui kelenjar getah bening (pangkal paha) menuju anus. (Ajen Dianawati, 2003) 3.12 PENYAKIT MENULAR SEKSUAL YANG DISEBABKAN OLEH PARASIT 3.12.1 Trichomoniasis Trichomoniasis atau trich adalah suatu infeksi vagina yang disebabkan oleh suatu parasit atau suatu protozoa (hewan bersel tunggal) yang disebut trichomonas vaginalis. Gejalanya meliputi perasaan gatal dan terbakar di daerah kemaluan, disertai dengan keluarnya cairan berwarna putih seperti busa atau juga kuning kehijauan yang berbau busuk. Sewaktu bersetubuh atau kencing sering terasa agak nyeri di vagina. Namun sekitar 50% dari wanita yang mengidapnya tidak menunjukkan gejala apa-apa 48
3.12.2 Pediculosis Pediculosis adalah terdapatnya kutu pada bulu-bulu di daerah kemaluan. Kutu pubis ini diberi julukan crabs karena bentuknya yang mirip kepiting seperti di bawah mikroskop. Parasit ini juga dapat dilihat dengan mata telanjang. Parasit ini menempel pada rambut dan dapat hidup dengan cara mengisap darah, sehingga menimbulkan gatal-gatal. Masa hidupnya singkat, hanya sekitar satu bulan. Tetapi kutu ini dapat tumbuh subur dan bertelur berkali-kali sebelum mati (Hutapea, 2003).
DAFTAR PUSTAKA Abbassi-Ghanavati M, Greer LG, Cunningham FG. Pregnancy and laboratory studies: a reference table for clinicians. Obstet Gynecol. 2009 Dec;114(6):1326-31. Adriaansz G.2008. Asuhan Antenatal. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik: Kesehatan Reproduksi. Anwar M, Baziad A, Prabowo RP. 2011. Ilmu Kandungan Ed. 3 Cet.1. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Azhari. 2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. Palembang: FK UnSri. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. In: William’s Obstetrics. Ed 21. The Mc Graw-Hill Companies. New York, 2001 Gandosoebrata R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat. Hart, David McKay; Norman, Jane; Callander, Robin; Ramsden, Ian.. 2000. Gynecology Illustration 5th Edition. Harcourt Publisher. pdf Heffner, Linda J.. Advanced Maternal Age — How Old Is Too Old?. N ENGL J MED 351;19 4, 2004. James R., Md. Scott, Ronald S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md. Haney, David N. Danfort. 2003. Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th Ed. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. Kelompok Kerja Standar Pendidikan Dokter Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia. Lowdermilk, Deitra Leonard. Anatomy and Physiology of Pregnancy. pdf Mansjoer A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2001; 260-265. Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 1998; Mulyaningrum S. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil. Universitas Indonesia. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC. S Pavord; B Myers; S Robinson; S Allard; J Strong; C Oppenheimer. 2011. UK Guidelines On The Management Of Iron Deficiency In Pregnancy. British Committee for Standards in Haematology.
49
Saifuddin AB, dkk. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I -Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2002 Sodeman, A. W., & Thomas, M. S., 1995, Patofisiologi (Pathologic Physiology Mechanism of Disease), Edisi Ke tujuh, Jilid II, 595-596, Alih Bahasa oleh Hartono, A. dkk. Jakarta: EGC. Supono. 1985. Ilmu Kebidanan, Bab.1 Fisiologi. Palembang : Rumah Sakit Umum Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tinjauan Pustaka. 2011. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38396/3/Chapter%20II.pdf. 19 Februari 2014.
50
View more...
Comments